Share

4. Cinta dan Karir

Penulis: Nada Egan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-03 14:46:36

Waktu berlalu, tidak terasa, sudah dua tahun Panji dan Amanda berkuliah dan hidup di Jakarta. Panji menjalani kuliahnya yang semakin sibuk, dan pekerjaan sampingan juga menyita waktu. Hampir tidak tersisa waktu untuk berkencan dengan Amanda. Tetapi ia selalu sempatkan setiap malam minggu, atau ketika hari libur, ia akan meninggalkan yang bisa ditinggalkan, demi bisa menumpahkan perhatiannya pada sang kekasih.

Sebenarnya kesibukan Amanda juga tidak kalah gila. Di hari biasa ia mengikuti jadwal perkuliahan, sementara di hari libur, Amanda pergi mengikuti jadwal syuting. Benar! Setelah berhasil mementaskan sosok Ibu Fatmawati beberapa tahun lalu di kampus, bakatnya dalam seni peran. Ia jadi sering dapat tawaran untuk syuting iklan atau film televisi, mengisi peran-peran figuran. Lama-lama, dapat jatah peran pendukung. Sebenarnya tawaran membintangi film atau sinetron remaja sebagai pemeran utama banyak datang, hanya saja Amanda sering menolak, karena tidak ingin kuliahnya jadi keteteran.

Amanda adalah gadis yang mandiri. Sejak ditinggal mati ibunya, ia sering mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Termasuk mengurus hidupnya. Ia tahu, Panji sibuk. Ia tidak ingin mengganggu hanya karena minta diantar-jemput ke mana-mana. Walau sekarang Panji sudah punya motor. Dibeli dari hasil menyisihkan gajinya saat bekerja di kafe. Walau hanya motor bekas.

Bahkan saat Panji libur, tetapi Amanda malah syuting, dia hanya menyarankan pada Panji untuk memakai waktu luang begitu untuk istirahat.

"Tapi aku mau nemenin kamu, Yank," kata Panji.

"Nanti aja, kalau aku udah jadi bintang beneran, baru deh," jawab Amanda sambil berkelakar.

"Ih, kamu ya. Aku ini loh, kangen setengah mampus sama kamu. Seminggu ya, gak lihat kamu, gara-gara kuliah sibuk, trus kafenya rame pula." Panji mulai menggerutu.

Amanda duduk di samping Panji. "Yank, semua kesibukan, kesusahan, dan jerih payah kita saat ini adalah bekal buat masa depan kita berdua. Itu kan yang kita mau?" Ia merangkul Panji. "Mungkin akulah yang paling pengen kita berdua sama-sama sukses."

Panji tersenyum. "Kamu selalu menyuntikkan semangat buat aku. Tapi, hari ini aku tetep mau nemenin kamu syuting. Sebelum nanti kamu beneran jadi bintang besar, dan aku gak bisa nyentuh kamu."

Amanda tersenyum. "Ya udah."

Amanda memang tidak terlalu sering datang ke lokasi syuting dengan bawa pacar, tetapi beberapa kru yang pernah bekerja sama, mengetahui hubungan mereka. Salah satunya Bang Ben, petugas katering di lokasi syuting dari rumah produksi yang sering menawari Amanda memerankan satu karakter.

"Dikawal nih, Mbak Manda?" goda Bang Ben.

"Iya nih, Bang. My beloved bodyguard!" Amanda menjawabnya dengan gembira. Sebenarnya ia juga senang kalau Panji bisa menemaninya ke mana-mana.

"Ya udah, aku tunggu di sini sama Bang Ben, ya. Kamu syuting yang bagus." Panji mencium kening Amanda, memberikan dukungan dan semangat penuh cinta.

Amanda mengangguk.

Hari itu Amanda syuting di sebuah ruang apartemen, untuk film televisi remaja yang mengisahkan cerita tentang mahasiswi mandiri yang disukai oleh anak orang kaya. Amanda berperan jadi temannya si mahasiswi tersebut. Namanya Tina. Ceritanya, hari itu Tina sedang membantu temannya; si pemeran utama itu, mengerjakan tugas kuliah, karena sang teman mulai kepincut pacaran dengan cowok itu.

Namun, sampai Amanda selesai melakukan pengambilan gambar untuk dirinya, pemeran utama yang merupakan aktris FTV yang sedang populer, tidak juga datang. Sudah dihubungi berulang kali, masih tidak menyahut juga. Kan, seharusnya pemeran utama itu datang untuk melakukan adegan baru pulang dari pacaran, dan mengucapkan terima kasih kepada Tina.

Sutradara mulai kesal. Karena hal seperti ini bukan hanya terjadi sekali atau dua kali. Sudah beberapa kali. "Coba deh, telepon pihak PH, ganti aja pemainnya, daripada jadwal syuting jadi berantakan begini!"

Asisten sutrada sudah mencoba menghubungi aktris bernama Dinda Shah, melalui manajernya. Semua nomor mereka tidak ada yang aktif.

Masih ada dialog yang harus dilakukan antara Amanda dan Dinda. Amanda tidak ingin ikut campur urusan manajemen syuting. Yang penting dirinya bisa melakukan tugas dengan baik, ya sudah.

Sambil menunggu kabar kelanjutan syuting hari ini, Amanda membaca kembali naskah sambil menghafalkan dialognya. Ia memakai ruangan kamar tidur, duduk bersandar pada bantal, dan membaca adegan yang akan menjadi bagiannya nanti. Saking penuh penghayatannya, ia tidak sadar membaca dialog juga dengan penuh jiwa. Sempat merasa kurang pas, ia mengulanginya. Masih kurang pas juga, ia coba membaca dialog milik Dinda, untuk mencari emosi yang tepat. "Tina, gue makasih banget sama lo. Gak tahu gimana jadinya kalo gak punya lo." Kemudian, ia melanjutkan dengan dialognya sendiri. "Gak papa, Rinta. Gue kan temen lo. Tapi plis, jangan sering-sering, dong."

Amanda tidak menyadari, kalau Pak Kemal yang jadi sutradara hari itu mendengar cara Amanda mengucapkan dialog dua tokoh tersebut. "Calon artis besar ini."

Tiba-tiba, Mas Anton, si asisten sutradara yang super sibuk nelponin artisnya membawa kabar mengejutkan. "Mas Kemal! Dinda! Dinda, Mas!"

"Kenapa Dinda?" tanya Pak Kemal.

Semua orang, termasuk Amanda juga mendengar Mas Anton menyampaikan kabar itu. "Dinda Shah ketangkap BNN!" BNN adalah Badan Narkotika Nasional, yang menangani perkara-perkara terkait penyalahgunaan narkoba atau obat-obat terlarang.

Rupanya selama ini Dinda sering telat atau bahkan tidak datang syuting karena sibuk nyabu. Semua orang menyayangkan perbuatan Dinda. Demi bisa tampil maksimal, malah melakukan hal di luar batas kewajaran, dan akhirnya rugi sendiri. Di usia yang masih muda, Dinda harus berurusan dengan hukum. Bahkan nasibnya sebagai artis langsung jatuh di mata publik.

Syuting hari itu dicukupkan, sampai ada kabar lagi dari rumah produksi. Amanda pun memutuskan mengajak Panji pulang.

"Emang, syuting film gitu itu capeknya banget apa gimana, Yank? Sampai butuh obat-obat terlarang begitu?" Walau ia berkuliah di kedokteran, Panji tetap tidak habis pikir terhadap para penyalahguna narkoba, apalagi dalam karir yang mentereng sebagai selebriti.

"Ya, dibilang capek ya capek. Apalagi kalau adegan yang sama diulang-ulang. Terlebih lagi kalau jadwalnya padat. Pantes aja sih, Kak Dinda itu kalau tampil selalu prima, energik, eh gak tahunya..." Amanda langsung menjitak pelan keningnya sendiri. "Amit-amit! Jangan dibahas lagi deh. Ngeri bayanginnya."

"Iya iya. Gak usah dibahas lagi. Yuk, pulang!" Panji naik ke motornya, dan menunggu Amanda naik juga. Tetapi gadis itu masih bergeming. "Eh, malah ngelamun, Nona!"

Lamunan Amanda pun buyar. Ia naik ke motor. Memakai helm, lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang sang kekasih. "Yank, aku pingin makan rujak manis."

"Rujak? Oke, mari kita kemon!" Panji tahu, pasti Amanda juga terkejut dan terguncang mendengar teman kerjanya terlibat urusan dengan narkoba. Ia ingin menghiburnya agar bisa lebih tenang.

Beberapa hari kemudian, belum ada kabar lagi bagaimana kelanjutan FTV yang melibatkan Amanda sebagai pemeran pendukungnya.

"Kayaknya itu FTV bungkus, deh. Gak jadi tayang." Amanda menduga demikian, sambil menemani Panji mencuci motornya pada suatu Minggu.

"Anggap aja belum rejeki," kata Panji. Ia melap air yang menempel pada jok motor dengan kanebo. Salah satu alat kebersihan yang selalu ada di dalam jok motornya.

"Iya, sih." Biasanya Amanda orangnya optimis dan selalu bisa melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang lain. Tapi dirinya sungguh menyayangkan, kalau sampai benar-benar FTV itu tidak dilanjutkan. Perannya cukup bagus di situ.

Kemudian datanglah Vero. Dari jauh sudah memanggil nama Amanda. Ia mempercepat langkah. "Manda!"

"Ada apa, Ver? Sampai lari-lari gitu?!" Amanda menunggu sampai Vero tiba di hadapannya.

"Ada tamu nyariin lo," kata Vero.

"Kok gak SMS aja sih? Pake lari-lari begitu," tegur Amanda.

"Jangankan SMS nih, ya, telepon udah berkali-kali, tapi gak diangkat. Punya Panji juga gak nyahut," prepet Vero.

Panji mengaku tidak pegang handphone karena sedang mencuci motor. Sedangkan Amanda bilang, dia malah tidak bawa handphone. Meninggalkannya di rumah, karena memang tidak ingin ada yang mengganggu saat pacaran begini. Waktu berduaan yang sulit mereka dapatkan belakangan ini.

"Ayo deh, cepetan. Tamunya nungguin," kata Vero.

"Tamu siapa sih, emangnya?" tanya Panji. Ia tahu, dirinya dan Amanda jarang menerima tamu saat di rumah. Biasanya menghubungi dengan menelepon.

"Yank, ikut, yuk. Aku juga gak punya firasat apa-apa bakal punya tamu hari ini." Amanda meminta Panji meninggalkan kesibukannya barang sebentar. Sang kekasih pun menurut.

Amanda tidak menyangka, tamu yang datang adalah Pak Kemal si sutradara dan Mas Anton asistennya. Mereka berdua menunggu di beranda rumah, duduk di kursi rotan. Mereka melihat Vero kembali bersama Amanda dan Panji.

"Amanda!" sapa Pak Kemal.

"Kirain siapa yang dateng, Pak," kata Amanda. "Tapi, ada apa ya, Pak? Karena gak biasanya didatengin kayak gini."

Mas Anton yang diminta menjelaskan oleh Pak Kemal. "Manda, selamat yah, kamu terpilih jadi pemeran utama FTV ini, gantiin Mbak Dinda."

Amanda melongo, terkejut mendengarnya. Ekspresi yang sama juga tampak di wajah Panji dan Vero. Mereka tahulah, bagaimana kualitas akting Dinda Shah, sebelum akhirnya berakhir dengan kasus penyalahgunaan narkoba.

"Bukan cuma itu," lanjut Pak Kemal. Pria paruh baya itu melanjutkan, "Kamu akan membintangi FTV dengan cerita yang baru. Kata Pak Produser, FTV yang kemarin ini, dibatalkan. Dianggap rugi saja gitu. Tapi beliau, juga saya yakin FTV yang baru ini akan mendatangkan ganti rugi yang sepadan, dengan bakat akting kamu."

Wah, memang tidak disangka sih ini. Amanda tidak menyangka bisa mendapatkan peran utama. Tetapi bagaimana nanti jadwal kuliahnya? Ia mengungkapkan kesulitannya soal jadwal.

"Kamu tenang saja, Manda. Pak Produser sama Mas Kemal ini, sudah tahu kesulitan kamu soal jadwal. Jadi, kami akan mengatur yang terbaik. Menyesuaikan dengan jadwal kuliah kamu." Kata-kata Mas Anton sungguh memudahkan apa yang tadinya dirasa sulit. 

Amanda pun meminta pendapat Panji. Pria itu tersenyum. "Ini jalan menuju impian kamu, Yank. Lanjutin!"

Bahkan Vero mendukungnya penuh. "Kan lumayan, Manda. Kalo lo udah terkenal, gue bisa dong jadi asisten atau apa, gitu."

Maka tidak ada lagi yang membuat Amanda ragu. Ia menerima tawaran tersebut. Keesokan harinya, Amanda pergi ke kantor rumah produksi untuk menandatangani kontrak satu judul ini. 

Karir Amanda mulai menapaki dunia baru. Asal tidak mengacaukan kuliahnya, ia bersedia memerankan tayangan apapun. Ia meraih bintangnya sendiri. Bakat seni perannya yang apik mulai dikenal oleh masyarakat. Nama Amanda Syailendra mulai diperhitungkan di dunia seni peran.

Sebagai fans nomor satu, sekaligus kekasihnya, Panji hanya berpesan satu hal, agar Amanda selalu melakukan semua perannya dengan baik. Ikhlas dalam menghibur masyarakat di negeri ini. "Yang paling penting, seterang apapun bintang kamu berkilau, jangan berhenti cinta sama aku." Panji sadar, godaan berkarir di dunia mega bintang itu besar. Amanda pasti akan bertemu banyak orang, bahkan pria-pria yang mungkin lebih segala-galanya.

"Yang, aku juga manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Tapi satu hal yang pasti gak akan pernah salah. Hatiku sudah memilih mencintai kamu, dan itu gak akan pernah berubah." Amanda menatap Panji. "Sampai kamu duluan yang ninggalin aku."

Panji langsung memeluk Amanda. "Itu juga gak akan pernah, Sayang. Aku mencintai kamu dengan perasaan yang luar biasa. Di dalam hatiku isinya cuma kamu, kamu, kamu."

"Aku percaya," ucap Amanda. "Orang yang saling mencintai, harus saling menjaga kepercayaan, bukan? Itulah yang akan kita lakukan dari sekarang."

"Aku janji," pungkas Panji.

Bab terkait

  • Cintaku yang Terbaik   5. Jarak dan Rindu

    Menginjak tahun ketiga kuliah kedokteran ini, Panji kian disibukkan dengan kegiatan persiapan Program Profesi Dokter atau biasa disebut dengan koas. "Jadi, ini kamu koas di Bandung, Yank?" tanya Amanda, setelah mendapat kabar itu dari Panji. Bandung memang tidak terlalu jauh. Tetapi namanya berjauhan, apalagi ini dalam waktu yang lama, akan menyebabkan kerinduan panjang. "Koasnya memang dua tahun, pindah-pindah, tapi selama bisa pulang ke sini, aku pasti pulang." Panji coba menghibur kekasihnya. "Aku bukannya gak ingin kamu koas, tapi, aku bakalan kangen banget sama kamu, Yank." Amanda mengungkapkan perasaannya. "Iya, aku tahu. Aku juga pasti kangen banget sama kamu." Ia mengusap kepala Amanda, yang lantas memeluknya. "Kok mendadak jadi manja begini?" candanya. "Kapan lagi bisa meluk kamu, kalo bukan sekarang-sekarang ini?" sahut Amanda, membulatkan suaranya. Panji pun mendekapnya erat. Minggu itu, Panji pun berangkat koas di Bandung. Di sana, program profesi dokternya akan berl

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-04
  • Cintaku yang Terbaik   6. Sebuah Keinginan

    Kereta api memasuki Stasiun Jember di daerah Jemberlor, Patrang. Semua penumpang berangsur turun, termasuk Panji. Ia sudah menelepon adiknya, Pratiwi untuk menjemput. Pulang ke Jember, bagi Panji urusannya bukan hanya mau koas terakhir, tetapi juga ingin berdamai dengan ayahnya, serta mengabarkan soal pertunangannya dengan Amanda. Tampak, seorang gadis berkaos hijau muda dan celana jeans berdiri di depan bangsal kedatangan penumpang. Dialah Pratiwi, adik Panji satu-satunya. Sekarang dia berkuliah di Unej, jurusan ekonomi. Cocoklah, untuk meneruskan perusahaan keluarga. Ia bersama Pak Toha, sopir mereka. "Mas Panji!" panggil Pratiwi, sambil melambaikan tangan. Panji pun menghampirinya. "Udah tadi?" "Barusan aja, kok. Yuk, cepetan pulang!" Pratiwi membantu membawakan tas berisi semacam oleh-oleh gitu. Memasukkannya ke bagasi mobil, berikut dengan tas koper dan tas ranselnya. "Mama bilang, Mas Panji gak boleh mampir-mampir, harus sampai ke rumah." "Lagian yang mau mampir-mampir tuh s

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • Cintaku yang Terbaik   7. Apa itu Jodoh?

    Panji mendapat kabar yang kurang bagus dari Pratiwi. Sebagai dokter, dirinya tahu seberapa parah penyakit yang diidap Padmi, ibunya. Kanker otak, yang sudah naik jadi stadium tiga. Ia segera mengajukan cuti, dan pulang ke Jember. Ia belum sempat memberi tahu Amanda soal ini. Sesampainya di Jember, Panji langsung menemui Padmi di rumah sakit tempatnya di kemoterapi. "Maafin Panji, Ma. Udah bikin Mama marah." Panji memeluk lutut ibunya. "Mama harus sembuh. Panji janji akan menuruti semua keinginan Mama." "Semua?" Padmi memastikan tidak salah dengar. Sepertinya di sinilah Panji mengawali semua kesalahan yang akan ditanggungnya seumur hidup. "Se-semuanya." Panji pasrah, benar-benar menuruti semua keinginan mamanya, termasuk menikahi Selma Hayati, perempuan yang telah dijodohkan dengannya bahkan semenjak mereka belum dilahirkan ke dunia ini. Ia tidak berani memberi tahu Amanda soal ini semua. Ia tidak siap menghadapi kemarahan kekasihnya itu. Ia hanya membiarkan handphone terus berbuny

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Cintaku yang Terbaik   8. Gerbang Kematian

    Amanda segera mendapat pertolongan di ruang UGD. Vero meminta para petugas untuk tidak menceritakan yang terjadi kepada selain yang berhubungan. Yang paling penting adalah harus merahasiakan hal ini dari awak media. Menunggu Amanda ditangani para dokter, Vero menunggu di luar. Datanglah Puspa dan Syamsul. "Gimana kondisi Amanda?" tanya Puspa. Ia sudah tahu apa yang terjadi antara keponakannya dan Panji. "Ma!" Vero menangis, memeluk ibunya. "Kasihan Manda, Ma. Kenapa dia harus mengalami masalah seperti ini, saat karirnya naik, kebahagiaan sudah dalam genggaman tangannya. Kenapa Panji tega melakukan semua ini sama Manda? Salah Manda apa?" "Udah, udah, kamu jangan ikutan down begini. Kita semua harus kuat. Terutama kamu, yang paling dekat sama dia." Puspa menepuk-nepuk pelan punggung Vero, menenangkan anak gadisnya. "Tetap saja, Panji harus memberikan penjelasan pada kita. Kalau pun Amanda gak mau dengar, kita yang mewakili." Begitu kata Syamsul. Sementara itu, Panji tidak tahu haru

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Cintaku yang Terbaik   9. Ada yang Harus Kamu Tahu!

    Cinta adalah sebuah simbol perasaan yang suci. Siapapun berhak memiliki. Termasuk yang dilarang. Status hubungan Amanda dan Panji memasuki ranah terlarang. Sudah tidak bisa bersatu seperti yang mereka impikan. Tetapi, apakah mereka berdua dapat menerima keputusan takdir? Terutama Panji, tidak! Hari itu, Panji pulang ke rumah kontrakannya, mau mengambil pakaian bersih. Selama Selma masih tinggal di rumahnya, ia lebih memilih tinggal di asrama dokter. Selma menyambutnya. "Mas Panji, kamu sudah pulang? Aku buatkan makan malam, ya?" Perempuan berhijab tengah berusaha melayani suaminya dengan baik. Panji hanya diam, tidak mempedulikannya. Melihat rumah sudah sepi, sepertinya Pratiwi juga sudah pulang ke Jember. Selma sendirian. Selma mengekor di belakangnya, hingga hampir naik ke lantai dua, di mana kamarnya berada. Panji langsung menyuruhnya berhenti mengikuti. "Jangan pernah naik ke atas, di mana kamarku berada!" "Ke-kenapa memangnya, Mas?" tanya Selma. Sepertinya kali ini Panji haru

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Cintaku yang Terbaik   10. Selalu Bersamamu

    Setelah beberapa hari rawat inap, dan memastikan Amanda baik-baik saja, Dokter Iqbal mengizinkannya pulang, untuk menjalani rawat jalan di rumah. Dokter Iqbal berpesan berulang kali pada Panji, kalau untuk sementara ini Amanda tidak boleh mengalami tekanan mental dulu. Jangan memberinya masalah-masalah yang berat. "Lo tahu kan, akibatnya apa?""Iya, gue tahu," kata Panji.Hari itu, Panji membawa Amanda pulang ke apartemennya, yang sudah bersih dan rapi, berkat Vero yang mengatur."Yang, aku boleh makan rujak manis, gak?" tanya Amanda."Belum boleh, Sayang," jawab Panji. "Kamu baru keluar dari rumah sakit. Makan yang healthy food dulu gitu. Aku bikinin salad buah aja, ya?""Ya, Pak Dokter. Pasien nurut." Amanda begitu terlihat manja hari ini. Ia membiarkan Panji membantunya berbaring di tempat tidur."Kamu istirahatlah." Panji membetulkan selimut.Amanda menarik tangan Panji. "Yang...""Hm?" Panji menoleh."Jangan tinggalin aku," kata Amanda.Panji pun duduk di sisi tempat tidur. Memeg

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-08
  • Cintaku yang Terbaik   11. Kesepakatan

    Selma meyakini, bahwa apa yang sudah ditetapkan Tuhan, harus ia jaga dan pertahankan, termasuk suami yang tidak mencintainya. Ia percaya, bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha. Saat ini baginya, Panji bagaikan batu yang butuh ditetesi hujan, agar hatinya tersentuh. Maka, sekali lagi ia menemui Panji pada suatu hari di rumah sakit. Ia cukup beruntung karena Panji ada, dan sedang dinas.Panji tampak enggan bicara dengan Selma yang dianggapnya kepala batu. Seperti tidak mengerti bahasa manusia, untuk memahami situasi yang tengah mereka hadapi. Tapi baiklah, ia ingin coba dengar, apa yang mau Selma katakan.Mereka berdua bicara di sebuah kafe, dekat rumah sakit, pas di jam makan siang, sehingga tidak mengganggu pekerjaan Panji sebagai dokter."Kamu bilang, butuh waktu untuk membuat pernikahan ini berjalan cukup lama sampai berakhir dalam perceraian, bukan? Oke, aku setuju." Selma menyeruput teh hangat yang dipesannya.Panji tidak menyangka, Selma akan menyetujui ini. Tapi ia yakin, ti

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-09
  • Cintaku yang Terbaik   12. Kotak Pandora

    Pukul sepuluh malam, hari itu.Kamar rumah sakit kelas VIP itu terasa dingin karena embusan udara dari AC. Seorang pria berjas dokter tertidur di sisi ranjang, sambil memegang tangan pasien yang tengah terbaring dengan mata terpejam.Kemudian... "Pan...ji..."Dokter muda itu terbangun. Ia melihat Amanda membuka matanya. "Sayang?""A-aku di mana?" tanya Amanda."Kamu di rumah sakit, Sayang. Tadi pagi kamu pingsan. Litha yang bawa ke sini." Panji menceritakan kejadiannya.Amanda pun teringat. Pagi tadi ia merasakan kepalanya yang sangat sakit. "Sayang, aku sakit apa, sih?" tanyanya."Kamu hanya kecapean dan stress karena pekerjaan," jawab Panji, lagi-lagi berbohong. "Aku bisa mati?" Ia bertanya demikian, karena sakit di kepalanya tadi sangat tidak biasa.Panji tersenyum. Ia lantas memeluk Amanda. "Engga, dong. Kamu pasti akan pulilh kembali, asal, seperti yang biasanya aku bilang, jangan terlalu banyak mikir. Gak boleh stress."Di luar kamar, sebenarnya ada Selma. Ia penasaran karena m

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10

Bab terbaru

  • Cintaku yang Terbaik   43. Sebongkah Janji

    Setelah menghabiskan tiga minggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Mara sudah diperbolehkan pulang dan melakukan rawat jalan di rumah. Tetapi Milka tidak bisa menemaninya, karena harus fokus dengan persiapan masuk SMA.Malam itu, Mara yang sudah bisa jalan sendiri ke ruang makan, ikut makan malam bersama ibunya. Sudah dua belas tahun mereka hidup hanya berdua. Tanpa kehadiran pria dewasa yang merupakan seorang suami dan ayah. Herman Zylgwyn telah meninggal dunia, karena serangan jantung."Mom," panggil Mara, seusai menghabiskan makanannya."Ya?" sahut Gloria."Hmm, Mara udah mikirin sesuatu," kata Mara. "Mara... mau kuliah."Gloria menyambut keinginan Mara dengan senyuman. "Akhirnya, kamu mau mikirin soal ini. Kamu mau kuliah di mana? Ambil apa? You know, Mommy gak pernah memaksa kamu kuliah di universitas tertentu, ambil jurusan tertentu. Karena kamulah yang akan menjalaninya kelak."Mara mengangguk. "Mara mau ambil sekolah bisnis di... London."Senyum Gloria mulai redup. "Luar negeri

  • Cintaku yang Terbaik   42. Menemanimu

    Hari sudah siang.Pak No datang ke rumah sakit, membawakan pakaian ganti untuk Milka, dibungkus sebuah tas. Selma yang menyuruhnya. Memang, setelah dibujuk oleh Panji, akhirnya Milka mau tidur di ruangannya."Pa, aku mau jenguk temen aku itu," kata Milka, setelah selesai mandi dan berganti pakaian."Sarapan dulu," kata Panji. "Tuh, Papa udah beliin nasi uduk. Enak, deh." Ia tahu, Milka sepertinya masih khawatir dengan kondisi Mara. "Belum jam besuk juga."Milka pun menurut.Panji memperhatikan, ada yang tidak biasa di antara Milka dan pasien laki-laki itu. Mengingatkannya pada dirinya saat muda bersama Amanda saat semuda mereka. Apakah.... di antara Milka dan Mara ada hubungan semacam itu? "Anak kita sudah besar, Yank," ucapnya dalam hati.Di sebuah bangsal rumah sakit yang sunyi. Di dalam kamar yang juga hampa dengan kehidupan. Seorang pasien wanita terbaring koma. Pada tubuhnya menempel sejumlah selang dan kabel yang terhubung dengan mesin-mesin penunjang kehidupan. Hanya bisa dijen

  • Cintaku yang Terbaik   41. Telah Salah Bersikap

    Malam itu. Mara bersama Bimo dan Jodi pergi ke sebuah bar milik keluarga Zylgwyn. Merasa sudah cukup umur, Mara masuk ke sana dan mencoba minum minuman beralkohol. Sebagai peminum pemula, tentu saja, meski cuma bir dengan kadar alkohol rendah, membuat dirinya jadi mabuk. Bimo dan Jodi tidak ikut minum. Mereka mengawasi Mara. Tetapi namanya Mara, tetaplah bos mereka. Malam itu, Mara minum sangat banyak, dan kalau dilarang, pasti ngamuk dan melempar gelas yang dipegangnya. "Heh! Lo itu siapa? Gak usah ngelarang-ngelarang gue. Ya! Ntar, lo takut lagi!" Lantas tertawa. Persis orang gila yang kehabisan obat. Bimo dan Jodi pun tidak bisa apa-apa. Ketika hendak pulang, mereka melihat Mara berjalan sempoyongan. "Mara, gue boncengin lo, ya?" Jodi menawarkan diri. "Apaan sih!" Mara menolak. "Gue masih bisa nyetir!" Dari caranya bicara saja sudah dapat dipastikan, Mara mabuk berat. "Kita ikutin aja dari belakang," kata Bimo pada Jodi. Mara menjalankan motornya. Awalnya dengan kecepatan nor

  • Cintaku yang Terbaik   40. Kamulah Orangnya

    Waktu pun berlalu. Masha berhasil mendapatkan beasiswa sekolah fashion ke New York, Amerika Serikat. Tetapi, dia harus meninggalkan SMA di Jakarta ini, dan pindah ke sana.Selma kembali merasa berat hati, ketika anaknya harus pergi ke tempat yang sangat jauh. "Pikirin lagi, Sha.""Ma, udah berapa kali harus Masha bilang? Masha yakin kok." Masha harus meyakinkan ibunya agar berhenti mencegahnya pergi.Selma menelepon Panji agar segera pulang, supaya bisa bantu membujuk Masha agar membatalkan pindah sekolah ke Amerika."Kamu urus aja gimana baiknya," sahut Panji tanpa memberikan bantuan pada Selma."Mas, mau sampai kapan sih, kamu bersikap acuh sama Masha? Dia itu putri kamu sendiri. Anak kandung kamu." Selma habis kesabaran. "Coba kalau Milka yang begini, kamu pasti akan bela-belain melakukan segalanya. Padahal, darah kamu aja, setetes pun gak mengalir di tubuhnya! Kenapa harus bersikap pilih kasih kayak gini, hah?""Dulu, yang ingin punya anak, siapa?" Panji mengembalikan pertanyaan i

  • Cintaku yang Terbaik   39. Mentas dari Samudra Luka

    Rasa sakit hati, marah, dan kecewa menumpuk jadi satu dan menimbulkan rasa baru bernama benci di hati Masha. Melihat sosok Milka, menyebabkan hatinya kian perih. Karena mengingatkannya pada kejadian malam itu, di mana perasaan Mara terungkap dengan gamblang. Apalagi kamar pintu mereka berdua berhadapan. Setiap pagi, hendak bersiap ke sekolah, mereka sering keluar bersamaan dari kamar masing-masing. Masha selalu membuang muka.Milka merasa sedih dengan situasi ini. Tetapi apa yang dapat dilakukannya? Semua ini gara-gara Mara! Milka jadi semakin tidak suka pada pria itu.Mara tidak bisa diam saja. Ia merasa kurang berbuat sesuatu supaya Milka mau menerima perasaannya. Ia mulai mencari tahu lebih banyak tentang Milka. Yaitu sekolahnya. Hari itu, ia terpaksa bolos sekolah, agar bisa mendatangi Milka di sekolahnya. Karena jam pulang sekolah anak SMP dan SMA berbeda beberapa jam.Bel berdentang. Kemudian para pelajar berseragam putih biru menyeruak keluar melewati ambang gerbang. Tampak se

  • Cintaku yang Terbaik   38. Rasa Salah Tujuan?

    "Lepasin!" pinta Milka, ketika ia dibawa Mara sampai ke tengah hallroom.Mara melepaskannya. "Kamu tunggu di sini. Aku akan mulai pestanya." Ia meninggalkan Milka dengan sejuta kebingungannya.Setelah Mara pergi, giliran Masha datang. "Apa-apaan ini, Milka?""Dia pasti salah gandeng tangan aku, Kak," kata Milka."Jangan bohong kamu! Pasti tiap kali jemput kakak di sekolah, kamu akrab-akrabin Mara, kan?" Tiba-tiba Masha melontarkan kemarahan yang tidak berdasar. Sang adik sampai terperangah saking kagetnya."Aku juga gak ngerti, Kak. Aku gak pernah mengakrabi Mara sama sekali." Milka berusaha menjelaskan pada kakaknya. Kini dia tahu, bahwa cowok yang jadi penebar bunga-bunga asmara di hati Masha itu siapa. Mara. Tapi, apa yang sudah dilakukan pria itu.Masha tidak mempercayai penjelasan Milka, jika membandingkan dengan apa yang baru saja tampak di depan matanya. Apalagi, ketika acara mulai.Mara naik ke panggung, ketika pembawa acara memanggil. Semua orang dipandu untuk menyanyikan lag

  • Cintaku yang Terbaik   37. Yang Paling Sibuk

    "Kakak lagi jatuh cinta, ya?" tebak Milka, ketika mereka baru turun dari mobil, dan memasuki rumah."Ah, kamu nih!" elak Masha. "Gak usah sok tahu, deh." Tetapi raut wajahnya seperti membenarkan tebakan sang adik."Tapi beneran kan, Kak?" Milka semakin menggodanya. Sampai mereka masuk rumah, dan suara canda tawa didengar oleh Selma, ibu mereka."Kalian becandain apa, sih?" tanya Selma. "Kedengerannya heboh banget.""Ini lho, Ma, Kak Masha..." Milka mau meneruskan, tetapi ditahannya, karena ia tahu tadi hanya gurauan."Kak Masha kenapa?" Selma malah mendesaknya untuk bicara."E... Kak Masha..." Tiba-tiba Milka merasa tidak enak sendiri. Seharusnya ia berhenti saja menggoda Masha, sebelum masuk rumah.Kemudian, Masha yang menyadari situasi itu, langsung mengubah arah pembicaraan. "Ah, Mama. Jangan ditanya terus Milka-nya. Ntar kartu aku terbuka semua.""Memangnya ada apa, sih?" Selma masih penasaran."Ini lho, aku tadi tuh baru dapet tugas dari kakak pembina di ekskul tata busana, buat

  • Cintaku yang Terbaik   36. Diri Berbeda

    Untuk ke sekian kalinya, Mara memperhatikan Milka, yang baru datang ke sekolah itu untuk menjemput saudaranya, Masha. Hari itu, Milka memang sengaja tidak turun dari mobil. Ia hanya membuka pintu mobil, dan merasakan embusan angin yang menerpa tubuhnya. Gadis itu disibukkan dengan pekerjaan menggunakan laptop, dan sesekali menelepon.Mara melihatnya dari jendela kelasnya yang berada di lantai dua, dan dari sana bisa melihat pemandangan di depan sekolah, yang mana tempat parkir berada di sana. Ia benar-benar memperhatikan Milka dengan wajah cantiknya yang sangat khas seorang remaja.Tiba-tiba, terdengar suara 'tok-tok' pada meja belajarnya. Pak Anton, guru kelas mereka menegur, karena sejak tadi Mara tidak fokus belajar, malah melamun, dengan pandangan terlempar keluar dari jendela."Maaf, Pak," ucap Mara.Pak Anton melanjutkan pelajaran ekonomi di kelas yang hanya terisi tiga orang tersebut. Kelas khusus bagi Mara, Bimo, dan Jodi, sebagai bentu hukuman sosial, akibat laporan Masha tem

  • Cintaku yang Terbaik   35. Biangnya Rasa Penasaran

    Kemunculan gadis SMP yang mengganggu acara pembalasan dendam untuk Masha, turut mengganggu ketenangan Mara. "Siapa sih, tuh cewek?" Ia mengingat penampilan gadis itu yang mengenakan seragam putih biru khas anak SMP. Wajahnya tidak mirip dengan Masha. "Pasti bukan saudaranya." Tetapi ancaman gadis SMP itu cukup menjadi alasan bagi Mara, Bimo, dan Jodi untuk berhenti mengganggu Masha."Masa lu takut cuma gara-gara anak SMP itu?" ledek Bimo. Tetapi ledekan itu akhirnya kembali pula pada dirinya sendiri."Gue bukannya takut, ya!" elak Mara. "Cuma gak mau berurusan dengan masalah yang jauh lebih rumit. Ngerti gak, lo?"Jodi melirik Bimo, merasa ada yang Mara pendam.Sebenarnya, Milka masih mengkhawatirkan Masha. "Kak, kalo dia macem-macem lagi sama Kakak, kasih tahu aku. Ya?" Ia mengingatkan sang kakak, saat dalam perjalanan ke sekolah."Udah, kamu gak perlu khawatir," kata Masha, menenangkan sang adik. "Kan udah kamu ancam. Mereka pasti gak berani lagi."Mereka lupa, obrolan ini didengar

DMCA.com Protection Status