Dalam hitungan detik, Dania tertegun. Dia takjub melihat Zevan tertawa. Betapa tidak, selama hampir lima bulan dia bekerja dengan Evolution, baru sekali itu dia melihat Zevan tertawa selepas dan seringan itu. Selama ini, dia hanya melihat tampang angkuh dan songongnya Zevan saja.***Saat Endra berkata laki-laki itu akan datang menemuinya, Dania pikir dia berbohong. Dania pikir, Endra hanya ingin menenangkannya saja. Tapi ternyata laki-laki itu benar-benar menemuinya. Endra menunggunya tak jauh dari venue setelah konser Evolution selesai.Mereka berdua sempat canggung saat Endra baru turun dari mobil. Dania merasa aneh, orang yang habis dia marahi dan nyaris dia benci berdiri di depan matanya hanya dalam jarak kurang dari satu meter.Kecanggungan itu berakhir ketika Endra memulai obrolan. “Kamu udah makan?” tanyanya.“Udah tadi sore sebelum konser,” jawab Dania.“Kamu nggak laper lagi? Pesen makan yuk? Kita drive thru aja tapi. Entar kita makan di hotel,” kata Endra.Dania hanya menga
Dania terbangun pagi-pagi sekali. Di sampingnya Endra masih terlelap. Dia tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya yang terasa polos. Dia lalu mengambil pakaiannya yang berserakan dan berlari-lari kecil menuju kamar mandi.Setelah menutup pintu kamar mandi, Dania lalu mengguyur tubuhnya di bawah shower. Selama itu, kepingan-kepingan hal yang terjadi antara dirinya dan Endra semalam terekam lagi. Dalam hitungan detik, air matanya lalu jatuh membasahi pipi.Tangis Dania itu bukan tangis penyesalan. Dia mencintai Endra dan laki-laki itu berhak memilikinya. Hanya saja dia merasa kosong. Merasa berbeda. Dan juga merasa ada yang hilang. Dia merasa dia yang sekarang bukan dia yang kemarin lagi. Dia tak percaya kalau akhirnya komitmen yang selama ini dia pertahankan terlanggar juga.Dania mematikan shower karena kedinginan. Dia lalu berjalan menuju wastafel. Dia tertegun ketika melihat beberapa bercak merah kebiruan di leher dan dadanya. Matanya dipenuhi cairan lagi ketika dia menatap tubuhnya da
Dania refleks menoleh ke pintu yang rupanya telah terbuka. Dia lalu membelalakkan mata. “Lo dari tadi di situ?” tanyanya.“Baru sih,” sahut Sisil, “lo kenapa deh kayak panik banget gitu?”“Nggak kenapa-kenapa,” sahut Dania.***Endra menghilang dari kantor selama dua hari. Selama dia bekerja bersama Endra, baru kali ini laki-laki itu pergi sampai tidak masuk kerja dan tidak memberi tahunya. Sebenarnya memang tidak masalah Endra mau pergi ke mana dan berapa lama juga. Dia bosnya. Dia berhak melakukan apa saja tanpa izin siapa pun. Yang membuat hati Karra dongkol adalah fakta bahwa Endra pergi untuk menemui kekasihnya. Sesuatu yang baru dia ketahui beberapa menit yang lalu dari postingan instagram Endra.Karra merasa sesak saat melihat foto yang diunggah Endra. Foto itu adalah foto Dania yang diambil dari belakang. Dari background-nya, gadis itu seperti sedang terbaring menyamping di atas ranjang. Dan dari pundaknya yang terlihat polos, Karra tak terlalu bodoh untuk menyimpulkan kalau D
Kata orang-orang, dunia kerja itu akan lebih mengerikan dan lebih menyebalkan daripada dunia sekolah atau perkuliahan. Karena di dunia kerja kita bisa jadi bertemu dengan rekan kerja yang toxic atau mungkin atasan yang seenaknya. Tentu saja Karra termakan dengan omongan mereka. Tapi rupanya dia tidak pernah mengalami itu. Selain beberapa omongan pegawai kantor yang lain yang iri dengan kedekatannya dengan Zevan.Karra masih ingat betul pertemuannya dengan Endra sekitar empat tahun yang lalu di hari pertama dia masuk kerja. Dari hari pertama, laki-laki itu selalu bersikap ramah padanya. Dia tak pernah membuat Karra merasa bodoh dan tidak becus karena dia memang baru pertama kali bekerja.Endra memimbing Karra dengan tulus dan sepenuh hati. Dia jarang sekali memarahi Karra. Bahkan seingat Karra, laki-laki itu tidak pernah berbicara dengannya menggunakan nada tinggi.Saat Karra bertanya mengapa Endra begitu sabar menghadapinya yang sama sekali belum berpengalaman, laki-laki itu menjawab
Endra melipat laptopnya. Dia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul dua belas lebih lima. Dia lalu berdiri. Seperti biasa, dia hendak mengajak Karra makan siang bersama di restorang dekat kantor.Dengan cepat, Endra lalu berjalan keluar ruangan. Setelah langkahnya terhenti di ruanngan Karra, dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendengar Karra mengucap kata, “ masuk, “pelan, dia lalu membuka pintu ruangan.“Kar, makan siang bareng yuk,” kata Endra.“Pak Endra makan sendiri aja,” sahut Karra.Endra mengerutkan kening saat menyadari wajah Karra yang sayu dan ada kantung mata. Dia tampak kurang sehat. Kenapa dia baru menyadarinya sekarang? Padahal dari pagi juga Karra berinteraksi dengannya. Endra merasa sudah keterlaluan.“Lo sakit, Kar?” tanya Endra.Karra yang dari tadi ingin menangis karena memikirkan perasaannya pada Endra, akhirnya mengeluarkan air mata juga.“Astaga, lo kenapa nangis?” kata Endra, “dia berjalan lebih dekat kepada Karra.”“Sa ... saya, diare, Pak. Semale
Sejak ada personel Evolution yang ulang tahun dan ada fans yang memberi kado, hampir setiap konser pasti ada saja Evolutioner yang memberi gift kepada mereka. Walaupun mereka tak sedang berulang tahun. Ada yang memberi jam tangan, sepatu, bucket bunga dan lain-lain.Malam ini, di lagu penutupan, Zevan mendapatkan dua gift. Yang satu sebuah kotak, entah apa isinya. Sementara yang kedua sebuah bucket bunga. Zevan memeluk kotak itu dengan tangan kirinya. Sementara bucket bunganya dia lemparkan ke Sisil yang standby di samping Okan karena dia tak bisa memegang di tangan kanannya yang masih memegang mic.Sampai konser berakhir, semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja. Zevan senang melihat wajah-wajah cerah Evolutioners. Seperti biasa, saat acara makan bersama juga mereka membahas keseruan konser.Namun segalanya berubah hanya dalam waktu satu malam. Saat Zevan baru membuka mata, dia dikagetkan dengan suara ketukan keras di pintu kamarnya. Setelah mendengar suara Sisil yang menyebut nam
Zevan mengangguk. “Oke deh. Kita lihat dulu aja perkembangannya,” katanya.***Endra berjalan cepat menuju ruangan Karra. Dalam hitunagn detik, setelah pintu terbuka, sekertasrisnya itu muncul dari balik pintu.“Masuk, Pak,” kata Karra.“Lo udah enakan?” tanya Endra setelah dia duduk di kursi di seberang meja Karra.Karra mengangguk. “Iya,” katanya.“By the way, meetingnya entar diundur setelah jam dua ya,” kata Endra, “berkas-berkasnya lo simpen dulu aja. Kalo lo kasih sekarang, takutnya entar malah hilang.” Endra lalu berdiri lagi.“Pak Endra ke sini cuma mau ngasih tau itu doang?” tanyanya.Endra mengangguk.“Repot banget sih? Kenapa nggak telfon aja?” tanya Karra.“Gue habis dari toilet tadi. Jadi sekalian,” sahut Endra.Entah mengapa Karra yakin Endra belum sempat melihat berita tentang Zevan. Gadis itu lanta menahan Endra.“Bentar deh, Pak Endra udah tau kabar tentang Zevan belum?” tanya Karra.Endra mengerutkan kening. Dia lalu duduk lagi. “Zevan? Dia lagi konser kan? Kenapa Em
“Jadi kejadiannya sebenernya itu, Zevan sudah sempet terima bunganya. Dia kekepin gitu ya, Van?” Sisil menoleh pada Zevan yang duduk di sampingnya.Zevan mengangguk. “Soalnya tangan gue bawa mic kan,” katanya.“Bener! Terus, karena dia kerepotan, dia pegang mic-nya di tangan kiri dulu, and then dia lempar bunganya ke gue. Jadi itu sebenernya ada gue yang nangkep bunganya. Nggak dibuang dilempar di lantai gitu aja ya, Guys,” kata Sisil.Zevan mengangguk-angguk lagi. Dia lalu membaca komentar. “Kenapa nggak dikasih biasa aja?” ucap Sisil.Zevan tertawa. “Ya karena gue mau nyanyi,” katanya.“Karena Zevan mau nyanyi lagi, Guys. Kan nggak enak kalo sambil nyanyi berjalan membelakangi gitu,” sahut Sisil, “lagian ada yang salah kah kalo misalnya Zevan ngasih bunganya ke gue. Itu buat sementara doang. Habis itu dia simpen kok di kamarnya.”Sisil lalu membaca komentar-komentar lagi. Banyak yang berkomentar bahwa mereka hanya melakukan pembelaan. Banyak yang berkomentar kalau Zevan sombong ya s