Di rumah tua milik Albern yang terletak di tengah hutan itu, di sebuah gudang yang berada di belakang rumah, terlihat Harnum sedang beristirahat. Karena ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya membersihkan gudang tersebut.
Kondisi Harnum yang baru melahirkan dengan operasi caesar itu, terlihat sangat lemah. Karena saat dia baru pulang dari rumah sakit dengan kondisinya yang masih lemah itu, dia terpaksa harus bekerja berat, yaitu harus membersihkan sebuah gudang untuk tempat tidurnya. Wajah Harnum sudah pucat pasi dan dia sudah dehidrasi juga kelaparan.'Ah ... aku sangat haus sekali. Jika aku meminta minum pada Bu Mira, apakah laki-laki iblis itu akan menghukumku, atau bahkan menyiksaku? Tetapi aku sangat haus sekali,' batin Harnum.Lalu, Harnum pun memberanikan diri untuk keluar dan menuju dapur. Ia berjalan dengan perlahan dan menemui Bu Mira yang sedang berada di dapur."Bolehkah aku meminta air minum segelas saja? Aku sangat haus," ucap Harnum dengan suara pelan.Bu Mira yang melihat keadaan Harnum yang sangat mengenaskan itu, langsung bergegas mengambilkan air minum dan memberikannya kepada Harum. Harum langsung menenggaknya hingga tandas."Non, lebih baik 'Non duduk dulu, biar saya siapkan makanan dulu. Non belum makan sedari tadi, 'Non pasti sangat lapar," ujar Bu Mira."Jangan, Bu! Nanti jika laki-laki iblis itu mengetahui aku makan yang diberikan oleh Ibu, nanti Ibu yang akan menjadi sasaran kemarahannya. Jadi, tidak apa jika aku kelaparan, aku tidak masalah, yang penting Ibu tidak terlibat dalam masalahku," sahut Harnum menolak dengan halus.Akan tetapi, Bu Mira tidak menghiraukan ucapan Harnum. Ia justru langsung bergegas mengambilkan makanan untuk Harum."Non, makanlah," kara Bu Mira.Lalu, Bu Mira memaksa Harum untuk memakannya. Dengan terpaksa Harnum memakannya. Harnum yang memang sangat kelaparan, memakannya dengan begitu lahap. Hingga tanpa terasa, nasi satu piring itu pun habis tak bersisa. Bu Mira kembali memberikan segelas air minum kepada Harum."Terima kasih, Bu," ucap Harnum."Sama-sama, 'Non. Jika 'Non membutuhkan apa-apa, 'Non bicara saja padaku, nanti aku yang akan memberikannya," kata Bu Mira."Terima kasih, Bu Mira. Oh, iya, apakah Bu Mira memiliki mukena? Karena mukenanya untukku beribadah. Maksudku, jika nanti aku sudah selesai masa nifas, aku 'kan pasti akan melaksanakan ibadah lagi.""Iya, 'Non, nanti saya akan menyiapkannya.""Terima kasih, Bu."Ketika Harum dan Bu Mira sedang berbincang-bincang, tiba-tiba Albern datang. Dia tengah memperhatikan interaksi antara Harnum dan Bu Mira."Sedang apa kau di situ, hey, wanita jalang?!"Harum tersentak kaget mendengarnya, lalu ia menoleh dan matanya bersirobok dengan mata elang Albern. Perasaannya kembali tak menentu."Siapa yang menyuruhmu ke sini, ke dapur ini? Hah! Aku tidak mengizinkanmu untuk makan di sini. Kau memang kurang ajar sekali wanita jalang! Ternyata keahlianmu selain merebut milik orang lain, kau juga tidak tahu malu!" ucap Albern dengan sarkas.Bu Mira yang melihat perseteruan tersebut, langsung berlalu pergi. Karena dia tidak ingin menjadi sasaran kemarahan Tuannya tersebut. Lalu, Albern berjalan mendekati Harum dan menjambak rambutnya."Enak sekali kau, ya, Sudah makan. Siapa yang mengizinkanmu makan? Hah!""Jika kau tidak mau memberiku makan, mengapa kau tidak membunuhku saja sekalian? Dari pada kau menyiksaku terus-menerus!" ucap Harnum dengan tegas."Hey! Memangnya siapa dirimu, hah? Berani sekali kau mengatur hidupku!" Albern semakin mengencangkan jambakannya pada rambut Harnum.Albern menyeret tubuh Harum ke belakang, kemudian, ia mengikat kedua tangan Harnum di sepasang tiang besi yang berada di belakang rumah tersebut.Bu Mira dan Pak Toni yang melihat itu merasa kasihan terhadap Harnum, tetapi mereka tidak berani untuk menghentikan perbuatan Albern. Karena jika mereka ikut campur maka mereka yang akan menjadi sasarannya. Jadi, mereka hanya bisa menatap iba pada Harnum yang malang."Aku peringatkan kepada kalian, jangan ada yang menyelamatkannya atau melepaskan ikatan ini! Jika sampai kalian melakukan itu maka kalian akan tahu akibatnya!" ucap Albern kepada Bu Mira dan suaminya."Baik, Tuan," jawab Bu Mira dan suaminya dengan kompak. ***Malam pun tiba, Harum masih terikat di belakang rumah. Suasana malam yang sangat gelap gulita karena berada di hutan itu, terasa sangat mencekam. Apalagi gonggongan anjing dan serigala terdengar, serta suara burung hantu sangat riuh saling bersahutan. Harnum melihat ke sekelilingnya."Laki-laki iblis! Bunuh saja aku daripada kau menyiksaku terus-menerus seperti ini!" teriak Harum di tengah malam itu.Suara Harnum yang melengking, terdengar sangat jelas di telinga Albern. Karena malam yang sangat sunyi sehingga suaranya langsung terdengar sampai ke paviliun. Albern yang sedang beristirahat itu, mendengar teriakan Harnum. Lalu, ia langsung bergegas menghampiri Harnum dengan membawa cambuk."Kau menguji kesabaranku, dasar wanita sialan!"Lalu, Albern mencambuk punggung Harnum secara membabi buta. Harum menjerit kesakitan, air matanya sudah tidak bisa di bendung lagi. Dan baju Harum kini sudah berwarna merah akibat luka di punggungnya."Bunuh saja aku laki-laki iblis! Kau bukan manusia, tetapi kau iblis! Kau telah merenggut kebahagiaanku. Kau telah menghancurkan hidupku dan masa depanku bersama keluarga kecilku!""Kau sudah membunuh suamiku dan anakku, lalu untuk apa kau menawanku? Lebih baik kau bunuh saja aku agar aku menyusul suami dan anakku!" teriak Hanum dengan histeris walaupun dengan suaranya yang sudah lemah.Emosi Albern semakin memuncak mendengarnya. Lalu, tiba-tiba Albern masuk ke dalam paviliun, tidak lama kemudian dia keluar dengan membawa seekor ular piton yang sangat besar."Kau ingin mati 'kan? Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu itu, wanita jalang! Aku rasa, jika tubuhmu itu ditelan hidup-hidup oleh ular peliharaanku ini, kau akan langsung mati!" ucap Albern.Lalu, ia melepaskan ular piton peliharaannya itu. Mata Harnum terbelalak sempurna melihatnya. Ia merasa sangat ketakutan, sedangkan ular itu sudah mulai merayap mendekatinya. Ular itu terus merayap ke kaki Harnum dan naik ke atas tubuhnya.Ular itu menuju punggung Harnum yang berlumuran darah segar akibat luka cambuk. Bibir Harnum gemetar karena ketakutan, peluh sudah membanjiri sekujur tubuhnya, sedangkan Albern tertawa terbahak-bahak melihatnya."Mengapa? Apa kau takut? Bukankah kau sedari tadi ingin aku bunuh, hmm? Aku tidak ingin mengotori tanganku. Jadi, biarkan ular peliharaanku itu yang menjalankan tugasnya untuk membunuhmu."Setelah mengatakan itu, Albern pergi meninggalkan Harnum yang sudah menjerit histeris."Dari pada kau menyiksaku begini, lebih baik kau bunuh saja aku seperti yang kau lakukan terhadap suamiku! Tembak saja aku detik ini juga!" teriak Harnum.Albern seketika menghentikan langkah kakinya. Ia kemudian berbalik arah sembari merogoh pinggangnya.Dor! Dor! Dor! TO BE CONTINUEDDor! Dor! Dor!Suara tembakan terdengar begitu nyaring. Harnum memejamkan matanya karena merasa terkejut dan merasa takut. Harnum menyangka, bahwa dirinya sudah mati menyusul sang suami dan sang anak, tetapi dia tidak merasakan apa-apa. Perlahan, Harnum membuka matanya, dan seketika matanya bersirobok dengan mata elang Albern yang sudah berdiri tegap di depannya.Mata Harnum terbelalak lebar ketika melihat ular piton yang tadi berada di tubuhnya, tapi kini sudah tergeletak di bawah dengan berlumur darah. Pikiran Harnum kembali teringat bahwa tadi sebelum terdengar suara tembakan, ular itu sudah mulai melilit tubuhnya dan siap untuk memangsanya. Akan tetapi, ternyata Albern justru membunuh ular itu dan dia tidak membunuhnya. Harnum menelan ludahnya dengan susah payah, pikirannya sedang menerawang jauh memikirkan mengapa Albern malah membunuh ular peliharaannya yang akan memangsanya? Mengapa bukan menembak dirinya saja? Karena tadi Harnum sudah menduga bahwa dirinya akan ditembak oleh A
Pagi hari pun tiba, Harnum yang masih terikat di belakang rumah tua itu terlihat sangat pucat. Tangannya masih terikat dan punggungnya sudah berlumuran darah kering.Bu Mira yang saat itu sedang membersihkan halaman rumah bagian belakang, seketika berhenti ketika melihat keadaan Harnum yang sangat mengenaskan. Dia ingin sekali membantu, tetapi dia takut jika Albern akan memarahinya bahkan menghukumnya.Sementara Pak Toni, dia sedang membawa gunting rumput, dia akan membersihkan rumput-rumput yang ada di sekitaran belakang rumah tersebut. Pak Toni pun merasa sangat iba ketika melihat keadaan Harnum yang sangat memprihatinkan itu. Dia pun ingin membantu Harnum, tetapi dia tidak berani karena takut Albern akan menghukumnya."Bu, kasihan sekali 'Non Harnum, semalaman dia diikat di sini. Dan lihatlah keadaannya sangat mengenaskan sekali. Bagaimana ini, Bu? Jika kita menolongnya, nanti kita yang akan dihukum oleh Tuan Al," ucap pak Toni."Entahlah, Pak, aku juga bingung. Aku kasihan melihat
Albern terus saja menatap ke arah Harnum sembari membatin.'Nyawamu ada di dalam genggamanku, perempuan jalang! Aku akan menyiksa keseluruhan hidupmu!' Prang!Albern terkejut ketika mendengar suara benda jatuh dan pecah yang berasal dari depan paviliunnya, lalu ia segera keluar. Dan ternyata, Harnum lah yang tanpa sengaja menabrak patung naga miliknya sehingga menjadi hancur berkeping-keping.Emosi Albern yang memang selalu tidak stabil jika berhadapan dengan Harnum tersebut, langsung melampiaskan amarahnya tersebut kepada Harnum. Dia menjambak rambut Harnum dan diseretnya menuju belakang paviliun."Kau memang benar-benar wanita laknat! Sialan kau! Kau selalu saja membuat masalah denganku! Kau memang benar-benar selalu menguji kesabaranku! Dasar wanita jalang tidak tahu diri!" teriak Albern dengan lantang.Albern terus menyeret tubuh Harnum menuju ke belakang paviliun. Dan ternyata, di sana terdapat sebuah hutan yang sengaja dipelihara oleh Albern. Di sana terdapat banyak hewan peliha
Siang itu, Harnum sedang membersihkan lantai 2 di rumah tua. Lalu, ketika melewati kamar rahasia yang dilarang oleh Albern agar tidak dimasuki oleh siapapun itu, dia tiba-tiba menghentikan langkahnya. Matanya menatap ke arah pintu kamar tersebut yang terlihat tertutup sangat rapat.Harnum merasa sangat penasaran dengan isi kamar itu. Mengapa kamar itu menjadi kamar rahasia yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun selain Albern. Karena rasa penasaran Harnum yang begitu tinggi, akhirnya perlahan ia berjalan menuju kamar tersebut dan perlahan ia membuka pintu yang ternyata pintu tersebut tidak dikunci sehingga ia bisa masuk ke dalam kamar tersebut.Lalu, Harnum berjalan menyusuri ruangan kamar tersebut. Matanya terus menatap ke dinding. Dia terus saja berjalan menyusuri kamar itu. Dan tiba-tiba matanya melihat sebuah lukisan seorang wanita yang sangat cantik. Harnum mendekati lukisan itu, perlahan tangannya meraba-raba lukisan tersebut.'Ini lukisan siapa, ya? Cantik sekali,' batinnya.Ent
Malam itu, suasana di belakang paviliun milik Albern, tepatnya di penangkaran buaya. Terlihat Harnum yang masih digantung oleh Albern di atas danau itu sudah tampak lemas. Sementara buaya-buaya yang besar-besar itu sudah siaga menanti tubuh Harnum jatuh ke bawah, sedangkan Albern masih senantiasa mempermainkan tubuh Harnum dan menaik turunkannya.Harnum sudah kehilangan suara untuk berteriak meminta tolong agar dilepaskan. Namun, semakin Harnum meminta tolong untuk dilepaskan maka semakin menggilalah Albern untuk mempermainkan tubuhnya. Kesadaran Harnum sudah mulai menipis. Dan dalam bayangannya terlihatlah sang suami—Reno, yang menggunakan pakaian serba putih menghampirinya.Reno terlihat mengulurkan tangannya untuk mengajak Harnum pergi. Lalu, Harnum dalam keadaan mata terpejam, tangannya melambai-lambai seakan-akan sedang meraih sesuatu. Dan tindakan Harnum tersebut menjadi perhatian Albern."Mas Reno, aku ingin ikut denganmu, Mas. Bawa aku pergi dari dunia yang kejam ini, Mas. Ak
Ketika Rully tengah memandangi Harnum secara diam-diam, tiba-tiba ada suara orang yang berdehem dan itu sangat mengejutkannya."Ehem ... sedang apa kau di situ, Rully?"Rully terhenyak dan langsung melihat ke arah sumber suara. Ternyata itu adalah suara sang King Mafia. Rully merasa ketar-ketir, ia seperti dipergoki sedang mengintip istri orang. Dengan susah payah Rully meneguk ludahnya."Sedang apa kau di situ?" tanya Albern sekali lagi sembari memasukkan kedua tangannya di saku celana.Sementara Rully merasa seperti maling yang tertangkap basah. Dia sedang berpikir keras, alasan apa yang tepat agar sang King Mafia tidak murka padanya."King, maaf, aku kemari tanpa menghubungimu terlebih dahulu. Aku kemari karena ingin membicarakan tentang bisnis tanah yang sedang kita jalani di pulau seberang," ujar Rully."Hmm ... bukankah untuk masalah bisnis tanah itu aku sudah menyerahkannya padamu? Dan aku percayakan kepadamu? Jadi, silakan kau yang mengurusnya karena kau tahu sendiri aku sedang
Rully yang melihat harnum tidak sadarkan diri itu, segera menghampirinya, tetapi sebelum tangan Rully menyentuh tubuh Harnum, Albern langsung memanah di hadapan Rully."Jika kau sampai berani menyentuh tubuh wanita itu maka aku akan memanah tanganmu!" teriak Albern.Seketika Rully pun melepaskan tangannya dari tubuh Harnum, sedangkan Albern langsung turun dari kudanya dan langsung menghampiri Harnum. Tanpa banyak bicara, Albern langsung membopong tubuh Harnum dan dibawanya masuk ke dalam paviliun. Entah mengapa, karena ada Rully, Albern seperti sangat tidak ingin jika Rully selalu ingin dekat-dekat dengan Harnum."King, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku bisa melakukan sesuatu untuk membantu Nona Harnum?" tanya Rully.Albern langsung meletakkan tubuh Harnum di atas ranjang miliknya, lalu ia mendekati Rully."Tidak usah! Lebih baik kau pulang saja. Biarkan wanita itu menjadi urusanku!" sentak Albern."Baik, King, kalau begitu aku permisi." Akhirnya Rullly pun meninggalkan paviliun
Albern terus saja mencaci maki Harnum dan sumpah serapah yang ia lontarkan tersebut terdengar oleh Harnum.Harnum bergegas masuk ke dalam gudang, dia langsung membersihkan diri dan mengganti pakaiannya karena waktu sudah menunjukkan waktu maghrib. Karena Harnum sudah melewati masa nifasnya maka dia sudah mulai bisa melakukan ibadah. Setelah selesai shalat, Harnum berdoa seraya menangis. Dia mendoakan Anak dan suaminya yang telah tiada. Tidak lupa, Harnum pun mengaji untuk mengirimkan doa untuk suami dan juga anaknya.Ketika Harnum sedang mengaji, tiba-tiba Albern masuk dan menendang pintu dengan sangat kencang. Harnum sangat terkejut dan langsung berdiri, sementara Albern yang dalam keadaan mabuk itu langsung menghampirinya."Dasar wanita jalang! Mengapa kau mesti hadir di dalam kehidupanku!" teriak Albern.Harnum sangat terkejut mendengar ucapan Albern tersebut. Lalu, dia segera melepaskan mukenanya dan merapikan alat shalatnya."Tuan Al, ada apa?" tanya Harnum.Albern bukannya menja
Tanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai