"Lebih baik langsung hukum saja hamba!" kata Seruni membuat Prabu Narayana geram.Namun, sang ibu yang bijaksana ini mengisyaratkan agar putranya menahan diri."Kalau begitu aku tidak akan menghukummu, asal kau katakan dengan dengan jujur!" Suara Dewi Parwati sedikit keras.Si gadis terdiam. Matanya memancarkan keraguan. Pundaknya terasa menahan beban sebesar gunung. Kalau dia membongkar semuanya, maka keluarganya yang akan celaka."Katakan," Suara wanita itu berubah lembut.Sikap ini seperti seorang ibu yang sedang berbicara dengan putrinya. Penuh kelembutan dan memancarkan aura kasih sayang. Sehingga Seruni tergerak hatinya."Hamba hanya disuruh mengambil pusaka kebesaran Purwa Sedana,"Terdengar Dewi Parwati menghela napas pelan mendengar jawaban Seruni. Apa ini atas perintah kakanya itu atau ada orang lain lagi?Selagi berpikir keras tentang hal ini, tiba-tiba ada seorang prajurit berjalan dengan tergesa-ges
Bahkan dia tidak tahu bahwa orang yang satunya adalah Prabu Surya. Dia anak selir, tapi kurang luas pergaulan, jadi tidak banyak kenal pejabat. Dia hanya tahu Danurwenda saja. Dia mengira orang tua itu hanya pejabat biasa."Nanti juga tahu, makan saja dulu!"Dengan ragu-ragu akhirnya Seruni menyantap hidangan yang menjadi bagiannya."Aku tahu sebenarnya kau tahu mereka," kata Danurwenda lagi sembari makan."Mereka siapa?" Dalam hati si gadis menduga-duga."Rumah besar yang kita lewati tadi, bukankah kau menantikan kedatangan mereka untuk menolongmu?"Seruni terkejut, tapi tidak menunjukkannya. Dia pura-pura melahap makanan saja. Padahal apa yang dikatakan Danurwenda memang benar."Kau tahu, aku sebenarnya berasal dari Galuh. Bersama temanku yang lain mengawal Prabu Surya yang hendak ke Purwa Sedana,"Kemudian Danurwenda menceritakan kejadian penyekapan di rumah besar itu."Sampai datang surat itu, padahal Gusti Prabu Surya sudah selamat di is
Setelah beberapa lama terlihat di tengah jalan, seorang lelaki setengah baya berdiri menghadang. Di tangannya tergenggam tombak pendek bermata pedang.Orang ini berwajah garang, kumis dan jambang bawuknya tebal. Badannya cukup kekar menonjolkan otot yang sering ditempa.Baik Prabu Surya atau Danurwenda tampak tenang saja. Karena memang ini yang ditunggu sejak kemarin.Sebenarnya perjalanan dari Purwa Sedana ke Girijaya bisa dilalui lewat jalan yang lebih dekat dan menjadi jalan utama penghubung antar dua kerajaan tersebut.Namun, Prabu Surya sengaja mengambil rute berputar yang cukup jauh dan menjadikan Seruni sebagai umpan. Agar orang-orang yang berada di belakang semua ini muncul."Serahkan gadis itu, maka kalian akan kubiarkan hidup!"Prabu Surya tertawa mengekeh. "Aku tidak percaya, maka tidak akan menyerahkan dia!""Kalian tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, hah!""Aku tidak peduli, aku tidak kenal kau. Sekarang menyingkirlah, jangan
Istana kerajaan Girijaya.Kertasinga, putra Prabu Gendrayana tampak sedang menghadang empat orang pejabat yang ternyata pengkhianat kerajaan. Mereka adalah tiga menteri dan satu senapati.Ketiga menteri itu tidak lain adalah Suro, Sangara dan Karsa. Sedang sang senapati yaitu Lembu. Sebelumnya mereka telah memberikan kabar bahwa pamannya yaitu Prabu Surya dari Cundamanik telah disandera mereka.Mereka menuntut Prabu Gendrayana menyerahkan tahtanya kepada senapati Lembu. Di luar istana juga sudah siap ratusan prajurit binaan senapati Lembu yang kebanyakan murid dari perguruan Sagentra.Mereka segera menyerbu istana begitu mendengar kabar dua orang yang membawa Seruni menuju ke sini.Saat ini mereka bukan di istana utama, tapi di tempat terpencil yang letaknya di belakang istana. Di sana terdapat rumah kecil yang digunakan untuk bertapa.Prabu Gendrayana berada di dalam sedang melakukan tapa. Dia masih memegang jabatannya sebagai raja.Kertasinga berdi
Di tempat lainnya ada sekelompok prajurit yang ditugaskan untuk mendatangi kediaman selir Sekarsari. Mereka prajurit Girijaya.Seorang senapati yang masih setia kepada Girijaya mendapatkan kabar secara rahasia dari Purwa Sedana bahwa sebenarnya Prabu Surya tidak disandera kelompok senapati Lembu.Diberitahukan juga bahwa Prabu Surya sedang dalam perjalanan menuju Girijaya secara menyamar.Utusan rahasia dari Purwa Sedana juga menyarankan agar selir Sekarsari ditangkap. Pokoknya semua informasi dan rencananya disampaikan dengan jelas.Sayangnya setelah sampai di kediaman selir Sekarsari, keadaan rumahnya sepi. Hanya ada para pembantu saja yang bekerja di sana.Dipastikan sang selir sudah kabur dan tidak salah lagi dia berlindung di balik ketiak ayahnya, Ki Gandara, guru besar perguruan Sagentra.Maka rencana yang lain dijalankan, salah satu prajurit segera pergi melapor ke pasukan Purwa Sedana lain yang dipimpin langsung Prabu Narayana.Kemudian pasuk
Seruni mengenalkan Danurwenda kepada kakeknya, Ki Gandara. Dia menjelaskan kalau Danurwenda yang mengalahkan Gondang dan Lembu. Juga yang menangkapnya ketika menyusup ke istana Girijaya. "Aku lihat cucuku menyukaimu," kata Ki Gandara setelah memperhatikan beberapa saat. "Tapi tidak akan aku merestui. Kau tidak baik untuk jadi pendampingnya!" Deg! Kenapa kata-kata ini rasanya menusuk sampai ke hati. Wajah Danurwenda tampak berubah. Dia tidak mempermasalahkan soal perasaan dia terhadap Seruni atau sebaliknya, tapi ungkapan 'tidak baik' jadi pendampingnya. Itu yang masuk ke pikirannya. Di sisi lain Seruni merasa tidak enak. Dia takut perkataan si kakek menyinggung perasaan Danurwenda. "Aku sudah menjodohkannya dengan orang baik!" lanjut si kakek. 'Orang baik,' ini juga cukup menusuk jantung Danurwenda. Kenapa sepertinya Ki Gandara sedang menyindirnya. "Saya hanya mendoakan saja, semoga Seruni mendapatkan kebahagiaan. Saya permisi!" Danurwenda menjura lalu pergi tanpa melirik ke ar
"Saya akan segera ke sana! Tapi ingin minum teh dulu disini!""Baik. Sebentar, saya ambilkan pesanannya!"Ki Bantarseta pergi ke dapur, sementara itu gadis berbaju merah dan berambut disanggul rapi itu masih tersenyum-senyum sambil sesekali melirik ke arah Danurwenda."Dia telah menggangguku. Dia pamerkan kehebatan ilmunya yang bisa mengirimkan tenaga dalam lewat pandangan mata. Dia buktikan kemampuannya menyedot air teh dan memecahkan cangkirnya," batin Danurwenda.Danurwenda melihat gadis itu meneguk tuak dari cangkir pertama. Satu cangkir diteguknya habis. Setelah itu ia menghembuskan napas lewat mulut, melirik Danurwenda sebentar dan tersenyum tipis bernada menantang.Si pemuda masih tenang saja. Tetapi beberapa saat kemudian, gadis itu terkejut ketika mau meneguk cangkir yang kedua.Ia melihat cangkir pertama yang sudah kosong itu menjadi berisi kembali dengan penuh. Ia melirik Danurwenda, tapi pemuda itu berlagak tidak memp
Barangkali Ki Bantarseta belum mengetahui tentang Danurwenda yang mulai terkenal ini, sehingga ia sangat mencemaskan tamunya jika keluar secepat itu.la tidak ingin tamunya kepergok oleh Tengkorak Iblis dan tak mampu hadapi keganasan dan kekejaman si pembunuh itu.Karena tidak mau sombongkan ilmunya di depan Ki Bantarseta, maka Danurwenda pun diam saja, kembali masuk ke kamarnya dan duduk di tepian dipan sambil menunggu si tuan rumah memanggilnya.Beberapa saat kemudian, Ki Bantarseta memang memanggilnya. Ia mengajak pemuda itu keluar dan menghampiri rumah orang yang menjadi korban. Ternyata di sana banyak orang yang telah berkerumun dan saling membicarakan korban malam itu.Korban yang mati dengan dada terluka lebar pertanda bekas hujaman senjata tajam besar itu adalah seorang lelaki yang bernama Ranubaya, berusia sekitar dua puluh tahun. Masih muda dan belum menikah.Ibunya yang tadi menjerit melihat anaknya mati terkapar keti