"Masih ada cara lain kalau kau ingin meraih cintamu," kata Ki Dirah alias Prabu Gandacitra.
"Berarti Ayah tidak akan membunuhnya?" Ada setitik harapan dalam benak Prabarini. Perasaannya memang sudah begitu mendalam terhadap Danurwenda."Asal kau lanjutkan perjuangan!" pinta sang ayah."Bagaimana caranya?""Untuk sekarang ini biarlah dia tidak tahu siapa kita. Nanti, setelah kita menduduki istana Galuh, baru kau mencarinya, menariknya ke istana!"Bola mata Citrasari mendadak berbinar, wajahnya tidak lagi sayu, berubah cerah dan seperti memancarkan harapan. Kalau dia dan ayahnya sudah berkuasa di Galuh, tidak mungkin Danurwenda akan menolaknya."Baiklah, aku akan melanjutkan perjuangan membangkitkan kembali Kawunghilir!""Aku akan mencegah Danurwenda mendekatimu untuk sementara sampai perjuangan kita berhasil. Berjaga-jaga agar dia tidak mengetahui kita yang sebenarnya,""Dan Ayah harus berjanji, tidak akan berubaDua orang berkuda ini tidak lain Senapati Jayana dan Gandara, sedangkan orang yang diikat dibawa di atas kuda tunggangan Senapati Jayana adalah Sutasena.Kedua senapati ini langsung turun begitu sampai di depan Raden Jatnika. Mereka menjura bersama."Lapor, Gusti. Kami membawa pengkhianat yang hendak melakukan makar," kata Senapati Jayana setelah menjura lalu menunjuk ke Sutasena yang melintang di atas punggung kuda."Aku sudah tahu!" ujar Raden Jatnika. Kedua senapati langsung memandang ke arah Danurwenda, mengira pemuda itu pasti sudah memberi tahu."Tapi, yang lebih berbahaya bukan dia," lanjut Raden Jatnika membuat kedua senapati saling pandang tidak mengerti.Yang mereka tahu putra sulung Raja ini memiliki kesaktian yang linuwih, seperti manusia setengah dewa yang bisa weruh sedurung winarah. Akhirnya Gandara dan Jayana menunggu penjelasan lebih lanjut."Kalian melihat seorang lelaki tua bersama Prabarini?" tanya Raden Jatni
Citrasari menjadi tegang ketika kereta kuda tiba-tiba berhenti. Gadis ini segera melihat ke depan. Sementara Ki Dirah tampak tenang saja. Salah seorang prajurit berkuda menghampiri dari sisi kereta."Kira-kira dua puluh tombak di depan sana ada empat orang menghadang di tengah jalan, salah satunya Danurwenda," lapor si prajurit.Citrasari langsung terkejut, hatinya jadi berdebar-debar. Empat orang? Siapa tiga orang lainnya?Sang ayah melihat jelas kecemasan di mata putrinya. "Kamu tenang saja," katanya, "maju terus!" perintahnya kepada prajurit tadi. Kereta pun melaju lagi."Dia sudah tahu siapa kita sebenarnya," lanjut Ki Dirah atau Prabu Gandacitra."Bagaimana dan dari mana dia bisa tahu?""Kau masih ingat ketika dia aku jebak dengan kematian Senapati Mandura?" tanya Prabu Gandacitra mengingatkan.Prabarini palsu mengangguk pelan. "Dia hendak memberikan sebuah benda titipan dari seorang bekel,""Aku menduga dan kemungkinan be
Sebelum keluar tadi Prabu Gandacitra sudah yakin dan bulatkan tekad. Dia mampu mengalahkan Raden Jatnika. Di sisi lain dia tidak ingin mengambil resiko kegagalan akibat sikap putrinya.Makanya dia memasukan ramuan pembangkit kesaktian dengan dosis tinggi ke dalam tubuh putrinya. Dengan ramuan tersebut, bukan hanya akan membuat putrinya menjadi sakti untuk sementara waktu, tapi juga bisa mengendalikan pikirannya. Semacam ilmu gendam sehingga bisa menuruti apa yang diperintahkan.Akhirnya dalam keadaan tidak sadar Citrasari mengikuti perintah ayahnya untuk membunuh Danurwenda.Sekarang dia sudah berhadapan dengan Raden Jatnika. Dari awal pertempuran memang sudah dimulai sejak dua hawa sakti saling bertemu.Pasukan yang berada di belakang Prabu Gandacitra sampai menjauh mundur beberapa tindak supaya tidak terkena imbas pertarungan hawa sakti ini.Prajurit asli dari Galuh merasa heran kenapa lelaki yang dipercaya Prabarini itu malah bertarung dengan pu
Sinar merah pada mata Citrasari padam, mulutnya terbuka lebar tetapi tidak mengeluarkan suara. Lehernya menegang kaku dan semakin merah. Gadis ini seperti sedang tercekik sangat kuat sampai tak bisa bersuara.Lebih terkejut lagi sekujur tubu Citrasari tiba-tiba menjadi panas menyengat. Danurwenda segera salurkan hawa sakti guna mendinginkannya."Bertahanlah! Kau harus selamat!"Danurwenda membopong gadis itu ke tempat yang lebih nyaman. Di bawah sebuah pohon besar dan rindang, diletakkan Citrasari dengan posisi duduk menyandar ke pohon.Dari samping, Danurwenda menempelkan telapak tangan ke pundak dan bahu gadis itu. Pemuda ini terus menyalurkan hawa sakti guna mengembalikan keadaan gadis yang dicintainya itu seperti semula."Aku akan memohon pengampunan untukmu agar tidak dihukum. Kau hanya dimanfaatkan ayahmu saja. Aku tahu kau mencintaiku, begitu juga aku. Tidakkah kau ingin hidup bersamaku selamanya."Kau memang bukan Prabari
Rasa tegang melanda dalam diri Prabu Gandacitra. Dia tidak menyangka menghadapi anak sulungnya saja sudah sangat kuat seperti ini. Sungguh di luar dugaan.Apalagi menghadapi Prabu Wretikandayun langsung. Dia menjadi tidak yakin dan terlalu cepat bertindak walaupun sudah dengan rencana yang sangat matang.Sialnya kenapa harus bertemu putra raja ini sebelum sampai ke Karang Kamulyan?Bekas raja bawahan ini mulai khawatir usahanya selama ini akan sia-sia saja. Dia sempat melirik ke tempat putrinya bertarung tadi, sudah tidak ada di sana.Dugaannya sekuat apa pun ramuan sakti yang dia masukkan ke dalam tubuh Citrasari, tidak akan mampu menandingi kesaktian Danurwenda."Biarlah dia mati sekalian begitu pengaruh ramuan hilang!"Rasa ciut nyali mulai merayap. Keraguan melanda. Akankah dia teruskan perjuangan atau menyerah saja? Atau mundur dulu untuk membangun kekuatan yang lebih kuat?Semuanya sudah terlambat, Raden Jatnika pa
"Sebenarnya mau ke mana, sudah sampai belum?"Pancaka terus ngoceh sepanjang kalan, pasalnya Danurwenda mengambil arah yang berlawanan dengan tujuan mereka.Sekarang mereka telah sampai di bawah gunung yang puncaknya merupakan tebing tinggi lurus. Tempat bersemayamnya sepasang rajawali raksasa dan juga menjadi kuburan kedua orang tua Danurwenda.Keduanya datang dengan menunggangi kuda pemberian istana."Sudah sampai," jawab Danurwenda."Tempat apa ini, mau apa kau?""Aku mau ke atas sana," tunjuk Danurwenda ke puncak tebing. "Kau mau ikut?""Memangnya kau bisa terbang? Orang dengan ilmu meringankan tubuh paling tinggi saja tidak akan sanggup naik ke sana, karena tidak ada pijakan untuk melompat. Bagaimana kau bisa ke sana?"Danurwenda tersenyum, tentu saja dia bisa naik ke puncak sana dengan Ilmu Raga Angin. Namun, belum juga menggunakan ilmu tersebut, tiba-tiba angin berkesiur keras dari atas.Dua pemu
Dua pemuda itu sudah pergi meninggalkan gunung tempat sepasang rajawali raksasa berada. Mereka menunggang kuda ke arah timur dengan kecepatan sedang.Pancaka sulit mempercayai kalau Danurwenda anak dari Sepasang Rajawali Sakti yang terkenal lebih dari dua puluh tahun lalu.Akan tetapi dia melihat sendiri dua burung raksasa itu tampak menurut kepada Danurwenda. Di tanah Pasundan ini hanya ada sepasang rajawali raksasa milik pasangan pendekar itu."Sudah lama pasangan pendekar itu menghilang dan mempunyai anak yaitu kamu. Apakah sepasang burung itu tidak memiliki keturunan?"Danurwenda tertawa geli mendengar pertanyaan Pancaka. "Aku hanya melihat mereka berdua saja, tidak ada yang lain!""Ah, mungkin itu burung yang lain. Bukan tunggangan Sepasang Rajawali Sakti, siapa tahu burung raksasa di sini ada banyak dan kau cuma ngaku-ngaku!"Sekali lagi Danurwenda tertawa, lebih keras. "Terserah kau sajalah kalau tidak mau percaya. Kalau m
Si pemimpin tampak geram melihat temannya mudah dikalahkan lawan, tapi dia tidak percaya Pancaka bisa mampu melawannya yang kepandaiannya jauh di atas teman-temannya sehingga dia menjadi pemimpin."Jangan sombong dulu, keparat!"Si pemimpin menerjang sambil menghunus pedang berukuran besar, bentuknya seperti golok. Sambaran pedang besar ini membawa gelombang angin keras yang mampu merobek kulit.Pancaka melompat dari kuda seraya menarik senjata yang terselip di pinggang berupa pedang pendek. Senjata yang jarang dia gunakan, tetapi merupakan senjata pusaka warisan dari gurunya.Wutt!Pedang pendek milik Pancaka mengayun cepat membelah gelombang angin keras yang datang lebih dulu.Trang!Benturan keras dua senjata menimbulkan getaran sangat kuat. Jika dilihat dari bentuk dan ukuran, rasanya mustahil pedang pendek bisa menahan pedang besar.Akan tetapi yang terjadi sungguh di luar dugaan membuat si pemimpin terkeju
Tubuh senapati terlempar lalu ambruk. Dadanya terasa sangat sesak bagai dihimpit batu raksasa. Tenaga dalamnya seketika buyar, malah ada yang menghantam diri sendiri.Akibatnya tubuh sang Senapati tak bisa digerakkan lagi seperti lumpuh. Selain sesak, di bagian dalamnya terasa remuk dan panas menyengat.Pada saat itulah Sang Prabu keluar, meloncat dan langsung mendarat di depan senapati yang tergeletak tak berdaya."Kau ditangkap karena merencanakan tindakan makar!" seru Sang Raja.Para prajurit langsung terdiam begitu tahu siapa yang muncul."Jika kalian masih membela dia, maka kalian dianggap pembangkang!" teriak Sang Raja.Semua prajurit tidak ada yang berani bergerak. Sementara sang senapati sudah kehilangan harapan. Dia sangat dendam kepada Danurwenda, tetapi apa daya sekarang dia hanya manusia biasa tanpa kekuatan.Kemudian Sang Raja memerintahkan agak senapati ditangkap dan dibawa ke istana.Pagi-pagi buta di istana Nunuk. Danurwenda diundang ke kamarnya Nila Saroya. Kamar yang
Sang Prabu membuat gerakan mendorong dengan satu tangan ke arah mulut gua. Sekelebat angin lembut menderu membelah air sungai sehingga membentuk sebuah jalan."Mari!" ajak Sang Raja.Danurwenda dan Nila Saroya mengikuti Sang Raja melangkah di jalan air yang terbentuk secara ajaib ini sampai berada di sisi sungai sebelah barat. Setelah itu jalan air ini menutup kembali.Ternyata di luar sudah hampir gelap. Sang Raja yang mengenakan pakaian resi terus berjalan ke tengah hutan di dekat hulu sungai itu.Sampai di suatu tempat yang agak lapang, Sang Prabu berhenti lalu kedua tangannya bertepuk pelan. Tiba-tiba dari kegelapan muncul sebuah kereta kuda tanpa kusir dan berhenti di depan Sang Raja."Silakan naik," kata Sang Raja.Danurwenda langsung menjura. "Silakan Gusti Prabu dan Tuan Putri yang naik duluan, biar saya yang menjadi kusir!"Sang Raja tersenyum lalu naik ke kereta diikuti Nila Saroya yang agak ragu-ragu. Kereta kuda pun berangkat setelah Danurwenda duduk di tempat kusir dan me
Nila Saroya ingat kemarin hampir menikah dengan lelaki yang tak dicintainya. Sekarang setelah bersama Danurwenda dia lupa kalau sudah punya kekasih yang sangat dicintainya. Entah bagaimana kabar sang kekasih saat ini setelah ada kabar tentang ayahnya ini."Kau mau di bawah atau di atas?" Pertanyaan Danurwenda membuyarkan lamunan dan mengejutkannya."Ap- apa?""Kau mau tidur di mana, di atas dipan atau di lantai?" ulang Danurwenda."Kau di mana?" Nila Saroya balik tanya."Terserah kamu yang duluan, atau mau bareng-bareng saja di atas?" Danurwenda lemparkan kerlingan mata yang memikat.Dari awal dia tahu sifat gadis ini pendiam dan pemalu, tapi dia tahu apa yang dirasakan di dalam hati Nila Saroya."Ap-, tid-, eh. Aku di sini saja!" Nila Saroya segera naik ke atas dipan. Dia tak bisa menyembunyikan kegugupannya.Kemudian Nila Saroya berbaring membelakangi Danurwenda. Cukup lama keduanya saling diam. Akhirnya Danurwenda merebahkan diri di sebelah Nila Saroya.Nila Saroya kaget ketika mer
"Ayo lari!"Danurwenda membawa dua orang yang jadi buruan ini masuk ke bukit, menyelinap ke balik bebatuan besar sehingga dalam waktu singkat jejak mereka hilang."Siapa yang melarikan mereka?" tanya si pemimpin di atas kuda setelah sampai di sana."Danurwenda!""Pendekar yang jadi kepercayaan istana Galuh itu?""Benar, Ketua!"Si pemimpin langsung maklum kenapa lima anak buahnya ini tidak menyerang."Cari terus, biar aku yang menghadapi Danurwenda!" perintah si pemimpin.Sementara itu Danurwenda sudah menyelinap ke tempat yang sulit di jangkau. Dengan kepiawaiannya dia bisa membawa dua orang yang sedang dilindunginya.Akhirnya mereka sampai ke sebuah gua kecil tersembunyi di lereng bukit. Lelaki setengah baya itu tergopoh-gopoh sambil mengatur napasnya.Sementara si gadis yang tidak lain Tuan Putri bernama Nila Saroya sudah duduk menyandar ke dinding gua."Terima kasih, Anak muda!" ujar lelaki setengah baya. Danurwenda hanya mengangguk pelan dengan tersenyum."Ki Narya, sebenarnya si
Di sebuah desa di wilayah kekuasaan Kerajaan Nunuk. Di dalam kamar sebuah rumah besar, tampak seorang gadis cantik sedang merenung menyendiri."Ini hari pernikahan Tuan Putri, kenapa masih menyendiri di sini, tukas rias sudah menunggu di kamar Tuan Putri!" kata seorang gadis lain yang merupakan pembantu di rumah ini."Aku tidak mau dijodohkan dengan dia, orangnya jelek, perangainya buruk lagi. Terus kenapa ayah belum juga pulang dari istana. Semakin kesal saja, aku mau kabur saja!""Heh, jangan, Tuan Putri!"Gadis yang dipanggil Tuan Putri ini tiba-tiba berbinar matanya begitu melihat sosok pembantunya. Bentuk tubuh dia dengan pembantunya ini hampir mirip, hanya wajah saja yang berbeda.Lalu si Tuan Putri ini tiba-tiba menarik si pembantu keluar menuju kamarnya yang sudah ada beberapa orang tukang rias. Dia ingat semua tukang rias tidak ada yang mengenali dirinya."Ini Tuan Putri yang akan dirias!" kata Si Tuan Putri sambil mendorong pembantunya. Si pembantu tampak bingung."Sudah, ik
Setelah ada pesta menyambut kemenangan atas bebasnya desa Cipeundeuy dari penindasan Raksana dan Gumara.Delapan orang pemanah diangkat menjadi kelompok keamanan desa. Beberapa orang sesepuh juga diminta untuk menjadi pejabat pengurus desa.Suasana di rumah itu sudah sepi. Tinggal Danurwenda bersama gadis berkulit hitam manis itu. Setelah diperhatikan, Kinasih cantik juga.Tubuh gadisnya sudah matang sehingga membentuk lekuk yang membuat para lelaki menelan ludah."Setelah tahu siapa kamu, aku tidak bisa menahanmu pergi!" ujar Kinasih sambil menatap tajam penuh arti. Bola mata gadis ini seakan ingin meloncat menembus kedua mata si pemuda."Padahal aku ingin kau lebih lama di sini, bahkan tetap tinggal di sini!" Lanjut si gadis mengharap."Mungkin lain kali, aku akan tinggal lebih lama. Apalagi bersama gadis secantik kamu!""Jangan mudah berjanji!" Kinasih tersipu. "Mungkin kau akan lupa, apalagi di kota raja banyak gadis-gadis cantik!"Danurwenda menatap gadis itu lekat. Tidak dapat d
Gumara kaget, segera menghampiri anak buahnya yang jatuh itu. Sebuah anak panah menancap tepat di dada menusuk jantung."Pembokong sialan!""Ada apa, Anakku?""Lihatlah, Pak!"Gumara menyapukan pandangan, tak ada yang mencurigakan. Bahkan seolah-olah angin pun diam tak bergerak."Apa rencana mereka?" gumam Raksana sambil memandang anak panah yang sudah dicabutnya."Aaah!"Brukk!Satu lagi di tempat lainnya tampak terpental lalu ambruk tak berkutik. Setelah diperiksa juga sama terpanah tepat di jantungnya. Semakin marah Gumara dan ayahnya melihat kejadian ini."Setan alas!""Bedebah!"Apa yang terjadi sebenarnya?Selama tiga hari menghilang, Danurwenda dan Kinasih secara sembunyi-sembunyi menemui warga-warga desa. Mereka mengajak warga untuk melawan Raksana.Namun, kebanyakan menolak karena takut dan tak punya kemampuan. Hingga akhirnya Danurwenda punya gagasan mencari dan menemui orang-orang yang suka berburu.Kebanyakan mereka ahli dalam memanah buruan di hutan. Setelah diajak dan di
"Tunggu pembalasan kami, bocah!" seru salah satunya."Siapa mereka?" tanya Danurwenda setelah kelima orang itu lenyap."Mereka anak buahnya Raksana," jawab si gadis berkulit aga gelap, tapi manis."Raksana?"Kemudian si gadis menceritakan keadaan desanya yang dilanda kekacauan atas ulah seorang warga berilmu tinggi yang menggunakannya untuk menindas warga yang lain."Bahkan Raksana dan Gumara, anaknya, telah membunuh Ki Kuwu. Desa Cipeundeuy dikuasai mereka dan anak buahnya, berbuat sewenang-wenang. Memungut upeti panen seenaknya kepada warga,""Tidak ada yang memberitahukan ke kerajaan?""Setiap ada yang mau ke kerajaan selalu ketahuan, ditangkap, disiksa bahkan dibunuh!""Wah, kejam sekali mereka!""Lebih biadab lagi, Gumara selalu melecehkan gadis-gadis desa. Jika ada yang disukainya, akan ditangkap dan dijadikan budak nafsunya."Naluri Danurwenda yang baik ingin berbuat sesuatu untuk menolong desa ini dari kesewenang-wenangan. Tidak mengapa perjalanan pulangnya terhambat kalau unt
Rupanya Danurwenda tidak tahan melihat tubuh indah Dewi Kalajenget sejak tidak sengaja menyentuh buah montoknya. Sintal, sepasang gunung yang besar. Lebih besar dari wanita yang pernah dia temui sebelumnya.Padahal usia Dewi Kalajenget jauh lebih tua, tapi lekuk tubuhnya masih menggoda. Kulit mulus dan kencang. Dia ingat Putri Angin yang memiliki kecantikan sempurna, tapi tidak sesekal wanita ini.Entah kenapa akhir-akhir ini Danurwenda seperti gampang haus asmara. Kerinduan kepada Setyawati membuatnya mencari pelampiasan kepada wanita lain.Wanita itu menggelinjang kegelian. Bahkan kedua tangannya bergerak menarik punggung Danurwenda sehingga pemuda ini menindih tubuhnya.Kembennya telah terlepas begitu saja sehingga bagian atas tubuhnya terpampang bebas tanpa penghalang. Danurwenda mengatur perasaannya. Kulit tubuh Dewi Kalajenget memberikan sensasi nikmat yang beda. Apalagi dua bulatan yang mengganjal di dada."Aku akan mengabulkan keinginanmu," bisik Danurwenda di telinga Dewi Kal