Share

Bab 04

Author: Nurul Haruna
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aruna beranjak pelan, mengambil piring dan gelas kotor. Berlari ke dapur, tidak lupa menutup pintu dengan amat pelan. Tidak ingin, membuat Arsen terbangun. Rasa lapar melanda, tanpa peduli sudah tengah malam. Aruna benar-benar makan.

“Sulit bagiku mengatur jam makan, kalau Arsen sulit dibantah.” Pergerakan Aruna selalu tersendat, karena Arsen terus memerintah.

Kini sibuk mencuci semua piring dan gelas kotor, lalu kembali ke kamarnya sendiri. Aruna memilih melanjutkan tidurnya, beruntung tidak ada tugas. Jadi, sedikit bisa merasakan kebebasan dan memanfaatkan waktu luang untuk mengistirahatkan tubuh.

Jarum jam, terus berputar hingga kini menunjukan pukul empat pagi. Biasanya, Aruna akan terbangun pukul lima. Kini sedikit lebih awal, bukan karena lapar lagi. Melainkan ada yang mendekap erat dari belakang. Aruna perlahan berbalik, ternyata Arsen.

Baru sadar, lupa mengunci pintu kamar. Tetapi, seingatnya sudah. Atau mungkin saja, Arsen bisa masuk melalui kunci cadangan. Arsen sedikit terusik, tetapi kembali terlelap dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Aruna.

Aruna kembali pasrah, juga membingungkan. Bahkan, kembali terulur untuk mengelus lembut wajah Arsen.

“Terkadang kau sulit dimengerti.”

Aruna masih menatap lekat Arsen begitu pulas tidurnya, lalu teralihkan pada jam dinding tidak terasa sudah menunjukan pukul lima. Dengan perlahan, melepaskan diri dari pelukan Arsen. Untung saja berhasil, tetapi ada sesuatu yang membuat Aruna kikuk.

Mengingat selalu membangunkan Arsen setiap pagi, Aruna yakin Bi Asti kebingungan karena keberadaan Arsen lenyap. Nyatanya, pindah.

“Se-Sejak kapan?” Bi Asti menyipitkan matanya. “Kalian tidak melakukan sesuatu ‘kan!” Walau mereka selalu berseteru—lebih lagi Arsen suka sekali berlaku kasar. Nyatanya, memang menjalin hubungan—alias—pacaran, bukan berarti bisa seenaknya tidur bersama. 

Aruna menggeleng cepat. “Aku tidak tau, kapan dia menyelinap masuk. Intinya, saat bangun sudah tidur di sampingku.” Baru Bi Asti saja, sudah menganggap yang tidak-tidak. Apa lagi kalau ada tamu asing dadakan, bisa-bisa semakin kacau. “Bi, mau anggap Aruna sebagai anak atau keponakan gitu? Tau ‘kan? Arsen memaksaku bekerja seperti yang Bi Asti lakukan, ehm ....” Mendadak sulit melanjutkan maksud dari ucapannya.

Bi Asti menghela napas sejenak. “Bibi paham kok.” Mulai memperlihatkan senyuman tulus. “Tanpa diminta, Aruna juga sudah dianggap sebagai anak loh.”

Aruna lega mendengarnya

Arsen baru terbangun dan hendak keluar dari kamarnya—sementara waktu. Aruna pikir, Arsen langsung bangun dan pindah. Nyatanya, tidak. Aruna bergeser, mengambil cepat seragam sekolah dan masuk ke toilet.

Namun, terpaksa diurungkan saat tangannya dicekal kuat. “A-Apa?” Aruna bingung, karena Arsen menahannya.

“Jangan coba-coba pergi duluan!” Setelahnya, kembali ke kamar sendiri.

Aruna senang mendengarnya, kala maksud Arsen mengajak berangkat bersama. Di satu sisi, kembali tidak berharap lebih. Karena tidak mungkin seorang Arsen selalu kasar padanya, mau mengajak berangkat bersama ke sekolah dengan tulus.

Terbukti, selama perjalanan menuju sekolah. Keheningan lah yang menguasai, dugaan lain berhasil ditebak dengan benar. Kala Arsen menurunkannya di halte yang berdekatan dengan sekolah.

Aruna terus melangkah hingga sudah memasuki area sekolah, ketika ingin pergi ke kelas. Langsung teralihkan sejenak, kala menangkap siluet siswa asing.

“Kau siswa baru?” 

Siswa asing yang mengusik Aruna pun menoleh, mulai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Ya, meski terkesan dadakan. Ehm, bisa bantu mencari ruangan kepsek?”

Aruna tertawa sejenak. “Ayo.” Entah apa alasannya. Tetapi, melihat perangainya berhasil membuat Aruna melupakan sejenak masalah—lebih lagi dengan Arsen. Dalam sekejap, Aruna seperti mendapatkan obat penenang secara gratis. 

“Maaf merepotkan,” sahutnya lagi.

Aruna menoleh sembari tersneyum simpul. “Nggak kok, kau kenapa mendadak pindah? Bukannya tanggung ya?” Rasa penasaran mulai menguasai Aruna. “Oh iya, aku Aruna.”

“Brian. Sebenarnya, aku juga berpikir tanggung. Tapi, orang tua dimutasi dadakan mau tidak mau ya ikut pindah.” Terlahir dengan orang tua sibuk kerja, dan selalu dimutasi terus membuat Brian ikut pindah—entah sudah terhitung berapa kali. Beruntung, orang tuanya selalu bisa meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya. Jadi, Brian tidak kesepian—lebih lagi korban broken home.

“Hee gitu.” Aruna berhenti melangkah, karena sudah sampai di ruang kepala sekolah. “Aku ke kelas ya.” Tanpa menunggu balasan dari Brian, Aruna langsung melangkah cepat menuju kelas. Baru sadar, semua siswa sudah berdatangan dan sudah mendekati waktunya bel masuk dibunyikan. 

“Tumben baru nongol?” Tania melirik heran, ditambah lagi tidak menemukan Aruna di perpustakaan. Biasanya, selalu ke sana sebelum ke kelas. Namun sekarang, tidak. “Kesiangan kah?”

Aruna menggeleng. “Tadi mengantar siswa baru dulu.”

Tania mengerutkan kening. “Siswa baru? Di tahun akhir? Dadakan sekali.”

“Iya, aku sempat berbincang kecil. Dia pindah dadakan, karena orang tuanya juga dimutasi dadakan.”

Tania mengangguk saja, langsung duduk kala melihat guru datang.

“Mau temani keliling, sekalian ke kantin?” Brian belum mengenal akrab siswa lain, karena ini hari pertamanya pindah.

Aruna sebenarnya malas, bisa dikatakan efek keseringan di perpustakaan. Demi menghindari Arsen terus saja bertingkah layaknya kekasih pada Desty. Kalau dipikirkan kembali, tidak buruk juga menemani Brian.

Lagi pula, kedatangan Brian menjadi siswa pindahan. Berhasil membuat Aruna yakin, mendapatkan teman baru selain Tania. “Oke.”

Aruna kini berjalan bersama dengan Brian, sesekali menjelaskan—memberitahu sesuatu pada Brian. Lambat laun pembicaraan mereka keluar jalur, niatnya memberitahu soal sekolah dalam sekejap menjadi obrolan seru sebagai teman.

“Kenapa?” Brian merasa, gelagat Aruna mendadak berubah. Padahal tadi, saat menemaninya berkeliling bersikap biasa tanpa ada masalah apapun. Namun sekarang, raut wajahnya seperti memperlihatkan ekspresi ketakutan.

Takut apa?

Aruna menggeleng cepat. “Ayo di sana saja!” ajaknya, sembari mendorong pelan Brian agar cepat sampai di meja paling ujung. Kebetulan di sana satu-satunya meja kosong, beruntung jauh sekali dari tempat Arsen berada—tentunya bersama Desty

Hal yang membuat Aruna terpaku sejenak, tanpa sadar memperlihatkan reaksi ketakutan. Saat memasuki area kantin, tanpa sengaja Aruna melakukan kontak mata langsung dengan Arsen.

“Arsen stop!” Aruna panik melihat Arsen tidak mempedulikan peringatan guru BK yang sudah berhasil menahan Arsen. Bukannya menurut perintah guru BK, Arsen langsung pergi dan Aruna bisa melihat jelas raut wajah Arsen amat emosi.

Aruna langsung mengekor, dan memaksa Arsen untuk menemui guru BK dan menyelesaikan masalahnnya. “Kenapa kau menyerangnya!” Mencoba menghentikan Arsen yang melangkah begitu cepat, dengan mencekal.

Sayangnya, tangannya langsung ditepis kasar sekali oleh Arsen. Namun, tidak mengurungkan niat Aruna. “Arsen!”

“Diam!” bentak Arsen. “Nggak usah ikut campur sialan!” Mendorong kasar Aruna agar menjauh, tidak peduli tatapan siswa lain yang secara langsung melihat perlakuan kasarnya pada Aruna.

Aruna meringis kala bahunya sedikit menghantam dinding, anehnya kembali mengejar Arsen. “Kau harus selesaikan masalahnya!” 

Arsen menulikan diri, terus melangkah cepat. Sepertinya semakin emosi, dan berbalik langsung menepis kasar tangan Aruna lagi. “Kau dengar tidak? Nggak usah ikut campur masalahku!”

“Ta—”

Arsen kembali mendorong kasar Aruna hingga tersudut pada dinding. “Kubilang diam ya diam!” Arsen meninju keras dinding.

Namun, yang Aruna rasakan kalau Arsen memang berniat meninjunya. Selalu saja, berakhir dindin lain tepat di sebelah kepalanya. Takut? Tentu saja, apa lagi Arsen kembali menjadikan pelampiasan emosinya saat di sekolah.

Aruna benar-benar berhasil melupakan masalah yang tiba-tiba melanda. Sepertinya, tidak berlangsung lama. Kala ponselnya bergetar, Aruna terpaku sejenak setelah melihat pesan singkat.

Lalu menoleh kikuk pada Brian. “Aku ke kelas ya?”

Lagi-lagi tanpa menunggu jawaban Brian, Aruna sudah lebih dulu pergi. Nyatanya bukan ke kelas, melainkan halaman belakang sekolah. Aruna mendapatkan pesan singkat dari Tania yang sibuk dengan Devan—sang kekasih. Mendadak melihat Arsen terlibat perseteruan dengan siswa kelas lain.

Alasannya benar-benar tidak masuk akal. Tania mengatakan, ada siswa yang tidak sengaja menabrak. Ya menabrak, tetapi reaksi Arsen emosi sekali. Benar saja, saat sampai siswa yang tidak memiliki kesalahan apapun babak belur.

“Salahkah? Aku hanya mau mengingatkanmu untuk menyelesaikan masalah! Lagi juga, dia tidak sengaja menabrakmu malah dihajar hingga babak belur!”

Arsen mencengkeram kuat wajah Aruna. “Kau tidak tuli ‘kan?” Tanpa mempedulikan ringisan Aruna. “Sekali kubilang jangan ikut campur, kau harus mendengarnya!” Kembali mendorong kasar Aruna dan pergi begitu saja.

Related chapters

  • Contradiction   Bab 05

    “Kenapa kau masih mengejar dan memaksanya agar mau menyelesaikan masalahnya?” Brian kembali merasa aneh dengan Aruna, langsung mengejar dan mengamati dari jauh. Jujur, kesal melihat Aruna dibalas dengan perlakuan kasar. Padahal, bermaksud baik.“Dia akan semakin bermasalah.” Aruna tidak mau Arsen terus bermasalah dan bisa mengancam kelulusannya, lebih lagi sering bolos dan tadi menyerang siswa lain tanpa alasan.Aruna berhasil menemukan keberadaan Arsen, ya di halaman belakang sekolah. Kini tengah duduk bersandar, sembari meremas kencang kepalanya sendiri—kalau diperhatikan sesekali menjambak kasar surainya.Mencoba mengikis jarak, berharap emosi Arsen sudah reda. Setidaknya, bisa membicarakan dengan baik agar Arsen mau menyelesaikan masalah. Menurutnya, terkesan sepele tetapi kenapa diperbesar. Lebih lagi, Arsen membalasnya begitu parah.Aruna membeku, kala Arsen meliriknya dengan sorot mata amat dingin. Detik itu juga tahu, emosi Arsen belum reda dan terakhir—tidak ingin diganggu.“S

    Last Updated : 2024-10-29
  • Contradiction   Bab 06

    Arsen seakan tahu kalau Aruna mencoba kabur darinya, ya sejak awal membuntuti Aruna yang menarik paksa Tania hingga benar-benar berhasil pulang.Arsen berdecih, juga memukul keras kemudi mobil.Terdiam sejenak, hingga berhasil tenang lagi. Kemudian menghidupkan mesin mobil dan memarkirkannya dekat rumah Aruna, Arsen entah ingin berbuat apa yang jelas sudah menapakkan kakinya di depan pintu rumah. Mulai mengetuk pintu.Arina yang menyambut kedatangannya. “Kalau boleh tau masalah kalian apa?” “Hanya masalah kecil.” Bagi Arina, jawaban Arsen terkesan santai sekali. Berbanding terbalik dengan kekacauan yang dialami Aruna, hingga menangis kencang dalam pelukannya.“Yakin?” Arina mulai menatap selidik. “Tapi, kenapa Aruna seperti lelah sendiri, sedangkan kau santai sekali.”Arsen terpaku sejenak, dan menghela napas perlahan. “Itu sebabnya, aku mencoba menyelesaikan masalahnya.”Arina masih menatap curiga, tetapi kali ini membiarkan Arsen menemui Aruna. “Boleh meminta satu hal?”Arsen menge

    Last Updated : 2024-10-29
  • Contradiction   Bab 07

    Keesokkan harinya, tepat di jam istirahat sekolah. Aruna kembali terlihat bersama Brian. Ya, pertama kalinya ada teman sehobi—kutu buku. Di satu sisi keberadaan Brian benar-benar bisa melupakan masalah yang dihadapinya saat ini.Lagi-lagi tidak disadari olehnya, meski belum lama kenal denan Brian—notabene sebagai murid baru dadakan. Obrolan kecil yang dimulai Brian berhasil membuat Aruna mengekspresikan keceriaannya.Habisnya, selalu saja berdiam diri di perpustakaan ataupun kelas—sendirian, apapun serba sendirian. Pengecualian, ada Tania. Sekalinya keluar, sekadar menghilangkan bosan karena sendirian. Sorot mata Aruna, terkesan selalu sendu dan hampa. Yang selalu dilihatnya tanpa sengaja—dan itu hampir di setiap harinya—keakraban Arsen dengan Desty.“Kok bengong?” Aruna tersentak, seingatnya tenggelam dalam obrolan kecil Brian yang begitu menghangatkan suasana. Entah kenapa, dalam sekejap tergantikan ingatan lebih tepatnya sih berharap, Arsen lah yang berada di sisinya dan melakukan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Contradiction   Bab 08

    Lega, yang selama ini diharapkannya mulai terasa. Lebih lagi setelah meluapkan emosi—rasa sakit yang terpendam cukup lama pada orangnya langsung."Kayanya Brian benar, aku terlalu bucin pada Arsen."Setelah mengatakan, akhiri hubungan artinya putus. Rasa sakit yang berbeda mulai menyerangnya.Ya, Aruna masih mencintai Arsen. Namun, sadar lambat laun menjadi perasaan sepihak. Karena Arsen, akrab dengan Desty.Aruna berhenti melangkah, kala berpapasan dengan Brian. Bahkan, mengamati sejenak. Takutnya, Arsen berbuat buruk. Mengingat, tadi dirinya langsung berlari dan menemui Tania."Sudah selesai berantemnya?" Brian malah iseng."Nggak lucu!" Aruna sebal dengan Brian, padahal khawatir kalau Arsen akan melukai Brian.Brian tertawa sejenak. "Pacarmu itu, nggak melalukan apapun kok." Seakan tahu, apa yang ingin dipastikan oleh Aruna terhadapnya. "Jadi, gimana? Makin belibet, atau mulai membaik?"Aruna berdecak kesal. "Dua-duanya mungkin!"Brian menggelengkan kepala sejenak, berusaha menahan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Contradiction   Bab 09

    Tidak terasa waktu part time Aruna hampir habis, kini masih sibuk membersihkan meja kotor dan lainnya. Kemudian berganti pakaian dan bersiap untuk pulang. Mendadak terpaku, karena menemukan keberadaan seseorang—yang saat ini sangat tidak ingin ditemui Aruna.Arsen lagi, Aruna lega tidak didekati—ralat—dipaksa lagi. Lantas, kenapa malah menjadi diawasi?“Ah ini memuakkan!” Aruna pergi begitu saja, setelah tanpa sengaja melakukan kontak mata langsung dengan Arsen di seberang. Seketika tersentak, karena mendapati Arsen ada di hadapannya!Tunggu sejak kapan?Aruna ribet sendiri, tetapi langsung memberi jarak. Namun, ada hal lain yang menarik perhatiannya. Ada bau tembakau dari Arsen, mengingat Aruna benci dengan rokok.“Kau sepertinya, merasa sudah lepas dariku ya?” Arsen mulai berbicara, bahkan mengeluarkan kembali sebatang rokok dan menyalakannya. “Terlihat ingin sekali lepas kah?”Aruna sempat terpaku, sesekali menutup hidung karena benci asap rokok. “Tentu aja, mana ada orang tahan den

    Last Updated : 2024-10-29
  • Contradiction   Bab 10

    Seketika tersentak saat Aruna meletakan secangkir kopi hitam—panas di hadapannya, Brian mendadak sebal sendiri malah melamun. Takut, gelagatnya ini malah membingungkan bagi Aruna.“Kenapa sih?” Benar saja, Aruna terusik dan menyipitkan matanya. “Melamun terus kesambet loh!”“Dih apa sih!” Brian terkekeh pelan. “Dah, lanjut kerja sana. Aku akan menunggu sampai selesai—di sini.”Aruna hanya memberi kode ‘oke’ setelahnya pergi melayani pelanggan lain. Sebenarnya, Aruna heran lagi. Tadi merasa kosong, mendadak tidak lagi saat Brian datang.Apa mungkin, aku mulai menerima perlakuan lembutnya? Ibarat, proses mencoba membalas perasaannya?Aruna senang bisa kenal dengan Brian, hanya saja takut—takut membuatnya menjadi pelampiasan apa lagi setelah berhasil bebas dari Arsen. Itu sebabnya, Aruna memilih belum menjawab. Lagi pula, pusing memikirkan soal cinta.Tidak terasa waktu part time, telah usai. Sesuai janji, Aruna menerima ajakan Brian. Kini, tengah berjalan berdua entah ke mana. Hingga akh

    Last Updated : 2024-10-29
  • Contradiction   Bab 11

    Tidak terasa telah di penghujung kegiatan sekolah. Tetapi, Aruna terlihat sendirian dan kini masih menunggu angkutan umum. Kebetulan hari ini bukan jadwal part time-nya, sesekali mengaktifkan sejenak ponsel untuk melihat jam, kemudian menonaktifkan dan menyimpannya lagi.Hingga terusik sesuatu hal, melihat Arsen melintas entah ke mana. Aruna agak heran, tumben Arsen tidak membawa kendaraan pribadi?Apa sih! Kenapa memikirkan lagi?Aruna pusing sendiri, mencoba melupakan tetap saja kembali terusik saat melihat keberadaan Arsen. “Ah lupakan! Ingat ke tujuan barumu mencoba menerima Brian!”Arsen sadar akan keberadaan Aruna, yang pasti memang tidak ada niat mendekat. Kakinya terus melangkah, menuju tempat—sarang sekumpulan orang bermasalah. Ya, Arsen ingin melampiaskan emosi.Bisa dikatakan, ini pertama kalinya Arsen ingin mengacau. Selebihnya, hanya melintas dan mendadak bergabung dengan mereka.“Apa-apaan ka—” Wajahnya lebih dulu terhantam tinjuan amat keras, dan serangan beruntun lainny

    Last Updated : 2024-10-29
  • Contradiction   Bab 12

    Arsen terbangun dari tidurnya, kini tengah duduk di tepi ranjang sembari memijit pelipis—terkadang berdecih kesal. Muak karena demam dadakan, lalu terusik saat ada semangkuk makanan di atas meja, obat, dan juga setumpuk tugas dari wali kelas.Aruna? Setelah melihat Arsen terlelap, langsung melepaskan diri dan pulang.“Dia benar-benar bahagia ya?” Arsen tersenyum getir, mulai melangkah lambat menuju meja belajar. Menatap sejenak, ke arah makanan yang dibuat Aruna. Tetap akan dimakan, lagi pun semenjak Bi Asti izin jarang sekali makan—tepatnya lupa atau mungkin yang lebih parah nafsu makannya lenyap.Arsen menarik napas dan membuangnya perlahan, yang dilakukannya saat ini kembali meringkuk.Sementara itu, Aruna terlihat sudah berada di rumah. Agak kikuk, saat pulang tadi mendapat tatapan selidik. Karena pulang terlambat dan itu sendirian, sudah gitu dirinya saat ini memang tidak ada jadwal part time. Jadi, sulit untuk memberi alasan.Hingga akhirnya, Aruna mengatakan dengan jujur. Diberi

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Contradiction   Bab 43 (END)

    Masih dalam hari bebas, tetapi satu dari pasangan baru. Memilih menyibukkan diri, bukan berarti tidak mau menyenangkan diri, mengingat harusnya bulan madu—eh!Arsen ke kantor untuk mengurus sesuatu, sedangkan Aruna berdiam diri. Sekaligus, ikut jemput dan mengajak jalan Daffa."Mau ke mana lagi, hm?"Yang ditanya tidak menjawab, justru terus menarik Aruna. Intinya sih, Daffa yang menjadi penunjuk."Papa masih lama ya?" Daffa benar-benar masih ketergantungan terhadap Arsen.Aruna tidak mempermasalahkan, justru menerima dan memahami. Cuma, juga mau membiasakan Daffa agar mengurangi rasa takut terhadap orang lain. Mengingat, mulai tumbuh dewasa. Sebentar lagi, masuk sekolah dasar."Lagi dijalan, oh iya kan belum makan. Sekarang, berenti dulu mainnya, oke?"Daffa menggeleng. "Nanti!"Aruna gemas sendiri, bukan berarti akan menuruti. Buktinya, langsung menggendong. "Yok, makan dulu.""Mamah!"Awalnya aneh, tetapi membiasakan. Mengingat, Daffa anak Arsen walau hanya anak angkat. Otomatis, an

  • Contradiction   Bab 42

    Di saat membuka mata, yang menjadi objek utama wajah terlelap Arsen. Aruna iseng mencubit tanpa peduli mengganggu, yang dipikirannya saat ini.Masih mimpi, atau nyata?Terkadang, selalu berakhir halusinasi. Seakan memang belum waktunya untuk semua keinginannya terkabulkan."Apa sih?" Arsen terusik, karena masih ngantuk memilih berhenti bertanya alasan, dirinya menjadi korban pencubitan.Aruna tidak menjawab, bahkan tidak merasa bersalah karena sudah mengusik tidur Arsen."Ng—"Tidak menyangka akan mendapat serangan di pagi hari, ah sebenarnya sih sudah siang. Mengingat, mereka berdua diberi waktu bebas. Yap, bebas—alias bulan madu abal-abal—eh!Karena tidak pergi ke manapun, hanya di penginapan saja. Intinya, mereka berdua malas."Kau masih mengira mimpi kah?""Kau sendiri, bukannya duluan yang menganggap begitu?" Aruna tidak mau kalah, di satu sisi berusaha menyingkirkan Arsen masih betah menindihnya. "Minggir! Aku mau mandi!""Nggak!" Arsen bebal, ah lebih tepat sih ingin memanfaatka

  • Contradiction   Bab 41

    Arsen mematung sejenak di ambang pintu kamar, pandangannya terus tertuju pada interaksi Daffa bersama Aruna. Sebenarnya, merasa tidak percaya juga kalau sedikit lagi bisa bersama. Memang perlahan bisa, akan tetapi kenapa terasa sulit.“Kenapa?”Arsen tersentak, tidak menyadari Aruna sudah berada di hadapannya. Efek terkejut, dalam sekejap sulit untuk berkata sekadar membalas. Pada akhirnya, hanya menggeleng dan memilih mendekati Daffa yang sibuk sendiri.“Kau aneh.” Aruna berkata sembari mengekor. “Nggak lagi ‘kan?” Walau tidak to the point, Aruna yakin Arsen paham maksud dari pertanyaannya ini.Sebelum mendapat balasan, lebih dulu terganggu oleh suara bel penginapan. Arsen sudah duluan untuk melihat siapa yang datang dan ternyata Pak Nuga.“Sungguhan bersama kah?” Nyatanya, Pak Nuga tidak tahu apapun soal Arsen akan mengajak Aruna menjadi satu penginapan.“Siapa suruh lupa.” Arsen membalas cepat dan terkesan santai, kembali mendekati Daffa.Pak Nuga terkekeh, merasakan perbedaan dari

  • Contradiction   Bab 40

    "Papa mana?" Daffa baru saja dijemput supir pribadi, pulang dari TK ya ke kantor. Tidak mungkin dibiarkan sendiri di penginapan."Lagi pergi sebentar, nggak lama lagi ke sini kok." Aruna masih tidak menyangka, Arsen mengurus anak.Daffa mengembungkan pipi, tak lama melendot pada Aruna. Yap, benar-benar terbiasa."Laper?" Aruna sengaja bertanya, kebetulan jam istirahat hampir tiba. Arsen belum balik.Daffa mengangguk, semakin melendot hingga minta digendong. Seakan tidak mau diturunkan, buktinya memeluk erat leher Aruna. Bahkan, iseng mendusel."Kenapa, hm?" Setiap kali bersama Daffa, teringat Arya saat masih kecil sering manja padanya. "Ngantuk?"Daffa menggeleng."Terus kenapa?""Mama?" Daffa mendadak mempertanyakan soal itu lagi, kali ini Aruna yang menjadi target. "Tante punya mama?"Aruna mendadak kikuk. "Y-ya." Aneh dan tertegun, Daffa dari kecil sudah ditinggal kedua orang tuanya, bahkan diabaikan kerabat. "Nggak ada mama, tapi ada papa yang sayang Daffa 'kan?""Iya, tapi mau mam

  • Contradiction   Bab 39

    Arsen semakin emosian, semenjak pengakuan sekaligus permintaan maaf Ardian. Terus memanas, karena berita megenai Ardian menyerahkan diri dan menjelaskan semua perbuatannya. Banyak rekan atau pun karyawan yang menjadikan bahan gunjingan.Arsen membiarkan, karena memang kenyataan. Oh iya, ada satu hal yang tidak pernah diduga. Tepat sebelum Ardian ditangkap, ini hanya karena kasus penculikan Daffa. Kalau kematian ibunya, memang karena bunuh diri. Kesalahan Ardian, karena suka melakukan hal kasar dan memberi tekanan terhadap ibunya. Memang menjadi kasus. Intinya berlapis."Kalo belum tenang, yang ada malah membuat Daffa takut loh." Aruna sedari tadi berada di ruang kerja Arsen, tepatnya sih mengawasi dan membantu.Pasalnya, konsentrasi Arsen buyar dalam pekerjaan. Jadi, harus dipantau dan dibantu."Ayahmu benar-benar menyesal." Aruna sengaja meyakinkan, berharap juga Arsen membaik dengan Ardian.Arsen tersenyum getir. "Kenapa baru sekarang dia mengakui dan menyerahkan diri? Kau tau? Saat

  • Contradiction   Bab 38

    Pukul sepuluh malam, kala itu Aruna masih belum mengantuk. Makanya, memilih santai dengan camilan dan fokus siaran di televisi.Seketika terusik, kala ada yang membunyikan bel penginapannya. Akan tetapi, tidak berlangsung lama. Aruna hafal si pelaku adalah pemilik penginapan sebelah, siapa lagi kalau bukan Arsen."Kau kenapa?" Aruna heran, habisnya Arsen muncul wajahnya kusut sekali.Arsen tidak menjawab, malah mendekatkan diri pada Aruna dan meringkuk. Bahkan, sudah merangkul erat pinggang Aruna.Racauan aneh, tidak begitu jelas mulai dilontarkan Arsen. Saat itu juga, Aruna merasa Arsen kacau persis dulu."Kenapa, hm?" Aruna benar-benar mengurus Arsen lagi.Arsen belum mau menjelaskan kekacauan mendadaknya ini. Aruna sendiri pasrah, membiarkan Arsen terus saja meringkuk dan melesak di dekapannya."Daffa sama siapa?" Takutnya, kalau Arsen di sini. Nanti Daffa sendirian."Paman." Arsen kali ini menjawab, kemudian meringkuk lagi. Hingga menuturkan sesuatu yang berhasil membuat Aruna paha

  • Contradiction   Bab 37

    Kata bahagia, selalu mengusik benak keduanya, bisa dibilang satu dari mereka yang seakan terus diatur kehidupannya. Setiap ingin berbahagia harus sesuai, tanpa sedikit pun diperbolehkan mencari kebahagiaannya sendiri.Arsen, orang lain menganggapnya serba kecukupan, sombong, mengerikan, dan banyak lagi. Semua orang hanya melihat itu, tanpa tahu sudut pandang Arsen sendiri terbalik dari yang semua orang anggap.Hidup saja diatur, teman dekat, wanita, hingga apapun diatur. Seakan robot yang sudah dikendalikan untuk terus menurut. Sekalinya terlepas dari semua kendali, bukan berarti kehidupannya bebas.Nyatanya, semakin diusik. Seakan memang, tidak diperbolehkan bahagia atas keinginannya sendiri."Ayah."Ardian mematung, kalau diingatkan kembali. Cukup lama, tidak pernah mendengar panggilan itu dari anaknya."Menurut ayah, bahagia itu seperti apa?" Arsen berbicara santai, karena teringat sudah tidak pernah berinteraksi seperti biasa dengan ayah kandungnya, setelah kematian ibu.Walau kare

  • Contradiction   Bab 36

    "Kau serius masih ingin bersamaku?" Entah kenapa, Arsen memastikan lagi. Sebenarnya senang, mendengar langsung dari Aruna. Walau ingatannya masih kacau, efek dari kecelakaan.Aruna mengerutkan kening. "Kau nggak percaya? Atau ....""Percaya, hanya saja aku takut akan menyakitimu dan meninggalkamu lagi." Arsen bimbang karena hal itu, terlebih lagi Ardian dan Desty masih saja mengusik kehidupannya.Berhasil lepas bukan berarti selesai semuanya.Aruna tidak merespon, antara senang sekaligus bingung. Karena saat ini paham sekali Arsen selalu berkata, tidak bisa seperti biasa. Ibarat, berteman layaknya pasangan."Bisa saja dilakukan, tapi aku mengurungkan niat karena nggak mau kau ikut kena risikonya."Aruna tersentak. "Maksudmu apa?"Sayangnya bukan jawaban yang didapat, melainkan serangan mendadak dari Arsen. Ah iya, mereka berdua berada di penginapan Aruna, yang cukup lama dibiarkan kosong. Arsen mendadak datang, lalu bertanya hal itu pada Aruna.Ingin berontak, tetapi merindukan perlaku

  • Contradiction   Bab 35

    Dua minggu, Aruna izin untuk pemulihan. Kini sudah masu kerja, walau sempat kikuk. Ya, efek lupa meski tidak total. Tetap saja, terkesan karyawan baru yang hari ini diterima kerja."Jadi, aku sekretarismu?"Arsen yang ingin masuk ke ruangannya, terpaksa berhenti dan melirik datar Aruna."Ayolah! Aku cuma nanya!" Aruna sebal."Nanya, tapi beruntun dan terus nggak berenti!" Arsen ikutan kesal, langsung melengos tanpa menjawab pertanyaan retoris Aruna."Dih! Ngeselin!" Hendak berbalik ke meja kerjanya, seketika terusik kala muncul anak kecil berlarian dan sedikit menyenggolnya. "Siapa?"Terus mengamati, hingga melihat anak kecil tadi masuk ke ruangan Arsen. Juga, terdengar panggilan cukup kencang."Pa-papa?" Aruna bertemu lagi dengan Daffa, tetapi dengan kondisi berbeda. Yaitu, lupa sejenak dengan ingatan baru di mana perseteruan dengan Brian terjadi dan menyebabkannya kecelakaan.Ketika Arsen keluar bersama Daffa dalam gendongannya, terus mengamati. Anehnya sudah tidak ada rasa cemburu,

DMCA.com Protection Status