Terkadang, Eve merasa kasihan pada Daisy yang masih berusaha merelakan bayinya. Tapi, sesuatu yang berhubungan dengan bayi itu tidak akan pernah hilang pada diri Daisy. Bukan hanya bekas operasi yang akan terus ada, kini masalahnya ada pada asi yang diproduksi payudaranya yang sering merembes.
Padahal Arthur sudah memberi beberapa obat untuk menghentikan itu. Sudah seminggu sejak operasi, obatnya belum juga bereaksi.
"Mau di keluarkan saja?" tanya Eve, memperhatikan Daisy yang meringis menahan nyeri.
Daisy menggeleng. "Arthur bilang, itu justru akan membuat asinya semakin banyak keluar."
"Lalu bagaimana?"
"Aku tidak tau." Daisy kembali bersandar pada kepala ranjang.
Eve memeras handuk yang sudah dicelupkan air dingin, lalu memberikannya pada Daisy untuk diletakkan di payudara gadis itu.
Keduanya sama-sama diam, berpikir.
"Aku bingung," keluh Eve.
"Aku juga."
Daisy menarik napas dalam, sesekali meremas payudaranya
Setiap tarikan napas, seperti siksaan nyata bagi Daisy. Lama sekali ajal menjemputnya, padahal sejak tadi Daisy sudah kesulitan bernapas. Keringat sebesar butir jagung membasahi pelipisnya, bersama air mata yang terus mengalir tanpa henti. Ia sudah tidak kuat menahan rasa sakit ini.Tidak kuat.Sampai tiba-tiba, seseorang merengkuh tubuhnya."Daisy?!"Mata hijau itu lagi."Sakit," rintih Daisy.Arthur menyandarkan kepala Daisy di lengannya. "Kau aman sekarang," ucapnya, mengusap pipi pucat Daisy.Lelaki itu menekan perut Daisy untuk menahan pendarahannya agar tidak keluar lebih banyak. Sementara Daisy sudah meremas kaus Arthur sebagai bentuk ketakutannya."Tahan sebentar, ya."Sekali gerak, Arthur berhasil membawa Daisy ke dalam gendongannya. Lelaki itu berlari menuju rumah sakit lagi. Samar-samar, Daisy dapat melihat rahang kokoh Arthur yang mengeras."Biarkan aku mati, Arthur.""Biarkan aku mati," racau D
"Harus dengan pasangan, ya, Dok?"Dokter tersenyum kecil dan mengangguk. "Bisa saja dengan laki-laki lain, jika Nona mau?"Seryl membaca deretan kata pada buku panduan kecil yang tadi diberikan Dokter Wendy. Ia tersenyum canggung. Pikirannya berkelana, bagaimana cara membujuk Layton untuk melakukan proses ini dengannya?"Saya pikirkan dulu, Dok."Setelah berbasa-basi sebentar, Seryl keluar dari ruang periksa. Ia memasukkan buku panduan mengenai prosedur bayi tabung ke dalam tasnya. Menoleh ke kanan dan kiri, Seryl berharap tidak ada seorang pun yang tahu apa yang dia lakukan.Ketika Seryl sedang mencari kunci mobil di dalam tas, ia tidak sengaja mendengar para perawat dan dokter sedang gaduh di belakangnya."Pasien kenapa, Dok?""Pendarahan pasca operasi cesar."Seryl menutup mulutnya sendiri, ia tidak sengaja melihat darah berceceran di lantai. Lalu pandangannya beralih pada seseorang yang dibaringkan di brankar. Tampak
Lelah sekali, berpura-pura tetap terpejam dan terus mendengar obrolan orang-orang di sekitarnya. Ia harus menahan rintihan ketika bekas luka operasinya nyeri. Ia juga harus menahan tubuhnya untuk tidak bergerak ketika gatal.Ya, Daisy sudah terbangun dua hari yang lalu. Dia mendengar Austin, Eve, dan Arthur yang sedang mendiskusikan untuk membawa kasus yang menimpanya ke jalur hukum.Ketika Daisy tahu knop pintu dibuka perlahan, dia membuka mata."Daisy," panggil Eve. Dia terburu-buru berjalan mendekat. Pakaiannya yang sangat rapi membuat Daisy berpikir, apakah dia sudah berhasil melaporkan Layton ke polisi."Ah." Daisy memegang perutnya. Ini bukan akting, perutnya sungguhan berdenyut nyeri.Eve dengan sigap membantu Daisy untuk bersandar pada ranjang, gadis itu segera memanggil Arthur. Mulanya Daisy sempat menolak ketika Eve hendak pergi menemui Arthur.Tapi, si mata hijau itu sepertinya punya koneksi yang baik. Tiba-tiba saja dia sudah ada
Gerimis turun ketika Daisy dan Arthur sudah berada di depan rumah sakit. Arthur dengan cepat membawa Daisy menuju mobil dan mendudukkan gadis itu di kursi samping kemudi. Hari ini Daisy sudah resmi keluar dari rumah sakit. Dia bisa melakukan pemulihan operasinya di rumah. "Kau basah, ya?" tanya Arthur, mengusap rambut panjang Daisy. "Tidak, aku tidak basah. Hanya gerimis kecil, kan?" Daisy melirik ke luar mobil. "Iya benar, gerimis kecil." Arthur tertawa. Lelaki dengan balutan jaket jeans itu berpamitan untuk mengambil kursi roda yang tertinggal. Daisy memang masih lemas, jadi dia harus dibantu dengan kursi roda. Lega sekali, dia bisa menghirup udara segar setelah berhari-hari hanya mencium bau obat. "Kau mau mampir ke suatu tempat?" tanya Arthur. Mobil sudah berada di jalan, berkumpul dengan kendaraan lain yang juga sedang melakukan perjalanan. Arthur mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Tidak ada, a
Erisya mengusap pipi Daisy lembut.Hari ini adalah pertemuan perdana mereka dengan status yang berbeda. Daisy kini telah menjadi calon istri Arthur dan Erisya sebentar lagi akan menjadi ibu mertuanya.Sejak kedatangannya, Daisy tidak berhenti menangis. Dia merasa tidak pernah pantas untuk menjadi pendamping seorang Arthur.Tapi, Erisya meyakinkan Daisy bahwa dia akan menerima gadis itu dengan baik karena Arthur sudah memilih Daisy sebagai wanita yang dicintainya. Erisya juga tidak terlalu peduli dengan masa lalu Daisy, karena semua hanyalah kecelakaan dan tanpa unsur kesengajaan.Wanita paruh baya itu juga mengerti bahwa sejatinya Daisy adalah gadis yang baik dan polos. Tidak ada alasan lain untuk tidak menerima Daisy yang sekarang hidup sebatang kara."Minum dulu," Arthur menyodorkan segelas air.Erisya masuk ke kamar setelah menerima telepon dari karyawannya tentang pesanan kue kering di toko. Ia berpesan pada Arthur untuk menjaga Daisy da
"Memangnya kau tidak ingin sarapan?"Seryl mengeratkan selimut yang membalut tubuh polosnya dengan Layton.Sudah hampir lima belas menit, Layton menahannya di ranjang. Lelaki itu memeluk Seryl dengan posesif."Lay?""Hm?""Aku buatkan sarapan dulu, tolong lepaskan," pinta Seryl."Ada Bibi. Lagipula masakanmu terkadang kacau, biar Bibi saja yang mengurus urusan dapur."Seryl mendengkus. Dia memang tidak bisa memasak, tapi dia sedang berusaha. Sejak kecil, Mama tidak pernah mengajarkan hal-hal tentang rumah tangga, jadi Seryl terlalu awam.Ucapan Layton memang menyakitkan sekali untuk dikatakan di depan para istri. Tapi, mau bagaimana lagi, memang watak laki-laki itu dari lahir sudah frontal dan keras."Lalu tugasku apa?" kesal Seryl."Melayaniku setiap malam.""Jadi, aku hanya pemuas nafsumu?" tanya Seryl."Istriku."Layton menarik tubuh Seryl untuk lebih dekat dengannya. Ia mendaratkan ciuman
Terkadang, hidup tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Rencana yang kita susun, bisa saja tidak terwujud karena satu dan lain hal. Layton dan Seryl baru saja berbahagia dengan kehadiran janin kecil di rahim Seryl. Tapi, sesuatu hal yang tidak pernah ia prediksi sedang menunggunya. "Jika kau tidak bersalah, seharusnya ikut kami saja dulu. Biar kau jelaskan di kantor polisi nanti." Seorang polisi bertubuh kekar dan tegap bersikukuh membawa Layton ke kantor polisi. Sementara dua polisi lain yang ada di samping tubuh Layton masih memegangi kedua tangannya ke belakang, hendak memborgol. "Istriku sedang hamil, mana mungkin aku meninggalkannya di rumah sendirian!" bentak Layton. "Ini tugas dari atasan Pak, mohon pengertiannya. Agar kami bisa cepat menyelesaikan tugas kami." Suara tangisan Seryl membuatnya tak kuasa untuk tidak menoleh ke belakang. Menatap sang istri yang sedang meronta meminta dia dilepaskan. Mau bagaim
"Kau pulanglah sekarang."Layton mengusap pipi dingin Seryl dari balik sel. Berharap air mata sang istri tidak jatuh lagi pada pipi mulusnya."Aku tidak mau," isak Seryl.Seminggu setelah penahanan, Layton dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara karena tindakannya yang diduga ingin melenyapkan nyawa Daisy. Hubungan suami istri yang baru saja membaik harus terhalang dengan jeruji besi yang menjerat Layton.Hampir setiap hari, Seryl selalu menjenguknya di tahanan. Gadis cantik itu selalu menangisi Layton yang hanya bisa ia sentuh dari balik jeruji. Kasihan."Kau bisa lelah jika terus seperti ini. Kasihan bayi kita, sayang." Layton mencoba memberi pengertian."Aku tidak apa-apa."Seryl menggeleng. Lagi-lagi, hatinya begitu sakit ketika melihat pakaian tahanan yang dikenakan Layton. Kenapa kebahagiaannya harus tertunda karena kesalahan sang suami. Kenapa Daisy juga begitu tega melaporkan hal ini saat Seryl merasa bahagia atas kehadiran bay