Istana kerajaan Girijaya.Kertasinga, putra Prabu Gendrayana tampak sedang menghadang empat orang pejabat yang ternyata pengkhianat kerajaan. Mereka adalah tiga menteri dan satu senapati.Ketiga menteri itu tidak lain adalah Suro, Sangara dan Karsa. Sedang sang senapati yaitu Lembu. Sebelumnya mereka telah memberikan kabar bahwa pamannya yaitu Prabu Surya dari Cundamanik telah disandera mereka.Mereka menuntut Prabu Gendrayana menyerahkan tahtanya kepada senapati Lembu. Di luar istana juga sudah siap ratusan prajurit binaan senapati Lembu yang kebanyakan murid dari perguruan Sagentra.Mereka segera menyerbu istana begitu mendengar kabar dua orang yang membawa Seruni menuju ke sini.Saat ini mereka bukan di istana utama, tapi di tempat terpencil yang letaknya di belakang istana. Di sana terdapat rumah kecil yang digunakan untuk bertapa.Prabu Gendrayana berada di dalam sedang melakukan tapa. Dia masih memegang jabatannya sebagai raja.Kertasinga berdi
Di tempat lainnya ada sekelompok prajurit yang ditugaskan untuk mendatangi kediaman selir Sekarsari. Mereka prajurit Girijaya.Seorang senapati yang masih setia kepada Girijaya mendapatkan kabar secara rahasia dari Purwa Sedana bahwa sebenarnya Prabu Surya tidak disandera kelompok senapati Lembu.Diberitahukan juga bahwa Prabu Surya sedang dalam perjalanan menuju Girijaya secara menyamar.Utusan rahasia dari Purwa Sedana juga menyarankan agar selir Sekarsari ditangkap. Pokoknya semua informasi dan rencananya disampaikan dengan jelas.Sayangnya setelah sampai di kediaman selir Sekarsari, keadaan rumahnya sepi. Hanya ada para pembantu saja yang bekerja di sana.Dipastikan sang selir sudah kabur dan tidak salah lagi dia berlindung di balik ketiak ayahnya, Ki Gandara, guru besar perguruan Sagentra.Maka rencana yang lain dijalankan, salah satu prajurit segera pergi melapor ke pasukan Purwa Sedana lain yang dipimpin langsung Prabu Narayana.Kemudian pasuk
Seruni mengenalkan Danurwenda kepada kakeknya, Ki Gandara. Dia menjelaskan kalau Danurwenda yang mengalahkan Gondang dan Lembu. Juga yang menangkapnya ketika menyusup ke istana Girijaya. "Aku lihat cucuku menyukaimu," kata Ki Gandara setelah memperhatikan beberapa saat. "Tapi tidak akan aku merestui. Kau tidak baik untuk jadi pendampingnya!" Deg! Kenapa kata-kata ini rasanya menusuk sampai ke hati. Wajah Danurwenda tampak berubah. Dia tidak mempermasalahkan soal perasaan dia terhadap Seruni atau sebaliknya, tapi ungkapan 'tidak baik' jadi pendampingnya. Itu yang masuk ke pikirannya. Di sisi lain Seruni merasa tidak enak. Dia takut perkataan si kakek menyinggung perasaan Danurwenda. "Aku sudah menjodohkannya dengan orang baik!" lanjut si kakek. 'Orang baik,' ini juga cukup menusuk jantung Danurwenda. Kenapa sepertinya Ki Gandara sedang menyindirnya. "Saya hanya mendoakan saja, semoga Seruni mendapatkan kebahagiaan. Saya permisi!" Danurwenda menjura lalu pergi tanpa melirik ke ar
"Saya akan segera ke sana! Tapi ingin minum teh dulu disini!""Baik. Sebentar, saya ambilkan pesanannya!"Ki Bantarseta pergi ke dapur, sementara itu gadis berbaju merah dan berambut disanggul rapi itu masih tersenyum-senyum sambil sesekali melirik ke arah Danurwenda."Dia telah menggangguku. Dia pamerkan kehebatan ilmunya yang bisa mengirimkan tenaga dalam lewat pandangan mata. Dia buktikan kemampuannya menyedot air teh dan memecahkan cangkirnya," batin Danurwenda.Danurwenda melihat gadis itu meneguk tuak dari cangkir pertama. Satu cangkir diteguknya habis. Setelah itu ia menghembuskan napas lewat mulut, melirik Danurwenda sebentar dan tersenyum tipis bernada menantang.Si pemuda masih tenang saja. Tetapi beberapa saat kemudian, gadis itu terkejut ketika mau meneguk cangkir yang kedua.Ia melihat cangkir pertama yang sudah kosong itu menjadi berisi kembali dengan penuh. Ia melirik Danurwenda, tapi pemuda itu berlagak tidak memp
Barangkali Ki Bantarseta belum mengetahui tentang Danurwenda yang mulai terkenal ini, sehingga ia sangat mencemaskan tamunya jika keluar secepat itu.la tidak ingin tamunya kepergok oleh Tengkorak Iblis dan tak mampu hadapi keganasan dan kekejaman si pembunuh itu.Karena tidak mau sombongkan ilmunya di depan Ki Bantarseta, maka Danurwenda pun diam saja, kembali masuk ke kamarnya dan duduk di tepian dipan sambil menunggu si tuan rumah memanggilnya.Beberapa saat kemudian, Ki Bantarseta memang memanggilnya. Ia mengajak pemuda itu keluar dan menghampiri rumah orang yang menjadi korban. Ternyata di sana banyak orang yang telah berkerumun dan saling membicarakan korban malam itu.Korban yang mati dengan dada terluka lebar pertanda bekas hujaman senjata tajam besar itu adalah seorang lelaki yang bernama Ranubaya, berusia sekitar dua puluh tahun. Masih muda dan belum menikah.Ibunya yang tadi menjerit melihat anaknya mati terkapar keti
Danurwenda tak ingin pengobatannya dilihat orang lain. Dia takut membuat apa yang dilakukannya mengundang keirian bagi orang yang tidak suka.Maka, Ki Bantarseta pun membantu menyingkirkan para pembawa obor. Mereka pergi keluar kedai, tinggal Danurwenda dan Intana yang ada di dalamnya.Danurwenda mengobati Intana dengan menyalurkan tenaga dalam guna menghilangkan lukanya. Karena lukanya tidak mengandung racun, hanya bekas pukulan bertenaga dalam saja.Beberapa lama kemudian, kondisi Intana mulai membaik, tidak merasakan nyeri atau perih pada bagian lukanya.Tapi tubuhnya masih lemas karena banyak kehilangan tenaga. Sekalipun demikian, si gadis sudah mulai bisa bicara walaupun dengan suara lirih."Dia... bukan tengkorak.""Maksudmu?""Dia manusia. Aku berhasil membuka kedok yang dikenakannya. Dia seorang... seorang,...""Ssst...!"Danurwenda tidak ingin apa yang dikatakan Intana didengar oleh orang banyak. Pada saat itu, Ki Bantarseta masuk, s
"Dan Kakek pun tahu siapa orang yang menyerangnya?""Aku tidak melihat, tapi aku mengenali jenis racun dan bentuk senjata rahasianya."Sejak tadi Danurwenda mencari sinar kejujuran di mata kakek ini dan dia menemukannya."Baiklah, aku serahkan pada Kakek!" Meski begitu si pemuda masih merasa khawatir.Akhirnya dia membiarkan kakek itu membawa Intana pergi. Sementara dia hendak kembali ke kedai Ki Bantarseta, tetapi perasaannya tidak enak. Seperti mendapat firasat buruk.Danurwenda urungkan niatnya untuk kembali, dia malah menyusul Ki Reksa Buana yang sudah jauh membawa Intana.Firasatnya ternyata benar. Dua puluh tombak di depan sana tampak Ki Reksa Buana sedang mendapat serangan dari seseorang yang mengenakan jubah hitam yang memiliki penutup kepala.Wajah sosok ini berupa tengkorak. Dia menggunakan senjata tongkat yang ujungnya bersabit panjang."Itu pasti Tengkorak Iblis!" gumam Danurwenda setelah melihat cir
"Kurasa Ki Bantarseta mengetahui tentang sikap dan perilaku anak gadisnya itu! Masalahnya sekarang, alasan apa yang membuat ayah dan anak itu seakan menjadi malaikat maut bagi orang banyak?"Apakah mereka sedang menuntut ilmu yang harus mempunyai tumbal sekian nyawa?" Intana mengungkapkan dugaannya."Ilmu apa itu?" tanya Danurwenda."Tak tahulah. Mungkin saja begitu. Karena menurut ceritamu dapat kusimpulkan bahwa Ki Bantarseta seolah-olah mendukung segala apa pun yang dilakukan oleh Sulastri."Danurwenda kembali mengingat percakapan dengan Sulastri waktu itu."Tengkorak Iblis punya orang kuat yang memihaknya. Karena itu Tengkorak Iblis tidak pernah merasa takut kepada siapa pun." Begitulah kata Sulastri waktu itu."Siapa orang kuat yang memihak Tengkorak Iblis?" tanya Danurwenda pada waktu itu."Yaaah... tentu saja gurunya sendiri,""Siapa gurunya Tengkorak Iblis?""Entah. Mungkin gurunya adalah Tengko
Tubuh senapati terlempar lalu ambruk. Dadanya terasa sangat sesak bagai dihimpit batu raksasa. Tenaga dalamnya seketika buyar, malah ada yang menghantam diri sendiri.Akibatnya tubuh sang Senapati tak bisa digerakkan lagi seperti lumpuh. Selain sesak, di bagian dalamnya terasa remuk dan panas menyengat.Pada saat itulah Sang Prabu keluar, meloncat dan langsung mendarat di depan senapati yang tergeletak tak berdaya."Kau ditangkap karena merencanakan tindakan makar!" seru Sang Raja.Para prajurit langsung terdiam begitu tahu siapa yang muncul."Jika kalian masih membela dia, maka kalian dianggap pembangkang!" teriak Sang Raja.Semua prajurit tidak ada yang berani bergerak. Sementara sang senapati sudah kehilangan harapan. Dia sangat dendam kepada Danurwenda, tetapi apa daya sekarang dia hanya manusia biasa tanpa kekuatan.Kemudian Sang Raja memerintahkan agak senapati ditangkap dan dibawa ke istana.Pagi-pagi buta di istana Nunuk. Danurwenda diundang ke kamarnya Nila Saroya. Kamar yang
Sang Prabu membuat gerakan mendorong dengan satu tangan ke arah mulut gua. Sekelebat angin lembut menderu membelah air sungai sehingga membentuk sebuah jalan."Mari!" ajak Sang Raja.Danurwenda dan Nila Saroya mengikuti Sang Raja melangkah di jalan air yang terbentuk secara ajaib ini sampai berada di sisi sungai sebelah barat. Setelah itu jalan air ini menutup kembali.Ternyata di luar sudah hampir gelap. Sang Raja yang mengenakan pakaian resi terus berjalan ke tengah hutan di dekat hulu sungai itu.Sampai di suatu tempat yang agak lapang, Sang Prabu berhenti lalu kedua tangannya bertepuk pelan. Tiba-tiba dari kegelapan muncul sebuah kereta kuda tanpa kusir dan berhenti di depan Sang Raja."Silakan naik," kata Sang Raja.Danurwenda langsung menjura. "Silakan Gusti Prabu dan Tuan Putri yang naik duluan, biar saya yang menjadi kusir!"Sang Raja tersenyum lalu naik ke kereta diikuti Nila Saroya yang agak ragu-ragu. Kereta kuda pun berangkat setelah Danurwenda duduk di tempat kusir dan me
Nila Saroya ingat kemarin hampir menikah dengan lelaki yang tak dicintainya. Sekarang setelah bersama Danurwenda dia lupa kalau sudah punya kekasih yang sangat dicintainya. Entah bagaimana kabar sang kekasih saat ini setelah ada kabar tentang ayahnya ini."Kau mau di bawah atau di atas?" Pertanyaan Danurwenda membuyarkan lamunan dan mengejutkannya."Ap- apa?""Kau mau tidur di mana, di atas dipan atau di lantai?" ulang Danurwenda."Kau di mana?" Nila Saroya balik tanya."Terserah kamu yang duluan, atau mau bareng-bareng saja di atas?" Danurwenda lemparkan kerlingan mata yang memikat.Dari awal dia tahu sifat gadis ini pendiam dan pemalu, tapi dia tahu apa yang dirasakan di dalam hati Nila Saroya."Ap-, tid-, eh. Aku di sini saja!" Nila Saroya segera naik ke atas dipan. Dia tak bisa menyembunyikan kegugupannya.Kemudian Nila Saroya berbaring membelakangi Danurwenda. Cukup lama keduanya saling diam. Akhirnya Danurwenda merebahkan diri di sebelah Nila Saroya.Nila Saroya kaget ketika mer
"Ayo lari!"Danurwenda membawa dua orang yang jadi buruan ini masuk ke bukit, menyelinap ke balik bebatuan besar sehingga dalam waktu singkat jejak mereka hilang."Siapa yang melarikan mereka?" tanya si pemimpin di atas kuda setelah sampai di sana."Danurwenda!""Pendekar yang jadi kepercayaan istana Galuh itu?""Benar, Ketua!"Si pemimpin langsung maklum kenapa lima anak buahnya ini tidak menyerang."Cari terus, biar aku yang menghadapi Danurwenda!" perintah si pemimpin.Sementara itu Danurwenda sudah menyelinap ke tempat yang sulit di jangkau. Dengan kepiawaiannya dia bisa membawa dua orang yang sedang dilindunginya.Akhirnya mereka sampai ke sebuah gua kecil tersembunyi di lereng bukit. Lelaki setengah baya itu tergopoh-gopoh sambil mengatur napasnya.Sementara si gadis yang tidak lain Tuan Putri bernama Nila Saroya sudah duduk menyandar ke dinding gua."Terima kasih, Anak muda!" ujar lelaki setengah baya. Danurwenda hanya mengangguk pelan dengan tersenyum."Ki Narya, sebenarnya si
Di sebuah desa di wilayah kekuasaan Kerajaan Nunuk. Di dalam kamar sebuah rumah besar, tampak seorang gadis cantik sedang merenung menyendiri."Ini hari pernikahan Tuan Putri, kenapa masih menyendiri di sini, tukas rias sudah menunggu di kamar Tuan Putri!" kata seorang gadis lain yang merupakan pembantu di rumah ini."Aku tidak mau dijodohkan dengan dia, orangnya jelek, perangainya buruk lagi. Terus kenapa ayah belum juga pulang dari istana. Semakin kesal saja, aku mau kabur saja!""Heh, jangan, Tuan Putri!"Gadis yang dipanggil Tuan Putri ini tiba-tiba berbinar matanya begitu melihat sosok pembantunya. Bentuk tubuh dia dengan pembantunya ini hampir mirip, hanya wajah saja yang berbeda.Lalu si Tuan Putri ini tiba-tiba menarik si pembantu keluar menuju kamarnya yang sudah ada beberapa orang tukang rias. Dia ingat semua tukang rias tidak ada yang mengenali dirinya."Ini Tuan Putri yang akan dirias!" kata Si Tuan Putri sambil mendorong pembantunya. Si pembantu tampak bingung."Sudah, ik
Setelah ada pesta menyambut kemenangan atas bebasnya desa Cipeundeuy dari penindasan Raksana dan Gumara.Delapan orang pemanah diangkat menjadi kelompok keamanan desa. Beberapa orang sesepuh juga diminta untuk menjadi pejabat pengurus desa.Suasana di rumah itu sudah sepi. Tinggal Danurwenda bersama gadis berkulit hitam manis itu. Setelah diperhatikan, Kinasih cantik juga.Tubuh gadisnya sudah matang sehingga membentuk lekuk yang membuat para lelaki menelan ludah."Setelah tahu siapa kamu, aku tidak bisa menahanmu pergi!" ujar Kinasih sambil menatap tajam penuh arti. Bola mata gadis ini seakan ingin meloncat menembus kedua mata si pemuda."Padahal aku ingin kau lebih lama di sini, bahkan tetap tinggal di sini!" Lanjut si gadis mengharap."Mungkin lain kali, aku akan tinggal lebih lama. Apalagi bersama gadis secantik kamu!""Jangan mudah berjanji!" Kinasih tersipu. "Mungkin kau akan lupa, apalagi di kota raja banyak gadis-gadis cantik!"Danurwenda menatap gadis itu lekat. Tidak dapat d
Gumara kaget, segera menghampiri anak buahnya yang jatuh itu. Sebuah anak panah menancap tepat di dada menusuk jantung."Pembokong sialan!""Ada apa, Anakku?""Lihatlah, Pak!"Gumara menyapukan pandangan, tak ada yang mencurigakan. Bahkan seolah-olah angin pun diam tak bergerak."Apa rencana mereka?" gumam Raksana sambil memandang anak panah yang sudah dicabutnya."Aaah!"Brukk!Satu lagi di tempat lainnya tampak terpental lalu ambruk tak berkutik. Setelah diperiksa juga sama terpanah tepat di jantungnya. Semakin marah Gumara dan ayahnya melihat kejadian ini."Setan alas!""Bedebah!"Apa yang terjadi sebenarnya?Selama tiga hari menghilang, Danurwenda dan Kinasih secara sembunyi-sembunyi menemui warga-warga desa. Mereka mengajak warga untuk melawan Raksana.Namun, kebanyakan menolak karena takut dan tak punya kemampuan. Hingga akhirnya Danurwenda punya gagasan mencari dan menemui orang-orang yang suka berburu.Kebanyakan mereka ahli dalam memanah buruan di hutan. Setelah diajak dan di
"Tunggu pembalasan kami, bocah!" seru salah satunya."Siapa mereka?" tanya Danurwenda setelah kelima orang itu lenyap."Mereka anak buahnya Raksana," jawab si gadis berkulit aga gelap, tapi manis."Raksana?"Kemudian si gadis menceritakan keadaan desanya yang dilanda kekacauan atas ulah seorang warga berilmu tinggi yang menggunakannya untuk menindas warga yang lain."Bahkan Raksana dan Gumara, anaknya, telah membunuh Ki Kuwu. Desa Cipeundeuy dikuasai mereka dan anak buahnya, berbuat sewenang-wenang. Memungut upeti panen seenaknya kepada warga,""Tidak ada yang memberitahukan ke kerajaan?""Setiap ada yang mau ke kerajaan selalu ketahuan, ditangkap, disiksa bahkan dibunuh!""Wah, kejam sekali mereka!""Lebih biadab lagi, Gumara selalu melecehkan gadis-gadis desa. Jika ada yang disukainya, akan ditangkap dan dijadikan budak nafsunya."Naluri Danurwenda yang baik ingin berbuat sesuatu untuk menolong desa ini dari kesewenang-wenangan. Tidak mengapa perjalanan pulangnya terhambat kalau unt
Rupanya Danurwenda tidak tahan melihat tubuh indah Dewi Kalajenget sejak tidak sengaja menyentuh buah montoknya. Sintal, sepasang gunung yang besar. Lebih besar dari wanita yang pernah dia temui sebelumnya.Padahal usia Dewi Kalajenget jauh lebih tua, tapi lekuk tubuhnya masih menggoda. Kulit mulus dan kencang. Dia ingat Putri Angin yang memiliki kecantikan sempurna, tapi tidak sesekal wanita ini.Entah kenapa akhir-akhir ini Danurwenda seperti gampang haus asmara. Kerinduan kepada Setyawati membuatnya mencari pelampiasan kepada wanita lain.Wanita itu menggelinjang kegelian. Bahkan kedua tangannya bergerak menarik punggung Danurwenda sehingga pemuda ini menindih tubuhnya.Kembennya telah terlepas begitu saja sehingga bagian atas tubuhnya terpampang bebas tanpa penghalang. Danurwenda mengatur perasaannya. Kulit tubuh Dewi Kalajenget memberikan sensasi nikmat yang beda. Apalagi dua bulatan yang mengganjal di dada."Aku akan mengabulkan keinginanmu," bisik Danurwenda di telinga Dewi Kal