Cahaya matahari membuat Ale mengernyitkan keningnya. Ia membuka mata dengan kepalanya yang terasa berdenyut-denyut. Ia menatap sekeliling ruangan yang tampak asing dengan kesadaran yang mulai memulih ia duduk menyadarkan tubuhnya pada kepala ranjang.
Diliriknya jam disamping nakas yang sudah menunjukan pukul 10 pagi. Hingga pelan-pelan sebuah bayangan rentetan kejadian tadi malam berjalan-jalan di otaknya. Ia mulai mengingat bagaimana ia datang ke club malam, menegak alkohol bergelas-gelas hingga datang seorang laki-laki yang menariknya paksa keluar dari club malam tersebut.
Tadi malam ia pasti sudah hilang kewarasan.
Ia mendesah pelan, merutuki kebodohannya hingga bisa berakhir di ranjang seseorang yang tidak ia kenal. Bersyukurlah ia masih menggunakan pakaian lengkap tanpa kurang satu apapun. Dan setelah ini ia harumengucapkan terimakasih pada orang baik yang sudah membawanya kesini.
Saat ia akan beranjak turun dari ranjang, pintu ruangan tersebut terbuka. Sejenak ia tertegun. Inikah orang yang sudah menolongnya?. Seorang pria yang luar biasa tampan dengan dengan rahang tegas dan bola mata tajam dengan aura yang penuh intimindasi terbalut indah dalam setelan jas mahal yang semakin membuatnya terlihat sangat indah dalam pandangan Ale.
"Are you awake?." Suara rendah itu berhasil membuat jantungnya berpacu.
Ale melihat bagaimana laki-laki itu berjalan mendekat, mengambil sebotol air dan 2 butir aspirin lalu menyodorkannya kepada Ale. Dengan gugup Ale menerimanya dan tanpa perintah ia meminum aspirin tersebut. Sedangkan laki-laki tersebut sudah duduk di sebuah kursi besar disamping ranjang, masih dengan tatapan matanya yang tak lepas dari Ale. Tatapan itu begitu dingin tapi mampu membuat sekujur tubuh Ale terasa panas. Jantungnya masih terus berpacu kencang hanya karena sebuah tatapan yang penuh dengan aura dominasi.
"Terimakasih sudah menolongku." Ale berusaha membuka percakapan diantara mereka. Walau ia tatapannya masih mengarah pada botol minuman yang ia pegang.
"Jangan ulangi." Ucap pria itu dengan nada tajam dan rendah.
"Maaf?." Ale tak mengerti maksud ari perkataan laki-laki tersebut.
Tatapan mereka bertemu dalam satu garis lurus, tatapan itu seolah-olah menarik Ale untuk ikut menyelami bola mata indah tersebut hingga sulit baginya untuk mengalihkan pandangannya. Ia seperti tersesat dalam sebuah labirin yang sulit untuk ditemui jalan keluarnya tanpa sebuah petunjuk. Dan laki-laki ini seperti sebuah labirin untuknya.
"Aku akan membantu membalas semua sakit hatimu asal kau mau menjadi milikku Taralle." Genggaman Ale pada botol minuman itu mengendur ketika mendengar laki-laki tersebut menyebut namanya.
Bisa ia pastikan ia tak mengenal siapa laki-laki tersebut jadi bagaimana mungkin ia mengetahui namanya. Saat bisa di pastikan jika ruang lingkup yang Ale miliki tidak luas karena dirinya hanya menghabiskan sebagian besar waktunya didalam dapur Bakery ibunya untuk mencoba berbagai resep kue-kue terbaru.
"Apa kau mengenalku?."
Senyum tipis itu muncul sebagai jawaban dan tak ada kata-kata selanjutnya. Fikiran Ale berkelana pada rentetan kejadian yang ia alami dan disini ia ditawari oleh seseorang yang siap membantunya membalas semua sakit yang ia terima. Apakah ini jalan yang Tuhan berikan?. di batas kebingungan ia masih diam tapi dengan semua yang ia miliki ia tak punya cukup koneksi untuk menangkap pembunuh ibunya di tambah ayahnya sudah sibuk dengan istri barunya.
"Apa yang harus aku lakukan jika aku menjadi milikmu?."
Seringai tampan muncul dengan tatapan yang sulit untuk Ale artikan. Namun dalam kebulatan tekadnya ia harus bisa memanfaatkan kesempatan ini walau ia harus menyerahkan tubuhnya pada laki-laki tampan di depannya tersebut itu sudah tak menjadi maslaah. Selama ia bisa membalas orang-orang yang sudah membuat satu-satunya orang yang ia sayangi pergi.
"Menyenangkanku kapanpun aku mau."
Dan ucapan itu mampu membuat Ale merah padam dan panas seketika.
******
Angin malam sama sekali tak mengganggu seorang wanita yang tengah menatap kosong pemandangan didepannya dari balkon kamar yang saat ini ia tempati. Bahkan dengan gaun tidurnya yang tipis ia masih tak ingin berpindah dari tempatnya berdiri, pikirannya mengulang kembali rentetan kejadian yang membuatnya hingga berakhir di tempat ini.
Istana seorang Reiner Gravilo.
Ketika Rainer meminta Ale untuk menjadi miliknya, ia berfikir bahwa dirinya hanya akan berakhir menjadi pemuas nafsu atau pelacur seorang Rainer Gravilo. Namun ternyata ia salah. Ia malah berakhir menjadi istrinya. Dengan kekuatan uang Dan kekuasaan yang ia miliki dalam hitungan jam status Taralle berubah menjadi seorang istri.
Sejujurnya Ale tak perduli akan di jadikan apa dia dalam hidup Rainer selama laki-laki itu siap membantu membalas semua dendamnya. Membalas perbuatan orang-orang keji yang telah membunuh ibunya dan menghancurkan hidupnya. Dendam telah mengakar kuat dalam hatinya, ia tak akan melepas siapapun orang yang telah mermbuatnya hingga seperti ini.
Hinga lamunannya terhenti ketika ia merasakan seseorang memeluknya dari belakang dengan kecupan-kecupan basah disepanjang lekukan lehernya. Ia meremang mendapati serangan tiba-tiba itu, namun ia tak bisa menolak karena saat ini hidupnya adalah milik seorang Rainer Delano. Entah keberuntungan atau kesialan yang pasti untuk saat ini ia hanya bisa menikmatinya saja.
"Aku menginginkanmu." Bisik Rainer rendah, syarat akan gairah yang telah membumbung tinggi.
"Aku milikmu Rainer, kau tak perlu meminta izin hanya untuk sekedar menikmatiku." Senyum tipis Rainer terbit mendengar jawaban Ale, lalu ia menarik wanita itu masuk kedalam kamar untuk memulai malam panjang penuh kenikmatan yang menanti mereka.
Tubuh Ale mendesir hebat, saat tangan Rainer berhasil menurunkan tali gaun tidurnya dan membuatnya teronggok jatuh ke lantai, yang kini hanya menyisakan celana dalam berwarna hitam ditubuh Ale. Tangan itu pelan-pelan merambat naik menyusuri bagian depan tubuh Ale. Dimulai dari perutnya, lalu merambat menyentuh payudara Ale dengan gerakan yang begitu lembut tapi mampu membuat sekujur tubuh Ale terasa begitu panas.
Rainer membalikan tubuh wanita didepannya tersebut, tanpa menunggu lama ia langsung menarik tengkuk Ale dan melumat bibirnya dalam dalam, memagutnya tanpa henti seolah bibir itu adalah candu baru yang tak bisa ia tinggalkan begitu saja. Lidahnya menelesak masuk mencari-cari lidah Ale, mengabsen deretan giginya yang tersusun rapi dan saling bertukar saliva tanpa rasa jijik sedikitpun.
Ciuman itu turun menelusuri bagian lekuk leher Ale yang begitu mulus dan menggiurkan dan tak lupa Rainer memberikan tanda kepemilikan yang semakin membuat kecantikan Ale bertambah berkali-kali lipat dimatanya. Ia menatap penuh minat payudara indah Ale, ia menyentuh puting itu dengan gerakan ringan dan mengusapnya lembut.
"This mine."Katanya seraya memberikan lumatan lembut pada puting payudara Alle.
Alle hanya memejamkan matanya tak berani menatap bola mata Rainer, ia gugup setengah mati mendapati dirinya diperlakukan dengan begitu lembut oleh seseorang yang tidak ia kenal tapi berstatus sebagai suaminya. Yang bisa ia lakukan hanya berpegang pada kedua pundak Rainer dan menikmati sentuhannya dengan sebaik mungkin karena jujur saja ia tak berpengalaman sama sekali tentang seks. Dan mungkin setelah ini ia harus belajar banyak cara memuaskan dan dipuaskan.
Dengan gerakan lembut Rainer mendorong tubuh Ale ke ranjang, ditatapnya tubuh Ale yang kini terbaring di atas ranjangnya dengan dada yang naik turun karena gairah yang telah membumbung tinggi. Ia menyunggingkan senyum tipisnya, lalu menarik satu-satunya benda yang menutupi tubuh Ale dan melemparnya entah kemana dan setelahnya melepaskan celana yang menutupi tubuhnya, hingga kini mereka sama-sama telanjang.
Rainer naik ke atas ranjang menempatkan posisinya di kedua paha Ale yang sudah terbuka lebar dengan dirinya yang berlutut didepan kewanitaan Alle yang terlihat sangat indah dimatanya. Ia meniupnya lembut lalu mengecupinya pelan, seperti mencoba mengenalkan diri sebaik mungkin.
"Ahh....."
Alle menggigit bibir bawahnya keras. mencoba meredam desahannya yang semakin menggila ketika merasakan lidah Rainer yang bermain dengan klitorisnya serta menghisap kewanitaannya dengan kuat. God, ini sangat nikmat. Kemana saja ia selama ini hingga melewatkan kenikmatan seperti ini.
"Mpphh...."
Desahan nikmat itu tak terhindar lagi, permainan lidah Rainer di liang senggama Ale benar-benar mampu membuat kepala Ale panas bukan main. Berulang kali ia mencoba merepatkan kedua pahanya namun gagal karena kedua tangan Rainer yang menahannya agar tetap terbuka lebar. Sentuhan Rainer pada kewanitaan Ale semakin menggila, ia bahkan tak membiarkan seincipun terlewatkan oleh sentuhan lidahnya.
Hingga gelombang aneh menghampirinya, pahanya terasa tegang dengan kewanitaannya yang berkedut hebat sebelum ia tersentak-sentak karena mencapai pucak kenikmatan yang belum pernah ia rasakan. Kenikmatan yang ia dapat hanya karena sentuhan lidah Rainer yang mampu memberikannya sensasi orgasme yang tak terlupakan.
Nafas Ale terengah-engah saat Rainer merangkak naik ke atas tubuhnya dengan senyum yang mengambang di sudut bibirnya. Ia membelai lembut wajah Ale yang memerah karena gairah.
"Kau milikku, dan setiap inchi bagian tubuhmu hanya milikkku." setelah mengucapkan kata-kata itu Rainer melumat bibir Ale lagi dan kali ini Ale membalas dengan sama baiknya. tangannya merangkul leher Rainer untuk mengikis jarak diantara mereka dengan sesekali meremas rambut Rainer.
"Beautiful." Erang Rainer ketika ia menatap bongkahan payudara Ale dan Rainer tak menyia-nyiakan penampakan indah didepannya itu. Ia menjilati payudara itu, lalu menghisapnya kuat. dengan geram hisapan itu berubah menjadi gigitan-gigitan kecil yang mampu membuat nafas Ale tersenggal-sengal.
Alle mencoba menarik kepala Rainer dari dadanya, lalu melumat bibir panas yang sudah memberikannya kenikmatan. tangannya meraba seluruh bagian tubuh Rainer dengan sama baiknya. Ia menyentuh kejantanan Rainer yang sudah berdiri tegak dengan lembut. mencoba memberikan sentuhan-sentuhan lembut yang berhasil membuat Rainer mengeram saat itu juga.
"Look at me when i fuck you Amor." ucap Rainer pada Alle ketika ia mengarahkan kejantanannya pada liang senggama Ale.
Alle terhentak ketika kejantanan Rainer menggesek pintu kewanitaannya lalu setelahnya mencoba melesak masuk kedalam sana. Rainer mengeram karena digulung gairah yang sudah membumbung tinggi, ia mencoba mendobrak kewanitaan Ale yang sangat sempit bahkan sebelum kejantanannya tenggelam sepenuhnya.
Sedangkan Ale hanya mencengkeram kuat kedua lengan Rainer untuk mengurangi rasa sakit yang Rainer ciptakan sembari bibirnya yang dicumbu tanpa henti.
Hingga setelah memerlukan usaha yang sedikit lebih akhirnya persenggemaan itu dimulai. Rainer mengabaikan darah segar yang keluar dari kewanitaan Ale dengan menggerakan kejantanannya. Ia mengeram rendah melihat kejantannanya yang keluar masuk dalam kewanitaan Alle.
"Kau sangat cantik Amor." Ucap Rainer sebelum menjilati leher Ale.
Sedangkan tangannya tak tinggal diam, ia meremas payudara Ale yang sangat indah dan pas dalam genggamannya. Dan desahanpun sudah tak terbendung lagi rasa sakit yang Ale rasakan kini berganti dengan kenikmatan yang mampu meluluhlantakan kewarsannya. Menghempaskannya di titik kenikmatan yang paling indah.
God, ini sangat nikmat.
Keras, basah, panas dan erangan penuh kenikmatan menghiasi ruangan tersebut. kejantanan Rainer kini memompa kewanitaan milik Ale dengan cepat dan keras. Kelembutan itu kini perlahan menghilang berganti dengan pergumulan panas yang mampu membakar keduanya dan ia terus memompa kewanitaan Ale tanpa henti walau peluh sudah membasahi pergumulan mereka.
"Ouhhh...."
Dan tanpa aba-aba Rainer membalik tubuh Ale dan memposisikannya dalam posisi menungging. Dia meremas bokong Ale hingga terlihat memerah karena remasannya yang terlalu kuat dan tangan satunya menuntun kejantanannya untuk masuk kedalam liang penyatuan lagi.
Alle meringis ketika kejantanan Rainer memasukinya hingga membuatnya terasa penuh dan sesak dibawah sana. Bahkan ia harus menggigit bibirnya dalam-dalam untuk menahan gejolak kenikmatan pada saat Rainer bergerak keluar masuk dengan ritme yang keras dan berhasrat.
"Ahhh.." Desahan itu tak tertahan lagi dari bibir Ale, sungguh kepalanya terasa sangat panas dengan gairah yang membumbung penuh kenikmatan.
Tangan Rainer tak tinggal diam, dia meremas payudara Ale dengan kuat dan memilin putingnya sembari terus bergerak mencari kenikmatannya.
Kejantanan Rainer terus memompa kewanitaan Ale tanpa ampun dan Ale terbakar karena itu semua sudah tak terhitung berapa kali ia berteriak dengan kenikmatan ini. Ia menyesal kenapa tak dari dulu saja ia melakukan seks jika rasanya akan senikmat ini. Dan ia sudah tak tahu sudah berapa lama persenggamaan itu berlangsung dengan berbagai gaya yang mereka lakukan.
Dan jangan tanya bagaimana rasanya, karena walau ini yang pertama dan ia tak memiliki perbandingan dalam seks tapi ia yakin dan sangat yakin bahwa Rainer sangat memuskannya.
Ale melenguh panjang ketika Rainer menghentakkan kejantannannya begitu dalam dan kuat hingga ia merasakan tembakan dibawah sana, deras, hangat dan nikmat. dan Rainer terkulai lemas di ceruk leher Ale dan wanita itu membalas mengusap lembut punggung lebar Rainer yang basah oleh keringat sembari menormalkan pernafasannya kembali.
Rainer bangkit, ia menatap Ale dibawahnya yang menatapnya dengan deru nafas yang masih terengah-engah. ia mengecup pelan kening dan bibir Ale sebelum ia melepas penyatuan mereka dan berpindah kesamping. Ia menarik Ale kedalam pelukannya dan memasang selimut untuk menutupi tubuh mereka.
"Tidurlah amor atau aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menyerangmu lagi." ucap Rainer lembut sembari mengusap lembut punggung terbuka Ale.
Dan Ale hanya diam tak menjawab karena tenaganya yang sudah lenyap terbawa oleh kenikmatan yang baru saja ia rasakan ditambah usapan lembut Rainer pada tubuhnya yang semakin cepat mengantarkannya dalam dunia mimpi.
Pagi sudah menyapa dan kini Ale sudah keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Rainer. Ia berjalan menyusuri setiap sudut rumah ini dan Langkahnya terhenti saat ia menemukan pria itu sedang duduk di meja makan dengan tampilan yang sudah rapi sembari menghisap rokok seorang diri. Dengan ketika ia mendekat Rainer langsung membalikan badannya seolah tau jika ada seseorang yang berjalan di belakangnya.
Ale melangkah masuk ke kediamannya tepat pukul 3 sore. Setelah menyelesaikan urusannya di bakery lalu ia bertemu dengan dokter obgyn untuk membahas kontrasepsi apa yang akan ia gunakan selama pernikahannya dengan Rainer.. Ia menghela nafas pelan memasuki rumah tersebut tanpa salam atau sapaan ia melewati keluarga bahagia yang tengah menikmati kebersamaan sorenya mereka dengan penuh kebahagiaan.
"Kedatanganmu tidak diterima di tempat ini, jadi pergilah." Ale berucap tenang tapi penuh dengan aura yang begitu mencekam. Ia menatap tajam laki-laki yang beberapa hari yang lalu masih menjadi tunangannya dan detik ini menjadi salah satu manusia yang paling ia benci. Laki-laki itu mendekat, men
Rainer terlihat sangat menakutkan di mata Ale. Sorot matanya yang menggelap di lengkapi dengan aura dingin yang mengelilinginya. Pria itu memang jenis pria yang tak banyak bicara dan lebih suka bertindak sesuka kemauannya. Dan karena itu Ale masih belum bisa
"Sampai kapan kau akan mengurungku disini?." Tanya Ale setelah menyelesaikan sarapannya.Hukuman yang ia dapat dari Rainer bukan hanya melakukan seks maraton secara keras, tapi harus berla
Ale masuk kedala ruangan eksekusi diikuti dengan Paul di belakangnya. Langkah kakinya terhenti didepan sebuah meja dengan berbagai pistol di atasnya. Ia mengambil salah satu dari pistol-pistol tersebut dan membersihkan debu-debu yang menempel di senjata itu. Paul yang melihat hal itu merasakan bagaimana mengerikannya wanita didepannya ini tapi sialnya dengan wajah cantik bak dewi itu tak akan ada yang percaya bahwa seorang Taralle adalah wanita berdarah dingin yang siap meledakan siapa saja yang mengganggunya. "Jadi, katakan padaku apa yang kau dapatkan?." Tanyanya Ale. "Sebelum ibumu meninggal ia terlibat pertengkaran dengan nyonya Eleanor. Dan dari bukti cctv yang aku dapatkan nyonya Eleanor terlihat cukup sering berada disekitaran tempat ibumu tertembak selama kurang lebih 1 bulan." Dan ucapan itu seketika membuat Kemarahan Ale terlihat jelas dari bola mata wanita itu. Ia meletakan pistol yang sudah ia bersihkan dan beralih pada pistol
Ale duduk dengan tenang sembari menatap seorang laki-laki dan perempuan yang sedang berdebat didepannya. Tangan yang menyilang didepan dada dengan kaca mata yang bertengger indah di wajah cantinknya membuat ia terlihat sangat angkuh sekaligus mempesona disaat yang bersamaan. "Tuan Demetrio, aku ingin tempat ini di kosongkan dalam waktu 1 minggu." Ale berucap tenang, Menyela perdebatan diantara mereka sejenak. Lak-laki bernama Demetrio tersebut menatap Ale sejenak lalu setelahnya kembali menatap wanita didepannya. "Kau dengar Nona Fidel, pemilik baru tempat ini ingin kau mengosongkan tempat ini dalam waktu 1 minggu." Lanjutnya berucap dengan tegas. Ana menatap tak percaya laki-laki didepannya tersebut, bagaimana bisa laki-laki itu melakukan hal mengerikan seperti ini pada dirinya. Memutuskan kontrak sewa sesuka hati dan hanya memberikan waktu 1 minggu untuk mengosongkan tempat dimana butiknya berada. Bukankah hal ini terlalu kejam untuknya.
Ale menatap gedung tinggi didepannya. Pandangannya menyapu lalu lalang manusia disana, terlihat sekali kemegahan dan kejayaan Gravillo Group. Ia melangkah masuk menghampiri resepsionis, terlihat wanita berambung pirang dengan lipstik merah menyala menatapnya dengan tatapan yang sangat ia ketahui sebagai tatapan merendahkan. "Aku ingin bertemu dengan Rainer Gravillo." Ucap Ale dingin yang penuh akan aura intimindasi. "Apakah anda sudah membuat janji, Nona?." "Dilantai berapa ruangannya?." "Sekali lagi maaf Nona. Tuan Rainer bukan tipe orang yang suka di ganggu saat sedang bekerja." "Aku bertanya dimana ruangannya?." Ale bertnya kembali dengan sorot mata tajamnya. Resepsionis itu berdeham pelan, mencoba menghilangkan kegugupan akan tatapan yang Ale layangkan untuknya. Hingga di detik selanjutnya wanita itu melakukan panggilan dan memberitahukan bahwa ada wanita yang ingin menemui atasannya. "Na
Rainer terbangun tanpa Ale disampingnya. Ia menyikap selimut dan beranjak turun dari ranjang namun sebelum ia beranjak bangun terlihat seorang wanita yang ia cari keluar dari dalam walk in closet dalam balutan dress hitam dengan tampilan yang begitu mempesona. "Buenos días." Sapa Ale dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya. "Buenos dias tambien querida." Jawabnya sembari menarik Ale kedalam pelukannya dan melabuhkan kecupan lembut di bibir merah wanita itu. "Kau terlihat bahagia pagi ini?." Ale menyunggingkan senyumnya lagi, tak menutupi suasana hatinya yang memang sangat bahagia. "Tentu saja." Jawabnya sembari mengalungkan kedua tangannya di leher Rainer, " Karena hari ini hari yang sangat menyenangkan untukku, dan aku tidak akan mengizinkan kau merusak hariku yang bahagia ini." Rainer menyipitkan matanya, menatap wajah cantik yang kini duduk di pangkuannya. Wajah yang di sudah di hias dengan make up tipis dan bibir merah
Mahkamah Agung Spanyol telah resmi membuka penyelidikan tentang dugaan keterlibatan pengusaha muda Davino Carlos dalam kontrak proyek pembangunan gedung olahraga terbesar di Real Madrid. Diduga ia telah memberikan suap kepada anggota pemerintahan untuk mendapatkan proyek tersebut. Kini, pihak Mahkamah Agung sudah mengamankan beberapa saksi untuk melancarkan pemeriksaan. Ale bersenandung pelan sembari mendengarkan berita tentang Davin dari airpodnya. Tangannya yang tengah asyik membolak-balik daging yang sedang ia pangang untuk makan malamnya dan Rainer. Ia melirik jam sekilas yang sudah menunjukan pukul 7.15 tetapi laki-laki yang ia tunggu masih belum menampakan batang hidungnya. Tak jauh dari sana ternyata Rainer sudah bersandar pada dinding sembari memperhatikan tubuh indah Ale yang berdiri memunggunginya, bokong indahnya yang bergerak menggoda dengan senandung riang yang tak henti dari mulutnya. Dengan langk
Ale menatap gedung tinggi didepannya. Pandangannya menyapu lalu lalang manusia disana, terlihat sekali kemegahan dan kejayaan Gravillo Group. Ia melangkah masuk menghampiri resepsionis, terlihat wanita berambung pirang dengan lipstik merah menyala menatapnya dengan tatapan yang sangat ia ketahui sebagai tatapan merendahkan. "Aku ingin bertemu dengan Rainer Gravillo." Ucap Ale dingin yang penuh akan aura intimindasi. "Apakah anda sudah membuat janji, Nona?." "Dilantai berapa ruangannya?." "Sekali lagi maaf Nona. Tuan Rainer bukan tipe orang yang suka di ganggu saat sedang bekerja." "Aku bertanya dimana ruangannya?." Ale bertnya kembali dengan sorot mata tajamnya. Resepsionis itu berdeham pelan, mencoba menghilangkan kegugupan akan tatapan yang Ale layangkan untuknya. Hingga di detik selanjutnya wanita itu melakukan panggilan dan memberitahukan bahwa ada wanita yang ingin menemui atasannya. "Na
Ale duduk dengan tenang sembari menatap seorang laki-laki dan perempuan yang sedang berdebat didepannya. Tangan yang menyilang didepan dada dengan kaca mata yang bertengger indah di wajah cantinknya membuat ia terlihat sangat angkuh sekaligus mempesona disaat yang bersamaan. "Tuan Demetrio, aku ingin tempat ini di kosongkan dalam waktu 1 minggu." Ale berucap tenang, Menyela perdebatan diantara mereka sejenak. Lak-laki bernama Demetrio tersebut menatap Ale sejenak lalu setelahnya kembali menatap wanita didepannya. "Kau dengar Nona Fidel, pemilik baru tempat ini ingin kau mengosongkan tempat ini dalam waktu 1 minggu." Lanjutnya berucap dengan tegas. Ana menatap tak percaya laki-laki didepannya tersebut, bagaimana bisa laki-laki itu melakukan hal mengerikan seperti ini pada dirinya. Memutuskan kontrak sewa sesuka hati dan hanya memberikan waktu 1 minggu untuk mengosongkan tempat dimana butiknya berada. Bukankah hal ini terlalu kejam untuknya.
Ale masuk kedala ruangan eksekusi diikuti dengan Paul di belakangnya. Langkah kakinya terhenti didepan sebuah meja dengan berbagai pistol di atasnya. Ia mengambil salah satu dari pistol-pistol tersebut dan membersihkan debu-debu yang menempel di senjata itu. Paul yang melihat hal itu merasakan bagaimana mengerikannya wanita didepannya ini tapi sialnya dengan wajah cantik bak dewi itu tak akan ada yang percaya bahwa seorang Taralle adalah wanita berdarah dingin yang siap meledakan siapa saja yang mengganggunya. "Jadi, katakan padaku apa yang kau dapatkan?." Tanyanya Ale. "Sebelum ibumu meninggal ia terlibat pertengkaran dengan nyonya Eleanor. Dan dari bukti cctv yang aku dapatkan nyonya Eleanor terlihat cukup sering berada disekitaran tempat ibumu tertembak selama kurang lebih 1 bulan." Dan ucapan itu seketika membuat Kemarahan Ale terlihat jelas dari bola mata wanita itu. Ia meletakan pistol yang sudah ia bersihkan dan beralih pada pistol
"Sampai kapan kau akan mengurungku disini?." Tanya Ale setelah menyelesaikan sarapannya.Hukuman yang ia dapat dari Rainer bukan hanya melakukan seks maraton secara keras, tapi harus berla
Rainer terlihat sangat menakutkan di mata Ale. Sorot matanya yang menggelap di lengkapi dengan aura dingin yang mengelilinginya. Pria itu memang jenis pria yang tak banyak bicara dan lebih suka bertindak sesuka kemauannya. Dan karena itu Ale masih belum bisa
"Kedatanganmu tidak diterima di tempat ini, jadi pergilah." Ale berucap tenang tapi penuh dengan aura yang begitu mencekam. Ia menatap tajam laki-laki yang beberapa hari yang lalu masih menjadi tunangannya dan detik ini menjadi salah satu manusia yang paling ia benci. Laki-laki itu mendekat, men
Ale melangkah masuk ke kediamannya tepat pukul 3 sore. Setelah menyelesaikan urusannya di bakery lalu ia bertemu dengan dokter obgyn untuk membahas kontrasepsi apa yang akan ia gunakan selama pernikahannya dengan Rainer.. Ia menghela nafas pelan memasuki rumah tersebut tanpa salam atau sapaan ia melewati keluarga bahagia yang tengah menikmati kebersamaan sorenya mereka dengan penuh kebahagiaan.