Albern benar-benar keluar dari ruangan operasi tersebut dan langsung pergi menuju ke suatu tempat.
"Dok, apa yang harus kita lakukan?" tanya sang suster."Sesuai perintah Tuan tadi bahwa kita harus melakukan yang terbaik pada istrinya dan bayinya," jawab Dokter Helda.Setelah itu, tim medis yang menangani Harnum langsung mengurus Harnum dan mayat bayinya untuk segera dimakamkan.Setelah operasi caesar dan pemberian anestesi umum maupun regional dihentikan, lalu tubuh Harnum dibawa menuju recovery room atau ruang pemulihan yang disebut juga dengan Post Anesthesia Care Unit ( PACU ).Harnum berada di ruangan pemulihan tersebut selama 60 menit. Setelah itu, ia dipindahkan ke ruang perawatan atau ruang intensif.Sementara Albern, laki-laki itu sudah pergi dari rumah sakit. Ia membawa mobilnya menuju ke sebuah pemakaman umum. Albern mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Terkadang ia terlihat sedang menyusut air matanya yang terus saja berjatuhan membanjiri pipinya.Tidak butuh waktu yang lama, Albern sudah sampai di pemakaman umum yang ia tuju. Ia bergegas turun dari mobilnya dan langsung berlari ke sebuah makam yang di atas batu nisannya tertera nama Ameralda Barnard.Albern langsung menjatuhkan dirinya di hadapan makam tersebut. Ia menekuk lututnya sembari memeluk batu nisan itu."Kakak, aku sudah membalaskan dendammu. Aku sudah berhasil membunuh Reno, laki-laki yang telah menyakitimu dan mengkhianatimu. Dia tega meninggalkanmu yang sedang hamil tua sehingga membuatmu mati bunuh diri setelah melahirkan bayi perempuanmu yang mungil dan cantik sepertimu itu.""Tetapi bayimu juga ikut meninggal setelah kau tiada. Dan Reno lebih memilih wanita jalang itu, tetapi kau tenang saja, Kak. Karena wanita sialan itu telah kehilangan suaminya dan juga bayinya. Dia merasakan apa yang kau rasakan, Kak. Dan aku akan menyiksa hidupnya! Nyawanya sekarang berada dalam genggamanku," ucap Albern yang berbicara pada makam sang kakak.Albern terus bersimpuh di pusara sang kakak. Hingga akhirnya ada seseorang yang datang dan memanggil namanya."Albern!" panggil seseorang tersebut.Albern langsung menoleh dan melihat siapa yang memanggil namanya."Monica," gumam Albern dengan lirih."Baby, aku mencarimu di mansion, tetapi kau tidak ada. Dan aku sudah menduga jika kau berada di makam Kak Ameralda. Maka dari itu aku menyusulmu kemari," ujar Monica."Ada apa kau mencariku? Jika tidak penting, lebih baik kau pergi dan jangan pernah menggangguku lagi!" kata Albern dengan tegas."Baby, aku sangat merindukanmu. Setelah kepulanganmu dari Itali, kau tidak pernah menemuiku di sini, mengapa?""Aku sangat sibuk! Pulanglah dan jangan menggangguku lagi!"Akan tetapi, Monica tidak menghiraukan ucapan Albern. Wanita yang berpakaian minim dan seksi itu justru melangkah mendekati Albern. Ia ingin menyentuh bibir Albern menggunakan bibirnya, tetapi Albern langsung mendorong tubuh Monica."Jaga batasanmu, Monic! Sudah berulang kali aku katakan dan aku peringatkan padamu, jangan berani-beraninya kau menodai bibirku. Aku sangat membencinya!""Baby, aku sangat merindukanmu dan sangat ingin melepas rindu padamu.""Monica, pulanglah! Dan ingat! Bahwa kita tidak pernah memiliki hubungan spesial. Hubungan kita hanya sebatas teman, tidak lebih! Are you understand!"Monica seketika terdiam ketika Albern mengatakan hal tersebut."Tapi aku sangat mencintaimu, Albern! Mengapa kau tidak pernah mau mengerti tentang diriku dan perasaanku?" sahut Monica kemudian.Albern memejamkan matanya dan kedua tangannya sudah mengepal. Ia sangat geram dengan Monica yang tidak tahu malu itu."Monica, kau tentu tahu bagaimana karakterku. Jadi, jangan memancing emosiku!""Baiklah, aku pergi, tetapi nanti aku akan kembali ke mansion."Setelah mengatakan itu, Monica bergegas pergi meninggalkan Albern seorang diri. Albern menatap tajam kepergian Monica.'Aku sangat membenci yang namanya pengkhianatan. Cukup kakakku saja yang menjadi korban pengkhianatan. Monica, kau pun sama telah berkhianat pada Robbin, sahabatku. Dan kau justru ingin menjadi bagian dalam hidupku. Dasar wanita ular kau, Monic!' batin Albern.Setelah itu, Albern pun bergegas pergi meninggalkan pemakaman. Ia menuju sebuah tempat untuk menenangkan pikirannya.'Aku butuh ketenangan. lebih baik aku beristirahat di paviliun yang berada di rumah tua milikku yang tersembunyi di hutan,' batin Albern.Lalu, dia melajukan mobilnya menuju hutan yang jauh dari pemukiman penduduk. Di hutan tersebut terdapat rumah tua milik Albern. Dan di belakang rumah tua itu ada paviliun tempatnya beristirahat dan menenangkan pikiran.Di rumah tua dan paviliun itu ada sepasang suami istri yang mengurusnya yang bernama Mira dan Toni. Mereka merupakan orang tua angkat Albern yang telah mengurusnya dan dan sang kakak sejak bayi. Dikarenakan kedua orang tuanya tidak memiliki waktu luang untuk mengurus mereka berdua."Tuan, Anda pulang?" tanya Bu Mira—pelayan setia sekaligus ibu angkat Albern."Iya, Bu. Aku ingin istirahat di paviliun," jawab Albern."Baik, Tuan. Saya siapkan air hangat dulu untuk Tuan mandi.""Bu, sudah berulang kali aku katakan jangan memanggilku Tuan, panggil saja namaku, Albern!""Maaf, Tuan, saya tidak bisa melakukannya karena walau bagaimanapun juga, Anda adalah majikan saya. Sangat tidak sopan rasanya jika saya hanya memanggil nama.""Tapi aku ini adalah anakmu dan kau adalah ibuku. Walaupun kita hanya anak dan Ibu angkat, tapi kita tetap keluarga."Bu Mira hanya menundukkan wajah. Ia tidak bisa berbuat apa-apa jika Albern sudah berkata seperti itu.Bu Mira dan sang suami sudah mengabdi selama puluhan tahun kepada keluarga Addison Gevariel Barnard yang merupakan ayah dari Albern Barnard dan Ameralda Barnard.Addison Gevariel Barnard merupakan orang Inggris yang merupakan keturunan bangsawan. Namun, ia tidak mendapatkan keadilan dari keluarganya sehingga ia memilih pergi dan menetap di Italia dan menjadi seorang mafia terkenal dan sangat disegani.Saat Addison Gevariel Barnard masih muda dan sedang melakukan perjalanan bisnis ke Negara Indonesia, ia bertemu dengan Miranda, gadis asli Indonesia yang sangat cantik dan lembut sehingga membuatnya jatuh cinta dan menikahinya. Hingga akhirnya, mereka memiliki dua orang anak, yaitu Ameralda dan Albern."Tuan, air hangatnya sudah saya siapkan. Silakan mandi," ujar Bu Mira.Albern beranjak dan menuju kamarnya untuk menuju kamar mandi. Ia membuka seluruh pakaiannya sehingga menampakkan otot-otot tubuh yang sangat sempurna.Albern masuk ke dalam bath tub dan berendam. Ia memejamkan matanya untuk menenangkan pikiran yang sedang kacau, tetapi ketika Albern tengah memejamkan mata, tiba-tiba ia membuka matanya dan memukul air di bath tub.'Sial! Mengapa di saat aku sedang menenangkan pikiranku, wajah wanita jalang itu justru muncul dalam ingatanku. Aaahhhh ... jika seperti ini aku tidak bisa menenangkan pikiranku! Awas kau wanita jalang, akan aku siksa kau!' Albern mengumpat di dalam hati. TO BE CONTINUEDDi rumah sakit, tempat Harnum dirawat. Harnum yang sudah siuman dari pingsannya itu langsung histeris ketika mengetahui bahwa bayi dalam kandungannya telah tiada.Seorang wanita yang ditugaskan oleh Albern untuk mengurus Harnum, merasa tidak tega melihatnya."Non, yang sabar dan ikhlas, ya. Ini semua merupakan musibah dan juga ujian dari Tuhan. Non harus tegar," ucap ibu tersebut yang bernama Iisda.Harnum menjerit dan menangis histeris. Rasa sakit dan nyeri di perutnya yang merupakan luka jahitan bekas operasi itu, tidak ia pedulikan lagi."Anakku ... kembalikan anakku dan suamiku ... kemarin kau membunuh suamiku dan sekarang kau membunuh anakku. Laki-laki iblis kau, aku membencimu!" teriak Harnum.Albern yang baru saja datang ke rumah sakit tersebut, mendengar semua ucapan Harnum. Ia berdiri di ambang pintu menatap Harnum dengan tajam.Harnum yang menyadari kedatangan Albern langsung berusaha menurunkan kakinya untuk menghampiri Albern, tetapi karena kondisi tubuhnya yang belum norma
"Cepat masuk!" teriak Albern kepada Harnum.Harnum hanya berdiam diri dan berdiri saja di pekarangan rumah tua milik Albern. Albern merasa sangat geram melihatnya. Lalu, ia menjambak rambut harnum dan diseret ke dalam rumah."Lebih baik bunuh saja aku!" teriak Harnum."Shut up! Atau aku pecahkan kepalamu!" Albern berteriak kencang.Bu Mira dan Pak Toni yang sedang berada di paviliun, bergegas berlari menuju rumah tua tersebut ketika mereka mendengar suara teriakan Albern."Pak, sepertinya Tuan Al pulang," ucap Bu Mira."Iya, Bu. Dan sepertinya Tuan Al sedang mengamuk," jawab Pak Toni."Ayo, Pak, kita segera ke rumah tua," ajak Bu Mira.Sementara Harnum tengah bersimpuh di hadapan Albern. Dia menangis tergugu, tubuhnya berguncang hebat."Aku mohon lebih baik kau bunuh saja aku. Aku tidak sanggup jika kau akan menyiksaku setiap harinya," mohon Harnum.Albern tersenyum tipis mendengar permohonan Harnum tersebut. Jiwa gilanya semakin meronta-ronta untuk menyiksa Harnum.'Memang itulah yang
Di rumah tua milik Albern yang terletak di tengah hutan itu, di sebuah gudang yang berada di belakang rumah, terlihat Harnum sedang beristirahat. Karena ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya membersihkan gudang tersebut. Kondisi Harnum yang baru melahirkan dengan operasi caesar itu, terlihat sangat lemah. Karena saat dia baru pulang dari rumah sakit dengan kondisinya yang masih lemah itu, dia terpaksa harus bekerja berat, yaitu harus membersihkan sebuah gudang untuk tempat tidurnya. Wajah Harnum sudah pucat pasi dan dia sudah dehidrasi juga kelaparan.'Ah ... aku sangat haus sekali. Jika aku meminta minum pada Bu Mira, apakah laki-laki iblis itu akan menghukumku, atau bahkan menyiksaku? Tetapi aku sangat haus sekali,' batin Harnum.Lalu, Harnum pun memberanikan diri untuk keluar dan menuju dapur. Ia berjalan dengan perlahan dan menemui Bu Mira yang sedang berada di dapur."Bolehkah aku meminta air minum segelas saja? Aku sangat haus," ucap Harnum dengan suara pelan.Bu Mira yang mel
Dor! Dor! Dor!Suara tembakan terdengar begitu nyaring. Harnum memejamkan matanya karena merasa terkejut dan merasa takut. Harnum menyangka, bahwa dirinya sudah mati menyusul sang suami dan sang anak, tetapi dia tidak merasakan apa-apa. Perlahan, Harnum membuka matanya, dan seketika matanya bersirobok dengan mata elang Albern yang sudah berdiri tegap di depannya.Mata Harnum terbelalak lebar ketika melihat ular piton yang tadi berada di tubuhnya, tapi kini sudah tergeletak di bawah dengan berlumur darah. Pikiran Harnum kembali teringat bahwa tadi sebelum terdengar suara tembakan, ular itu sudah mulai melilit tubuhnya dan siap untuk memangsanya. Akan tetapi, ternyata Albern justru membunuh ular itu dan dia tidak membunuhnya. Harnum menelan ludahnya dengan susah payah, pikirannya sedang menerawang jauh memikirkan mengapa Albern malah membunuh ular peliharaannya yang akan memangsanya? Mengapa bukan menembak dirinya saja? Karena tadi Harnum sudah menduga bahwa dirinya akan ditembak oleh A
Pagi hari pun tiba, Harnum yang masih terikat di belakang rumah tua itu terlihat sangat pucat. Tangannya masih terikat dan punggungnya sudah berlumuran darah kering.Bu Mira yang saat itu sedang membersihkan halaman rumah bagian belakang, seketika berhenti ketika melihat keadaan Harnum yang sangat mengenaskan. Dia ingin sekali membantu, tetapi dia takut jika Albern akan memarahinya bahkan menghukumnya.Sementara Pak Toni, dia sedang membawa gunting rumput, dia akan membersihkan rumput-rumput yang ada di sekitaran belakang rumah tersebut. Pak Toni pun merasa sangat iba ketika melihat keadaan Harnum yang sangat memprihatinkan itu. Dia pun ingin membantu Harnum, tetapi dia tidak berani karena takut Albern akan menghukumnya."Bu, kasihan sekali 'Non Harnum, semalaman dia diikat di sini. Dan lihatlah keadaannya sangat mengenaskan sekali. Bagaimana ini, Bu? Jika kita menolongnya, nanti kita yang akan dihukum oleh Tuan Al," ucap pak Toni."Entahlah, Pak, aku juga bingung. Aku kasihan melihat
Albern terus saja menatap ke arah Harnum sembari membatin.'Nyawamu ada di dalam genggamanku, perempuan jalang! Aku akan menyiksa keseluruhan hidupmu!' Prang!Albern terkejut ketika mendengar suara benda jatuh dan pecah yang berasal dari depan paviliunnya, lalu ia segera keluar. Dan ternyata, Harnum lah yang tanpa sengaja menabrak patung naga miliknya sehingga menjadi hancur berkeping-keping.Emosi Albern yang memang selalu tidak stabil jika berhadapan dengan Harnum tersebut, langsung melampiaskan amarahnya tersebut kepada Harnum. Dia menjambak rambut Harnum dan diseretnya menuju belakang paviliun."Kau memang benar-benar wanita laknat! Sialan kau! Kau selalu saja membuat masalah denganku! Kau memang benar-benar selalu menguji kesabaranku! Dasar wanita jalang tidak tahu diri!" teriak Albern dengan lantang.Albern terus menyeret tubuh Harnum menuju ke belakang paviliun. Dan ternyata, di sana terdapat sebuah hutan yang sengaja dipelihara oleh Albern. Di sana terdapat banyak hewan peliha
Siang itu, Harnum sedang membersihkan lantai 2 di rumah tua. Lalu, ketika melewati kamar rahasia yang dilarang oleh Albern agar tidak dimasuki oleh siapapun itu, dia tiba-tiba menghentikan langkahnya. Matanya menatap ke arah pintu kamar tersebut yang terlihat tertutup sangat rapat.Harnum merasa sangat penasaran dengan isi kamar itu. Mengapa kamar itu menjadi kamar rahasia yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun selain Albern. Karena rasa penasaran Harnum yang begitu tinggi, akhirnya perlahan ia berjalan menuju kamar tersebut dan perlahan ia membuka pintu yang ternyata pintu tersebut tidak dikunci sehingga ia bisa masuk ke dalam kamar tersebut.Lalu, Harnum berjalan menyusuri ruangan kamar tersebut. Matanya terus menatap ke dinding. Dia terus saja berjalan menyusuri kamar itu. Dan tiba-tiba matanya melihat sebuah lukisan seorang wanita yang sangat cantik. Harnum mendekati lukisan itu, perlahan tangannya meraba-raba lukisan tersebut.'Ini lukisan siapa, ya? Cantik sekali,' batinnya.Ent
Malam itu, suasana di belakang paviliun milik Albern, tepatnya di penangkaran buaya. Terlihat Harnum yang masih digantung oleh Albern di atas danau itu sudah tampak lemas. Sementara buaya-buaya yang besar-besar itu sudah siaga menanti tubuh Harnum jatuh ke bawah, sedangkan Albern masih senantiasa mempermainkan tubuh Harnum dan menaik turunkannya.Harnum sudah kehilangan suara untuk berteriak meminta tolong agar dilepaskan. Namun, semakin Harnum meminta tolong untuk dilepaskan maka semakin menggilalah Albern untuk mempermainkan tubuhnya. Kesadaran Harnum sudah mulai menipis. Dan dalam bayangannya terlihatlah sang suami—Reno, yang menggunakan pakaian serba putih menghampirinya.Reno terlihat mengulurkan tangannya untuk mengajak Harnum pergi. Lalu, Harnum dalam keadaan mata terpejam, tangannya melambai-lambai seakan-akan sedang meraih sesuatu. Dan tindakan Harnum tersebut menjadi perhatian Albern."Mas Reno, aku ingin ikut denganmu, Mas. Bawa aku pergi dari dunia yang kejam ini, Mas. Ak
Tanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai