Beranda / Young Adult / Complicated / Complicated : 03

Share

Complicated : 03

Penulis: Nurul Haruna
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-18 22:00:20

Raska masih terlihat berkeliaran, padahal waktu sudah menunjukan pukul satu. Hawa semakin dingin, tetap enggan kembali ke kos-kosan kecil. Cermin mata yang selalu membingkai kini terlepas—tepatnya sengaja.

Tudung dari jaket hitam yang melekat terbuka, lagi pun suasana amat sepi dan sunyi. Raska bisa bebas, jujur risi bila ada di kerumunan orang. Ditambah lagi, banyak sekali gunjingan yang terlontar padanya.

Seakan mereka lebih baik, karena memiliki status tertinggi.

"Hah, memuakkan!"

Raska berhenti melangkah, kemudian meninju keras dahan pohon di sepanjang trotoar. Tangannya masih terkepal, terlihat memerah dan lecet. Akan tetapi, Raska tidak begitu mempedulikannya. Yang terpenting, bisa kembali tenang.

Heran, selalu saja emosi meluap di waktu yang tidak tepat. Raska kembali melangkah, lambat laun berubah cepat di kegelapan malam.

****

Sekolah dipulangkan lebih awal, masuk hanya untuk mendengar informasi ke depannya. Entah mengenai persiapan tambahan belajar dan bimbel sejak awal, meski mereka baru saja menjadi siswa tahun akhir. Belum benar-benar mendekati kelulusan.

Raska memilih ke perpustakaan, berbeda dengan siswa lain. Memanfaatkan untuk berkeliaran bebas dan pulang. Sepertinya, ini hari keberuntungan juga bagi Raska. Pasalnya, kedapatan hari libur part time. Setelah mendapatkan buku yang dicari, langsung menemui petugas perpustakaan. Raska selalu meminjam buku, bila guru menyuruh beli di luar sekolah. Lebih memilih berkunjung ke pusat perpustakaan dan mencatat poin penting, tanpa perlu membeli. Beli itu kalau memang amat dibutuhkan saja, semenjak hidup sederhana. Diharuskannya, irit bukan berarti sekalinya memakai uang hasil jerih payah sendiri habis seketika.

Raska meski memiliki uang simpanan sendiri, bisa dikatakan anti membeli sesuatu yang menurutnya tidak terlalu penting. Kalau memang harus, baru membeli.

Selesai memasukan beberapa buku yang dipinjam ke dalam tas, Raska mulai melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan. Kini berjalan sendirian, di sepanjang koridor. Seketika terhenti, saat ada seseorang yang lancang memeluk dari belakang. Raska melepas paksa, melangkah lagi. Tujuannya saat ini pulang, dan merangkum materi dari buku yang dipinjam. Akan tetapi, kesal karena diikuti terus. Terpaksa berhenti dan berbalik.

"Apa?" Raska jengkel karena diikuti Avina.

Avina malah mengerutkan kening. "Apaan?"

Raska berdecih.

Avina lucu sendiri, berhasil mempermainkan Raska. Kemudian menariknya agar ikut, tidak menunggu Raska mengiyakan. Setidaknya, beritahu dulu hendak ke mana. Ini malah main tarik saja.

Seketika berat, karena Raska menahan diri tidak tertarik oleh Avina.

"Ayolah!" ajak Avina.

Raska menghela napas sejenak. "Berhenti mendekatiku, sadar kau terus melakukan ini membuat yang lain semakin menggunjingku. Satu lagi, bisa menjadi salah paham baginya karena melihatmu terus mendekat, paham?"

Setelah berkata begitu, Raska meninggalkan Avina. Entah kenapa, menoleh sebentar ke arah Avina yang masih terdiam. Bukan berarti membuatnya berbalik mendekat lagi, meski begitu dengkusan kesal terlontar oleh Raska.

Kalau seperti ini terus, akan dikira ....

Raska berdecih, saat menoleh lagi. Avina sudah tidak ada di sana.

Sementara itu, Avina terlihat berjalan pulang memutuskan berjalan kaki. Sekalian jalan-jalan sejenak di sepanjang pusat kota. Bisa dikatakan, ingin menenangkan pikiran. Setelah kejadian semalam, di mana orang tuanya terutama Aldian. Membentak karena dirinya menolak pulang bersama dengan Reza—notabenenya sebagai tunangannya semenjak tahun kedua SMA.

Bukan itu saja, terlebih lagi dia terus saja memprovokasi Aldian. Seolah dirinya semakin bersalah.

"Kenapa aku terus?" ujar Avina amat lirih. "Belum cukup kah? Selama ini aku yang selalu menurut?"

Yang diinginkan Avina bebas, memilih siapa pun menjadi teman dekat. Sekaligus, seseorang bisa memahami dan membuatnya bisa tertawa lepas. Tanpa, beban yang ditumpahkan semua padanya.

Avina mengusap kasar air mata yang mendadak membasahi pipi, dengan lengannya. Kembali berjalan dan kali ini sambil tertunduk. Agar tidak ada yang melihat, dirinya menangis. Sesekali menendang bebatuan kecil di sepanjang trotoar yang dilewatinya.

Mendadak berhenti melangkah, matanya terbelalak merasa ada yang mengikutinya. Pikiran Avina mulai kacau, menganggap orang jahat atau apapun itu ingin mengganggunya. Tubuhnya, mulai gemetar. Tetapi, seketika terhenti dan menoleh patah-patah ke arah seseorang yang menepuk pelan kepalanya.

Raska seakan memang tidak bisa jauh dari Avina? Heran, selalu saja berpapasan. Seingatnya, tadi Avina pergi duluan. Kenapa saat berjalan pulang, melihatnya berjalan di depan. Meski jarak mereka begitu jauh. Memang tidak peduli sekitar atau siapa pun yang mendekatinya, entah kenapa mulai mempedulikan. Atau mungkin, efek berdekatan terus. Lagi pun, bukan dirinya yang memulai.

Avina menunduk lagi, mulai melangkah duluan. Tidak mau dianggap cengeng atau apapun karena matanya terlihat jelas habis menangis. Tetapi, ini karena lelah loh. Bukan memang cengeng sekalinya diusili, atau apapun itu. Sadar diri, suka usil orang lain.

"Apa alasanmu ingin terus berdekatan denganku?"

Avina terpaku, karena Raska bertanya begitu. Bahkan, mulai mendahuluinya. Yang pasti, Avina enggan menjawab. Mulai menyusul dan menggenggam erat telapak tangan besar Raska. Tidak peduli orang yang digenggamnya risi. Merasa akan dilepas, Avina memaksa menggenggam lagi. Bahkan, semakin erat.

Raska pasrah saja, kemudian berhenti melangkah. Mulai melirik datar Avina.

"Kau sendiri, kenapa nggak mau didekati?"

"Risi." Raska melepas paksa genggaman Avina, kemudian pergi.

Avina meremas kencang tali dari tas selempang yang dipakainya, mulai melangkah gontai menuju rumah. Jujur, baru sadar kalau sudah sampai di perumahan. Helaan napas pun terdengar, berharap tidak mendengar bentakan lagi.

Tidak boleh kah? Dekat dengan orang yang berbeda status?

Avina tanpa sadar sama seperti Raska, tidak terlalu menginginkan hidup sempurna. Selalu harus menurut ini itu, tanpa mencari tahu dulu apa yang diinginkannya saat ini. Avina membuka pintu dan melangkah masuk sembari melirik ke segala ruangan, bernapas lega karena tidak terlihat Aldian ataupun 'dia'.

"Kenapa mengendap-ngendap?"

Avina tersentak, dan menoleh cepat. Ternyata Avera, masih bisa dikatakan beruntung. Avera lebih sering memahami dirinya. Bukan berarti bisa membantu, mendapatkan keinginannya selama ini.

"Ayah lembur dan kakakmu masih di luar kok." Avera sengaja memberitahu, sembari mengelus lembut kepala Avina. "Masuk sana, ah iya. Lain kali, jangan terlalu malam pulangnya."

"Maaf, aku juga baru sadar sudah larut. Aku nggak akan mengulang lagi, tapi ...."

Avera mengerutkan kening, hingga mengingat sesuatu hal.

"Salah ya? Dekat atau menyukai orang yang berbeda status keluarga?"

Avera tertegun, ingin menjawab tetapi bimbang. Karena tidak bisa membantah perkataan Aldian, di satu sisi paham sekali kalau Avina lelah dengan tuntutan yang diminta Aldian. Itu pun tanpa sepengetahuannya.

Avina paham, tidak akan mendapatka jawaban atau saran yang bisa membantu. Memilih ke kamar dan mengurung diri. Yap, Avina memiliki rasa terpendam pada Raska sejak awal masuk SMA. Hanya saja, mengingat keluarganya terutama Aldian. Keras kepala dan pemilih terhadap seseorang yang dekat dengannya, membuat Avina ragu mengungkapkan.

Memang, setidaknya bisa jujur. Tetapi, takut bila tidak akan bisa berdekatan lagi. Itu sebabnya, di sekolah Avina mendekatinya sebagai teman akrab.

****

Raska terlihat keluar dari kos-kosan kecil, hendak ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Baru sadar, sudah hampir habis. Langkah kakinya terhenti, saat ada yang mendekatinya. Biasa, anak panti.

"Kakak, tumben sudah pulang?" Anak lelaki berusia lima tahun, selalu saja mendatangi Raska tidak jarang, suka mencarinya.

Raska hanya tersenyum tipis, sembari mengelus lembut kepala anak tadi. "Dipulangkan lebih cepat, kebetulan libur kerja."

"Tapi, tetep sibuk ya?"

Raska mendadak kikuk, memang tidak terlalu sibuk. Hanya saja, memang tidak suka diganggu. "Nanti, minggu deh."

"Bener?"

Raska mengangguk, setelahnya anak kecil tadi berlari kembali ke panti. Raska kembali melangkah menuju supermarket, saat sampai langsung berkeliling dan membeli bahan makanan secukupnya saja.

Seketika diurungkan, dan memilih mencari bahan lain dulu.

"Raska."

Raska membeku, saat dipanggil. Bahkan, kepalanya mulai dielus pelan dan mendekap erat. Wanita paruh baya bernama Ariska.

"Kau tidak mau pulang? Setidaknya, untuk menemui ibumu?"

Raska menghela napas sejenak, berbalik dengan raut wajah biasa—seperti semula. Jujur, tidak menyangka akan bertemu dengan ibu yap ibu kandung—Ariska. Setelah, melepaskan dari dengan sengaja dari keluarga sempurna bagi orang lain yang berhasil dekat.

Omong kosong belaka!

Itu bagi Raska, karena menurutnya tidak sesuai dengan status sempurna.

"Kau tinggal di mana? Boleh ibu berkunjung?" Ariska merindukan anak keduanya ini, sulit sekali dicari. Bisa dikatakan tidak tahu, kalau Raska satu sekolah dengan Reza. Atau mungkin, memang sengaja tidak diberitahu keberadaannya selama ini menjadi siswa di sekolah yang sama.

Memang sangat menguntungkan bagi Raska, akan tetapi amat mengesalkan juga.

"Berkunjung, yang ada 'dia' akan mengoceh hal memuakkan!" balas Raska, pergi begitu saja bahkan mengambil cepat barang yang dicarinya. Berdecih kesal, ketika si sulung Risky mengadang. Tetapi, langsung menabrak kasar bahunya dan pergi cepat.

"Bu, Raska benar-benar menikmati hidupnya sekarang ya? Habisnya, setiap kali bertemu kita ekspresinya berbanding terbalik."

"Maksudmu?" Ariska bingung.

Risky menghela napas sejenak. "Setiap kali pulang kuliah, terkadang aku mencoba mencari keberadaannya. Tau nggak, Bu? Raska satu SMA dengan Reza?"

Ariska menatap tidak percaya.

"Aku heran, kenapa dia tidak bilang?" Risky terkadang berpikiran yang tidak-tidak, menduga kalau Reza tidak mau tergeser dari posisinya saat ini. "Kalau tempat tinggal, aku tidak tau."

Ariska hanya pasrah. "Iya, setidaknya ehm begini. Kau terus pantau sebisamu ya?"

Risky mengangguk, tanpa disuruh akan melakukan demi adik kandung yang melepaskan diri dari keluarga sebenarnya. Menjalani kehidupan, seakan yatim piatu.

****

Raska singgah sejenak di taman kota, setelah membeli bahan makanan. Tadi itu buru-buru karena tidak ingin didekati lagi. Tangannya mengusap kasar wajah, sesekali menjambak kasar rambut di kepalanya.

"Pulang?"

Raska terkekeh. "Lucu sekali, dia saja tidak mau melihat kehadiranku!"

Seketika terdiam, menatap hampa angkasa biru. Kemudian tangannya meraba saku jaket dan mengeluarkan kacamata bulat yang sempat dilepasnya. Kini, kembali membingkai wajahnya. Lalu beranjak, dengan kantung kresek hitam berukuran sedang di genggaman tangan kanannya.

Sampai di kos, Raska melemparkan tubuhnya ke ranjang. Tidak percaya, bertemu dengan keluarga. Secara tidak terduga—bukan di waktu yang tepat. Bisa dibilang, Raska tidak mau bertemu lagi terutama 'dia'.

"Arrrggh!" teriak Raska, meninju keras dinding kamarnya.

Lalu duduk terdiam di lantai dingin, dan bersandar pada tempat tidurnya. Raska tidak mau disalah-salahkan, meski tidak berbuat duluan atau apapun!

Bab terkait

  • Complicated   Complicated : 04

    Pukul sepuluh malam, Avina terlihat mengendap-endap keluar dari kamar. Bukan bermaksud kabur, melainkan sedang tidak ingin berpapasan dengan Aldian. Memang dirinya juga salah karena pulang larut, di satu sisi karena Avina malas berseteru. Terlebih lagi, bila sifat keras kepala Aldian menguasai.Seketika lega, karena sudah sepi. Pastinya sudah beristirahat, Avina selalu saja terbangun malam. Padahal tidak mengidap insomnia akut, cara jitu agar bisa tertidur lagi. Makan camilan sebentar, pastinya akan bisa tidur."Hm, hm, hm," gumam Avina, masih asik dengan camilan. Bahkan, kedua kakinya digerak-gerakan. Benar-benar menikmati kesendiriannya.Tidak disangka, Aldian akan terbangun juga. Terbukti, berada di dapur. Anehnya, hanya diam. Biasanya, setiap kali melihat dirinya selalu melontarkan celotehan apapun—berujung permintaan yang terkesan memaksa.Avina meminum habis air mineral dalam botol, kemudian be

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Complicated   Complicated : 05

    Avina terlihat duduk diam di balkon kamar, seperti inilah kegiatannya di rumah. Terlebih lagi, kalau sudah ada Aldian dan kakaknya pulang dan seharian di rumah. Tidak terlalu dekat, faktor dari kehidupan yang dijalani. Selalu menuntutnya untuk menjadi yang sempurna. Keluar kamar kalau memang harus, itu harus tetap bersikap seolah baik-baik saja.Lagi pun yang sering menjadi teman bicara, Avera saja. Selebihnya diam di kamar, memang bisa saja bosan. Tetapi, lebih baik seperti ini dibanding bertemu atau berbincang kecil dengan baik-baik dalam sekejap berganti menjadi sebuah perseteruan.Avina

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Complicated   Complicated : 06

    Sepertinya, ketenangan yang selama ini diimpikan Raska. Bahkan, berhasil dirasakan cukup lama. Memang sudah waktunya, berakhir. Bukan berarti, Raska tidak bisa mendapatkannya lagi. Hanya saja, Raska dengan terpaksa harus bertemu dengan orang sudah tidak ingin dilihatnya lagi.Di penghujung kegiatan sekolah, kala itu Raska sibuk merapikan buku-buku dan ingin cepat pulang. Kebetulan hari libur kerja, tetapi dibatalkan saat mendapatkan pesan singkat dari Zian. Diperintahkan langsung dari manajer untuk memberitahunya, liburpart timebukan hari ini, melainkan diganti esok.Ra

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-24
  • Complicated   Complicated : 07

    Raska melangkah jauh dari restoran milik Andreas, raut wajahnya penuh kekesalan. Muak karena Rendra terus mengatakan hal yang amat tidak ingin didengar. Meskipun, semuanya kebenaran. Raska sejak awal, sudah melepaskan diri dengan sengaja dari mereka, otomatis kehidupannya bukan lagi sama. Melainkan menyamarkan identitasnya menjadi anak yatim, memang sebelumnya Raska tinggal di panti asuhan. Itu sebabnya, bisa mengubah identitasnya.Tangannya yang sedari tadi terkepal amat erat, kini memerah dan lecet. Raska meluapkan kekesalannya dengan meninju keras pohon yang tumbuh dan menjulang tinggi di pinggir jalan. Kekesalannya semakin menjadi, setelah bertemu dengan orang yang paling tidak inginkan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-25
  • Complicated   Complicated : 08

    Sepanjang lorong hingga koridor kelas, entah sudah berapa kali dengkusan kekesalan terdengar. Ya, Raska risi sekaligus muak. Berita yang menurutnya amat tidak terlalu penting, menyebar begitu cepat.Pastinya, kelakuan anak pebisnis entah siapa. Intinya, kebetulan ikut ke pesta yang dibuat oleh Rendra di restoran milik Andreas. Di satu sisi, Raska memikirkan apa yang akan dijelaskan. Saat diinterogasi Andreas. Usai sekolah, diminta menghadap.Memuakkan! Kenapa harus terbongkar?

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-26
  • Complicated   Complicated : 09

    Raska menyandarkan punggung tegapnya pada dahan pohon besar di halaman belakang sekolah, sesekali mendengkus kesal juga mengusap kasar wajahnya.Masih tidak terima, kalau identitas aslinya akan kembali disandang. Meskipun, hanya identitas bukan kehidupan. Ya, Raska tidak mengharapkannya.Raska berdecih. "Berharap cepat usai, sepertinya butuh waktu lama ya?" Tangannya mengacak-acak kasar surainya. "Tidak ada yang paham, kalau aku lelah. Keinginan kecil, hanya satu ... hidup biasa dan tenang. Itu saja, kenapa terus dipersulit!"Raska berteriak, kembali mengacak-acak sekaligus menjambak kasar surainya. Napasnya memburu, benar-benar emosi. Setelahnya, terpejam. Membiarkan embusan angin menerpa, setidaknya sebelum masalah besar menyerang. Raska ingin istirahat sejenak, meskipun ketenangan yang didapat begitu singkat.Cermin mata bulat, yang biasa membingkai wajah kini terlepas. Bahkan, dibiarkan tergeletak di rerumputan liar.****

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Complicated   Complicated : 10

    Raska benar-benar memperlihatkan sisi kekanakannya, mungkin efek keseringan berbaur dengan anak panti atau anak kecil yang tinggal di sekitaran kos kecil. Ekspresi yang Raska perlihatkan, tulus bukan karena terpaksa.Kalau dipikir-pikir, Raska sudah lama tidak bebas berekspresi. Semenjak, mengalami hal mengerikan. Berakhir, melarikan diri—melepaskan semuanya.Raska bertanding basket, lebih dominan anak-anak. Di sana sepakat menyediakan lapangan umum, lumayan besar. Bahkan, ada fasilitas sekaligus tempat penyimpanan berbagai macam peralatan olahraga.Raska mengoper bola ke satu anak panti, ya lebih suka menjadipointguard. Tepatnya sih, membiarkan anak-anak yang mencetak angka.Lumayan lama bermain, sekaligus memanfaatkan waktu luang yang amat menyenangkan bagi Raska. Entah kenapa, merasa ini menjadi hal terakhir. Raska mendengkus, sesekali mengusap kasar wajahnya."Kakak kenapa?" Satu anak panti heran, sembari memainkan bo

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Complicated   Complicated : 11

    Dafian melirik sejenak kemudian mendengkus, tidak biasanya David datang terlambat. Lebih lagi tahu, acara rapat cukup penting—meskipun rapat kecil, bisa dibilang rekan tertentu saja. Semakin heran, saat David terpaku sejenak di ambang pintu. Detik berikutnya, baru melangkah dan duduk di sebelahnya.Entah kenapa, Dafian merasa kalau David baru saja melakukan pekerjaan berat dan amat memusingkan. Buktinya, sudah berapa kali terdengar helaan napas panjang nan berat.“Ada apa?” Pada akhirnya, Dafian bertanya spontan.David tersadar dari keterdiamannya. “Ah tid—”Suara bantingan amat kasar, membuat David menghentikan ucapannya. Bukan itu saja, rekan kerja yang diundang ikutan menoleh. Karena, si pelaku pendobrakan pintu adalah anak yang dibicarakan Rendra saat di pesta. Lebih mengejutkan, dalam keadaan mengkhawatirkan—penuh luka dan lumuran darah. Yang memperparah, masih ada satu besi yang dibiarkan tertancap di satu a

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28

Bab terbaru

  • Complicated   Epilog

    Terwujud sesuai keinginan? Tentu, tetapi pasti ada masanya akan mengalami hal sama. Atau sama dan sedikit berbeda.Si kembar sudah menginjak lima belas tahun, kalau lagi berdua lebih lagi dengan keluarga, tingkah mereka akan persis bocah. Kini sedang terjadi."Jangan lari terus! Susah ngejarnya!" Vanya sebal dengan si kakak kembar.Varrel sendiri semakin usil, terus menambah kecepatannya. Seketika terhenti ketika, melihat si adik duduk selonjoran di trotoar sembari cemberut. Bahkan, tidak peduli menjadi tontonan aneh pejalan kaki."Ayo, naik." Varrel berjongkok membelakangi Vanya."Ninggalin mulu!" gerutu Vanya lagi.Varrel hanya terkekeh. "Seru tau lari-larian, setidaknya bisa memanfaatkan waktu luang, kaya berkeliaran gitu."Raska sibuk kembali, di kota kelahiran Dehan bersama Avina. Si kembar mendadak tidak mau ikut, alias

  • Complicated   Complicated : 39

    Yang dilakukannya saat ini, memandangi si kembar. Tidak terasa sudah semakin aktif.Kehadiran si kembar, bisa sebagai penghibur di kala penat selesai kerja sekaligus, kuliah online. Yap, Raska lebih dulu meneruskan. Sama halnya, Avina juga."Mereka berdua ada masanya ngeselin sepertimu!" celetuk Avina, kini bergabung di sofa yang sama dengan Raska.Raska menaikkan satu alis. "Ngeselin yang kaya gimana?""Walau masih kecil, tetap mulai terlihat." Avina sengaja menjelaskan lagi. "Kaya, iseng. Tapi, kalo diem itu berlebihan sampai cueknya minta ampun!"Raska hanya terkekeh. "Wajar kali, anak sendiri pasti ada turunan."Avina geregetan, buktinya memukul Raska. Seketika tersentak, kala tubuhnya di dekap. Namun, Avina refleks menahan Raska."Ada anak loh!"Raska mencebik kesal, tetap mendekap erat wanitanya ini

  • Complicated   Complicated : 38

    "Kau tau? Sampai saat ini, berasa kaya mimpi." Raska mendadak berkata begitu, saat tanpa sengaja teringat awal permasalahan hidupnya dulu hingga telah usai.Avina hanya mendengarkan, yang pasti mencoba memberi ketenangan. Merasa kalau Raska, dibayangi oleh masa lalu. Tangannya terulur untuk mengelus lembut surai hingga menjalar ke rahang dan dada bidangnya."Bukan sengaja mengingat, lebih bener itu nggak sengaja terbayang." Raska melanjutkan perkataan."Sulit dilupakan, tapi ada masanya bisa lenyap ... walau sebentar." Avina akhirnya membalas. "Atau kau masih ....""Nggak, intinya mendadak keinget gitu loh." Raska mengubah sedikit posisinya, tanpa membuat Avina yang sedari tadi berada di atasnya tidak nyaman.Ya, mendadak dijadikan kasur dadakan. Padahal, sofa panjang yang ditidurinya ini cukup lebar. Anehnya, Avina memilih tidur di atasnya."Ada

  • Complicated   Complicated : 37

    Masih terdengar gunjingan merujuk kebaikan ataupun keburukan, tetapi Avina berusaha membiasakan diri. Juga, mencoba melenyapkan rasa takutnya.Terbukti, salam masa tahanan Raska. Avina ke manapun sendiri dan juga hati-hati. Ah iya, sebenarnya ini bulan terakhir masa penahan Raska. Tetapi, tidak tahu kapan Raska dibebasknya.Bebas bukan berarti akan kembali cepat kuliah, mengingat cuti paksa yang dialami Raska lebih lama dibandingkan dirinya.Kini Avina berada di sebuah taman, penuh dengan anak kecil bermain. Hanya itu yang dilakukan Avina bila bosan, terkadang menunggu dijemput Aldian. Mengatakan, dijemput di sini. Itu juga, di awal masuk sehabis masa cuti.Seketika tersentak, kala ada yang menepuk bahu. Avina menoleh perlahan dan juga memberi jarak.Si pelaku terkekeh sejenak. "Masih kah?"Setelah tahu siapa pelakunya, Avina langsung menghamburk

  • Complicated   Complicated : 36

    Mendengar kabar Raska ditahan, semua keluarga pasrah menerima. Perlawanan yang dilakukannya memang demi kebaikan. Namun, tetap saja fatal. Harusnya melumpuhkan, bukan membunuh.Hukuman untuk pelaku penculikan Avina sekaligus pembunuhan yang dilakukan saudara tiri Denish. Memang berlapis, akan tetapi pelaku telah tewas. Denish yang mendapat kabar itu menerima, walau ada rasa sedih.Meskipun saudara tiri, yang sebelumnya hanya anak angkat. Hingga tidak terduga, kalau anak tersebut hasil selingkuhan salah satu orang tuanya yang dibuang. Dari situ semua berawal pembunuhan satu keluarga terjadi, menyisakan Denish.Mengingat, di awal memiliki saudara angkat merangkap jadi saudara tiri. Terbilang cukup akrab, sampai Denish senang karena memiliki saudara mengingat terlahir anak tunggal."Dia memang buruk dan menyiksaku, tapi aku sedih juga. Benar-benar kehilangan semuanya." Denish tidak menyalah

  • Complicated   Complicated : 35

    Memohon, kesannya terlalu lemah di matanya. Seakan sadar diri lebih parah, hidup dan apapun telah dikendalikan oleh orang lain, tidak akan pernah bisa melawan. Ataupun membantah, kenyataannya harus dibalikkan situasi di mana dirinya yang harusnya berani."Hee, jadi kau benar-benar membantah ya?" Kakinya melangkah, mendekati Denish kini meringkuk menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. "Sakit 'kan?"Denish mendadak bisu, tepatnya sih suaranya tercekat. Bahkan, sulit bernapas, sesekali meringis. Ini efek alat penyiksa yang ditanam paksa oleh saudara tiri gila dan biadab sekali."Menurut atau membantah?" Kini berjongkok, dan menepuk pipi Denish. "Cepat jawab! Atau kau memang ingin mati tersiksa, sampai jantungmu berhenti berdetak kah?"Denish muak akan dirinya sendiri, lemah sekali di mata saudara tiri gilanya ini. "Hen-hentikan semuanya!" Hingga akhirnya, berhasil mengeluarkan suara. "Kumo

  • Complicated   Complicated : 34

    "Kok sendiri?" Avera heran."Tidur, efek insomnia jadinya terbalik jam tidurnya." Avina memang baru tahu kebiasaan Raska, setelah menjalin hubungan serius. Selalu terkena insomnia.Avera mengangguk paham, hingga penasaran akan sesuatu. "Sudah nggak, ehm ... kacau atau panik gitu?" Jujur, tidak berharap Avina kembali kacau seperti masalah dulu."Nggak, cuma kaya masih takut dikit aja." Avina merasa bersalah, sudah merepotkan semuanya. "Tapi, aku mencoba untuk mengabaikan. Bukan berarti, enggan menyelesaikan dan malah nyuruh orang lain ....""Ibu paham, kok." Avera menepuk pelan lambat laun menyisir sejenak surai anak bungsunya ini.Avina menghamburkan diri pada Avera. "Aku berharap, cepat selesai dan nggak ada lagi masalah, Bu."Avera hanya mendengarkan."Tapi, kenapa selalu ada aja gitu ya?" Avina bingung, tidak berulah seketika bermasalah sampai diuntit.

  • Complicated   Complicated : 33

    Di sebuah klub malam, selalu ramai dikunjungi baik remaja yang masih labil, tetapi kelakuannya melebihi orang dewasa. Hingga, yang dewasa atau hampir menua. Namun, bukan itu yang menjadi pusatnya.Melainkan, lelaki yang pernah sekali dekat. Dalam arti biasa, guna menghindar dari kerumunan kaum hawa di kampus tidak lain Denish. Nyatanya bersama seseorang entah siapa, yang jelas membicarakan hal penting sekali.Wajahnya tidak terlalu jelas, efek tudung kepala yang hampir menutupi seluruh wajahnya, yang pasti lelaki."Selesai di sini aja." Denish berkata setelah menenggak minuman yang dipesannya, dan melangkah pergi ketika mendapati satu wanita yang ingin mendekati—menggodanya."Kau nggak seru!" celetuknya dengan sengaja.Denish berdecih dan melirik sengit. "Itu urusanmu! Jadi, lakukan sendiri!"Orang tadi hanya terkekeh, lambat laun membiarkan Denish pergi.

  • Complicated   Complicated : 32

    Sesuai janji kemarin, selama di kampus Raska selalu berada bersama Avina. Bila kelas dimulai, meninggalkan Avina sejenak bersama Reza dan Nabila. Ya, Raska menceritakan pada mereka berdua, untuk jaga-jaga.Kini Raska melangkah cepat keluar dari kelas, menuju kantin. Ya, mereka bertiga ada di sana. Ketika Avina ada kelas, Raska juga meminta mereka berdua untuk ikut sekadar menemani."Sangat merepotkan ya?" celetuk Avina.Keberadaan Reza dan Nabila di sini, demi menemani selagi Raska tidak ada. Di satu sisi, Avina merasa seperti pengganggu."Nggak kok." Nabila agak terkejut, jujur tidak pernah menganggap begitu, yakin sekali Reza juga sama.Avina senang mendengarnya, di satu sisi agak menyesal karena tidak jujur akan masalah. Ya, saat itu memikirkan kalau tidak dijelaskan, tidak akan merepotkan orang lain.Tidak disangka, justru sebaliknya. Avina benar-benar merasa bersalah.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status