Share

Bab 10

"Lalu, kenapa kau bisa berdiri di atas jembatan?"

Arthur melajukan mobilnya membelah jalanan kota London, setelah berhasil meyakinkan Daisy agar mau ia antar pulang. Di luar cukup dingin, itu bisa saja membuat wanita hamil seperti Daisy kedinginan.

"Aku hanya ingin mencari angin segar," jawab Daisy, memperhatikan jalan yang ramai dengan mobil-mobil.

Arthur menaikkan sebelah alis, "Mencari angin?"

Daisy terkekeh, lalu mengangguk sekilas.

Sebenarnya, ia berbohong.

Ada keinginan untuk bunuh diri, namun, tendangan dalam perutnya seperti sebuah peringatan. Bayi ini tidak mau mati bersama Daisy. Bayi ini menarik Daisy dalam kesadarannya dan apa yang ingin dia lakukan adalah salah.

Daisy mengusap perutnya yang menonjol di balik dress sederhana yang ia kenakan. Hampir saja, mereka mati bersama.

***

"Terima kasih tumpangannya, Dokter." Daisy tersenyum dan melambaikan tangan.

Arthur membunyikan klakson sekali, sebelum membawa mobilnya pergi dari pelataran apartemen.

Daisy bergegas masuk dan naik ke lantai 20, apartemen Eve. Ketika pintu lift terbuka, ia tidak sengaja berpapasan dengan Austin.

"Baru pulang?" tanya Austin, bicaranya dingin sekali.

"Kau mau pulang, sudah berapa bertemu Eve?" Daisy tersenyum.

"Bukan urusanmu."

Austin masuk ke dalam lift, meninggalkan Daisy dalam kebingungan. Apa yang ditanyakan Daisy tadi salah? Kenapa lelaki itu terlihat marah.

"Eve, aku pulang." Daisy membuka pelan pintu apartemen.

Ia melihat Eve yang sedang membereskan cangkir kopi dan terlihat mengusap kasar air mata yang mengalir. Eve, habis menangis. Apakah bertengkar dengan Austin?

"Kau sudah pulang, aku membelikan kue untukku, di kulkas." Eve berjalan menuju dapur.

"Aku tadi bertemu Austin."

Eve tersenyum sekilas, ia tetap melanjutkan aktivitasnya mencuci dua cangkir.

"Apa semua baik-baik saja?"

Daisy melihat Eve menghapus air matanya lagi. "Kau tidak apa-apa, Eve?"

Menghela napas, Eve menggeleng. "Semua baik-baik saja, aku mandi dulu, ya."

Eve buru-buru masuk ke kamar setelah mengeringkan tangan. Heran, sepertinya ada yang salah antara Eve dan Austin. Tapi, Daisy tidak punya banyak keberanian untuk bertanya dan ikut campur urusan orang lain.

***

Suara percikan minyak dari ikan yang sedang digoreng Eve membuat gadis itu memekik. Ia berlindung dengan membawa tutup panci.

"Daisy, ini sudah siang!" teriaknya. Sejak tadi Daisy belum juga keluar dari kamar, padahal sebentar lagi waktunya gadis itu pergi bekerja.

Eve mematikan kompor ketika ikan yang ia goreng sudah menguning dan matang. Dengan cepat ia meniriskan ikan dan menaruhnya di piring saja.

Mungkin, Daisy kelelahan kemarin, jadi tidak bisa bangun pagi. Berinisiatif, Eve pergi ke kamar Daisy untuk membangunkannya.

"Astaga, Daisy! Bangun," teriak Eve. Ia membuka korden dan membiarkan cahaya matahari masuk.

Bagaimana bisa Daisy masih tertidur pulas dengan bantal dan selimut yang sudah terjatuh ke lantai.

"Kau tidak bekerja?" tanya Eve, mirip sekali seperti orang tua yang sedang memarahi anaknya karena susah dibangunkan untuk sekolah.

"Hm, pagi Eve." Daisy mengucek mata, menatap Eve dengan senyum yang mengembang.

"Kenapa kau tidak segera bangun? Ini sudah waktunya untuk bekerja."

"Aku tidak akan bekerja, Eve."

Eve menaikkan sebelah alis, "Kenapa?" tanya Eve bingung.

Menghela napas, Daisy turun dari ranjang. Memungut bantal dan selimut yang tercecer lalu merapikannya. Gadis itu menatap Eve sekilas yang sepertinya memang sudah menunggu jawabannya.

"Aku dipecat."

"Bagaimana bisa?"

Daisy mengedikkan bahu. Kemarin, ia dipanggil Nyonya pemilik restoran, tanpa basa-basi ia diberikan pesangon terakhir dan Nyonya meminta Daisy untuk tidak bekerja lagi mulai sekarang.

Jika ini memang ulah Layton dan Seryl, Daisy tidak apa-apa. Ia masih punya cukup uang untuk biaya persalinan sang buah hati. Biarkan saja orang-orang sirik dan sombong itu melakukan rencananya. Daisy tidak peduli.

***

Berhubung ia sudah terbebas dari pekerjaan. Daisy menghabiskan waktu untuk memanjakan sang buah hati yang ada di perut dengan berendam. Alunan musik santai yang terputar, semakin menambah semangat Daisy untuk bermanja di dalam air hangat dengan aroma terapi kesukaannya. Eve sedang pergi untuk mengurus kuliah lanjutan, jadi dia hanya sendirian di apartemen.

"Kau berendam?" Eve bertanya ketika sambungan telepon tersambung dan terdengar musik klasik yang sering Daisy putarkan untuk janin di dalam kandungannya.

"Iya."

"Sudah berapa lama, jangan sampai kau kedinginan seperti kemarin."

Daisy tertawa. Kemarin ia memang sampai ketiduran di kamar mandi dan berakhir demam karena terlalu lama berendam. "Tenang saja, baru lima menit."

"Jangan lama-lama, Daisy."

Suara bel yang terdengar membuat Daisy mengalihkan fokusnya pada suara protes Eve. Gadis itu mengatakan ingin membukakan tamu untuk seorang tamu, jadi ia mematikan panggilan telepon.

***

Daisy melihat dari monitor pemantau, tidak ada siapa-siapa di luar. Untuk memastikan, ia segera membuka pintu apartemen dan menemukan sekotak bingkisan berwarna hitam dengan pita putih.

"Eve membeli barang online, lagi?" tanya Daisy, lebih ke dirinya sendiri.

Ia membawa kotak hitam itu ke dalam. Lalu tanpa sengaja Daisy membaca nama si penerima.

"Kenapa namaku ada di sini?

Gadis dengan balutan dress motif bunga-bunga itu mencoba mengingat kembali. Sepertinya beberapa bulan terakhir ia tidak pernah memesan barang online.

Ragu, Daisy membuka kotak itu perlahan. Rasa penasaran membuatnya terlalu cepat membukanya. Di dalam kotak itu, ada satu kotak kecil lagi dengan warna hijau tanpa pita.

"Pakaian bayi?" Daisy membentangkan pakaian bayi berwarna biru dari dalam kotak. Lucu sekali, pakaian itu bergambar beruang.

Daisy beralih pada kotak kedua, namun ketika ia membukanya, hanya ada selembar kertas. Mungkin, ini dari Layton? Pikir Daisy.

Membuka lipatan kertas pelan-pelan, Daisy menemukan tulisan yang membuatnya sama sekali tidak senang. Ia dengan cepat meremas kertas itu menjadi gumpalan.

"Tidak, aku tidak akan mau menyerahkan bayi ini pada mereka." Daisy menggeleng.

Daisy membuang semua isi dari kotak hitam itu dan mengurung dirinya di kamar.

***

Besoknya.

Seseorang tengah memperhatikan dari kejauhan bagaimana Daisy sedang berlari pagi bersama Eve. Wajah yang tertutup masker, topi hitam dan jaket kulit membuatnya tidak dapat dikenali dengan mudah.

Sebenarnya, sejak awal Eve sudah merasa tidak nyaman. Radar waspada dalam dirinya muncul, ketika ia merasa ada yang tidak beres di sekitarnya. Percaya atau tidak, Eve memang peka terhadap apa yang terjadi.

"Kenapa?" tanya Daisy, setelah menenggak minumannya.

Eve menggeleng. "Aku tidak nyaman." Gadis itu menatap sekeliling taman.

"Seperti sejak tadi ada yang memperhatikan."

Daisy tertawa. "Mungkin hanya kekhawatiranmu saja. Tidak ada apa-apa di sini."

Dua sahabat itu mengalihkan fokus mereka dengan kembali berlari.

Sementara seseorang yang sejak tadi bersembunyi dibalik pohon besar menelepon seseorang.

"Sepertinya dia sangat menjaga kehamilannya."

"Aku akan terus mengikutinya sampai kau puas, Tuan."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status