Albern melangkahkan kakinya keluar, tetapi seorang suster memanggilnya.
"Tuan, tunggu!" panggil suster tersebut.Albern langsung menghentikan langkahnya, dan menatap suster yang memanggilnya itu."Ada apa?!" tanya Albern dengan ketus dan dingin."Maaf, Tuan. Anda dipanggil oleh Dokter yang sedang menangani istri Tuan," ucap sang suster.Suster tersebut mengira bahwa Albern adalah suami Harnum. Albern mengernyitkan keningnya mendengar ucapan sang suster."Wanita itu bukan i—" ucapan Albern terpotong."Maaf, Tuan. Tolong segera menghadap Dokter karena ini darurat," ucap suster tersebut yang memotong ucapan Albern.Albern tidak melanjutkan ucapannya. Ia mengikuti suster itu dari belakang. Mereka langsung masuk ke dalam ruangan IGD."Dok, ini suami pasien," ucap sang suster."Baik, Sus, terima kasih," sahut sang dokter."Ada apa?!" tanya Albern dengan ketus."Maaf, Tuan. Kondisi istri Anda sangat kritis. Pasien telah kehilangan banyak darah, dan kondisi janin di dalam kandungannya sudah sangat kritis," ucap dokter tersebut."Lalu?" jawab Albern."Istri Anda harus segera di operasi untuk menyelamatkan nyawanya dan juga nyawa bayinya.""Aku tidak peduli. Dia akan mati bersama bayi di dalam kandungannya itu, itu bukan urusanku! Jadi, itu terserah padamu apa yang akan kau lakukan padanya!"Deg!Dokter tersebut merasa sangat syok mendengar ucapan Albern. Ia merasa heran dan aneh, mengapa seorang suami begitu tega berkata sedemikian rupa pada istri dan anaknya yang sedang kritis dan skarat. Itu lah yang ada dalam benak sang dokter karena ia mengira bahwa Albern adalah suami Harnum.Setelah mengatakan itu, Albern berlalu pergi. Ia langsung keluar dari ruangan IGD tersebut.'Seharusnya tadi aku bunuh saja wanita sialan itu. Dia menyusahkanku saja, huh! Tapi ... jika aku membunuhnya maka aku tidak akan bisa menyiksanya. Aahh ... jika seperti ini bearti wanita sialan itu harus tetap hidup,' batin Albern.Albern tiba-tiba membalikkan tubuhnya. Ia kembali masuk ke dalam ruangan IGD."Dok, lakukan yang terbaik untuknya!" ucap Albern dengan tegas.Dokter yang bernama Rehan itu merasa terkejut mendengar ucapan Albern yang tiba-tiba berubah pikiran. Namun, ia merasa senang, setidaknya suami kejam itu masih memiliki hati nurani. Itulah yang ada di dalam benak sang dokter."Baik, Tuan. Kami akan segera melakukan operasi caesar. Karena hanya itu jalan satu-satunya," ucap sang dokter."Hmm ...." Albern hanya berdehem.Dokter Rehan langsung mempersiapkan perlengkapan untuk melakukan operasi caesar. Albern dimintai untuk menanda tangani surat persetujuan operasi caesar tersebut karena ia dianggap sebagai suami Harnum.Albern langsung membubuhkan tanda tangannya. Setelah itu, ia langsung keluar dari ruangan tersebut. Sementara Dokter Rehan dan para timnya segera mempersiapkan perlengkapan operasi caesar.***Tubuh Harnum langsung dibawa menuju ruangan operasi karena kondisinya dan kandungannya sudah sangat kritis. Maka tim medis mempercepat proses operasinya sedangkan Albern berdiri menatap kepergian Harnum yang dibawa ke ruangan operasi. Tanpa ia sadari, kakinya melangkah mengikuti tim medis."Tuan, silakan ikut masuk untuk menemani operasi pada istri Anda," ucap Dokter Rehan.Albern tidak menjawab, tetapi ia mengikuti Dokter Rehan. Albern memperhatikan semua yang para dokter laki-laki itu lakukan. Ia mengernyitkan keningnya ketika melihat dokter yang akan melakukan operasi caesar itu adalah dokter laki-laki semua."Tunggu ...!" teriak Albern."Ya, Tuan, ada apa?" tanya Dokter Rehan."Mengapa dokter yang akan melakukan operasi ini merupakan dokter laki-laki semua?" tanya Albern.Dokter Rehan dan dokter yang lainnya saling bertatapan. mereka merasa terkejut karena baru kali ini mereka diprotes oleh keluarga pasien."Ya, Tuan. karena kami semua merupakan dokter pilihan untuk melakukan operasi caesar. Apalagi ini merupakan hal yang darurat. Jadi, kami tidak memiliki banyak waktu lagi," Dokter Rehan memberikan penjelasan."Tidak! Aku tidak mengizinkan dokter laki-laki yang melakukan operasi pada perempuan itu. Aku mengizinkan hanya fokter wanita yang menanganinya! Otak kalian memang mesum, ingin memeriksa pasien wanita karena kalian bisa bebas melihat alat vitalnya, begitu?!" ucap Albern dengan sarkas.Ucapan Albern tersebut tentu saja sangat membuat syok para dokter. Karena baru kali ini mereka dituduh seperti itu oleh orang lain."Maaf, Tuan, tapi kami tim medis atau para dokter tidak ada berpikiran seperti itu. Karena kami sudah memiliki sumpah. Kami bukannya ingin mencari kesempatan dalam kesempitan. Kami melakukan tugas kami sesuai prosedur. Kami—" ucap Dokter Rehan, tetapi ucapannya tersebut langsung dipotong oleh Albern."Cukup! Aku tidak mau mendengar pembelaan diri darimu atau dari kalian semua. Aku hanya mengizinkan dokter wanita yang menanganinya. Jika tidak, lebih baik tidak usah dilakukan operasi!" ucap Albern dengan tegas.Dokter Rehan dan para dokter yang lainnya kembali dibuat syok oleh ucapan Albern. Akhirnya, mereka mengalah demi keselamatan Harnum dan bayinya.Dokter Rehan langsung menghubungi para dokter wanita untuk menggantikan tugasnya dan tugas dokter laki-laki yang lainnya. Setelah itu, para dokter laki-laki tadi keluar dan diganti dengan para dokter wanita.Para dokter wanita itu langsung bergegas melakukan operasi caesar pada Harnum, sedangkan Albern, ia hanya berdiri di samping kepala Harnum sambil bersedekap dada.Sesekali matanya memperhatikan wajah Harnum, dan sesekali juga ia memperhatikan para dokter yang sedang sibuk melakukan operasi di bagian perut Harnum.Tidak berapa lama kemudian, operasi caesar itu telah selesai. Seorang suster wanita yang menggendong bayi mungil tersebut langsung mendekati Dokter Helda, yaitu dokter yang bertugas penuh pada proses operasi tersebut."Dok, bayinya—" ucap sang Suster.Dokter Helda langsung melihat ke arah sang bayi perempuan mungil dan sangat cantik itu. Mata Dokter Helda berkaca-kaca menatap sang bayi."Tuan, bayi Anda meninggal dunia. Bayi Anda mengalami stillbirth, yaitu kematian pada janin di dalam kandungan yang usia kandungannya sudah lebih dari 37 minggu, dan ini terjadi pada bayi Anda. Karena istri Anda mengalami pendarahan hebat, dan istri Anda mengalami kontraksi yang lama, tetapi tidak segera dilakukan tindakan medis."Dokter Helda menghela napasnya sejenak, kemudian ia kembali melanjutkan ucapannya."Sehingga pendarahan berat yang terjadi di trimester akhir yang mengakibatkan janin mati dalam kandungan. Itu semua terjadi karena plasenta sudah mulai terpisah atau meluruh dari rahim sebelum memasuki masa persalinan. Kondisi ini disebut abrupsi plasenta atau placental abruption," sambungnya memberi penjelasan pada Albern.Albern bergeming. Matanya hanya menatap pada bayi mungil tersebut yang tidak bergerak sedikitpun juga. Tiba-tiba mata Albern mengembun. Ia memejamkan mata dan menarik napas yang terasa sesak."Lakukan yang terbaik pada perempuan ini dan bayinya. Aku serahkan semuanya padamu, Dok! Nanti ada orang suruhanku yang akan ke sini untuk mengurus semuanya karena aku akan pergi dalam beberapa waktu."Setelah mengatakan itu, Albern berlalu pergi meninggalkan ruangan operasi. Harnum yang masih tidak sadarkan diri itu belum mengetahui apa yang telah terjadi pada bayinya.'Baguslah jika bayinya mati, untuk menggantikan nyawa keponakanku,' batin Albern. TO BE CONTINUEDAlbern benar-benar keluar dari ruangan operasi tersebut dan langsung pergi menuju ke suatu tempat."Dok, apa yang harus kita lakukan?" tanya sang suster."Sesuai perintah Tuan tadi bahwa kita harus melakukan yang terbaik pada istrinya dan bayinya," jawab Dokter Helda.Setelah itu, tim medis yang menangani Harnum langsung mengurus Harnum dan mayat bayinya untuk segera dimakamkan.Setelah operasi caesar dan pemberian anestesi umum maupun regional dihentikan, lalu tubuh Harnum dibawa menuju recovery room atau ruang pemulihan yang disebut juga dengan Post Anesthesia Care Unit ( PACU ). Harnum berada di ruangan pemulihan tersebut selama 60 menit. Setelah itu, ia dipindahkan ke ruang perawatan atau ruang intensif.Sementara Albern, laki-laki itu sudah pergi dari rumah sakit. Ia membawa mobilnya menuju ke sebuah pemakaman umum. Albern mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Terkadang ia terlihat sedang menyusut air matanya yang terus saja berjatuhan membanjiri pipinya.Tidak butuh wakt
Di rumah sakit, tempat Harnum dirawat. Harnum yang sudah siuman dari pingsannya itu langsung histeris ketika mengetahui bahwa bayi dalam kandungannya telah tiada.Seorang wanita yang ditugaskan oleh Albern untuk mengurus Harnum, merasa tidak tega melihatnya."Non, yang sabar dan ikhlas, ya. Ini semua merupakan musibah dan juga ujian dari Tuhan. Non harus tegar," ucap ibu tersebut yang bernama Iisda.Harnum menjerit dan menangis histeris. Rasa sakit dan nyeri di perutnya yang merupakan luka jahitan bekas operasi itu, tidak ia pedulikan lagi."Anakku ... kembalikan anakku dan suamiku ... kemarin kau membunuh suamiku dan sekarang kau membunuh anakku. Laki-laki iblis kau, aku membencimu!" teriak Harnum.Albern yang baru saja datang ke rumah sakit tersebut, mendengar semua ucapan Harnum. Ia berdiri di ambang pintu menatap Harnum dengan tajam.Harnum yang menyadari kedatangan Albern langsung berusaha menurunkan kakinya untuk menghampiri Albern, tetapi karena kondisi tubuhnya yang belum norma
"Cepat masuk!" teriak Albern kepada Harnum.Harnum hanya berdiam diri dan berdiri saja di pekarangan rumah tua milik Albern. Albern merasa sangat geram melihatnya. Lalu, ia menjambak rambut harnum dan diseret ke dalam rumah."Lebih baik bunuh saja aku!" teriak Harnum."Shut up! Atau aku pecahkan kepalamu!" Albern berteriak kencang.Bu Mira dan Pak Toni yang sedang berada di paviliun, bergegas berlari menuju rumah tua tersebut ketika mereka mendengar suara teriakan Albern."Pak, sepertinya Tuan Al pulang," ucap Bu Mira."Iya, Bu. Dan sepertinya Tuan Al sedang mengamuk," jawab Pak Toni."Ayo, Pak, kita segera ke rumah tua," ajak Bu Mira.Sementara Harnum tengah bersimpuh di hadapan Albern. Dia menangis tergugu, tubuhnya berguncang hebat."Aku mohon lebih baik kau bunuh saja aku. Aku tidak sanggup jika kau akan menyiksaku setiap harinya," mohon Harnum.Albern tersenyum tipis mendengar permohonan Harnum tersebut. Jiwa gilanya semakin meronta-ronta untuk menyiksa Harnum.'Memang itulah yang
Di rumah tua milik Albern yang terletak di tengah hutan itu, di sebuah gudang yang berada di belakang rumah, terlihat Harnum sedang beristirahat. Karena ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya membersihkan gudang tersebut. Kondisi Harnum yang baru melahirkan dengan operasi caesar itu, terlihat sangat lemah. Karena saat dia baru pulang dari rumah sakit dengan kondisinya yang masih lemah itu, dia terpaksa harus bekerja berat, yaitu harus membersihkan sebuah gudang untuk tempat tidurnya. Wajah Harnum sudah pucat pasi dan dia sudah dehidrasi juga kelaparan.'Ah ... aku sangat haus sekali. Jika aku meminta minum pada Bu Mira, apakah laki-laki iblis itu akan menghukumku, atau bahkan menyiksaku? Tetapi aku sangat haus sekali,' batin Harnum.Lalu, Harnum pun memberanikan diri untuk keluar dan menuju dapur. Ia berjalan dengan perlahan dan menemui Bu Mira yang sedang berada di dapur."Bolehkah aku meminta air minum segelas saja? Aku sangat haus," ucap Harnum dengan suara pelan.Bu Mira yang mel
Dor! Dor! Dor!Suara tembakan terdengar begitu nyaring. Harnum memejamkan matanya karena merasa terkejut dan merasa takut. Harnum menyangka, bahwa dirinya sudah mati menyusul sang suami dan sang anak, tetapi dia tidak merasakan apa-apa. Perlahan, Harnum membuka matanya, dan seketika matanya bersirobok dengan mata elang Albern yang sudah berdiri tegap di depannya.Mata Harnum terbelalak lebar ketika melihat ular piton yang tadi berada di tubuhnya, tapi kini sudah tergeletak di bawah dengan berlumur darah. Pikiran Harnum kembali teringat bahwa tadi sebelum terdengar suara tembakan, ular itu sudah mulai melilit tubuhnya dan siap untuk memangsanya. Akan tetapi, ternyata Albern justru membunuh ular itu dan dia tidak membunuhnya. Harnum menelan ludahnya dengan susah payah, pikirannya sedang menerawang jauh memikirkan mengapa Albern malah membunuh ular peliharaannya yang akan memangsanya? Mengapa bukan menembak dirinya saja? Karena tadi Harnum sudah menduga bahwa dirinya akan ditembak oleh A
Pagi hari pun tiba, Harnum yang masih terikat di belakang rumah tua itu terlihat sangat pucat. Tangannya masih terikat dan punggungnya sudah berlumuran darah kering.Bu Mira yang saat itu sedang membersihkan halaman rumah bagian belakang, seketika berhenti ketika melihat keadaan Harnum yang sangat mengenaskan. Dia ingin sekali membantu, tetapi dia takut jika Albern akan memarahinya bahkan menghukumnya.Sementara Pak Toni, dia sedang membawa gunting rumput, dia akan membersihkan rumput-rumput yang ada di sekitaran belakang rumah tersebut. Pak Toni pun merasa sangat iba ketika melihat keadaan Harnum yang sangat memprihatinkan itu. Dia pun ingin membantu Harnum, tetapi dia tidak berani karena takut Albern akan menghukumnya."Bu, kasihan sekali 'Non Harnum, semalaman dia diikat di sini. Dan lihatlah keadaannya sangat mengenaskan sekali. Bagaimana ini, Bu? Jika kita menolongnya, nanti kita yang akan dihukum oleh Tuan Al," ucap pak Toni."Entahlah, Pak, aku juga bingung. Aku kasihan melihat
Albern terus saja menatap ke arah Harnum sembari membatin.'Nyawamu ada di dalam genggamanku, perempuan jalang! Aku akan menyiksa keseluruhan hidupmu!' Prang!Albern terkejut ketika mendengar suara benda jatuh dan pecah yang berasal dari depan paviliunnya, lalu ia segera keluar. Dan ternyata, Harnum lah yang tanpa sengaja menabrak patung naga miliknya sehingga menjadi hancur berkeping-keping.Emosi Albern yang memang selalu tidak stabil jika berhadapan dengan Harnum tersebut, langsung melampiaskan amarahnya tersebut kepada Harnum. Dia menjambak rambut Harnum dan diseretnya menuju belakang paviliun."Kau memang benar-benar wanita laknat! Sialan kau! Kau selalu saja membuat masalah denganku! Kau memang benar-benar selalu menguji kesabaranku! Dasar wanita jalang tidak tahu diri!" teriak Albern dengan lantang.Albern terus menyeret tubuh Harnum menuju ke belakang paviliun. Dan ternyata, di sana terdapat sebuah hutan yang sengaja dipelihara oleh Albern. Di sana terdapat banyak hewan peliha
Siang itu, Harnum sedang membersihkan lantai 2 di rumah tua. Lalu, ketika melewati kamar rahasia yang dilarang oleh Albern agar tidak dimasuki oleh siapapun itu, dia tiba-tiba menghentikan langkahnya. Matanya menatap ke arah pintu kamar tersebut yang terlihat tertutup sangat rapat.Harnum merasa sangat penasaran dengan isi kamar itu. Mengapa kamar itu menjadi kamar rahasia yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun selain Albern. Karena rasa penasaran Harnum yang begitu tinggi, akhirnya perlahan ia berjalan menuju kamar tersebut dan perlahan ia membuka pintu yang ternyata pintu tersebut tidak dikunci sehingga ia bisa masuk ke dalam kamar tersebut.Lalu, Harnum berjalan menyusuri ruangan kamar tersebut. Matanya terus menatap ke dinding. Dia terus saja berjalan menyusuri kamar itu. Dan tiba-tiba matanya melihat sebuah lukisan seorang wanita yang sangat cantik. Harnum mendekati lukisan itu, perlahan tangannya meraba-raba lukisan tersebut.'Ini lukisan siapa, ya? Cantik sekali,' batinnya.Ent
Tanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai