Crash Melody 144 Lalu perkelahian itu terjadi begitu saja. Zevan dan Endra saling tinju. Endra tak mau mengalah karena dia merasa Zevan tak berhak menghakimi apa pun yang dia lakukan pada Dania. Gadis itu kekasihnya. Terlebih, dia meninggalkan Dania karena memang kondisinya urgent.Sementara itu, Zevan sendiri juga tak mau mengalah karena dorong egonya yang tinggi. Dari dulu, di kamusnya tak pernah ada kata kalah kalau sudah berurusan dengan Endra.Pada akhirnya keduanya dipisahkan oleh security kantor. Laki-laki berpostur gempal itu menarik Endra dari belakang. Dia lalu meminta Zevan untuk pergi.“Pak Endra ada masalah apa sama kakaknya? Kok bisa sampe berkelahi gitu?” tanya si satpam.“Biasa. Dia memang suka cari ribut sama saya,” balas Endra, “ngomong-ngomong, makasih ya.”Endra lalu bergegas berjalan ke dalam gedung. Selama berjalan menuju ruangannya, setiap orang yang bersisipan dengan Endra menatap raut laki-laki itu dengan raut penasaran. Endra mengabaikannya. Mereka hanya in
Dania memantapkan hati untuk melangkah ke halaman rumah Endra. Dia sengaja tak memberi tahu laki-laki itu untuk memberi kejutan. Di teras rumah, Dania melihat Hana dan Fajar. Mereka berdua sedang mengobrol. Keduanya menghentikan obrolan saat melihat Dania. “Eh, Dania.”Hana yang menyapa Dania lebih dulu. Dania tersenyum melihat wanita itu. Usai bersalaman dengan Hana dan Fajar, Hana mempersilakan Dania masuk dan duduk di ruang tamu. Wanita itu lalu berpamitan untuk memanggil Endra.Endra muncul ke ruang tamu sekitar sepuluh menit kemudian. Laki-laki itu tampak terkejut melihat kedatangan Dania. “Hei, kok kamu nggak bilang-bilang kalau mau ke sini,” katanya.Dania hanya membalas dengan senyuman sinis. “Sama mengejutkannya dengan kepergian kamu yang tiba-tiba waktu itu,” katanya.Endra lalu duduk di samping Dania. “Yang, aku minta maaf. Aku nggak bermaksud ....”“Sampai kapan kamu mau kaya gitu terus minta maaf. Diulangin lagi dan minta maaf lagi. Kenapa sih kamu selalu aja mentingin
Crash Melody 146Keputusannya memutuskan Endra ternyata tk membuat hidup Dania lebih baik. Dia justru semakin galau setelah seminggu putus dengan laki-laki itu. Hampir setiap malam dia menangis. Selain merasa kehilangan kasih sayang sosok laki-laki yang dulu pernah ada, dia juga merasa telah kehilangan semuanya. Karena memang dia telah menyerahkan semuanya pada laki-laki itu.Semakin Dania menyadari itu, dia merasa semakin salah.
Crash Melody 147Endra meletakkan laptopnya di meja. Dia lalu menghembuskan napas panjang. Sebelumnya Endra pernah pacaran dan putus dengan seorang gadis. Tapi rasanya tak menyakitkan sekarang. Apa karana rasa sayangnya pada Dania terlalu dalam?Pikiran Endra buyar saat dia mendengar suara ketukan di pintu. “Masuk,” katanya.“Pak Endra nggak makan siang,” tanya Karra setelah dia masuk ruangan Endra.“Gue lagi males keluar kantor, Kar,” balas Endra.Karra lalu duduk di kursi yang ada di seberang meja Endra. “Pak Endra masih galau karena putus dari Mba Dania ya?” tanyanya.Endra tak menyahut. Dia hanya tersenyum masam.“Maaf kalau saya lancang,” sahut Karra.Endra tersenyum. “Enggak apa-apa kok,” katanya, “yang lo omongin benar.”Karra menghembuskan napas lemah. “Karra tau Pak Endra pasti sedih banget karena Pak Endra pasti cinta banget sama Mba Dania. Tapi, life must go on, Pak. Pak Endra nggak bisa kaya gini terus,” kata Karra.Endratersenyum miris. “Thanks ya,” katanya.Karra mengang
Karra mendengar Endra jatuh sakit sekitar dua minggu setelah dia putus dari Dania. Karra tentu saja panik. Dia datang ke rumah sakit sekitar pukul sembilan pagi, beberapa menit setelah dia mendengar kabar Endra sakit dari Fajar yang hari itu menggantikan Endra ke kantor.Setibanya di rumah skit, Karra melihat Hana duduk di kursi yang ada di depan ruangan rawat Endra.Wanita itu wajahnya sendu. Dia berdiri ketika melihat Karra datang.“Selamat pagi, Tante,” sapa Karra. Dia lalu memeluk ibunda Endra itu.“Pagi,” sahut Hana, “Endra masih tertidur karena baru saja makan dan minum obat. Tapi kalau kamu mau masuk, masuk aja.”Karra mengangguk. Dia lalu masuk ke dalam ruangan. Gadis itu terpukul saat melihat Endra terbaring tak berdaya di atas ranjang. Dadanya sakit melihat laki-laki yang disayanginya itu merasakan sakit.Karra tahu Endra mempunyai penyakit lambung kronis sejak beberapa hati dia bekrrja dengan laki-laki itu. Penyakit itu hanya akan kambuh kalau Endra makan tak teratur sejauh
Endra dirawat di rumah sakit selama dua hari. Selama dua hari itu, dia mengkhayal Dania akan datang menjenguknya. Tapi tentu saja khayalannya itu tak pernah menjadi kenyataan. Dania bukan siapa-siapanya lagi dan gadis itu tak akan peduli padanya apa pun yang terjadi padanya.Saat ini, laki-laki itu tengah duduk termenung di depan meja rias. Dia sedang memikirkan Karra. Dia bertanya-tanya mengapa gadis itu terlihat begitu terpukul saat tahu dia sakit. Seolah-olah, dia memiliki perasaan yang tak biasa.Tapi pada akhirnya Endra memutuskan untuk tak mau terlalu percaya diri. Bagaimana kalau Karra hanya mengaguminya dan menghormatinya sebagai seorang atasan? Murni sebagai atasan.Tak mau terus memikirkan hal yang sekiranya tak perlu dipikirkan, Endra lantas mengambil laptopnya. Pikirannya harus teralihkan.Namun baru beberapa menit menatap layar laptop, fokus Endra terdistraksi oleh suara ketukan dari pintu kamarnya. Tanpa menoleh ke pintu, Endra berkata, “masuk.”Dalam hutungan detik, Han
“Ya habis gimana?” sahut Karra, “ kaya nggak ada harapan.”“Nggak ... nggak,” sahut Lya, “lo sudah sejauh ini ya, Kar. Gue nggak mau lo nyerah. Lo pancing aja terus si Endra sampe dia peka.”Karra menghembuskan napas panjang. “I’ll try,” katanya.***Rupanya berakhirnya hubungan Dania dengan Endra tak hanya berpengaruh kepada kesehata laki-laki itu. Dia juga terlihat sering terganggu konsentrasinya saat bekerja. Memang sejauh ini belum ada klien atau para pemegang saham yang komplain secara langsung kepada Endra. Sejauh ini, mereka hanya memberi tahu Karra. Namun, sekuat-kuatnya Karra memendam semua itu sendiri, pada akhirnya dia mengungkapkan semua pada Endra juga.“Pak Endra, Karra boleh ngomong sesuatu?” kata Karra saat dia dan Endra tengah beristirahat makan siang bersama.“Boleh,” sahut Endra, “ngomong aja.”“Beberapa hari belakangan ini ada beberapa klien yang protes sama Karra,” kata Karra pelan dan sangat hati-hati. Dia tak mau Endra tersinggung.Endra menaikkan alis. “Protea
Karra membuka matanya perlahan. Dia memicingkan mata ketika merasakan sakit di kepalanya sebelah kiri. Setelah penglihatannya sempurna dan tak buram lagi, Karra mencoba mengingat apa yang terjadi hingga akhirnya dia terbaring lemah di ranjang ini.Dia ingat betul saat dia menceramahi Endra lantaran laki-laki itu hampir menabrak kendaraan lain. Lalu, dalam perdebatan mereka yang masih berlangsung mobil Endra dihantam dari arah berlawanan oleh sebuah mini bus. Karra juga masih ingat betul kalau saat itu dia melihat Endra yang langsung tak sadarkan diri. Mengingat Endra, Karra lantas berusaha turun dari ranjang. Dia ingin segera melihat keadaan bosnya itu sekarang juga.Karra dihentikan ibunya ketika dia keluar dari kamar. Wamita itu menatap Karra dengan raut terkejut tapi juga tampak senang. “kamu sudah bangun, Nak?” katanya.Karra mengangguk. Dia bermaksud melanjutkan langkahnya tapi ditahan ibunya.“Kamu ini mau ke mana?” kata ibu Karra, “baru siuman bukannya istirahat dulu.”“Karra m