Beranda / Pernikahan / Cintaku yang Terbaik / 1. Panji dan Amanda

Share

Cintaku yang Terbaik
Cintaku yang Terbaik
Penulis: Nada Egan

1. Panji dan Amanda

Penulis: Nada Egan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-25 22:10:26

Jember, 2005

SMA Harapan Bangsa 2

Siang itu, di ruang perpustakaan sedang tidak terlalu banyak orang. Amanda dihukum keluar dari kelas, karena tidak mengerjakan PR Matematika. Daripada bengong di depan kelas, lebih baik pergi ke perpustakaan, membaca sesuatu. Gadis itu duduk di salah satu bangku yang jauh dari pintu utama, agar tidak terlihat oleh guru-guru lain.

Rupanya, hal serupa juga menimpa seorang siswa dari kelas 2 IPA 1. Namanya Panji. Ia lupa mengerjakan PR Fisikanya, sehingga harus dihukum keluar dari kelas juga. Ia pergi ke perpustakaan mengisi waktu luang. Sebenarnya, bisa saja ia melipir ke kantin, tetapi mau makan apa selama dua jam di sana?

"Eh, kamu Amanda, kan, anak teater dari Kelas Bahasa?" sapa Panji.

"Iya," jawab gadis itu, tanpa memperhatikan wajah si penyapa.

"Gue suka nonton pertunjukan lo, loh," kata Panji, sok akrab.

"Oh ya?" Amanda masih cuek.

"Yang pas acara sapa budaya di aula bulan lalu, yang ceritanya tentang seorang ibu harus membagi buah mangga untuk kelima anaknya. Lo berperan jadi anak paling cengeng dan gampang histeris. Itu sungguh menghibur." Panji masih mengoceh.

"Seharusnya lo prihatin sama anak kayak gitu. Tantrum. Bisa mati!" Amanda begitu jutek pada Panji. Sebenarnya bukan hanya pada Panji. Kepada siswa laki-laki lain pun sikapnya sama saja. 

"Tantrum? Apaan, tuh?" Panji sungguh baru mendengar istilah itu.

Amanda agak kesal karena ini cowok terus saja mengganggunya. Ia lantas mengambil sebuah buku berjudul "Emosi", lalu melemparkannya pada Panji. "Baca di situ, dan lo akan tahu!"

Panji menangkap buku itu, dan melihat daftar isinya. Ada sih, penjelasan tentang ledakan emosi, atau biasa dikenal dengan istilah tantrum. Di dalam buku itu dijelaskan, tantrum (atau tantrum temper) adalahledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang dalam kesulitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah, resistensi terhadap upaya untuk menenangkan dan, dalam beberapa kasus, kekerasan. "Owalah," ucapnya. Tapi bukan ini yang ingin Panji kenal dari Amanda. Ia melihat gadis itu kembali duduk dan fokus membaca. Sepertinya ia sadar, kalau gadis itu sedang tidak ingin diganggu. Panji memanfaatkan momen ini untuk terus memperhatikannya. Gadis cantik dan imut dengan wajah baby face-nya itu. Rambut panjang hitam tergerai hingga selengan. Terurai jatuh, saat ia menundukkan kepala.

Sebenarnya Panji sudah lama ingin mengenal gadis pemain teater favoritnya. Setiap ada acara, sekolah selalu menampilkan teater dari sekolah, di mana Amanda jadi anggotanya di sana. Penggemarnya banyak. Hanya saja, gadis itu sulit didekati.

Pernah, teman sekelas Panji disiram es teh, hanya karena memberikan hadiah sekotak cokelat. Sejumlah cerita lainnya tentang kejutekan Amanda kepada para lelaki di sekolah ini telah banyak beredar. Belum lagi yang di luar sekolah.

Kemudian, seorang guru masuk ke dalam perpustakaan itu. Namanya Pak Anwar. Lelaki paruh baya itu melihat Panji dan Amanda di dalam perpustakaan. "Loh, kalian kok tidak masuk kelas?" tanyanya.

"Lagi dihukum, Pak," jawab Amanda tanpa beban.

"Saya juga, Pak." Panji ikut menjawab.

"Makanya, belajar itu yang bener. Pasti gak kerjakan PR nih." Seolah serba tahu, Pak Anwar menghakimi mereka berdua. Tetapi kedua siswa itu diam saja. "Daripada kalian nganggur di sini, mending ikut Bapak, deh!"

"Ke mana, Pak?" tanya Panji.

"Bersih-bersih di ruang komputer," kata Pak Anwar. Namanya juga seorang guru yang mengajak. Ajakan itu serasa seperti perintah. Membuat kedua siswa tidak bisa menolak.

Ruang komputer berada di bagian timur bangunan sekolah. Amanda yang sering ke sini, karena mengikuti ekskul desain grafis dengan Pak Anwar sebagai pembimbingnya. Siang ini, Pak Anwar minta dibantu membersihkan ruang komputer. Karena mau ada perangkat komputer baru yang akan ditambahkan.

Amanda memegang sapu dan sungguh terampil menggunakannya. Membersihkan kotoran di sela-sela perabotan. Sementara itu, Panji dan Pak Anwar mengangkat perabotan-perabotan berat, yang menjadi pekerjaan lelaki.

"Manda, gimana kabar ayah kamu?" tanya Pak Anwar.

"Baik, Pak. Kesehatannya sudah mulai pulih." Amanda menjawab dengan sopan. Jauh dari kesan juteknya yang tadi.

Panji mendengar obrolan mereka. Ternyata, Amanda punya ayah yang sedang sakit keras. Memang sih, sempat dengar, kalau Amanda berasal dari keluarga yang pas-pasan. Ibunya sudah meninggal dunia. Tidak punya saudara. Hidup berdua dengan ayahnya yang tidak bekerja. Amanda sendiri masuk ke sekolah ini karena beasiswa. Anaknya pinter. Entah apa yang membuatnya tidak mengerjakan PR hari ini.

Sedangkan Panji sendiri berasal dari keluarga kaya, yang mana ayahnya adalah pemilik sejumlah mini market yang tersebar hampir di seluruh kota di Jawa, Sumatera, dan Bali. Sejak lahir, Panji tidak pernah merasakan hidup miskin. Pergi dan pulang sekolah pakai motor mahal. Punya banyak teman, bahkan memimpin sebuah gank. Ia kini merasa salut dengan Amanda.

Pulang sekolah.

Amanda terlihat jalan sendirian keluar dari gerbang sekolah. Panji menghampirinya dengan motor. "Manda! Pulang bareng, yuk!"

Amanda mengacuhkannya. Ia malah jalan kaki meninggalkan sekolah.

Panji menyusulnya. "Manda!"

Amanda harus mengakhiri tingkah Panji yang terus saja mengganggunya. "Jangan ganggu gue! Ini terakhir kalinya. Atau, gue bikin lo nyesel."

"Gue gak peduli lo mau nyuekin gue kayak apa. Gue mau pulang bareng lo, dan itu harus." Panji mengambil tas sekolah Amanda yang hanya dipanggul dengan bahu kanannya.

"Lo jangan kurang ajar, yah!" Amanda hendak merebut kembali tasnya. Tetapi postur tubuh Panji sangat tinggi, ia tidak bisa menjangkau tangannya yang dinaikkan ke atas, menjadikan posisi tasnya lebih tinggi.

"Naik dulu ke motor, baru gue balikin tas lo," kata Panji.

Amanda pun luluh. Ia naik ke motor, dan berbonceng pada Panji. Ia tidak tahu, betapa senangnya pria itu.

Angin di jalanan menerpa wajah kedua muda-mudi itu. Panji hanya diberi tahu kalau Amanda tinggal di daerah Pakusari. Tapi tidak menunjukkan rumahnya yang mana.

"Berhenti di sini aja," kata Amanda, ketika mereka sampai di sebuah jalan masuk ke desa.

"Motornya cukup kok masuk ke sana." Panji sungguh ingin tahu, rumah Amanda yang mana.

"Please, jangan. Orang desa sini, nanti mikirnya aneh-aneh kalau lihat gue jalan bareng cowok." Alasan gadis itu ada masuk akal juga.

"Ya udah." Lantas, Panji mengembalikan tas Amanda. "Ini tas lo. Sorry yah, gue pakai cara ini."

Amanda hanya mengangguk. "Makasih." Lalu pergi meninggalkan Panji yang masih melihatnya berjalan menjauh.

Hari-hari berikutnya.

Panji yang ternyata menyukai Amanda, tidak menyerah mendekati gadis itu. Menjadi orang yang selalu ada untuknya. Ketika takdir memutuskan ayahnya meninggal dunia, dan menjadikannya sebatang kara di dunia ini, Panji adalah satu-satunya orang yang siap menemaninya melewati hari-hari berduka itu. Menghiburnya, sampai bisa move on dan menjalani hidup dengan baik.

Amanda salut dengan usaha Panji menjadi teman baiknya. Dengan menjadi penonton setia, setiap Amanda ikut pertunjukan. Bahkan, menemani gadis itu ikut casting sebagai pemain sebuah film, walau hanya peran figuran. Walau pun masih sering ditolak sana sini, gadis itu pantang menyerah.

"Kamu orang baik, Panji," kata Amanda pada Panji, saat mereka berdua pergi bersama ke pameran Jember Expo di alun-alun kota. Di acara itu, sekolah mereka juga memamerkan hasil desain baju dari anak kelas menjahit.

"Kamu juga orang baik," ucap Panji. Kemudian, ia memegang tangan Amanda. "Manda, jangan pernah berpikir untuk menjauh dari aku, ya."

"Aku gak bisa menjanjikan apapun. Setelah lulus ini, aku mau mengadu nasib ke ibu kota." Amanda memberi tahu Panji tentang rencananya. "Aku hanya punya bakat seni rupa. Di kota ini juga, aku udah gak punya siapa-siapa lagi."

"Aku akan temenin kamu," kata Panji. "Ke mana? Surabaya? Bandung? Jakarta? Aku akan temenin kamu ke mana saja."

Amanda tersenyum pahit. "Panji, urus masa depan kamu sendiri. Jangan sampai terhambat hanya karena aku."

"Kamulah masa depan aku, Manda," kata Panji, begitu berterus terang. Membuat Amanda terkesiap. "Kamu adalah masa depan yang aku inginkan."

Gadis itu terkejut mendengarnya. Apakah Panji memiliki perasaan itu padanya? "Jangan, Panji! Aku bukan orang yang tepat untuk masa depan kamu." Ia menyadari segala kekurangannya bagi Panji yang bisa dibilang anak konglomerat dan dimanja.

Tiba-tiba, Panji meminjam microphone di stan karaoke milik sekolah lain. Dia berkata dengan pengeras suara, dan semua orang bisa mendengarnya. "Gue pengen nyanyiin sebuah lagu untuk perempuan hebat itu, namanya Amanda." Ia memilih lagu Base Jam, yang berjudul Bukan Pujangga. Ia yang jelas tidak bisa menyanyi dengan baik, menyanyikan lagu itu dengan semua suara sumbangnya. Begitu percaya diri, sampai ditertawakan orang yang mendengar.

Satu yang kupinta

Yakini dirimu

Hati ini milikmu

Semua yang kulakukan

untukmu lebih dari

sebuah kata cinta

untukmu

Ini diriku

"Amanda Syailendra, will you be my girlfriend?" Panji menyatakan perasannya.

Amanda jadi malu, karena semua orang yang melihat ini, bersorak kata "terima". Benarkah perasaan Panji ini tidak main-main? Selama ini dirinya tidak pernah dekat dengan laki-laki mana pun. Hanya Panji. Ia sudah mengenal Panji dengan baik selama beberapa bulan ini. Dia orang baik. Apakah tidak apa-apa? Dirinya hanyalah gadis miskin sebatang kara. Tetapi hati tidak bisa berbohong. "Yes, I do," kata Amanda. Ia memiliki perasaan yang sama pada pria ini, hanya tidak berani mengungkapkannya.

Panji menaruh microphone itu di meja, dan berjalan menghampiri Amanda. Mereka saling berpelukan dengan bahagia. Panji berjanji akan menemani ke mana pun tujuan hidup wanitanya.

Menjelang lulusan dari SMA, Amanda memasang pengumuman di depan rumahnya, bertuliskan, "RUMAH INI DIJUAL CEPAT. TIDAK PAKAI PERANTARA." Ia tidak punya telepon apalagi handphone. Jadi, dalam keterangan pengumuman itu, meminta calon pembeli datang di jam-jam tertentu.

"Aku mau ke Jakarta, Ji," kata Amanda pada Panji, mengutarakan rencana hidupnya setelah selesai sekolah.

"Mau sekolah seni?" Panji coba menebak apa rencana-rencana pacarnya ini.

Amanda menggelengkan kepala. "Aku gak punya uangnya. Sementara, kerja dulu, cari uang buat masuk kuliah."

"Mau kerja apa?" tanya Panji.

"Ya, apa aja, yang penting halal," jawab Amanda.

"Kamu adalah pekerja keras yang gak gampang menyerah," ujar Panji, sambil menggenggam tangan Amanda. "Kamu pasti bisa sukses dalam bidang apa pun." Ia belai pipi gadis itu. "Dan aku akan menemani kamu ke sana."

"Kamu yakin?" Amanda tidak ingin menghambat apapun yang Panji rencanakan bagi kehidupannya sendiri.

"Sambil nemenin kamu, aku juga bisa kuliah di sana, kan?" Pria itu meyakinkan sang kekasih.

Namun, rencana tidak semulus yang diharapkan.

Ayah Panji sudah memutuskan akan menyekolahkan putra pertamanya itu ke luar negeri, sekolah bisnis gitu. Terjadi perdebatan.

"Pa, aku mau sekolah kedokteran di Jakarta. Aku punya cita-cita jadi dokter sejak kecil. Tapi Papa gak pernah mau nerima." Panji melawan keinginan papanya.

"Kamu itu tahu apa, sih? Seharusnya nurut sama orang tua, karena orang tua lebih tahu apa yang terbaik untuk anaknya!" Suroso terus mengemukakan kemauannya.

"Sorry, Pa, aku gak mau. Terbaik itu menurut Papa dan Mama, bukan menurut aku. Aku yang mau menjalani kehidupanku. Bukan kalian." Hari itu juga, Panji memutuskan meninggalkan rumah. 

Saat Panji hendak meninggalkan rumah, ibunya masuk ke kamar. "Panji, Mama tidak akan menghalangi cita-citamu. Ini ada uang dari tabungan Mama. Kamu pakai untuk masuk kuliah kedokteran yang sangat kamu inginkan itu. Mama merestui kamu."

Panji memeluk Padmi. "Makasih, Ma. Panji janji tidak akan mengecewakan orang tua. Panji akan buktiin kalau bisa berhasil di bidang yang Panji pilih ini."

Padmi mengangguk. Walau harus berat ditinggal pergi anaknya, Padmi ikhlas.

Setelah rumah Amanda terjual, dan urusan kelulusan sekolah beres, sejoli itu berangkat ke Jakarta. Naik bus patas menuju Surabaya. Dari Stasiun Pasar Turi, mereka berdua naik kereta api ke Jakarta.

Hidup baru Panji dan Amanda pun dimulai.

Bab terkait

  • Cintaku yang Terbaik   2. Tinggal di Mana?

    Kereta api berhenti di Stasiun Gambir Jakarta Pusat, saat hari menjelang malam. Semua penumpang berebutan turun. Tetapi Panji dan Amanda tidak buru-buru keluar, karena memang di pintu keluar gerbong memang sangat padat. Sambil menunggu kerumunan orang itu mereda, Panji kembali menyandarkan badannya ke sandaran kursi yang ia duduki. "Abis ini cari makan dulu, ya," kata Amanda, sembali menyimpuni beberapa barang yang sempat dikeluarkannya selama perjalanan. Cermin untuk memeriksa wajahnya agar tetap cantik dan bersih, juga beberapa buku, yang malah tidak terlalu diperhatikan, karena sepanjang kereta berjalan, yang ada Panji selalu mengajaknya bicara. Katanya takut pada mabuk perjalanan. Mereka akui, ini pertama kalinya naik kereta api untuk perjalanan yang sangat jauh. Panji hanya menyahut, "He-em." Kelihatan capeknya. Tiba-tiba ia terpikirkan sesuatu. "Eh, Yank." Ia menatap Amanda dan mengajaknya bicara serius. "Apa?" tanya Amanda. Ia juga merasa ada hal penting yang ingin Panji kata

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-30
  • Cintaku yang Terbaik   3. Saling Mendukung

    Hari menjelang siang, saat Amanda membantu Panji membersihkan rumah kontrakan pria itu. Rumah yang memang tidak terlalu besar, tetapi nyaman ditinggali. Tidak begitu kotor juga, karena penghuni sebelumnya rajin bebersih. Perabotan penting seperti kasur, peralatan dapur, dan sofa untuk ruang tamu memang sudah disiapkan oleh pemilik kontrakan, yang tidak lain adalah Puspa, budhenya Amanda. Saat sibuk bebersih itu, Puspa datang. "Manda, Panji, gimana? Suka dengan tempatnya?" "Tempatnya bagus, Budhe. Terima kasih," kata Panji. "Lebih dari bagus malah." "Oh ya, nanti air dan listrik, kamu usaha sendiri. Soalnya meterannya beda dengan yang di rumah. Pengontrak yang lain juga gitu." Rupanya Puspa datang untuk membahas hal itu. "Baik, Budhe. Gak papa. Nanti sambil kuliah, Panji juga akan cari kerjaan sampingan." Rencana Panji ini baru banget diketahui oleh Amanda. Memang ada beberapa hal yang tidak diceritakannya pada sang kekasih. "Ya udah. Gimana nyamannya saja. Kalau butuh motor, bisa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Cintaku yang Terbaik   4. Cinta dan Karir

    Waktu berlalu, tidak terasa, sudah dua tahun Panji dan Amanda berkuliah dan hidup di Jakarta. Panji menjalani kuliahnya yang semakin sibuk, dan pekerjaan sampingan juga menyita waktu. Hampir tidak tersisa waktu untuk berkencan dengan Amanda. Tetapi ia selalu sempatkan setiap malam minggu, atau ketika hari libur, ia akan meninggalkan yang bisa ditinggalkan, demi bisa menumpahkan perhatiannya pada sang kekasih. Sebenarnya kesibukan Amanda juga tidak kalah gila. Di hari biasa ia mengikuti jadwal perkuliahan, sementara di hari libur, Amanda pergi mengikuti jadwal syuting. Benar! Setelah berhasil mementaskan sosok Ibu Fatmawati beberapa tahun lalu di kampus, bakatnya dalam seni peran. Ia jadi sering dapat tawaran untuk syuting iklan atau film televisi, mengisi peran-peran figuran. Lama-lama, dapat jatah peran pendukung. Sebenarnya tawaran membintangi film atau sinetron remaja sebagai pemeran utama banyak datang, hanya saja Amanda sering menolak, karena tidak ingin kuliahnya jadi keteteran.

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • Cintaku yang Terbaik   5. Jarak dan Rindu

    Menginjak tahun ketiga kuliah kedokteran ini, Panji kian disibukkan dengan kegiatan persiapan Program Profesi Dokter atau biasa disebut dengan koas. "Jadi, ini kamu koas di Bandung, Yank?" tanya Amanda, setelah mendapat kabar itu dari Panji. Bandung memang tidak terlalu jauh. Tetapi namanya berjauhan, apalagi ini dalam waktu yang lama, akan menyebabkan kerinduan panjang. "Koasnya memang dua tahun, pindah-pindah, tapi selama bisa pulang ke sini, aku pasti pulang." Panji coba menghibur kekasihnya. "Aku bukannya gak ingin kamu koas, tapi, aku bakalan kangen banget sama kamu, Yank." Amanda mengungkapkan perasaannya. "Iya, aku tahu. Aku juga pasti kangen banget sama kamu." Ia mengusap kepala Amanda, yang lantas memeluknya. "Kok mendadak jadi manja begini?" candanya. "Kapan lagi bisa meluk kamu, kalo bukan sekarang-sekarang ini?" sahut Amanda, membulatkan suaranya. Panji pun mendekapnya erat. Minggu itu, Panji pun berangkat koas di Bandung. Di sana, program profesi dokternya akan berl

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-04
  • Cintaku yang Terbaik   6. Sebuah Keinginan

    Kereta api memasuki Stasiun Jember di daerah Jemberlor, Patrang. Semua penumpang berangsur turun, termasuk Panji. Ia sudah menelepon adiknya, Pratiwi untuk menjemput. Pulang ke Jember, bagi Panji urusannya bukan hanya mau koas terakhir, tetapi juga ingin berdamai dengan ayahnya, serta mengabarkan soal pertunangannya dengan Amanda. Tampak, seorang gadis berkaos hijau muda dan celana jeans berdiri di depan bangsal kedatangan penumpang. Dialah Pratiwi, adik Panji satu-satunya. Sekarang dia berkuliah di Unej, jurusan ekonomi. Cocoklah, untuk meneruskan perusahaan keluarga. Ia bersama Pak Toha, sopir mereka. "Mas Panji!" panggil Pratiwi, sambil melambaikan tangan. Panji pun menghampirinya. "Udah tadi?" "Barusan aja, kok. Yuk, cepetan pulang!" Pratiwi membantu membawakan tas berisi semacam oleh-oleh gitu. Memasukkannya ke bagasi mobil, berikut dengan tas koper dan tas ranselnya. "Mama bilang, Mas Panji gak boleh mampir-mampir, harus sampai ke rumah." "Lagian yang mau mampir-mampir tuh s

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • Cintaku yang Terbaik   7. Apa itu Jodoh?

    Panji mendapat kabar yang kurang bagus dari Pratiwi. Sebagai dokter, dirinya tahu seberapa parah penyakit yang diidap Padmi, ibunya. Kanker otak, yang sudah naik jadi stadium tiga. Ia segera mengajukan cuti, dan pulang ke Jember. Ia belum sempat memberi tahu Amanda soal ini. Sesampainya di Jember, Panji langsung menemui Padmi di rumah sakit tempatnya di kemoterapi. "Maafin Panji, Ma. Udah bikin Mama marah." Panji memeluk lutut ibunya. "Mama harus sembuh. Panji janji akan menuruti semua keinginan Mama." "Semua?" Padmi memastikan tidak salah dengar. Sepertinya di sinilah Panji mengawali semua kesalahan yang akan ditanggungnya seumur hidup. "Se-semuanya." Panji pasrah, benar-benar menuruti semua keinginan mamanya, termasuk menikahi Selma Hayati, perempuan yang telah dijodohkan dengannya bahkan semenjak mereka belum dilahirkan ke dunia ini. Ia tidak berani memberi tahu Amanda soal ini semua. Ia tidak siap menghadapi kemarahan kekasihnya itu. Ia hanya membiarkan handphone terus berbuny

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Cintaku yang Terbaik   8. Gerbang Kematian

    Amanda segera mendapat pertolongan di ruang UGD. Vero meminta para petugas untuk tidak menceritakan yang terjadi kepada selain yang berhubungan. Yang paling penting adalah harus merahasiakan hal ini dari awak media. Menunggu Amanda ditangani para dokter, Vero menunggu di luar. Datanglah Puspa dan Syamsul. "Gimana kondisi Amanda?" tanya Puspa. Ia sudah tahu apa yang terjadi antara keponakannya dan Panji. "Ma!" Vero menangis, memeluk ibunya. "Kasihan Manda, Ma. Kenapa dia harus mengalami masalah seperti ini, saat karirnya naik, kebahagiaan sudah dalam genggaman tangannya. Kenapa Panji tega melakukan semua ini sama Manda? Salah Manda apa?" "Udah, udah, kamu jangan ikutan down begini. Kita semua harus kuat. Terutama kamu, yang paling dekat sama dia." Puspa menepuk-nepuk pelan punggung Vero, menenangkan anak gadisnya. "Tetap saja, Panji harus memberikan penjelasan pada kita. Kalau pun Amanda gak mau dengar, kita yang mewakili." Begitu kata Syamsul. Sementara itu, Panji tidak tahu haru

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Cintaku yang Terbaik   9. Ada yang Harus Kamu Tahu!

    Cinta adalah sebuah simbol perasaan yang suci. Siapapun berhak memiliki. Termasuk yang dilarang. Status hubungan Amanda dan Panji memasuki ranah terlarang. Sudah tidak bisa bersatu seperti yang mereka impikan. Tetapi, apakah mereka berdua dapat menerima keputusan takdir? Terutama Panji, tidak! Hari itu, Panji pulang ke rumah kontrakannya, mau mengambil pakaian bersih. Selama Selma masih tinggal di rumahnya, ia lebih memilih tinggal di asrama dokter. Selma menyambutnya. "Mas Panji, kamu sudah pulang? Aku buatkan makan malam, ya?" Perempuan berhijab tengah berusaha melayani suaminya dengan baik. Panji hanya diam, tidak mempedulikannya. Melihat rumah sudah sepi, sepertinya Pratiwi juga sudah pulang ke Jember. Selma sendirian. Selma mengekor di belakangnya, hingga hampir naik ke lantai dua, di mana kamarnya berada. Panji langsung menyuruhnya berhenti mengikuti. "Jangan pernah naik ke atas, di mana kamarku berada!" "Ke-kenapa memangnya, Mas?" tanya Selma. Sepertinya kali ini Panji haru

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06

Bab terbaru

  • Cintaku yang Terbaik   43. Sebongkah Janji

    Setelah menghabiskan tiga minggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Mara sudah diperbolehkan pulang dan melakukan rawat jalan di rumah. Tetapi Milka tidak bisa menemaninya, karena harus fokus dengan persiapan masuk SMA.Malam itu, Mara yang sudah bisa jalan sendiri ke ruang makan, ikut makan malam bersama ibunya. Sudah dua belas tahun mereka hidup hanya berdua. Tanpa kehadiran pria dewasa yang merupakan seorang suami dan ayah. Herman Zylgwyn telah meninggal dunia, karena serangan jantung."Mom," panggil Mara, seusai menghabiskan makanannya."Ya?" sahut Gloria."Hmm, Mara udah mikirin sesuatu," kata Mara. "Mara... mau kuliah."Gloria menyambut keinginan Mara dengan senyuman. "Akhirnya, kamu mau mikirin soal ini. Kamu mau kuliah di mana? Ambil apa? You know, Mommy gak pernah memaksa kamu kuliah di universitas tertentu, ambil jurusan tertentu. Karena kamulah yang akan menjalaninya kelak."Mara mengangguk. "Mara mau ambil sekolah bisnis di... London."Senyum Gloria mulai redup. "Luar negeri

  • Cintaku yang Terbaik   42. Menemanimu

    Hari sudah siang.Pak No datang ke rumah sakit, membawakan pakaian ganti untuk Milka, dibungkus sebuah tas. Selma yang menyuruhnya. Memang, setelah dibujuk oleh Panji, akhirnya Milka mau tidur di ruangannya."Pa, aku mau jenguk temen aku itu," kata Milka, setelah selesai mandi dan berganti pakaian."Sarapan dulu," kata Panji. "Tuh, Papa udah beliin nasi uduk. Enak, deh." Ia tahu, Milka sepertinya masih khawatir dengan kondisi Mara. "Belum jam besuk juga."Milka pun menurut.Panji memperhatikan, ada yang tidak biasa di antara Milka dan pasien laki-laki itu. Mengingatkannya pada dirinya saat muda bersama Amanda saat semuda mereka. Apakah.... di antara Milka dan Mara ada hubungan semacam itu? "Anak kita sudah besar, Yank," ucapnya dalam hati.Di sebuah bangsal rumah sakit yang sunyi. Di dalam kamar yang juga hampa dengan kehidupan. Seorang pasien wanita terbaring koma. Pada tubuhnya menempel sejumlah selang dan kabel yang terhubung dengan mesin-mesin penunjang kehidupan. Hanya bisa dijen

  • Cintaku yang Terbaik   41. Telah Salah Bersikap

    Malam itu. Mara bersama Bimo dan Jodi pergi ke sebuah bar milik keluarga Zylgwyn. Merasa sudah cukup umur, Mara masuk ke sana dan mencoba minum minuman beralkohol. Sebagai peminum pemula, tentu saja, meski cuma bir dengan kadar alkohol rendah, membuat dirinya jadi mabuk. Bimo dan Jodi tidak ikut minum. Mereka mengawasi Mara. Tetapi namanya Mara, tetaplah bos mereka. Malam itu, Mara minum sangat banyak, dan kalau dilarang, pasti ngamuk dan melempar gelas yang dipegangnya. "Heh! Lo itu siapa? Gak usah ngelarang-ngelarang gue. Ya! Ntar, lo takut lagi!" Lantas tertawa. Persis orang gila yang kehabisan obat. Bimo dan Jodi pun tidak bisa apa-apa. Ketika hendak pulang, mereka melihat Mara berjalan sempoyongan. "Mara, gue boncengin lo, ya?" Jodi menawarkan diri. "Apaan sih!" Mara menolak. "Gue masih bisa nyetir!" Dari caranya bicara saja sudah dapat dipastikan, Mara mabuk berat. "Kita ikutin aja dari belakang," kata Bimo pada Jodi. Mara menjalankan motornya. Awalnya dengan kecepatan nor

  • Cintaku yang Terbaik   40. Kamulah Orangnya

    Waktu pun berlalu. Masha berhasil mendapatkan beasiswa sekolah fashion ke New York, Amerika Serikat. Tetapi, dia harus meninggalkan SMA di Jakarta ini, dan pindah ke sana.Selma kembali merasa berat hati, ketika anaknya harus pergi ke tempat yang sangat jauh. "Pikirin lagi, Sha.""Ma, udah berapa kali harus Masha bilang? Masha yakin kok." Masha harus meyakinkan ibunya agar berhenti mencegahnya pergi.Selma menelepon Panji agar segera pulang, supaya bisa bantu membujuk Masha agar membatalkan pindah sekolah ke Amerika."Kamu urus aja gimana baiknya," sahut Panji tanpa memberikan bantuan pada Selma."Mas, mau sampai kapan sih, kamu bersikap acuh sama Masha? Dia itu putri kamu sendiri. Anak kandung kamu." Selma habis kesabaran. "Coba kalau Milka yang begini, kamu pasti akan bela-belain melakukan segalanya. Padahal, darah kamu aja, setetes pun gak mengalir di tubuhnya! Kenapa harus bersikap pilih kasih kayak gini, hah?""Dulu, yang ingin punya anak, siapa?" Panji mengembalikan pertanyaan i

  • Cintaku yang Terbaik   39. Mentas dari Samudra Luka

    Rasa sakit hati, marah, dan kecewa menumpuk jadi satu dan menimbulkan rasa baru bernama benci di hati Masha. Melihat sosok Milka, menyebabkan hatinya kian perih. Karena mengingatkannya pada kejadian malam itu, di mana perasaan Mara terungkap dengan gamblang. Apalagi kamar pintu mereka berdua berhadapan. Setiap pagi, hendak bersiap ke sekolah, mereka sering keluar bersamaan dari kamar masing-masing. Masha selalu membuang muka.Milka merasa sedih dengan situasi ini. Tetapi apa yang dapat dilakukannya? Semua ini gara-gara Mara! Milka jadi semakin tidak suka pada pria itu.Mara tidak bisa diam saja. Ia merasa kurang berbuat sesuatu supaya Milka mau menerima perasaannya. Ia mulai mencari tahu lebih banyak tentang Milka. Yaitu sekolahnya. Hari itu, ia terpaksa bolos sekolah, agar bisa mendatangi Milka di sekolahnya. Karena jam pulang sekolah anak SMP dan SMA berbeda beberapa jam.Bel berdentang. Kemudian para pelajar berseragam putih biru menyeruak keluar melewati ambang gerbang. Tampak se

  • Cintaku yang Terbaik   38. Rasa Salah Tujuan?

    "Lepasin!" pinta Milka, ketika ia dibawa Mara sampai ke tengah hallroom.Mara melepaskannya. "Kamu tunggu di sini. Aku akan mulai pestanya." Ia meninggalkan Milka dengan sejuta kebingungannya.Setelah Mara pergi, giliran Masha datang. "Apa-apaan ini, Milka?""Dia pasti salah gandeng tangan aku, Kak," kata Milka."Jangan bohong kamu! Pasti tiap kali jemput kakak di sekolah, kamu akrab-akrabin Mara, kan?" Tiba-tiba Masha melontarkan kemarahan yang tidak berdasar. Sang adik sampai terperangah saking kagetnya."Aku juga gak ngerti, Kak. Aku gak pernah mengakrabi Mara sama sekali." Milka berusaha menjelaskan pada kakaknya. Kini dia tahu, bahwa cowok yang jadi penebar bunga-bunga asmara di hati Masha itu siapa. Mara. Tapi, apa yang sudah dilakukan pria itu.Masha tidak mempercayai penjelasan Milka, jika membandingkan dengan apa yang baru saja tampak di depan matanya. Apalagi, ketika acara mulai.Mara naik ke panggung, ketika pembawa acara memanggil. Semua orang dipandu untuk menyanyikan lag

  • Cintaku yang Terbaik   37. Yang Paling Sibuk

    "Kakak lagi jatuh cinta, ya?" tebak Milka, ketika mereka baru turun dari mobil, dan memasuki rumah."Ah, kamu nih!" elak Masha. "Gak usah sok tahu, deh." Tetapi raut wajahnya seperti membenarkan tebakan sang adik."Tapi beneran kan, Kak?" Milka semakin menggodanya. Sampai mereka masuk rumah, dan suara canda tawa didengar oleh Selma, ibu mereka."Kalian becandain apa, sih?" tanya Selma. "Kedengerannya heboh banget.""Ini lho, Ma, Kak Masha..." Milka mau meneruskan, tetapi ditahannya, karena ia tahu tadi hanya gurauan."Kak Masha kenapa?" Selma malah mendesaknya untuk bicara."E... Kak Masha..." Tiba-tiba Milka merasa tidak enak sendiri. Seharusnya ia berhenti saja menggoda Masha, sebelum masuk rumah.Kemudian, Masha yang menyadari situasi itu, langsung mengubah arah pembicaraan. "Ah, Mama. Jangan ditanya terus Milka-nya. Ntar kartu aku terbuka semua.""Memangnya ada apa, sih?" Selma masih penasaran."Ini lho, aku tadi tuh baru dapet tugas dari kakak pembina di ekskul tata busana, buat

  • Cintaku yang Terbaik   36. Diri Berbeda

    Untuk ke sekian kalinya, Mara memperhatikan Milka, yang baru datang ke sekolah itu untuk menjemput saudaranya, Masha. Hari itu, Milka memang sengaja tidak turun dari mobil. Ia hanya membuka pintu mobil, dan merasakan embusan angin yang menerpa tubuhnya. Gadis itu disibukkan dengan pekerjaan menggunakan laptop, dan sesekali menelepon.Mara melihatnya dari jendela kelasnya yang berada di lantai dua, dan dari sana bisa melihat pemandangan di depan sekolah, yang mana tempat parkir berada di sana. Ia benar-benar memperhatikan Milka dengan wajah cantiknya yang sangat khas seorang remaja.Tiba-tiba, terdengar suara 'tok-tok' pada meja belajarnya. Pak Anton, guru kelas mereka menegur, karena sejak tadi Mara tidak fokus belajar, malah melamun, dengan pandangan terlempar keluar dari jendela."Maaf, Pak," ucap Mara.Pak Anton melanjutkan pelajaran ekonomi di kelas yang hanya terisi tiga orang tersebut. Kelas khusus bagi Mara, Bimo, dan Jodi, sebagai bentu hukuman sosial, akibat laporan Masha tem

  • Cintaku yang Terbaik   35. Biangnya Rasa Penasaran

    Kemunculan gadis SMP yang mengganggu acara pembalasan dendam untuk Masha, turut mengganggu ketenangan Mara. "Siapa sih, tuh cewek?" Ia mengingat penampilan gadis itu yang mengenakan seragam putih biru khas anak SMP. Wajahnya tidak mirip dengan Masha. "Pasti bukan saudaranya." Tetapi ancaman gadis SMP itu cukup menjadi alasan bagi Mara, Bimo, dan Jodi untuk berhenti mengganggu Masha."Masa lu takut cuma gara-gara anak SMP itu?" ledek Bimo. Tetapi ledekan itu akhirnya kembali pula pada dirinya sendiri."Gue bukannya takut, ya!" elak Mara. "Cuma gak mau berurusan dengan masalah yang jauh lebih rumit. Ngerti gak, lo?"Jodi melirik Bimo, merasa ada yang Mara pendam.Sebenarnya, Milka masih mengkhawatirkan Masha. "Kak, kalo dia macem-macem lagi sama Kakak, kasih tahu aku. Ya?" Ia mengingatkan sang kakak, saat dalam perjalanan ke sekolah."Udah, kamu gak perlu khawatir," kata Masha, menenangkan sang adik. "Kan udah kamu ancam. Mereka pasti gak berani lagi."Mereka lupa, obrolan ini didengar

DMCA.com Protection Status