Home / Young Adult / Complicated / Complicated : 05

Share

Complicated : 05

Author: Nurul Haruna
last update Last Updated: 2021-08-22 15:53:38

Avina terlihat duduk diam di balkon kamar, seperti inilah kegiatannya di rumah. Terlebih lagi, kalau sudah ada Aldian dan kakaknya pulang dan seharian di rumah. Tidak terlalu dekat, faktor dari kehidupan yang dijalani. Selalu menuntutnya untuk menjadi yang sempurna. Keluar kamar kalau memang harus, itu harus tetap bersikap seolah baik-baik saja.

Lagi pun yang sering menjadi teman bicara, Avera saja. Selebihnya diam di kamar, memang bisa saja bosan. Tetapi, lebih baik seperti ini dibanding bertemu atau berbincang kecil dengan baik-baik dalam sekejap berganti menjadi sebuah perseteruan.

Avina melirik ke arah jam dinding, ternyata sudah menunjukan pukul lima sore. Mulai membaringkan tubuhnya, kedua bola matanya tertuju pada angksa biru yang perlahan menjadi jingga—senja akan tiba.

Tidak peduli, dinginnya lantai balkon. Yang terpenting, sedikit bisa menenangkan pikiran. Meringis sejenak, kala tanpa sengaja jarinya tergores besi pagar balkon. Bahkan, sedikit mengeluarkan darah. Memang awalnya perih, entah kenapa mendadak terabaikan.

Lalu tersentak, saat mendengar suara seseorang berdeham. Ternyata Avera.

"Ya?" Avina menggenggam jari yang berdarah akibat tergores besi pagar.

"Nggak dengar kah? Dari tadi dipanggil?"

Avina menggaruk pipi yang tidak gatal. "Maaf, tadi asik melamun."

"Kau ini! Jangan terlalu sering melamun!" Avera mulai mengingatkan.

Avina mengangguk, meski begitu terus saja dilakukan.

"Kau tadi pagi nggak sarapan 'kan? Pasti di sekolah juga, ya nggak?" tebak Avera.

Avina benar-benar kikuk.

Avera sudah menduga. "Ayo, makan!"

"Iya iya iya." Avina bangun dari acara berbaring santai, kemudian mengekor Avera bahkan lupa kalau jarinya terluka. Baru sadar, saat ingin mencuci tangan di wastafel. Perih kembali dirasa, tetapi tidak terlalu.

"Luka kenapa tuh?" Avera heran, yang dilakukan Avina melamun tetapi kok bisa luka.

"Tadi nggak sengaja tergores besi pagar balkon."

Avera mendengkus pelan, mulai mengobati luka di jari Avina. Kalau dibiarkan bisa infeksi, siapa tahu saja besi pagar balkon mulai berkarat. "Makan sana."

Avina mengangguk cepat.

****

Avina sudah selesai makan, kini kembali melamun. Agak berbeda, matanya terfokus pada jari telunjuk yang terluka tadi, kini sudah diplester. Benar-benar melupakan rasa sakit, terbukti sengaja memainkan jari tangannya yang terluka ditekan-tekan.

Avera yang memperhatikan, langsung mendekat dan menepuk pelan kepala Avina. "Ngapain sih? Jari luka dipandangin terus?"

Avina kembali tersentak. "Entah." Kemudian beranjak, seperti biasa ke kamar lagi. Sudah jarang, atau mungkin sudah berganti tidak pernah ikut berkumpul di ruang tengah.

Avera masih memperhatikan Avina, hingga menghilang dari jarak pandangnya baru mengalihkan. Avera tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan, habisnya dari gerak-gerik Avina terkesan kegirangan di sela-sela lamunannya sembari terus melihat luka di jari. Beruntung hanya luka kecil dan tidak disengaja.

Jangan sampai terjadi.

Avera tidak mau, Avina begitu karena menganggap semua yang dialami dan dijalaninya seperti menekan kehidupannya.

Tidak terasa, malam telah tiba. Tepat pukul sembilan, Raska dan karyawan tetap dan part time lain. Mulai membereskan seisi restoran, karena sebentar lagi akan ditutup. Bahkan, sudah tidak terlihat keberadaan seseorang yang terus membuat Raska terusik. Siapa lagi kalau bukan Risky.

Menghela napas sejenak dan duduk bersandar, merasa ada seseorang yang duduk di sebelah tidak lain Zian. Hanya melirik, tetapi terusik kala Zian membicarakan sesuatu hal yang tidak terduga.

"Aku penasaran denganmu, tipe mengabaikan tapi kok banyak yang deketin. Entah cewek atau cowok." Matanya menyipit.

Raska menaikkan satu alis, tidak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Zian. Menurutnya, agak aneh. "Aku bahkan tidak tau harus menjawab apa." Kacamata bulat yang selalu membingkai wajahnya, kini dilepas sejenak dan mengelap karena sedikit kotor dan berembun. Lalu memakai lagi.

Zian mencebik kesal.

Raska enggan mempedulikan, tetapi sudut bibirnya sedikit terangkat. Untuk pertama baginya, memiliki seseorang teman dekat. Meski mengenal karena part time yang sama, bahkan berhasil bertahan walau sudah berapa kali diabaikan atau terkena semprot emosi olehnya.

Selama ini, Raska bukan tipe yang mulai berbaur. Semenjak, tidak teranggap dan berasa tiri hingga membuatnya melepaskan diri dari keluarganya—menurut orang amat sempurna.

Satu alasan lagi, Raska membenci bila hidupnya diatur. Itu sebabnya, tidak pernah berbaur duluan, meski didekati memilih menjadi pribadi dingin. Lebih sering, memperlihatkan seolah memang lemah di mata orang banyak. Terlebih lagi di sekolah.

Raska beranjak dari kursi yang sedari tadi dudukinya, kemudian pergi ke ruang ganti. Setelahnya, melangkah pergi dari restoran tempatnya part time. Seperti biasa, Raska tidak langsung pulang. Memilih berkeliaran di malam hari, tidak disangka orang yang sejak awal part time hingga selesai masih terlihat keberadaannya.

Risky seakan sengaja berdiam diri di taman kecil dekat restoran, karena masih ingin mengamati Raska.

"Part time kah?" Risky tahu, melontarkan pertanyaan untuk memulai perbincangan kecil dengan Raska akan berakhir diabaikan. "Kau membenciku dan ibu juga kah?"

Raska enggan menjawab, dan pergi begitu saja. Risky menghela napas pasrah, tetapi kembali mengamati Raska sudah berada dalam jarak jauh darinya, entah sampai kapan Raska terus menjauh. Menganggap asing keluarga sendiri.

Benar-benar berubah drastis.

****

Raska melangkah sembari tertunduk, kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantung dari jaket yang melekat di tubuhnya. Sebenarnya, terus terkepal dan berusaha menahan emosi. Saat Risky mengatakan hal itu, membuatnya kembali dikuasai tekanan hidup yang amat berat. Pernah dialaminya, dan telah lama berhasil dilupakan. Sekarang, malah kembali teringat.

Susah payah melupakan, tetap saja akan kembali membayangi.

"Sia-sia."

Raska berhenti melangkah dan menatap kegelapan langit malam, bahkan melepas kacamata yang membingkai dan memasukkannya ke dalam kantung. Kembali melangkah entah ke mana, yang jelas bisa menghilangkan beban pikiran dan benar-benar tenang lagi.

Langkah kakinya yang tadi terlihat santai, lambat laun sedikit dipercepat. Namun, gelagatnya tetap memperlihatkan ketenangan seolah tidak sadar bahwa sedang menjadi target penguntitan.

Terus melangkah dan tertunduk, tidak dengan indra pendengar, insting—kepekaan, hingga otaknya. Mulai mencari tahu orang yang mengikutinya semakin dekat, mengandalkan pendengaran terhadap suara derap langkah kaki mereka. Insting—kepekaan, Raska memang mengabaikan. Namun, bisa refleks dengan sendirinya bila memang dalam bahaya dan memicu otaknya bekerja dalam memutuskan untuk langsung melarikan diri atau tidak.

Tetapi sepertinya, yang menguntit semakin mengikis jarak. Atau mungkin bernafsu menyerang, Raska langsung menghindar dan menangkis serangan.

Keadaan dan keberuntungan tidak memihak Raska, habisnya diserang saat kondisi sudah sepi karena telah larut malam. Bila mereka berhasil melumpuhkannya, otomatis tidak dapat memberi bukti siapa pelaku penyerangan.

Raska berdecih, sudah terhitung lamanya kembali diuntit oleh orang tidak dikenal.

"Kau lumayan bisa menghindar dan menangkis, atau memang keseharian yang kau perlihatkan hanya topeng belaka? Dengan menjadi amat lemah—eh?"

Raska enggan merespon apapun, sudah tidak tertunduk. Mulai menatap dengan sorot mata amat dingin, bisa dikatakan mencoba menebak siapa dan apa memang mengenal tetapi sengaja ikut terlupakan.

Kalau diingat, ini penguntitan biasa dari yang kedua kali dirasakan olehnya.

Memastikan kah?

Raska melirik lagi, ke arah orang yang menguntit karena ada satu dari mereka berlima tertawa agak kencang. Tidak mempedulikan situasai, memang ada benarnya karena saat ini amat sepi.

"Aku hanya penasaran, habisnya kau ...." Sengaja tidak melanjutkan, dan memilih pergi.

Atau memang tujuannya mempermainkan Raska?

Raska kembali berdecih, hingga terdiam karena merasa aneh dengan sesuatu. Punggung tangan mulai mengelap pipi kanan atas mendekati mata, terdapat noda merah. Yap darah akibat goresan pisau lipat, meski bisa menghindar. Tetap saja, ada yang berhasil melukai. Terkadang, Raska dengan sengaja membiarkan terluka akibat orang lain atau dilukai-sendiri.

"Hm, hm, hm," gumam Raska.

Setelah diserang dadakan, tidak langsung panik. Seakan telah kembali tenang, tanpa terbebani siapa yang menyerangnya tadi. Raska tipe, menemukan jati diri pelaku yang melakukan kejahatan terhadapnya amat lambat. Bisa saja cepat, entah kenapa Raska memilih membiarkan dan sengaja dilambat-lambatkan.

"Membuang waktu." Raska tidak suka mencari dan menebak sesuatu hal menurutnya tidak penting, meski mengancam nyawa. "Lagi pun, aku memang tidak memulai masalah apapun yang berujung menjadi korban penyerangan seperti tadi."

Raska mengusap kasar wajahnya, bahkan terkekeh pelan. "Hah, topeng ya?" Mendadak teringat ucapan orang yang menyerangnya tadi. "Ah memang benar sih, kehidupanku selalu didominasi topeng dan kebohongan belaka."

Bila orang lain menutupi kelemahan, dengan terlihat tegar dan kuat dalam menghadapi apapun. Berbeda dengan Raska, menutupi kemampuan yang bisa saja membantah atau melawan siapapun yang akan melakukan hal licik padanya. Dengan menjadi amat lemah, hingga tidak setara di mata mereka semua.

Seperti prinsip yang dimilikinya, memilih diam dan tetap menjadi lemah. Pastinya akan terjadi, semuanya terbongkar begitu saja dan memperlihatkan semuanya. Sisi lemah terhapuskan dan tergantikan pribadi yang sebenarnya.

"Ah kenapa memikirkan hal itu lagi?" Raska kembali melangkah, tadi sempat terhenti lagi. "Membuang waktu saja!"

Related chapters

  • Complicated   Complicated : 06

    Sepertinya, ketenangan yang selama ini diimpikan Raska. Bahkan, berhasil dirasakan cukup lama. Memang sudah waktunya, berakhir. Bukan berarti, Raska tidak bisa mendapatkannya lagi. Hanya saja, Raska dengan terpaksa harus bertemu dengan orang sudah tidak ingin dilihatnya lagi.Di penghujung kegiatan sekolah, kala itu Raska sibuk merapikan buku-buku dan ingin cepat pulang. Kebetulan hari libur kerja, tetapi dibatalkan saat mendapatkan pesan singkat dari Zian. Diperintahkan langsung dari manajer untuk memberitahunya, liburpart timebukan hari ini, melainkan diganti esok.Ra

    Last Updated : 2021-08-24
  • Complicated   Complicated : 07

    Raska melangkah jauh dari restoran milik Andreas, raut wajahnya penuh kekesalan. Muak karena Rendra terus mengatakan hal yang amat tidak ingin didengar. Meskipun, semuanya kebenaran. Raska sejak awal, sudah melepaskan diri dengan sengaja dari mereka, otomatis kehidupannya bukan lagi sama. Melainkan menyamarkan identitasnya menjadi anak yatim, memang sebelumnya Raska tinggal di panti asuhan. Itu sebabnya, bisa mengubah identitasnya.Tangannya yang sedari tadi terkepal amat erat, kini memerah dan lecet. Raska meluapkan kekesalannya dengan meninju keras pohon yang tumbuh dan menjulang tinggi di pinggir jalan. Kekesalannya semakin menjadi, setelah bertemu dengan orang yang paling tidak inginkan.

    Last Updated : 2021-08-25
  • Complicated   Complicated : 08

    Sepanjang lorong hingga koridor kelas, entah sudah berapa kali dengkusan kekesalan terdengar. Ya, Raska risi sekaligus muak. Berita yang menurutnya amat tidak terlalu penting, menyebar begitu cepat.Pastinya, kelakuan anak pebisnis entah siapa. Intinya, kebetulan ikut ke pesta yang dibuat oleh Rendra di restoran milik Andreas. Di satu sisi, Raska memikirkan apa yang akan dijelaskan. Saat diinterogasi Andreas. Usai sekolah, diminta menghadap.Memuakkan! Kenapa harus terbongkar?

    Last Updated : 2021-08-26
  • Complicated   Complicated : 09

    Raska menyandarkan punggung tegapnya pada dahan pohon besar di halaman belakang sekolah, sesekali mendengkus kesal juga mengusap kasar wajahnya.Masih tidak terima, kalau identitas aslinya akan kembali disandang. Meskipun, hanya identitas bukan kehidupan. Ya, Raska tidak mengharapkannya.Raska berdecih. "Berharap cepat usai, sepertinya butuh waktu lama ya?" Tangannya mengacak-acak kasar surainya. "Tidak ada yang paham, kalau aku lelah. Keinginan kecil, hanya satu ... hidup biasa dan tenang. Itu saja, kenapa terus dipersulit!"Raska berteriak, kembali mengacak-acak sekaligus menjambak kasar surainya. Napasnya memburu, benar-benar emosi. Setelahnya, terpejam. Membiarkan embusan angin menerpa, setidaknya sebelum masalah besar menyerang. Raska ingin istirahat sejenak, meskipun ketenangan yang didapat begitu singkat.Cermin mata bulat, yang biasa membingkai wajah kini terlepas. Bahkan, dibiarkan tergeletak di rerumputan liar.****

    Last Updated : 2021-08-27
  • Complicated   Complicated : 10

    Raska benar-benar memperlihatkan sisi kekanakannya, mungkin efek keseringan berbaur dengan anak panti atau anak kecil yang tinggal di sekitaran kos kecil. Ekspresi yang Raska perlihatkan, tulus bukan karena terpaksa.Kalau dipikir-pikir, Raska sudah lama tidak bebas berekspresi. Semenjak, mengalami hal mengerikan. Berakhir, melarikan diri—melepaskan semuanya.Raska bertanding basket, lebih dominan anak-anak. Di sana sepakat menyediakan lapangan umum, lumayan besar. Bahkan, ada fasilitas sekaligus tempat penyimpanan berbagai macam peralatan olahraga.Raska mengoper bola ke satu anak panti, ya lebih suka menjadipointguard. Tepatnya sih, membiarkan anak-anak yang mencetak angka.Lumayan lama bermain, sekaligus memanfaatkan waktu luang yang amat menyenangkan bagi Raska. Entah kenapa, merasa ini menjadi hal terakhir. Raska mendengkus, sesekali mengusap kasar wajahnya."Kakak kenapa?" Satu anak panti heran, sembari memainkan bo

    Last Updated : 2021-08-27
  • Complicated   Complicated : 11

    Dafian melirik sejenak kemudian mendengkus, tidak biasanya David datang terlambat. Lebih lagi tahu, acara rapat cukup penting—meskipun rapat kecil, bisa dibilang rekan tertentu saja. Semakin heran, saat David terpaku sejenak di ambang pintu. Detik berikutnya, baru melangkah dan duduk di sebelahnya.Entah kenapa, Dafian merasa kalau David baru saja melakukan pekerjaan berat dan amat memusingkan. Buktinya, sudah berapa kali terdengar helaan napas panjang nan berat.“Ada apa?” Pada akhirnya, Dafian bertanya spontan.David tersadar dari keterdiamannya. “Ah tid—”Suara bantingan amat kasar, membuat David menghentikan ucapannya. Bukan itu saja, rekan kerja yang diundang ikutan menoleh. Karena, si pelaku pendobrakan pintu adalah anak yang dibicarakan Rendra saat di pesta. Lebih mengejutkan, dalam keadaan mengkhawatirkan—penuh luka dan lumuran darah. Yang memperparah, masih ada satu besi yang dibiarkan tertancap di satu a

    Last Updated : 2021-08-28
  • Complicated   Complicated : 12

    Setelah kejadian Raska menampakkan diri untuk meluapkan emosi—intinya semua perasaan sekaligus masalah yang dipendam sendiri meledak begitu saja. Bersamaan, terkuaknya sifat iblis nan licik David. Sejak dulu, berusaha mencari celah untuk membunuh Raska, hingga sekarang setelah bertemu lagi—David melakukannya. Ariska berhasil memaksa David untuk mengaku hingga menyerahkan diri. Tepat setelah diobati lukanya dan memulihkan diri sejenak, David dibawa polisi.Walau begitu, Ariska masih muak karena ulah David Raska memilih kabur dan hidup sendiri, seakan benar yatim piatu. Sekarang, keberadaannya lenyap padahal masih harus pemulihan luka. Lebih lagi, soal luka lama yang nyatanya begitu fatal dan itu karena David.Ariska berkali-kali menghela napas gusar, Risky tidak menemukan keberadaan Raska. “Kau ke mana sih?” Sangat khawatir, dan takut Raska benar-benar pergi. Lalu melirik ke arah Dafian, yang masih saja ,mementingkan ego. Jelas-jelas, sudah terku

    Last Updated : 2021-08-29
  • Complicated   Complicated : 13

    Entah sudah berapa kali helaan napas kasar diselingi dengkusan kekesalan terdengar, pandangannya selalu terpaku ke luar jendela kelas—melamun. Avina bosan, kalau ada Raska pasti bisa mengganggu sekaligus mengkode agar peka. Semenjak keberadaannya lenyap, keseharian Avina di sekolah hanya berdiam diri di kelas. Kerinduannya belum bisa diluapkan, karena yang dirindukan belum ada tanda untuk kembali.Avina sempat berpikir kalau Raska, memilih untuk tidak kembali. Pasalnya, sebelum kabur terlihat jelas Raska lelah dan bernafsu meninggalkan kehidupan rumit. Demi kehidupan yang selama ini didambakannya. Menoleh sejenak, hingga terusik sesuatu. Tepatnya, saat Reza mendatanginya.Reza setelah berbincang dengan Nabila, sekaligus mengingat masa kecil. Saat itu juga, sudah mantap untuk memutuskan keterikatan dengan Avina. Lagi pun, semakin sadar dan yakin perempuan berharga yang bisa mengisi kekosongan hatinya dan paham perasaannya—Nabila.“Apa?” Av

    Last Updated : 2021-08-31

Latest chapter

  • Complicated   Epilog

    Terwujud sesuai keinginan? Tentu, tetapi pasti ada masanya akan mengalami hal sama. Atau sama dan sedikit berbeda.Si kembar sudah menginjak lima belas tahun, kalau lagi berdua lebih lagi dengan keluarga, tingkah mereka akan persis bocah. Kini sedang terjadi."Jangan lari terus! Susah ngejarnya!" Vanya sebal dengan si kakak kembar.Varrel sendiri semakin usil, terus menambah kecepatannya. Seketika terhenti ketika, melihat si adik duduk selonjoran di trotoar sembari cemberut. Bahkan, tidak peduli menjadi tontonan aneh pejalan kaki."Ayo, naik." Varrel berjongkok membelakangi Vanya."Ninggalin mulu!" gerutu Vanya lagi.Varrel hanya terkekeh. "Seru tau lari-larian, setidaknya bisa memanfaatkan waktu luang, kaya berkeliaran gitu."Raska sibuk kembali, di kota kelahiran Dehan bersama Avina. Si kembar mendadak tidak mau ikut, alias

  • Complicated   Complicated : 39

    Yang dilakukannya saat ini, memandangi si kembar. Tidak terasa sudah semakin aktif.Kehadiran si kembar, bisa sebagai penghibur di kala penat selesai kerja sekaligus, kuliah online. Yap, Raska lebih dulu meneruskan. Sama halnya, Avina juga."Mereka berdua ada masanya ngeselin sepertimu!" celetuk Avina, kini bergabung di sofa yang sama dengan Raska.Raska menaikkan satu alis. "Ngeselin yang kaya gimana?""Walau masih kecil, tetap mulai terlihat." Avina sengaja menjelaskan lagi. "Kaya, iseng. Tapi, kalo diem itu berlebihan sampai cueknya minta ampun!"Raska hanya terkekeh. "Wajar kali, anak sendiri pasti ada turunan."Avina geregetan, buktinya memukul Raska. Seketika tersentak, kala tubuhnya di dekap. Namun, Avina refleks menahan Raska."Ada anak loh!"Raska mencebik kesal, tetap mendekap erat wanitanya ini

  • Complicated   Complicated : 38

    "Kau tau? Sampai saat ini, berasa kaya mimpi." Raska mendadak berkata begitu, saat tanpa sengaja teringat awal permasalahan hidupnya dulu hingga telah usai.Avina hanya mendengarkan, yang pasti mencoba memberi ketenangan. Merasa kalau Raska, dibayangi oleh masa lalu. Tangannya terulur untuk mengelus lembut surai hingga menjalar ke rahang dan dada bidangnya."Bukan sengaja mengingat, lebih bener itu nggak sengaja terbayang." Raska melanjutkan perkataan."Sulit dilupakan, tapi ada masanya bisa lenyap ... walau sebentar." Avina akhirnya membalas. "Atau kau masih ....""Nggak, intinya mendadak keinget gitu loh." Raska mengubah sedikit posisinya, tanpa membuat Avina yang sedari tadi berada di atasnya tidak nyaman.Ya, mendadak dijadikan kasur dadakan. Padahal, sofa panjang yang ditidurinya ini cukup lebar. Anehnya, Avina memilih tidur di atasnya."Ada

  • Complicated   Complicated : 37

    Masih terdengar gunjingan merujuk kebaikan ataupun keburukan, tetapi Avina berusaha membiasakan diri. Juga, mencoba melenyapkan rasa takutnya.Terbukti, salam masa tahanan Raska. Avina ke manapun sendiri dan juga hati-hati. Ah iya, sebenarnya ini bulan terakhir masa penahan Raska. Tetapi, tidak tahu kapan Raska dibebasknya.Bebas bukan berarti akan kembali cepat kuliah, mengingat cuti paksa yang dialami Raska lebih lama dibandingkan dirinya.Kini Avina berada di sebuah taman, penuh dengan anak kecil bermain. Hanya itu yang dilakukan Avina bila bosan, terkadang menunggu dijemput Aldian. Mengatakan, dijemput di sini. Itu juga, di awal masuk sehabis masa cuti.Seketika tersentak, kala ada yang menepuk bahu. Avina menoleh perlahan dan juga memberi jarak.Si pelaku terkekeh sejenak. "Masih kah?"Setelah tahu siapa pelakunya, Avina langsung menghamburk

  • Complicated   Complicated : 36

    Mendengar kabar Raska ditahan, semua keluarga pasrah menerima. Perlawanan yang dilakukannya memang demi kebaikan. Namun, tetap saja fatal. Harusnya melumpuhkan, bukan membunuh.Hukuman untuk pelaku penculikan Avina sekaligus pembunuhan yang dilakukan saudara tiri Denish. Memang berlapis, akan tetapi pelaku telah tewas. Denish yang mendapat kabar itu menerima, walau ada rasa sedih.Meskipun saudara tiri, yang sebelumnya hanya anak angkat. Hingga tidak terduga, kalau anak tersebut hasil selingkuhan salah satu orang tuanya yang dibuang. Dari situ semua berawal pembunuhan satu keluarga terjadi, menyisakan Denish.Mengingat, di awal memiliki saudara angkat merangkap jadi saudara tiri. Terbilang cukup akrab, sampai Denish senang karena memiliki saudara mengingat terlahir anak tunggal."Dia memang buruk dan menyiksaku, tapi aku sedih juga. Benar-benar kehilangan semuanya." Denish tidak menyalah

  • Complicated   Complicated : 35

    Memohon, kesannya terlalu lemah di matanya. Seakan sadar diri lebih parah, hidup dan apapun telah dikendalikan oleh orang lain, tidak akan pernah bisa melawan. Ataupun membantah, kenyataannya harus dibalikkan situasi di mana dirinya yang harusnya berani."Hee, jadi kau benar-benar membantah ya?" Kakinya melangkah, mendekati Denish kini meringkuk menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. "Sakit 'kan?"Denish mendadak bisu, tepatnya sih suaranya tercekat. Bahkan, sulit bernapas, sesekali meringis. Ini efek alat penyiksa yang ditanam paksa oleh saudara tiri gila dan biadab sekali."Menurut atau membantah?" Kini berjongkok, dan menepuk pipi Denish. "Cepat jawab! Atau kau memang ingin mati tersiksa, sampai jantungmu berhenti berdetak kah?"Denish muak akan dirinya sendiri, lemah sekali di mata saudara tiri gilanya ini. "Hen-hentikan semuanya!" Hingga akhirnya, berhasil mengeluarkan suara. "Kumo

  • Complicated   Complicated : 34

    "Kok sendiri?" Avera heran."Tidur, efek insomnia jadinya terbalik jam tidurnya." Avina memang baru tahu kebiasaan Raska, setelah menjalin hubungan serius. Selalu terkena insomnia.Avera mengangguk paham, hingga penasaran akan sesuatu. "Sudah nggak, ehm ... kacau atau panik gitu?" Jujur, tidak berharap Avina kembali kacau seperti masalah dulu."Nggak, cuma kaya masih takut dikit aja." Avina merasa bersalah, sudah merepotkan semuanya. "Tapi, aku mencoba untuk mengabaikan. Bukan berarti, enggan menyelesaikan dan malah nyuruh orang lain ....""Ibu paham, kok." Avera menepuk pelan lambat laun menyisir sejenak surai anak bungsunya ini.Avina menghamburkan diri pada Avera. "Aku berharap, cepat selesai dan nggak ada lagi masalah, Bu."Avera hanya mendengarkan."Tapi, kenapa selalu ada aja gitu ya?" Avina bingung, tidak berulah seketika bermasalah sampai diuntit.

  • Complicated   Complicated : 33

    Di sebuah klub malam, selalu ramai dikunjungi baik remaja yang masih labil, tetapi kelakuannya melebihi orang dewasa. Hingga, yang dewasa atau hampir menua. Namun, bukan itu yang menjadi pusatnya.Melainkan, lelaki yang pernah sekali dekat. Dalam arti biasa, guna menghindar dari kerumunan kaum hawa di kampus tidak lain Denish. Nyatanya bersama seseorang entah siapa, yang jelas membicarakan hal penting sekali.Wajahnya tidak terlalu jelas, efek tudung kepala yang hampir menutupi seluruh wajahnya, yang pasti lelaki."Selesai di sini aja." Denish berkata setelah menenggak minuman yang dipesannya, dan melangkah pergi ketika mendapati satu wanita yang ingin mendekati—menggodanya."Kau nggak seru!" celetuknya dengan sengaja.Denish berdecih dan melirik sengit. "Itu urusanmu! Jadi, lakukan sendiri!"Orang tadi hanya terkekeh, lambat laun membiarkan Denish pergi.

  • Complicated   Complicated : 32

    Sesuai janji kemarin, selama di kampus Raska selalu berada bersama Avina. Bila kelas dimulai, meninggalkan Avina sejenak bersama Reza dan Nabila. Ya, Raska menceritakan pada mereka berdua, untuk jaga-jaga.Kini Raska melangkah cepat keluar dari kelas, menuju kantin. Ya, mereka bertiga ada di sana. Ketika Avina ada kelas, Raska juga meminta mereka berdua untuk ikut sekadar menemani."Sangat merepotkan ya?" celetuk Avina.Keberadaan Reza dan Nabila di sini, demi menemani selagi Raska tidak ada. Di satu sisi, Avina merasa seperti pengganggu."Nggak kok." Nabila agak terkejut, jujur tidak pernah menganggap begitu, yakin sekali Reza juga sama.Avina senang mendengarnya, di satu sisi agak menyesal karena tidak jujur akan masalah. Ya, saat itu memikirkan kalau tidak dijelaskan, tidak akan merepotkan orang lain.Tidak disangka, justru sebaliknya. Avina benar-benar merasa bersalah.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status