Adakah yang bisa menebak, siapa remaja berseragam SMA yang tiba-tiba muncul itu?
"Ini bukan wilayah kamu, untuk apa kamu datang? Aku tidak ingin ada keributan yang lebih jauh." Nala berucap, menolak tawaran cowok berseragam sekolah menengah atas itu tanpa mengucapkan kata tidak.Tolehan kepalanya seperti slow motion, wajahnya memiliki fitur yang manis namun tajam, dengan mata yang bagus dan perawakan tak begitu tinggi tapi tegap."Apakah aku meminta pendapat kamu, Nala? Dia ingin mengambil energi milikku yang ada pada kamu, dengan kata lain dia sudah mencoba untuk mengundang aku ke sini, ingin mencari masalah dengan aku!" Sahut lawan bicara Nala itu.Nala membuang napas, lalu melangkah mendekati pusaran asap hitam yang masih terus membungmbung, sama sekali tidak berkurang.Sambil menuruni bukit, Nala bisa melihat banyak sekali tengkorak yang ikut berputar di dasar pusaran, sisa dari penumbalan yang sudah diberikan oleh manusia-manusia yang telah meminta sesuatu dari Danyang, melakukan perjanjian dengan makhluk itu dan diharuskan membayar imbalan.Sosok wanita yang
"Apakah kamu benar-benar sudah gila? Lakukanlah sesuatu yang lebih masuk akal dibandingkan menjadi dukun, oi? Apa kamu mau dimanfaatkan oleh makhluk bernama Danyang itu hanya untuk sesuatu yang kamu sendiri tak tau akan berakhir seperti apa?" Dayu bertanya, tapi masih sambil terus berlari.Dia melihat ke depan, sementara ayunan kakinya menjadi lebih pendek, langkahnya terasa berat karena pengaruh putaran asap hitam yang memberinya tekanan kuat, membuat Dayu terus ditekan untuk menempel ke pohon keramat."Kekuatan dan kesaktian adalah apa yang paling dibutuhkan dalam hidup. Kamu kira, kamu akan bisa bahagia hidup dengan dibayangi kematian?" Anto menyahut dari belakang.Dayu masih mencoba berlari, tapi Anto berhasil meraih bagian belakang hoodie yang dia pakai dan menariknya, membuat Dayu terjungkal ke belakang dan terjatuh.Kekuatan pusatan dari asap hitam nyaris menyeret Dayu karena dia jatuh searah dengan arah putarannya, melawan arah gerak jarum jam.Sebelum tubuhnya ditelan oleh as
Langkah Nala berhenti pada hitungan ke tiga belas. Dia yang sudah separuh mengayunkan kaki untuk mencapai langkah berikutnya, memilih untuk menarik kembali kakinya dan berdiri tenang.Tangannya masih dalam pose serupa. Terjulur ke samping hingga ujung jari jemarinya yang panjang berada di dalam pusaran asap hitam itu. Dia bisa mendengar dengan jelas raungan dari dalamnya, jeritan kemarahan, teriakan ketakutan. Segala perasaan buruk, hal-hal negatif dan dendam berkumpul menjadi satu, berputar bersama energi besar Danyang.Nala bisa merasakan aliran energi yang menyertai pusaran itu, aliran energi yang telah dikotori oleh keserakan dan tipu daya.Matanya terpejam setelah terdengar suara yang dia kenal. Nala menurunkan kelopak matanya, mencoba lebih fokus menangkap suara dengan indera pendengarnya.Sekali lagi, dia bisa mendengar suara yang dia kenal dengan jelas. Cowok itu menundukkan wajahnya sejenak, dia memejamkan mata dan mendoakan satu nama yang baru saja dia dengar suaranya."Nala
Seperti apa rasanya nenjadi tumbal untuk sebuah kekayaan, jabatan, dan juga keserakahan dari orang yang dekat dengannya. Oh, haruskan Dayu menjelaskan betapa dia ingin mecakar wajah Gendis, betapa dia ingin menenggelamkan Anto di samudera pasifik. Yah, karena rasanya dikhianati seperti dikirim menuju ke titik Nemo tanpa pernah dijenput kembali. Mengapa dia harus mengalami hal-hal yang sebelumnya tidak dia percayai? Mengapa di saat dia hanyalah seorang gadis sembilan belas tahun yang sedang marah pada situasi hidupnya, dia justru harus menghadapi sebuah malapetaka di mana keluarganya ditumbalkan oleh rekan kerja yang sangat ayahnya percayai? Oh, Dayu benar-benar tau habis pikir. Matanya terus memandang ke arah langit warna ungu yang retak. Garis memanjang bergerak pelan, tapi retakan itu terus bertambang panjang. Suara kaca yang pecah terdengar jelas, tapi Dayu tidak bisa menemukan dari mana arahnya. "Dayu, apakah kamu ada di sana? Apa kamu bisa mendengar suaraku?" Suara Nala ter
"Nala, ini adalah seekor laba-laba!" Dayu berseru dengan cukup nyaring.Nala yang mendengar suara seruan Dayu sedikit mengerutkan keningnya. Suara gadis itu melengking dan sejenak menutup suara lain yang sedang dia dengarkan di saat yang sama."Apakah yang datang mendekati kamu itu adalah seekor laba-laba?" tanya Nala lagi, suaranya masih tenang namun lebih pelan.Nala bukannya tidak antusias dengan apa yang Dayu katakan, dia hanya mulai merasakan efek dari pertarungan dua Danyang itu. Tubuhnya mulai melemah dan asap hitam dari tubuhnya menjadi lebih pekat.Kedua kakinya yang menapak di tanah kosong serasa ingin memaksanya untuk berlutut, tapi Nala tetap bertahan. Matanya berkedip tiap kali dia merasakan nyeri hebat di dadanya, sesuatu yang sebenarnya tidak asing dan sudah acap kali dia hadapi, tapi kali ini, karena tubuhnya yang melemah, dia merasakan sensasi yang jauh lebih parah.Jawaban Dayu terdengar, menjelaskan bahwa gadis itu yakin yang datang mendekatinya adalah seekor laba-l
Dayu kehilangan rasa lega yang sudah ditumbuhkan oleh Nala begitu melihat sepasang mata raksasa yang muncul di langit ungu sana. Mata itu begitu besar, memandang ke arahnya dan pohon keramat dengan tatapan yang menakutkan.Bola mata itu berwarna hitam, dengan bulatan merah di tengahnya. Rasanya sangat menakutkan sampai Dayu tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Dia kehilangan kemampuannya untuk berpikir, dia tak bisa melakukan apapun. Bibirnya terkunci, sementara tubuhnya membantu.Dayu sangat yakin, dia sendiri tak tau dari mana dia bisa merasa seyakin itu, tapi dia merasa bahwa apa yang Nala sampaikan sebelumnya seharusnya adalah sebuah berita baik. Dayu merasa bahwa mata besar itu seperti mata pemangsa, bukan salah satu dari berita baik yang dia harapkan.Mata besar itu menatapnya, lalu dia berkedip. Dayu semakin gemetaran. Mungkin perasaannya sama seperti seekor ikan yang bersembunyi di celah karang, sementara manusia dengan mata bengisnya mencoba mengincar keberadaannya, mengancam ke
"Dayu!!" Nala menyebut nama Dayu dengan suara yang lebih kuat saat kaki gadis itu ditarik masuk kembali ke dalam pusaran asap hitam. Dayu bertahan dengan berpengang pada tangan Nala, sementara pergelangan tangannya yang lain digenggam erat oleh Nala. Mereka bertahan dengan cara itu meski Dayu merasa bahwa seperti ada yang melilit kedua pergelangan kaki sampai ke betisnya, sesuatu yang entah apa tapi Dayu bisa merasakan bahwa benda itu panas, memberinya rasa terbakar. Asap hitam sendiri terus melewati tubub Dayu dan menyeberang menuju ke tubuh Nala. Dayu mengangkat wajahnya, mengalihkan tatapannya dari makhluk-makhluk mengerikan yang merangkak di seluruh permukaan tanah dan mencoba untuk memperebutkan Nala. Dalam posisi itu, mereka berdua seperti bertahan antara menjadi makanan Danyang atau dicabik-cabik sampai habis oleh makhluk-makhluk yang merangkan berhimpitan dengan wajah hancur dan rahang terbelah itu. "Tidak apa-apa, Dayu. Tolong tetaplah yakin. Kita berdua, Dimas dan semuany
Raga."Mengapa manusia harus memiliki raga dan jiwa, mengapa kesadaran manusia harus terikat pada raganya?"Nala ingat pertanyaan yang diajukan oleh salah satu adik kembarnya, satu yang lahir sekian menit setelah saudaranya, di salah satu malam saat Nala memberi tahu adik-adiknya mengenai keputusannya untuk membantu Dayu dan Dimas."Mungkin kita harus bertahan hidup beberapa tahun ke depan untuk bisa menjawab pertanyaan itu." Begitu jawaban Nala saat itu.Karena sesungguhnya dia sendiri juga tidak tahu, tidak mengerti.Mengapa raga?Dia menyentuh dadanya yang terasa nyeri saat itu, menyentuh tenpat di mana Danyang menumpang pada sesuatu yang di sebut sebagai raga.Oh, rasanya letih dan lelah. Tubuhnya begitu ringan tapi ada perasaan yang sangat berat, seolah mencoba menariknya untuk jatuh ke bawah, ke suatu tempat yang sangat gelap tanpa siapapun yang akan menemaninya.Dalam jerat tipu daya yang tak akan ada akhirnya, apa yang menjadi penentu adalah dirinya sendiri. Apabila dia hanyut