Home / Young Adult / Complicated / Complicated : 02

Share

Complicated : 02

Author: Nurul Haruna
last update Last Updated: 2021-08-17 15:01:56

Istirahat telah usai, lambat laun siswa mulai memasuki kelas masing-masing, sama halnya dengan Avina. Sudah berada di tempat duduk yang sebenarnya, berjarak satu bangku dengan Raska. Tidak lupa, mengembalikan bangku yang sempat ditarik hingga tepat di posisi Raska.

Raska sendiri, sudah menegakkan tubuhnya. Kali ini sedikit bersandar, matanya terus tertuju pada luar jendela kelas. Hingga teralih ke jam dinding, baru ingat part time dimulai pukul tiga sore, sedangkan sekolah usai pukul setengah tiga.

Hampir saja, tadi ingin langsung pulang ke kos-kosan kecil dan mengurung diri sebelum dirusuh anak panti. Yap, kebetulan kos yang disewa berdekatan dengan panti asuhan juga restoran tempat bekerjanya.

Terkadang heran, kalau libur selalu mengurung diri atau pergi ke tempat favoritnya sendirian. Itu tanpa diketahui siapa pun, pengecualian ibu kos. Yakin, kalau anak panti iseng bertanya hari di mana dirinya akan diam di kos-kosan.

Seketika buyar saat ada suara berdeham cukup keras, seakan disengaja. Raska menoleh patah-patah, benar-benar melupakan kalau pelajaran ketiga sudah dimulai.

"Perhatikan atau keluar?"

Raska mematung sejenak, juga merutuki dirinya sendiri karena melamun di kelas. "Pe-Perhatikan, aku milih perhatikan." Di satu sisi, tidak mau dicap menjadi murid nakal. Terlebih lagi, sudah tahun terakhir sekolah.

Guru tadi masih mendelik kesal, setelahnya pergi dan lanjut menjelaskan. Raska menghela napas lega.

Huh, hampir saja dikeluarkan dari kelas!

Kali ini benar-benar fokus, begitu juga ketika jam terakhir dimulai. Sesekali berdecih kesal, meski mengabaikan sekitar. Tetapi peka loh dengan gelagat mereka-mereka, memang tidak balas dengan perkataan. Melainkan lirikan malas nan datar, pada satu siswa sekelasnya tidak lain orang sama—Avina.

Avina hanya mengacungkan jari jempol. Tepatnya, usil singkat karena akhirnya melihat Raska kepergok guru di kelas. Bisa dibilang, Avina tahu kalau Raska tidak mau menjadi siswa buruk di kelas ataupun sekolah. Tetapi, kebiasaan buruk selalu melamun. Sebenarnya, menjadi pendengar baik loh. Tetap saja, terlihat seperti mengabaikan penjelasan guru di kelas. Yang menyadarinya hanya seorang saja—Avina.

Terkadang, mencoba mengkode situasi agar guru memergoki kelakuan Raska di kelas. Tetapi, selalu saja berhasil mengalihkan. Makanya, tadi itu seperti sebuah kemenangan pertama baginya.

Kena semprot nggak ya? Eh tapi nggak mungkin!

Meski begitu, Avina hanya selalu mendapat lirikan datar. Efek sudah keseringan, entah kenapa jadi terbiasa.

****

Sekolah telah usai, Raska sibuk merapikan buku pelajaran terhenti sejenak bahkan decakan kekesalan kembali terdengar. Avina seakan sengaja berada di kelas sejenak, untuk mengganggunya.

"Kelakuanmu ketauan juga!" celetuk Avina, sembari tertawa usil dan pergi duluan.

Raska menghela napas pasrah, sembari memakai jaket hitam dan menyampirkan tas sekolah di pundak. Risi selalu diganggu, lelah membuatnya berhenti. Malah semakin menjadi, pada akhirnya dibiarkan saja.

Ada risikonya, gunjingan mengenai hal lain kala melihat Avina di dekatnya. Sering dikatakan berbeda derajat, dan tidak pantas. Untuk kesekian kalinya, Raska berdecih bila hal yang didengar membuat telinga panas selalu berhubungan dengan derajat—status keluarga yang teramat sempurna. Mulai melangkah cepat keluar dari kelas, lagi-lagi hampir melupakan part time.

Raska berjalan di sepanjang terotoar, sekalian menunggu angkutan umum melintas dari berbagai arah tetapi satu tujuan. Pasalnya, kalau menunggu di halte lama datang. Seringkali menggunakan angkutan umum lain agar bisa mengejar waktu sampai restoran tempat part time. Namun, tak ayal dirinya selalu berjalan kaki—berlari karena angkutan umum selalu penuh, yang lain sudah hampir telat.

Memang melelahkan, tetapi ada kesenangan tersendiri.

Lega, karena tidak terlambat. Raska langsung masuk ke ruang ganti dan mulai melakukan tugasnya.

****

Avina terlihat berada dalam sebuah mobil hitam, air mukanya itu berbanding terbalik dengan sebelumnya, datar seakan tertular sifat tidak peduli Raska pada sekitar. Atau mungkin, efek kesal karena diantar-jemput tak ayal diajak keluar rumah tanpa dibicarakan dulu dengannya. Terlebih lagi, bersama remaja laki-laki seumuran—Reza. Bisa dibilang satu sekolah dan kelas tepatnya yang menjadi jarak dengan tempat duduk Raska, tetapi Avina selalu menghindarinya bila merasa ingin didekati.

"Orang tua yang menyuruh, aku hanya menurut saja." Reza mulai angkat bicara. "Pendekatan, sebelumnya aku pernah mengatakan jujur padamu bukan?"

Avina berdeham saja, sembari membuang muka.

"Kenapa, kau selalu dekat dengannya? Padahal selalu diabaikan dan ju—"

Avina berdecih. "Diam kau!" Kesal karena tahu apa yang akan dikatakan Reza seterusnya. "Para orang tua sudah merencanakan, bukan berarti aku benar-benar menerimamu!"

Reza memilih bungkam, menjalankan mobil.

Keheningan benar-benar menguasai mereka berdua, Reza bisa dikatakan memiliki rasa pada Avina sejak awal masuk SMA hingga di tahun terakhir ini. Meski tidak terlihat dekat di sekolah, lebih sering dihindari oleh Avina. Tidak percaya, orang tua ternyata bersahabat dan merencanakan untuk mengikat. Itu sudah direncanakan dan terjadi saat kelas dua SMA, masih status sebagai tunangan karena masih sekolah—tidak mungkin menikah bukan?

Lagi pun, masing-masing keluarga menginginkan pendekatan. Sadar, hanya dirinya saja yang menerima—secara sepihak. Avina tidak, sedangkan orang tuanya iya sama sepertinya dan keluarga.

Reza juga menyadari amat egois, tidak mendengar apapun balasan Avina setelah rencana itu terjadi. Hingga sekarang, selalu dihindari bersama pun hanya saling diam. Begitu juga bila di depan keluarga.

"Kedua temanmu juga ada, aku tidak bermaksud jalan berdua."

Pada akhirnya, kembali didiamkan oleh Avina.

Saat sampai pun, Avina masih diam dan mengekor Reza saja ke tempat perkumpulan dengan teman-temannya. Entah kenapa, kedua temanya bisa dekat dengan teman-teman Reza. Itu sebenarnya, membuat Avina kesal. Tetapi, sadar tidak punya hak untuk melarang kedua temannya itu berdekatan dengan siapa pun.

"Cemberut terus? Perasaan tadi happy gitu," celetuk Indah.

Avina enggan menjawab, baru ingat kalau teman di sekolah tidak mengetahui rencana keluarga.

Hah, aku malas dan ingin pulang!

Indah sebal karena didiamkan, tetapi satu alisnya terangkat. Mulai menduga kalau Avina sedang badmood. Lalu terusik kala Nilam, menyenggol lengannya dengan sengaja. Kemudian menyuruhnya untuk berhenti bertanya.

"Hee, kalian di sini?" celetuk Almeira datang bersama ketiga teman akrab.

Avina mendengkus kesal, langsung mengabaikan hingga terpaku pada satu objek.

Ah iya, baru ingat dia part time di sini ya?

Avina sebelum diajak perkumpulan atau apapun, lebih dulu suka datang sendiri saat itu juga mengetahui kalau Raska part time di restoran langganannya. Tetap saja buyar, karena terusik oleh kelakuan Almeira yang masih bersikeras mendekati Raska.

Seakan tidak sadar, datang ke sini bersama lelaki lain yang bisa dikatakan menjalin hubungan sepihak dan kalau bosan dilepas—alias—putus. Avina enggan menghalangi, memilih memperhatikan saja.

"Dia itu Raska bukan?" celetuk Indah lagi, lalu melirik ke arah Avina yang diam saja. "Oh iya, aku penasaran. Kau kok bisa hampir setiap hari di sekolah dekat dengan Raska? Yang kulihat diabaikan terus, meski tidak parah sepertinya." Sembari menunjuk ke arah Almeira yang kembali mendekati Raska.

Seakan tidak sadar, akan mengganggu part time yang Raska lakukan.

"Apa masalah dekat dengan teman sekelas? Hm, memangnya merugikan ya?" Avina dengan sengaja mengalihkan pembicaraan.

"Tidak kok, hanya bertanya," timpal Nilam dengan sengaja. Bisa dikatakan, tidak mau membuat suasana memanas.

****

Raska kala itu baru berganti bagian, tadi sudah menjadi pelayan kini di bagian belakang untuk. Namun, terpaksa berhenti melangkah.

Ampun dah.

Manik hitamnya menyorot malas, sebelum Almeira berhasil mengatakan sesuatu hal yang membuatnya muak karena pertanyaan yang sama. Raska melewatinya begitu saja, meski terdengar decakan kekesalan dari Almeira.

Yang terpenting bisa lepas.

"Mereka satu sekolah denganmu 'kan?" celetuk remaja seumuran Raska sama-sama part time bernama Zian.

"Ya, kenapa?" balas Raska tanpa menoleh sedikit pun, matanya terfokus pada bahan atau minuman mungkin saja ada yang habis jadi perlu diisi lagi.

"Hanya bertanya saja, kayaknya perempuan tadi yang terang-terangan mendekatimu—menaruh perhatian sekali ya?"

Raska melirik kesal.

"Eh tapi benar loh!" Zian bersikeras agar Raska mengiyakan. "Kau sederhana, tapi digemari perempuan kalangan atas ya?"

Raska berdecih.

"Ah iya, ada satu lagi dan ini lebih baik dari yang tadi." Zian menarik Raska sejenak mendekat ke ambang pintu, menunjuk Avina. "Dia maksudku, di balik diam dan tidak peduli. Suka mencuri perhatian padamu juga—eh?"

Raska menyentak pelan Zian. "Daripada kau ngoceh nggak jelas, lebih baik kerja. Jangan bilang kau lupa, manajer punya CCTV berjalan loh."

Zian tersentak, bisa-bisanya melupakan hal itu. "Kenapa nggak ingetin sih!" gerutunya.

Raska menaikkan satu alis. "Kenapa kau lupa, dengan perjanjian sebelum jadi pegawai kontrak meski part time?"

"Ah terserahmu sajalah!" Zian gregetan dan sebal. "Tapi yang tadi benar 'kan? Bahkan, dia langganan duluan sebelum mereka dan perempuan yang mendekatimu secara langsung." Sembari menaik turunkan kedua alisnya.

"Berisik!" desis Raska.

Zian hanya terkekeh pelan, lalu terdiam dan fokus kembali. Benar saja, manajer keluar dari ruangannya. Seketika kesal, melihat Raska mengacungkan jempol ke arahnya.

"Kau!"

"Kau apa?"

Zian menoleh patah-patah ke arah manajer, kikuk seketika. "Nggak kok." Setelahnya lanjut kerja.

****

Kala jam istirahat kerja, Raska tidak ikut dengan yang lain makan bersama. Memilih mencari tempat sendiri, sekaligus tenang sedikit. Tepatnya duduk diam di bangku taman kecil, letaknya tidak jauh dari restoran tempatnya part time. Lalu melirik datar kala ada yang duduk di sebelahnya.

"Sederhana itu enak nggak sih?" Avina setelah berhasil membuat Reza memutuskan pulang duluan, juga sudah memiliki alasan yang kuat bila pulang kenapa tidak bersama Reza.

"Kau pikir sendiri." Raska beranjak, meski sadar istirahat kerja belum usai.

"Aku tanya serius loh." Avina mulai mengekor Raska.

Raska masih diam, sengaja melakukan pekerjaan lebih awal. Mengelap meja-meja kotor dan mengisi ulang bumbu makanan yang hampir habis. Avina? Seakan memang belum mau pulang padahal sudah sore sekali, atau memang mau sampai malam.

"Tuh 'kan!" celetuk Zian, kala memergoki Raska diperhatikan perempuan lagi.

Raska enggan merespon dan sibuk.

Zian menghela napas pasrah, merasa yakin kalau Raska itu tidak peka.

Dugaannya benar, kalau Avina memang sengaja pulang telat. Terbukti masih duduk di pojok, sembari melamun ke luar sekitaran restoran. Menoleh dan menatap tidak percaya ketika Raska di dekatnya.

"Eh tumben deketin duluan?" usil Avina kambuh.

Raska mendelik datar. "Yakin sekali kau!" Ternyata hanya mengisi ulang kotak tisu.

Avina seketika sebal, lalu menepis cepat dan berganti menatap serius Raska. "Tadi aku bertanya serius, kenapa kau nggak mau jawab?"

Raska pergi begitu saja, tetapi berbalik dan menangkap cepat kala kotak tisu dilempar dengan sengaja oleh Avina ke arahnya. Bisa dilihat Avina sudah keluar dari restoran, Raska hanya mengangkat bahu dan menyimpan kembali kotak tisu. Kemudian pergi ke ruang ganti, yap part time sudah selesai.

"Kau bener-bener parah," celetuk Zian tidak ada habisnya.

Raska pergi duluan, melempar kunci ke arah Zian. "Kau yang kebagian menyimpan."

Raska berjalan santai di kegelapan malam, bisa dikatakan hampir larut. Tetapi terusik, saat penglihatannya menangkap seseorang yang dikenalinya—tidak lain Avina. Dengkusan kesal sedikit terdengar, tetapi langkahnya amat malas untuk mendekat.

Avina bernapas lega, karena yang mendekatinya Raska. Jujur, sedari tadi menunggu taksi atau angkutan umum. Tidak ada yang lewat, sekalinya ada dan itu angkutan umum sepi sekali dan berhasil membuatnya mengurungkan niat untuk naik—takut terjadi hal tidak diduga.

"Ayo."

Avina tersentak, kemudian mengekor Raska. Keheningan mulai menyelimuti mereka berdua, bisa dikatakan sudah berapa kali Raska terpaksa mengantar pulang Avina. Itu terjadi, setelah mengetahui Avina menjadi pelanggan tetap.

"Raska!" panggil Avina.

Raska hanya berdeham, sembari terus melangkah.

"Jawab yang tadi!" Avina gregetan.

"Dari yang kau amati gimana?"

Avina sebal. "Kau kok malah balik tanya!"

Raska enggan merespon, kemudian berhenti melangkah. "Pulang sana." Perumahan elit tempat tinggal Avina, bisa dikatakan jauh dan berlawanan arah dari restoran dan jalan besar. Hanya, masuk ke dalam perumahannya saja. Raska setiap mengantar, sampai depan perumahan selebih mengamati hingga Avina benar-benar memasuki rumahnya.

"Apa lagi?" Raska mulai jengkel.

Avina menggeleng, kemudian berlari kecil menuju rumah. Raska masih mengamati, kemudian berbalik arah menuju kos-kosan kecilnya.

Hm, sederhana ... enak? Tentu saja.

Sembari melangkah santai, juga melirik langit malam penuh bintang.

Related chapters

  • Complicated   Complicated : 03

    Raska masih terlihat berkeliaran, padahal waktu sudah menunjukan pukul satu. Hawa semakin dingin, tetap enggan kembali ke kos-kosan kecil. Cermin mata yang selalu membingkai kini terlepas—tepatnya sengaja.Tudung dari jaket hitam yang melekat terbuka, lagi pun suasana amat sepi dan sunyi. Raska bisa bebas, jujur risi bila ada di kerumunan orang. Ditambah lagi, banyak sekali gunjingan yang terlontar padanya.Seakan mereka lebih baik, karena memiliki status tertinggi.

    Last Updated : 2021-08-18
  • Complicated   Complicated : 04

    Pukul sepuluh malam, Avina terlihat mengendap-endap keluar dari kamar. Bukan bermaksud kabur, melainkan sedang tidak ingin berpapasan dengan Aldian. Memang dirinya juga salah karena pulang larut, di satu sisi karena Avina malas berseteru. Terlebih lagi, bila sifat keras kepala Aldian menguasai.Seketika lega, karena sudah sepi. Pastinya sudah beristirahat, Avina selalu saja terbangun malam. Padahal tidak mengidap insomnia akut, cara jitu agar bisa tertidur lagi. Makan camilan sebentar, pastinya akan bisa tidur."Hm, hm, hm," gumam Avina, masih asik dengan camilan. Bahkan, kedua kakinya digerak-gerakan. Benar-benar menikmati kesendiriannya.Tidak disangka, Aldian akan terbangun juga. Terbukti, berada di dapur. Anehnya, hanya diam. Biasanya, setiap kali melihat dirinya selalu melontarkan celotehan apapun—berujung permintaan yang terkesan memaksa.Avina meminum habis air mineral dalam botol, kemudian be

    Last Updated : 2021-08-21
  • Complicated   Complicated : 05

    Avina terlihat duduk diam di balkon kamar, seperti inilah kegiatannya di rumah. Terlebih lagi, kalau sudah ada Aldian dan kakaknya pulang dan seharian di rumah. Tidak terlalu dekat, faktor dari kehidupan yang dijalani. Selalu menuntutnya untuk menjadi yang sempurna. Keluar kamar kalau memang harus, itu harus tetap bersikap seolah baik-baik saja.Lagi pun yang sering menjadi teman bicara, Avera saja. Selebihnya diam di kamar, memang bisa saja bosan. Tetapi, lebih baik seperti ini dibanding bertemu atau berbincang kecil dengan baik-baik dalam sekejap berganti menjadi sebuah perseteruan.Avina

    Last Updated : 2021-08-22
  • Complicated   Complicated : 06

    Sepertinya, ketenangan yang selama ini diimpikan Raska. Bahkan, berhasil dirasakan cukup lama. Memang sudah waktunya, berakhir. Bukan berarti, Raska tidak bisa mendapatkannya lagi. Hanya saja, Raska dengan terpaksa harus bertemu dengan orang sudah tidak ingin dilihatnya lagi.Di penghujung kegiatan sekolah, kala itu Raska sibuk merapikan buku-buku dan ingin cepat pulang. Kebetulan hari libur kerja, tetapi dibatalkan saat mendapatkan pesan singkat dari Zian. Diperintahkan langsung dari manajer untuk memberitahunya, liburpart timebukan hari ini, melainkan diganti esok.Ra

    Last Updated : 2021-08-24
  • Complicated   Complicated : 07

    Raska melangkah jauh dari restoran milik Andreas, raut wajahnya penuh kekesalan. Muak karena Rendra terus mengatakan hal yang amat tidak ingin didengar. Meskipun, semuanya kebenaran. Raska sejak awal, sudah melepaskan diri dengan sengaja dari mereka, otomatis kehidupannya bukan lagi sama. Melainkan menyamarkan identitasnya menjadi anak yatim, memang sebelumnya Raska tinggal di panti asuhan. Itu sebabnya, bisa mengubah identitasnya.Tangannya yang sedari tadi terkepal amat erat, kini memerah dan lecet. Raska meluapkan kekesalannya dengan meninju keras pohon yang tumbuh dan menjulang tinggi di pinggir jalan. Kekesalannya semakin menjadi, setelah bertemu dengan orang yang paling tidak inginkan.

    Last Updated : 2021-08-25
  • Complicated   Complicated : 08

    Sepanjang lorong hingga koridor kelas, entah sudah berapa kali dengkusan kekesalan terdengar. Ya, Raska risi sekaligus muak. Berita yang menurutnya amat tidak terlalu penting, menyebar begitu cepat.Pastinya, kelakuan anak pebisnis entah siapa. Intinya, kebetulan ikut ke pesta yang dibuat oleh Rendra di restoran milik Andreas. Di satu sisi, Raska memikirkan apa yang akan dijelaskan. Saat diinterogasi Andreas. Usai sekolah, diminta menghadap.Memuakkan! Kenapa harus terbongkar?

    Last Updated : 2021-08-26
  • Complicated   Complicated : 09

    Raska menyandarkan punggung tegapnya pada dahan pohon besar di halaman belakang sekolah, sesekali mendengkus kesal juga mengusap kasar wajahnya.Masih tidak terima, kalau identitas aslinya akan kembali disandang. Meskipun, hanya identitas bukan kehidupan. Ya, Raska tidak mengharapkannya.Raska berdecih. "Berharap cepat usai, sepertinya butuh waktu lama ya?" Tangannya mengacak-acak kasar surainya. "Tidak ada yang paham, kalau aku lelah. Keinginan kecil, hanya satu ... hidup biasa dan tenang. Itu saja, kenapa terus dipersulit!"Raska berteriak, kembali mengacak-acak sekaligus menjambak kasar surainya. Napasnya memburu, benar-benar emosi. Setelahnya, terpejam. Membiarkan embusan angin menerpa, setidaknya sebelum masalah besar menyerang. Raska ingin istirahat sejenak, meskipun ketenangan yang didapat begitu singkat.Cermin mata bulat, yang biasa membingkai wajah kini terlepas. Bahkan, dibiarkan tergeletak di rerumputan liar.****

    Last Updated : 2021-08-27
  • Complicated   Complicated : 10

    Raska benar-benar memperlihatkan sisi kekanakannya, mungkin efek keseringan berbaur dengan anak panti atau anak kecil yang tinggal di sekitaran kos kecil. Ekspresi yang Raska perlihatkan, tulus bukan karena terpaksa.Kalau dipikir-pikir, Raska sudah lama tidak bebas berekspresi. Semenjak, mengalami hal mengerikan. Berakhir, melarikan diri—melepaskan semuanya.Raska bertanding basket, lebih dominan anak-anak. Di sana sepakat menyediakan lapangan umum, lumayan besar. Bahkan, ada fasilitas sekaligus tempat penyimpanan berbagai macam peralatan olahraga.Raska mengoper bola ke satu anak panti, ya lebih suka menjadipointguard. Tepatnya sih, membiarkan anak-anak yang mencetak angka.Lumayan lama bermain, sekaligus memanfaatkan waktu luang yang amat menyenangkan bagi Raska. Entah kenapa, merasa ini menjadi hal terakhir. Raska mendengkus, sesekali mengusap kasar wajahnya."Kakak kenapa?" Satu anak panti heran, sembari memainkan bo

    Last Updated : 2021-08-27

Latest chapter

  • Complicated   Epilog

    Terwujud sesuai keinginan? Tentu, tetapi pasti ada masanya akan mengalami hal sama. Atau sama dan sedikit berbeda.Si kembar sudah menginjak lima belas tahun, kalau lagi berdua lebih lagi dengan keluarga, tingkah mereka akan persis bocah. Kini sedang terjadi."Jangan lari terus! Susah ngejarnya!" Vanya sebal dengan si kakak kembar.Varrel sendiri semakin usil, terus menambah kecepatannya. Seketika terhenti ketika, melihat si adik duduk selonjoran di trotoar sembari cemberut. Bahkan, tidak peduli menjadi tontonan aneh pejalan kaki."Ayo, naik." Varrel berjongkok membelakangi Vanya."Ninggalin mulu!" gerutu Vanya lagi.Varrel hanya terkekeh. "Seru tau lari-larian, setidaknya bisa memanfaatkan waktu luang, kaya berkeliaran gitu."Raska sibuk kembali, di kota kelahiran Dehan bersama Avina. Si kembar mendadak tidak mau ikut, alias

  • Complicated   Complicated : 39

    Yang dilakukannya saat ini, memandangi si kembar. Tidak terasa sudah semakin aktif.Kehadiran si kembar, bisa sebagai penghibur di kala penat selesai kerja sekaligus, kuliah online. Yap, Raska lebih dulu meneruskan. Sama halnya, Avina juga."Mereka berdua ada masanya ngeselin sepertimu!" celetuk Avina, kini bergabung di sofa yang sama dengan Raska.Raska menaikkan satu alis. "Ngeselin yang kaya gimana?""Walau masih kecil, tetap mulai terlihat." Avina sengaja menjelaskan lagi. "Kaya, iseng. Tapi, kalo diem itu berlebihan sampai cueknya minta ampun!"Raska hanya terkekeh. "Wajar kali, anak sendiri pasti ada turunan."Avina geregetan, buktinya memukul Raska. Seketika tersentak, kala tubuhnya di dekap. Namun, Avina refleks menahan Raska."Ada anak loh!"Raska mencebik kesal, tetap mendekap erat wanitanya ini

  • Complicated   Complicated : 38

    "Kau tau? Sampai saat ini, berasa kaya mimpi." Raska mendadak berkata begitu, saat tanpa sengaja teringat awal permasalahan hidupnya dulu hingga telah usai.Avina hanya mendengarkan, yang pasti mencoba memberi ketenangan. Merasa kalau Raska, dibayangi oleh masa lalu. Tangannya terulur untuk mengelus lembut surai hingga menjalar ke rahang dan dada bidangnya."Bukan sengaja mengingat, lebih bener itu nggak sengaja terbayang." Raska melanjutkan perkataan."Sulit dilupakan, tapi ada masanya bisa lenyap ... walau sebentar." Avina akhirnya membalas. "Atau kau masih ....""Nggak, intinya mendadak keinget gitu loh." Raska mengubah sedikit posisinya, tanpa membuat Avina yang sedari tadi berada di atasnya tidak nyaman.Ya, mendadak dijadikan kasur dadakan. Padahal, sofa panjang yang ditidurinya ini cukup lebar. Anehnya, Avina memilih tidur di atasnya."Ada

  • Complicated   Complicated : 37

    Masih terdengar gunjingan merujuk kebaikan ataupun keburukan, tetapi Avina berusaha membiasakan diri. Juga, mencoba melenyapkan rasa takutnya.Terbukti, salam masa tahanan Raska. Avina ke manapun sendiri dan juga hati-hati. Ah iya, sebenarnya ini bulan terakhir masa penahan Raska. Tetapi, tidak tahu kapan Raska dibebasknya.Bebas bukan berarti akan kembali cepat kuliah, mengingat cuti paksa yang dialami Raska lebih lama dibandingkan dirinya.Kini Avina berada di sebuah taman, penuh dengan anak kecil bermain. Hanya itu yang dilakukan Avina bila bosan, terkadang menunggu dijemput Aldian. Mengatakan, dijemput di sini. Itu juga, di awal masuk sehabis masa cuti.Seketika tersentak, kala ada yang menepuk bahu. Avina menoleh perlahan dan juga memberi jarak.Si pelaku terkekeh sejenak. "Masih kah?"Setelah tahu siapa pelakunya, Avina langsung menghamburk

  • Complicated   Complicated : 36

    Mendengar kabar Raska ditahan, semua keluarga pasrah menerima. Perlawanan yang dilakukannya memang demi kebaikan. Namun, tetap saja fatal. Harusnya melumpuhkan, bukan membunuh.Hukuman untuk pelaku penculikan Avina sekaligus pembunuhan yang dilakukan saudara tiri Denish. Memang berlapis, akan tetapi pelaku telah tewas. Denish yang mendapat kabar itu menerima, walau ada rasa sedih.Meskipun saudara tiri, yang sebelumnya hanya anak angkat. Hingga tidak terduga, kalau anak tersebut hasil selingkuhan salah satu orang tuanya yang dibuang. Dari situ semua berawal pembunuhan satu keluarga terjadi, menyisakan Denish.Mengingat, di awal memiliki saudara angkat merangkap jadi saudara tiri. Terbilang cukup akrab, sampai Denish senang karena memiliki saudara mengingat terlahir anak tunggal."Dia memang buruk dan menyiksaku, tapi aku sedih juga. Benar-benar kehilangan semuanya." Denish tidak menyalah

  • Complicated   Complicated : 35

    Memohon, kesannya terlalu lemah di matanya. Seakan sadar diri lebih parah, hidup dan apapun telah dikendalikan oleh orang lain, tidak akan pernah bisa melawan. Ataupun membantah, kenyataannya harus dibalikkan situasi di mana dirinya yang harusnya berani."Hee, jadi kau benar-benar membantah ya?" Kakinya melangkah, mendekati Denish kini meringkuk menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. "Sakit 'kan?"Denish mendadak bisu, tepatnya sih suaranya tercekat. Bahkan, sulit bernapas, sesekali meringis. Ini efek alat penyiksa yang ditanam paksa oleh saudara tiri gila dan biadab sekali."Menurut atau membantah?" Kini berjongkok, dan menepuk pipi Denish. "Cepat jawab! Atau kau memang ingin mati tersiksa, sampai jantungmu berhenti berdetak kah?"Denish muak akan dirinya sendiri, lemah sekali di mata saudara tiri gilanya ini. "Hen-hentikan semuanya!" Hingga akhirnya, berhasil mengeluarkan suara. "Kumo

  • Complicated   Complicated : 34

    "Kok sendiri?" Avera heran."Tidur, efek insomnia jadinya terbalik jam tidurnya." Avina memang baru tahu kebiasaan Raska, setelah menjalin hubungan serius. Selalu terkena insomnia.Avera mengangguk paham, hingga penasaran akan sesuatu. "Sudah nggak, ehm ... kacau atau panik gitu?" Jujur, tidak berharap Avina kembali kacau seperti masalah dulu."Nggak, cuma kaya masih takut dikit aja." Avina merasa bersalah, sudah merepotkan semuanya. "Tapi, aku mencoba untuk mengabaikan. Bukan berarti, enggan menyelesaikan dan malah nyuruh orang lain ....""Ibu paham, kok." Avera menepuk pelan lambat laun menyisir sejenak surai anak bungsunya ini.Avina menghamburkan diri pada Avera. "Aku berharap, cepat selesai dan nggak ada lagi masalah, Bu."Avera hanya mendengarkan."Tapi, kenapa selalu ada aja gitu ya?" Avina bingung, tidak berulah seketika bermasalah sampai diuntit.

  • Complicated   Complicated : 33

    Di sebuah klub malam, selalu ramai dikunjungi baik remaja yang masih labil, tetapi kelakuannya melebihi orang dewasa. Hingga, yang dewasa atau hampir menua. Namun, bukan itu yang menjadi pusatnya.Melainkan, lelaki yang pernah sekali dekat. Dalam arti biasa, guna menghindar dari kerumunan kaum hawa di kampus tidak lain Denish. Nyatanya bersama seseorang entah siapa, yang jelas membicarakan hal penting sekali.Wajahnya tidak terlalu jelas, efek tudung kepala yang hampir menutupi seluruh wajahnya, yang pasti lelaki."Selesai di sini aja." Denish berkata setelah menenggak minuman yang dipesannya, dan melangkah pergi ketika mendapati satu wanita yang ingin mendekati—menggodanya."Kau nggak seru!" celetuknya dengan sengaja.Denish berdecih dan melirik sengit. "Itu urusanmu! Jadi, lakukan sendiri!"Orang tadi hanya terkekeh, lambat laun membiarkan Denish pergi.

  • Complicated   Complicated : 32

    Sesuai janji kemarin, selama di kampus Raska selalu berada bersama Avina. Bila kelas dimulai, meninggalkan Avina sejenak bersama Reza dan Nabila. Ya, Raska menceritakan pada mereka berdua, untuk jaga-jaga.Kini Raska melangkah cepat keluar dari kelas, menuju kantin. Ya, mereka bertiga ada di sana. Ketika Avina ada kelas, Raska juga meminta mereka berdua untuk ikut sekadar menemani."Sangat merepotkan ya?" celetuk Avina.Keberadaan Reza dan Nabila di sini, demi menemani selagi Raska tidak ada. Di satu sisi, Avina merasa seperti pengganggu."Nggak kok." Nabila agak terkejut, jujur tidak pernah menganggap begitu, yakin sekali Reza juga sama.Avina senang mendengarnya, di satu sisi agak menyesal karena tidak jujur akan masalah. Ya, saat itu memikirkan kalau tidak dijelaskan, tidak akan merepotkan orang lain.Tidak disangka, justru sebaliknya. Avina benar-benar merasa bersalah.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status