Ale duduk dengan tenang sembari menatap seorang laki-laki dan perempuan yang sedang berdebat didepannya. Tangan yang menyilang didepan dada dengan kaca mata yang bertengger indah di wajah cantinknya membuat ia terlihat sangat angkuh sekaligus mempesona disaat yang bersamaan.
"Tuan Demetrio, aku ingin tempat ini di kosongkan dalam waktu 1 minggu." Ale berucap tenang, Menyela perdebatan diantara mereka sejenak.
Lak-laki bernama Demetrio tersebut menatap Ale sejenak lalu setelahnya kembali menatap wanita didepannya. "Kau dengar Nona Fidel, pemilik baru tempat ini ingin kau mengosongkan tempat ini dalam waktu 1 minggu." Lanjutnya berucap dengan tegas.
Ana menatap tak percaya laki-laki didepannya tersebut, bagaimana bisa laki-laki itu melakukan hal mengerikan seperti ini pada dirinya. Memutuskan kontrak sewa sesuka hati dan hanya memberikan waktu 1 minggu untuk mengosongkan tempat dimana butiknya berada. Bukankah hal ini terlalu kejam untuknya.
Ale menatap gedung tinggi didepannya. Pandangannya menyapu lalu lalang manusia disana, terlihat sekali kemegahan dan kejayaan Gravillo Group. Ia melangkah masuk menghampiri resepsionis, terlihat wanita berambung pirang dengan lipstik merah menyala menatapnya dengan tatapan yang sangat ia ketahui sebagai tatapan merendahkan. "Aku ingin bertemu dengan Rainer Gravillo." Ucap Ale dingin yang penuh akan aura intimindasi. "Apakah anda sudah membuat janji, Nona?." "Dilantai berapa ruangannya?." "Sekali lagi maaf Nona. Tuan Rainer bukan tipe orang yang suka di ganggu saat sedang bekerja." "Aku bertanya dimana ruangannya?." Ale bertnya kembali dengan sorot mata tajamnya. Resepsionis itu berdeham pelan, mencoba menghilangkan kegugupan akan tatapan yang Ale layangkan untuknya. Hingga di detik selanjutnya wanita itu melakukan panggilan dan memberitahukan bahwa ada wanita yang ingin menemui atasannya. "Na
Mahkamah Agung Spanyol telah resmi membuka penyelidikan tentang dugaan keterlibatan pengusaha muda Davino Carlos dalam kontrak proyek pembangunan gedung olahraga terbesar di Real Madrid. Diduga ia telah memberikan suap kepada anggota pemerintahan untuk mendapatkan proyek tersebut. Kini, pihak Mahkamah Agung sudah mengamankan beberapa saksi untuk melancarkan pemeriksaan. Ale bersenandung pelan sembari mendengarkan berita tentang Davin dari airpodnya. Tangannya yang tengah asyik membolak-balik daging yang sedang ia pangang untuk makan malamnya dan Rainer. Ia melirik jam sekilas yang sudah menunjukan pukul 7.15 tetapi laki-laki yang ia tunggu masih belum menampakan batang hidungnya. Tak jauh dari sana ternyata Rainer sudah bersandar pada dinding sembari memperhatikan tubuh indah Ale yang berdiri memunggunginya, bokong indahnya yang bergerak menggoda dengan senandung riang yang tak henti dari mulutnya. Dengan langk
Rainer terbangun tanpa Ale disampingnya. Ia menyikap selimut dan beranjak turun dari ranjang namun sebelum ia beranjak bangun terlihat seorang wanita yang ia cari keluar dari dalam walk in closet dalam balutan dress hitam dengan tampilan yang begitu mempesona. "Buenos días." Sapa Ale dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya. "Buenos dias tambien querida." Jawabnya sembari menarik Ale kedalam pelukannya dan melabuhkan kecupan lembut di bibir merah wanita itu. "Kau terlihat bahagia pagi ini?." Ale menyunggingkan senyumnya lagi, tak menutupi suasana hatinya yang memang sangat bahagia. "Tentu saja." Jawabnya sembari mengalungkan kedua tangannya di leher Rainer, " Karena hari ini hari yang sangat menyenangkan untukku, dan aku tidak akan mengizinkan kau merusak hariku yang bahagia ini." Rainer menyipitkan matanya, menatap wajah cantik yang kini duduk di pangkuannya. Wajah yang di sudah di hias dengan make up tipis dan bibir merah
Taralle Mariam dipertemukan dengan Rainer Gravilo di saat ia berada diambang keterpurukan dengan semua skenario buruk yang terjadi dalam hidupnya. Dimulai dari ibunya yang meninggal karena pembunuhan yang disamarkan dengan sebuah kecelakaan, lalu setelahnya Ayahnya yang ia anggap sebagai laki-laki sempurna dalam hidupnya membawa pulang seorang wanita yang ia akui sebagai istri kedua dan tak berhenti disitu
Terdengar langkah kaki seorang wanita yang berjalan dengan tenang melewati lorong Apartemen yang sudah lama tak ia tapaki dengan sesekali mengeratkan jaketnya untuk sedikit memberikannya kehangatan pada tubuh kurusnya. Rambut panjangnya yang di biarkan tergerai dengan raut wajah yang bisa dibilang berantakan dengan lingkaran hitam di matanya sebagai pertanda kurangnya ia tidur.
Cahaya matahari membuat Ale mengernyitkan keningnya. Ia membuka mata dengan kepalanya yang terasa berdenyut-denyut. Ia menatap sekeliling ruangan yang tampak asing dengan kesadaran yang mulai memulih ia duduk menyadarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Diliriknya jam disamping nakas yang sudah menunjukan pukul
Pagi sudah menyapa dan kini Ale sudah keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Rainer. Ia berjalan menyusuri setiap sudut rumah ini dan Langkahnya terhenti saat ia menemukan pria itu sedang duduk di meja makan dengan tampilan yang sudah rapi sembari menghisap rokok seorang diri. Dengan ketika ia mendekat Rainer langsung membalikan badannya seolah tau jika ada seseorang yang berjalan di belakangnya.
Ale melangkah masuk ke kediamannya tepat pukul 3 sore. Setelah menyelesaikan urusannya di bakery lalu ia bertemu dengan dokter obgyn untuk membahas kontrasepsi apa yang akan ia gunakan selama pernikahannya dengan Rainer.. Ia menghela nafas pelan memasuki rumah tersebut tanpa salam atau sapaan ia melewati keluarga bahagia yang tengah menikmati kebersamaan sorenya mereka dengan penuh kebahagiaan.
Rainer terbangun tanpa Ale disampingnya. Ia menyikap selimut dan beranjak turun dari ranjang namun sebelum ia beranjak bangun terlihat seorang wanita yang ia cari keluar dari dalam walk in closet dalam balutan dress hitam dengan tampilan yang begitu mempesona. "Buenos días." Sapa Ale dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya. "Buenos dias tambien querida." Jawabnya sembari menarik Ale kedalam pelukannya dan melabuhkan kecupan lembut di bibir merah wanita itu. "Kau terlihat bahagia pagi ini?." Ale menyunggingkan senyumnya lagi, tak menutupi suasana hatinya yang memang sangat bahagia. "Tentu saja." Jawabnya sembari mengalungkan kedua tangannya di leher Rainer, " Karena hari ini hari yang sangat menyenangkan untukku, dan aku tidak akan mengizinkan kau merusak hariku yang bahagia ini." Rainer menyipitkan matanya, menatap wajah cantik yang kini duduk di pangkuannya. Wajah yang di sudah di hias dengan make up tipis dan bibir merah
Mahkamah Agung Spanyol telah resmi membuka penyelidikan tentang dugaan keterlibatan pengusaha muda Davino Carlos dalam kontrak proyek pembangunan gedung olahraga terbesar di Real Madrid. Diduga ia telah memberikan suap kepada anggota pemerintahan untuk mendapatkan proyek tersebut. Kini, pihak Mahkamah Agung sudah mengamankan beberapa saksi untuk melancarkan pemeriksaan. Ale bersenandung pelan sembari mendengarkan berita tentang Davin dari airpodnya. Tangannya yang tengah asyik membolak-balik daging yang sedang ia pangang untuk makan malamnya dan Rainer. Ia melirik jam sekilas yang sudah menunjukan pukul 7.15 tetapi laki-laki yang ia tunggu masih belum menampakan batang hidungnya. Tak jauh dari sana ternyata Rainer sudah bersandar pada dinding sembari memperhatikan tubuh indah Ale yang berdiri memunggunginya, bokong indahnya yang bergerak menggoda dengan senandung riang yang tak henti dari mulutnya. Dengan langk
Ale menatap gedung tinggi didepannya. Pandangannya menyapu lalu lalang manusia disana, terlihat sekali kemegahan dan kejayaan Gravillo Group. Ia melangkah masuk menghampiri resepsionis, terlihat wanita berambung pirang dengan lipstik merah menyala menatapnya dengan tatapan yang sangat ia ketahui sebagai tatapan merendahkan. "Aku ingin bertemu dengan Rainer Gravillo." Ucap Ale dingin yang penuh akan aura intimindasi. "Apakah anda sudah membuat janji, Nona?." "Dilantai berapa ruangannya?." "Sekali lagi maaf Nona. Tuan Rainer bukan tipe orang yang suka di ganggu saat sedang bekerja." "Aku bertanya dimana ruangannya?." Ale bertnya kembali dengan sorot mata tajamnya. Resepsionis itu berdeham pelan, mencoba menghilangkan kegugupan akan tatapan yang Ale layangkan untuknya. Hingga di detik selanjutnya wanita itu melakukan panggilan dan memberitahukan bahwa ada wanita yang ingin menemui atasannya. "Na
Ale duduk dengan tenang sembari menatap seorang laki-laki dan perempuan yang sedang berdebat didepannya. Tangan yang menyilang didepan dada dengan kaca mata yang bertengger indah di wajah cantinknya membuat ia terlihat sangat angkuh sekaligus mempesona disaat yang bersamaan. "Tuan Demetrio, aku ingin tempat ini di kosongkan dalam waktu 1 minggu." Ale berucap tenang, Menyela perdebatan diantara mereka sejenak. Lak-laki bernama Demetrio tersebut menatap Ale sejenak lalu setelahnya kembali menatap wanita didepannya. "Kau dengar Nona Fidel, pemilik baru tempat ini ingin kau mengosongkan tempat ini dalam waktu 1 minggu." Lanjutnya berucap dengan tegas. Ana menatap tak percaya laki-laki didepannya tersebut, bagaimana bisa laki-laki itu melakukan hal mengerikan seperti ini pada dirinya. Memutuskan kontrak sewa sesuka hati dan hanya memberikan waktu 1 minggu untuk mengosongkan tempat dimana butiknya berada. Bukankah hal ini terlalu kejam untuknya.
Ale masuk kedala ruangan eksekusi diikuti dengan Paul di belakangnya. Langkah kakinya terhenti didepan sebuah meja dengan berbagai pistol di atasnya. Ia mengambil salah satu dari pistol-pistol tersebut dan membersihkan debu-debu yang menempel di senjata itu. Paul yang melihat hal itu merasakan bagaimana mengerikannya wanita didepannya ini tapi sialnya dengan wajah cantik bak dewi itu tak akan ada yang percaya bahwa seorang Taralle adalah wanita berdarah dingin yang siap meledakan siapa saja yang mengganggunya. "Jadi, katakan padaku apa yang kau dapatkan?." Tanyanya Ale. "Sebelum ibumu meninggal ia terlibat pertengkaran dengan nyonya Eleanor. Dan dari bukti cctv yang aku dapatkan nyonya Eleanor terlihat cukup sering berada disekitaran tempat ibumu tertembak selama kurang lebih 1 bulan." Dan ucapan itu seketika membuat Kemarahan Ale terlihat jelas dari bola mata wanita itu. Ia meletakan pistol yang sudah ia bersihkan dan beralih pada pistol
"Sampai kapan kau akan mengurungku disini?." Tanya Ale setelah menyelesaikan sarapannya.Hukuman yang ia dapat dari Rainer bukan hanya melakukan seks maraton secara keras, tapi harus berla
Rainer terlihat sangat menakutkan di mata Ale. Sorot matanya yang menggelap di lengkapi dengan aura dingin yang mengelilinginya. Pria itu memang jenis pria yang tak banyak bicara dan lebih suka bertindak sesuka kemauannya. Dan karena itu Ale masih belum bisa
"Kedatanganmu tidak diterima di tempat ini, jadi pergilah." Ale berucap tenang tapi penuh dengan aura yang begitu mencekam. Ia menatap tajam laki-laki yang beberapa hari yang lalu masih menjadi tunangannya dan detik ini menjadi salah satu manusia yang paling ia benci. Laki-laki itu mendekat, men
Ale melangkah masuk ke kediamannya tepat pukul 3 sore. Setelah menyelesaikan urusannya di bakery lalu ia bertemu dengan dokter obgyn untuk membahas kontrasepsi apa yang akan ia gunakan selama pernikahannya dengan Rainer.. Ia menghela nafas pelan memasuki rumah tersebut tanpa salam atau sapaan ia melewati keluarga bahagia yang tengah menikmati kebersamaan sorenya mereka dengan penuh kebahagiaan.