Mata Vintari menangkap sosok menyebalkan yang tengah duduk bersantai di samping mansion. Di depannya terlihat air dari kolam yang memantulkan senja. Vintari melihatnya heran, bagaimana bisa di cuaca sedingin ini dia justru duduk santai di sana sambil membaca komik.Zeus mengumpat pelan di sebelahnya. Dia memiringkan kepalanya sekali, kemudian berjalan cepat ke arah tamu yang tak diundang itu. Sementara itu, seseorang yang menjadi pusat perhatian keduanya justru melambaikan tangan sambil menyunggingkan senyum memikat.“Kenapa kau di sini?” tanya Zeus ketus.Jace, sahabat Zeus yang selalu menjadi partner on crime-nya menyeringai. “Aku akan di sini sampai beberapa pekan ke depan. Setidaknya sampai apartemenku selesai direnovasi.” Sangat santai, Jace mengatakan itu tanpa beban.Zeus berdecak sambil menyeret lengan Jace ke dalam mansion. Vintari yang tak mengerti dengan sistem persahabatan mereka hanya mengekor dan mendengarkan perdebatan keduanya.“Ke hotel saja,” usir Zeus ketus.Jace me
“The day is coming, Baby!” seru Andre pada Vintari yang sedang duduk di bangku taman kampus. Di sebelah Andre, ada Zayn melambaikan tangannya untuk menyapa. Tampak Vintari salah tingkah di kala melihat Zayn.“Apa maksudmu?” tanya Vintari bingung, dan tak mengerti akan apa yang dimaksud oleh Andre.Andre duduk sebelah Vintari, sedangkan Zayn tetap berdiri di depan mereka. “Spring is coming, dan besok kita berangkat study tour!”Vintari membulatkan matanya, berdiri dan bertepuk tangan heboh. Maniknya bergantian memandang Andre dan Zayn. Hari yang dinantikan tiba, mana mungkin perempuan itu melupakannya.“Let’s go!” Vintari menyeret keduanya ke arah parkiran.“Hei, study tour-nya masih besok!” Andre meraung di belakang Vintari.Zayn tertawa. Semenjak pertemuan tak sengajanya dengan Vintari waktu itu, mereka bertiga menjadi sering menghabiskan waktu bersama. Lebih tepatnya, dia selalu menjadi penonton setia pada setiap kelakuan aneh Vintari dan Andre.“Kita harus membeli barang yang wajib
Vintari terdiam setelah mendengar pujian lolos dari bibir Zayn. Hatinya bergejolak hanya karena tiga kata itu. Bukan, Vintari sadar bukan karena Zayn mengatakan kalau dirinya terlihat cantik, melainkan sorot lembut dari manik cokelat terang milik Zayn yang terlihat tulus saat mengatakannya.“Langit di sana juga sangat cantik, dan terlihat bebas.” Vintari menunjuk senja yang mulai menghitam. Dia berusaha mencairkan suasana. Jantungnya sudah bergemuruh, tapi dia berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.Zayn tertawa kecil, lalu mengalihkan pandangannya pada langit yang ditunjuk Vintari. “Kau benar. Langit juga sangat cantik.”Saat ini, Vintari mulai merasa jika Tuhan seakan mempermainkan takdirnya. Bagaimana tidak? Saat dia telah menikah dengan seseorang yang bahkan tak memandangnya dan terus membuatnya lelah, kenapa Zayn justru mendekat padanya dan memberikan kehangatan yang tak pernah dia dapatkan dari Zeus? Seandainya Zayn lebih cepat masuk dalam kehidupannya.Sementara itu di pusat ko
“Duduklah. Akanku buatkan kau makanan.” Zeus berucap dengan nada dingin, di balik raut wajah datar. Dia bergerak hendak ingin membuka kulkas, tapi gerakannya tertahan karena Vintari menahan lengannya.“Tidaak usah repot-repot. Aku takut kau mencampur racun ke dalam makananku. Aku masih ingin hidup,” ketus Vintari berkata konyol.Zeus menyentil kening Vintari yang berkata konyol.“Aww, sakit, Zeus,” ucap Vintari jengkel.“Kau jangan bicara konyol! Tunggu di sana dan jangan banyak bicara.” Zeus mendorong tubuh Vintari, memaksa perempuan itu untuk duduk di kursi meja makan.Vintari cemberut. Dia merasa selalu kesal setiap bersama dengan Zeus. Alih-alih menuruti perintah Zeus, dia memilih untuk duduk di belakang meja bar sambil menyaksikan aksi Zeus yang sedang membelakanginya. Ada banyak pertanyaan dalam hati Vintari untuk pria itu. Kenapa dia bisa memiliki suasana hati yang terus berubah-ubah? Kenapa dia selalu bersikap dingin? Kenapa setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa menyaki
“Mom, I’m home,” ucap Zayn begitu sampai di rumah. Tas selempang yang sudah menjadi andalannya selama setahun belakangan ini dilempar ke atas sofa. Langkahnya ringan menuju ke meja makan dengan sebelah tangan menenteng kotak bakery berisi cheese cake kesukaan ibunya.“Mom, aku bawa cheese cake!” seru Zayn sambil masuk ke dalam kamar.Selepas mengganti pakaian, Zayn kembali keluar. Dia heran kenapa ibunya tidak menyahut. Seharusnya, hari ini tidak ada jadwal shift di rumah sakit. Namun kenapa malah ibunya tak bersuara?“Mom?” panggil Zayn lagi sambil membuka kotak dan mengambil cheese cake itu sebelum diletakkan di piring.Zayn memiringkan kepalanya. Mungkinkah ibunya sudah tidur? Perasaannya mulai cemas, Zayn bergerak cepat menuju kamar ibunya. Tidak dikunci, Zayn langsung membukanya dan sangat terkejut Irene—ibunya—telah tergeletak di lantai dekat ranjang.“Mom!” Zayn panik, berjongkok di sebelah ibunya, memeriksa dengan cekatan denyut nadi dan pernapasan Irene. Meskipun panik, tapi
Raut wajah Zeus berubah mendengar apa yang Andre katakan. Sepasang iris mata cokelat gelapnya berkilat tajam. Rahangnya mengetat. Tangannya mengepal kuat. Kepingan ingatannya mengingat cerita Vintari yang mencintai seorang laki-laki. Tidak dia sangka laki-laki itu adalah Zayn.“Kalian terlihat bersenang-senang di sana.” Zeus berusaha untuk menampilkan wajah datarnya lagi.Andre menyeringai, merasa puas karena umpannya termakan dengan baik. “Tentu saja. Kami juga sempat ke rumah hantu dan Vintari marah-marah karena aku memaksanya.”“Zayn juga masuk ke sana?” tanya Zeus tanpa sadar.“Ya, Zayn juga ikut. Dia memilih untuk berjalan di belakang Vintari agar bisa menjaganya dengan baik.” Andre semakin melempar serangannya pada Zeus, sampai-sampai sepupunya berulang kali menyenggol lengannya.Meskipun begitu, Andre tak peduli dan terus melempar kata-katanya pada Zeus. Dia sengaja berkata seperti itu karena ingin mengetahui seberapa besar Zeus memedulikan Vintari. Dia ingin tahu apakah foto
Zeus menghunuskan tatapan tajamnya pada Zayn. Ucapan laki-laki itu mengusik hatinya. Dengan berat hati, dia kembali mendekat dan berdiri di depan Zayn. Aura kemarahan di wajah Zeus sangatlah kental terlihat jelas.“Berhenti membahas masalah pribadi dalam lingkup pekerjaan!” seru Zeus mengingatkan.Zayn semakin berani. “Jika kau tidak ingin aku ungkit-ungkit masalah pribadi, kenapa kau memindahkan ibuku ke dokter bedah lain?”Zeus terpancing emosi. Akan tetapi dia berusaha menahan diri. Bagaimanapun dirinya berada di rumah sakit. Dia tidak ingin membuat suatu keributan. “Memangnya kau tidak takut aku melakukan hal yang macam-macam pada ibumu selama masa perawatan?”“Aku percaya kau bisa bersikap profesional. Kau tidak akan menyakiti pasien, karena kau bukanlah dokter seperti itu.” Zayn menatap manik cokelat gelap Zeus dengan berani. “Bisakah kau saja yang merawat ibuku? Ibuku lebih nyaman jika kau yang merawatnya.”Zeus menggelengkan kepalanya tegas. “Aku tidak bisa melakukannya, Zayn.
“Apa kau bilang? Irene di rumah sakit?” David sontak bangkit dari kursinya saat mendengar kabar dari Dokter Will yang menelponnya. “Baik, terima kasih untuk informasinya, Dokter Will!”David mengakhiri panggilan di ponselnya, kemudian bergegas menyambar kunci mobil dan melajukan mobilnya ke rumah sakit. Sesampainya di sana, dia langsung menuju ke kamar inap Irene.“A-apa yang kau lakukan di sini?” Irene tergagap saat melihat David yang masuk dengan terburu-buru.David semakin mendekat, lalu memeluk Irene. Namun, pelukannya segera dilepaskan saat dia sadar kalau Irene tak membalas pelukannya. “Kenapa kau tidak mengatakan hal ini padaku?” tanyanya sambil menggenggam tangan Irene erat.Sedikit membuang muka, Irene mencoba untuk menghindari tatapan David yang membuatnya tak nyaman. Sudah beberapa tahun ini dia tak benar-benar berbicara dengannya.“Kenapa aku harus mengatakan semua hal yang terjadi pada diriku padamu?” Pertanyaan Irene terdengar bergetar.David masih menatap lembut pada so