Fathan lalu tancap gas. Dia menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia tak akan membiarkan Rita lolos.Mobil Fathan terhenti di parkiran kos laki-laki itu. Setelah turun, Dia lalu menarik Rita keluar dari mobilnya. Dia terus mencengeram pergelangan tangan gadis itu kuat-kuat. gadis itu tidak boleh kabur. Duia baru melepaskan Rita setelah masuk kamar dan mengunci kamarnya. Dia menghempaskan tubuh Rita hingga gadis itu terjatuh ke lantai.Rita mengaduh. Dia lalu menggosok-gosok pantatnya.Fathan lalu berjalan mendekati Rita. Dia mencengkeram dagu gadis itu. “Harus berapa kali gue bilang kalo gue nggak suka lo jalan sama cowok lain! Lo nggak idiot kan? Kalo nggak harusnya lo paham sama kata-kata gue dan nggak perlu harus gue ulang-ulang!” kata Fathan.“Tadi aku ada obrolan penting sama dia, Yang. Aku mau minta tolong dia. Terus dia ngajak ngobrol sambil makan di restoran. Jadi, ya nggak mungkin aku nolak orang aku butuh,” kata Rita.Fathan tertawa hambar. “Ada kepentingan apa mema
“Nggak. Gue nggak akan bilang siapa-siapa,” sahut Rita, “percaya sama gue.”“Thanks ya, Ta,” kata Dania.Setelah memutus sambungan telepon, dia lalu berjalan mendekati ranjang.***Karra meletakkan kopi Endra di atas meja. Wanita itu tak langsung kembali ke ruangannya. Dia duduk di kursi yang ada di depan meja Endra. Dia mengamati wajah Endra dengan tatapan kagum. laki-laki itu ungguh rupawan. Seandainya saja kedekatannya dengan Endra bisa lebih dari sekedar bos dan sekertaris.“Ehm.”Deheman Endra itu membuyarkan pikiran Karra.“Kerjaan lo selesai belom? Malah ngelamun di sini?” kata Endra.“Udah dong,” sahut Karra, “pak Endra saja lemot. Kerja dai pagi sampe jam sembilan malem nggak selesai-selesai.Endra terbahak. “Sialan lo!” katanya.“Pak Endra ...,” kata Karra. Dia masih menatap wajah Endra dengan tatapan takjub.“Hmm ...,” sahut Endra. Pandangannya tak teralih dari layar laptop.“Pak Endra pernah nggak sih jenuh gitu sama dunia Pak Endra. Sama kerjaan. Sama rutinitas yang gini-
Setibanya di loby, Endra meminta petugas hotel untk uk mengecek kamar yang kosong. Setelah mendapatkan kunci, Endra lalu membawa Karra ke kamar itu.“Makasih, Pak,” kata Endra pada si satpam setelah tubuh Karra dibaringkan di ranjang.“Sama-sama, Pak,” kata satpam itu. Setelah, memberikan tas Karra, dia lalu berjalan keluar kamar.Endra lalu mengunci pintu. Setelah meletakkan tas Karra di nakas, dia lalu kembali ke ranjang. Dia duduk di tepi ranjang dan memperhatikan Karra yang terbaring telentang. Dia sempat menelan ludah saat melihat dada Karra bagian atas yang menyembul karena bajunya yang seperti kemben itu agak melorot. Namun, Endra mencoba menguasai pikirannya agar tetap waras. Dia lalu melepaskan jasnya dan memakaikan jas itu ke tubuh Karra.“Kar ... Karra,” kata Endra sambil menepuk-nepuk pipi Karra pelan setelah dia menutupi tubuh Karra bagian atas dengan jasnya.Karra tak berreaksi. Gadis itu tetap memejamkan matanya.Lantaran mengantuk berat, Endra akhirnya memutuskan untuk
Setelah hampir setengah jam berlalu, Dania masih menangis. Bahkan dia tetap tak bisa menghetikan tangisnya saat Sisil sudah bangun dan berjalan menghampirinya.“Dan, lo kenapa?” tanya Sisil.Dania tak menjawab. Gadis itu masih sesengggukan.Sisil lantas berjalan ke meja rias. Dia mengambil tissue yang ada di atas sana. Dia lalu menyodorkan tissue itu ke hadapan Dania.Dania mengambil banyak sekali tissue lalu mengusap air mata berikut lendir yang keluar dari hidungnya.“Thanks,” kata Dania.“Lo kenapa?” tanya Sisil. Dia membungkuk, memperhatikan raut wajah Dania. Dari matanya yang bengkak dan hidungnya yang memerah, dia tahu kalau Dania sudah menangis sangat lama.Dania masih tak menyahut. Dia mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Melihat itu, Sisil mengusap-usap pundak Dania. Gadis itu butuh tenang sulu sebelum bisa dia ajak bicara.“Udah tenang?’” kata Sisil saat melihat tangis Dania mulai reda.Dania mengangguk. Dia lalu mengeluarkan cairan dari hidungnya lagi
“Kan faktanya enggak. Kenapa aku harus khawatir atau takut? Dania aja yang negatif thinking terus,” balas Karra.Endra menghembuskan napas kasar. “Oke. lo memang nggak seharusnya panik atau takut karena kenyataannya kita memang nggak ngelakuin apa-apa dan nggak ada apa-apa. Tapi gue minta tolong banget jelasin ke Dania kalo kita memang nggak ngapa-ngapain,” katanya.Karra tersenyum masam. “Pak Endra ... Pak Endra, kadang aku heran deh kenapa cowok sebaik dan sesopan Pak Endra masih aja dicurigain yang enggak-enggak,” katanya, “You don’t deserve.”“Thanks,” sahut Endra, “boleh tolong kamu jelasin ke Dania sekarang?”“Mana hape Pak Endra,” kata Karra.Endra mengambil ponselnya lalu menyerahkannya pada Karra.Karra melakukan panggilan telepon pada Dania sebanyak enam kali dan tak kunjung mendapatkan respon. Dia lalu menggeleng-gelengkan kepala, tanda menyerah.“Kalo aku jadi Pak Endra bakalan setres sih kalo punya pacar ambekan kayak dia,” sahut Karra.“Kar, coba lagi. Sekali aja. Kalo i
Dalam hitungan detik, Dania tertegun. Dia takjub melihat Zevan tertawa. Betapa tidak, selama hampir lima bulan dia bekerja dengan Evolution, baru sekali itu dia melihat Zevan tertawa selepas dan seringan itu. Selama ini, dia hanya melihat tampang angkuh dan songongnya Zevan saja.***Saat Endra berkata laki-laki itu akan datang menemuinya, Dania pikir dia berbohong. Dania pikir, Endra hanya ingin menenangkannya saja. Tapi ternyata laki-laki itu benar-benar menemuinya. Endra menunggunya tak jauh dari venue setelah konser Evolution selesai.Mereka berdua sempat canggung saat Endra baru turun dari mobil. Dania merasa aneh, orang yang habis dia marahi dan nyaris dia benci berdiri di depan matanya hanya dalam jarak kurang dari satu meter.Kecanggungan itu berakhir ketika Endra memulai obrolan. “Kamu udah makan?” tanyanya.“Udah tadi sore sebelum konser,” jawab Dania.“Kamu nggak laper lagi? Pesen makan yuk? Kita drive thru aja tapi. Entar kita makan di hotel,” kata Endra.Dania hanya menga
Dania terbangun pagi-pagi sekali. Di sampingnya Endra masih terlelap. Dia tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya yang terasa polos. Dia lalu mengambil pakaiannya yang berserakan dan berlari-lari kecil menuju kamar mandi.Setelah menutup pintu kamar mandi, Dania lalu mengguyur tubuhnya di bawah shower. Selama itu, kepingan-kepingan hal yang terjadi antara dirinya dan Endra semalam terekam lagi. Dalam hitungan detik, air matanya lalu jatuh membasahi pipi.Tangis Dania itu bukan tangis penyesalan. Dia mencintai Endra dan laki-laki itu berhak memilikinya. Hanya saja dia merasa kosong. Merasa berbeda. Dan juga merasa ada yang hilang. Dia merasa dia yang sekarang bukan dia yang kemarin lagi. Dia tak percaya kalau akhirnya komitmen yang selama ini dia pertahankan terlanggar juga.Dania mematikan shower karena kedinginan. Dia lalu berjalan menuju wastafel. Dia tertegun ketika melihat beberapa bercak merah kebiruan di leher dan dadanya. Matanya dipenuhi cairan lagi ketika dia menatap tubuhnya da
Dania refleks menoleh ke pintu yang rupanya telah terbuka. Dia lalu membelalakkan mata. “Lo dari tadi di situ?” tanyanya.“Baru sih,” sahut Sisil, “lo kenapa deh kayak panik banget gitu?”“Nggak kenapa-kenapa,” sahut Dania.***Endra menghilang dari kantor selama dua hari. Selama dia bekerja bersama Endra, baru kali ini laki-laki itu pergi sampai tidak masuk kerja dan tidak memberi tahunya. Sebenarnya memang tidak masalah Endra mau pergi ke mana dan berapa lama juga. Dia bosnya. Dia berhak melakukan apa saja tanpa izin siapa pun. Yang membuat hati Karra dongkol adalah fakta bahwa Endra pergi untuk menemui kekasihnya. Sesuatu yang baru dia ketahui beberapa menit yang lalu dari postingan instagram Endra.Karra merasa sesak saat melihat foto yang diunggah Endra. Foto itu adalah foto Dania yang diambil dari belakang. Dari background-nya, gadis itu seperti sedang terbaring menyamping di atas ranjang. Dan dari pundaknya yang terlihat polos, Karra tak terlalu bodoh untuk menyimpulkan kalau D