Beranda / Romansa / Cinta yang hilang / Pelukis Jalanan

Share

Pelukis Jalanan

Penulis: Andika
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di sebuah kamar kos kecil berukuran 3x3, Dimas sedang berbaring dan menunggu pesan di ponselnya. Sudah 10 perusahaan yang dia lamar, namun hingga kini belum ada satu pun perusahaan yang mengabarinya. Dia hanya bisa menunggu di kamar sembari berbaring. Melihat ponselnya yang tak kunjung mendapatkan pesan.

Sebenarnya Dimas ingin melukis, namun kamar kosnya yang terlalu sempit membuatnya sulit untuk melukis di canvas. Dimas pun hanya bisa melukis di kertas berukuran A4. Ia mencoba melukis bagaimana suasana kelasnya dulu yang penuh dengan canda tawa. Ia menggambarkan ada dua orang yang sedang mengobrol di sudut kelas. Itu adalah dirinya dan Refita. Sedangkan Roni dan Cherry pun juga menemani disana. Ada beberapa anak yang bermain pesawat kertas dan seorang bendahara kelas yaitu Novia yang lagi narik iuran ke salah satu anak kelas.

Mungkin Dimas begitu kangen masa-masa indahnya di SMA. Masa dimana dia tidak harus memikirkan kebutuhan hidupnya, kebutuhan buat makan, bayar ko

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta yang hilang   Teman di Bandung

    "kak untuk pesanannya kemarin sudah dapat diambil ya kak," Dimas mengirimkan sebuah pesan ke Adit, pelanggan pertamanya. Ini merupakan hari kedua Dimas mangkal di jalanan Kemang untuk mencari pelanggan yang ingin menggunakan jasa melukisnya. "Oh iya kak, ngambilnya dimana ya kak?" tanya Adit dalam pesan itu. "Di tempat kemarin kamu nemuin saya, soalnya saya mangkal disini," balas Dimas. Kini dirinya tetap memakai setelan pakaian seperti kemarin. Kaos hitam, kemeja kotak-kotak merah dan celana jeans dengan sobek-sobekan di lututnya. "Oh iya kak, nanti siang ya kak saya ambil, soalnya saya masih di sekolah kak, ini saja masih pelajaran kak," jawab Adit. Dimas pun sontak terkejut. Bisa-bisanya Adit bermain ponsel saat jam pelajaran dimulai. Kalau di sekolahnya dulu ya bisa disuruh keluar siswa seperti dulu. Bahkan dulu Dimas sering ditegur hanya karena melamun saja. Tapi Dimas tak mau ambil pusing dengan sekolahnya Adit. Mungkin sistem sekolahnya yang sudah beda

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta yang hilang   Lekuk tubuh yang indah

    "Gimana, sudah selesai kah lukisannya?" tanya Rusli sambil menepuk pundak Dimas yang sedang melukis di tempat biasa ia mangkal. Dimas pun menengok ke belakang dan tersenyum ramah ketika melihat wajah Rusli."Oh iya paman, sudah kok paman, ini paman," jawab Dimas sembari menunjukkan lukisan wajah Rusli yang ia lukis dua hari lalu itu."Maaf ya, saya baru bisa ngambilnya sekarang, kemarin lagi sibuk soalnya," kata Rusli yang sudah dua hari tak kunjung menemui Dimas untuk mengambil lukisannya. Rusli pun sudah mengatakan sebelumnya melalui pesan WhatsApp yang ia kirimkan dua hari lalu bahwa ia tidak bisa mengambil lukisannya karena urusan pekerjaan."Iya paman, nggak papa kok," ucap Dimas sambil tersenyum kepada Rusli. Meskipun Rusli tak kunjung mengambil lukisan itu yang artinya Dimas tak kunjung mendapatkan uang dari Rusli. Tapi dua hari ini cukup banyak orang yang memakai jasa melukisnya. Kebanyakan mereka meminta untuk dilukiskan di kertas gambar A4 karena harga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta yang hilang   Telepon singkat

    "Halo Bu, ibu apa kabar?" tanya Dimas dalam telepon di ponselnya. Sudah 10 hari Dimas berada di Bandung dan baru sempat mengabari ibunya sekarang. Kesibukan melukisnya membuatnya sulit menyempatkan waktu hanya untuk berbicara dengan ibunya. "Halo Dim, baik ibu disini Dim, kamu gimana?" jawab Sonya yang sangat halus kepadanya. Sudah sangat berbeda dengan sifatnya dulu yang keras dengan suara yang selalu membentak bentak. "Dimas baik bu, sekarang Dimas jadi pelukis bu, banyak yang memesan lukisan Dimas bu," ungkap Dimas mencoba menceritakan kabarnya di Bandung. Kini Dimas mengistirahatkan badannya, membaringkan tubuhnya ke kasur kosnya dan pandangannya menatap langit-langit kamar kosnya. "Sukses disana ya Dim, jangan lupa dijaga kesehatannya loh meskipun banyak kesibukan," begitulah ucap Sonya mencoba menasihati Dimas. Sonya sangat bangga terhadap anaknya yang sudah bisa hidup mandiri. Kini Sonya pun mencoba hidup hemat di rumah. Dia ingin menyisihkan uangnya u

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta yang hilang   Kedok yang Terbongkar

    "Eh Roni, masuk Ron" ucap Dimas setelah membuka pintu kamar kosnya dan melihat sosok yang tak asing baginya. Dia adalah Roni, teman SMA Dimas yang selalu mengikuti Dimas kemanapun ia pergi. Dimas pun mempersilahkan Roni masuk ke kamar sempitnya itu. "Wow," ucap Roni yang baru saja menginjakkan kakinya ke kamar kos Dimas. Matanya berkeliaran kemana-mana, memandangi sekeliling tembok kamar Dimas. Roni melihat banyak lukisan terpajang di setiap sudut ruangan. Sebuah kamar kos kecil yang penuh dengan aksen keindahan. "Lukisanmu bagus-bagus banget Dim," lanjut Roni yang begitu kagum dengan karya Dimas. Roni melihat Dimas sudah memiliki banyak perkembangan dalam melukis. Bahkan lukisannya sekarang sudah jauh lebih bagus ketimbang lukisan wajah Refita yang menjadi juara pameran dulu. "Ah, kamu bisa aja Ron," sahut Dimas merendah. Dimas pun mengerti bahwa ia sudah memiliki banyak perkembangan dalam skill melukisnya. Lukisan yang ia buat semakin nyata dan pengerjaanny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta yang hilang   Tragedi Pekerja Seni Jalanan

    "lari, lari, ada satpol," suara teriakan itu begitu banyak didendangkan. Suasana jalanan itu begitu ricuh, banyak orang berlari dengan mulutnya terus berteriak-teriak. "Dek, ada satpol dek, ayo lari dek," ucap salah seorang pria tua yang merupakan pedagang asongan dengan kaos putih yang sedikit lusuh itu. Pria itupun langsung berlari setelah mengucapkan hal tersebut kepada Dimas. Dimas yang tengah melukis pun sontak kaget. Ia begitu panik dengan keadaannya sekarang. Ia pun segera mengemasi barang-barangnya ke tas dan langsung berlari meninggalkan tempat mangkalnya itu. Tidak semua barang berhasil ia selamatkan, hanya peralatan lukis seperti kuas dab cat air lah yang ia bawa. Sedangkan lukisan-lukisan yang ia pajang di pinggir jalan tersebut tidak sempat ia selamatkan. "Lari semuanya, lari," Dimas pun ikut meneriakkan kata-kata yang banyak diucapkan orang-orang. Dimas juga berusaha memberitahu para pedagang kaki lima, dan orang-orang yang memiliki usaha di jal

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta yang hilang   Lukisan yang Hilang

    "ini pak dendanya," ucap Dimas kepada seorang kepala satpol PP yang sedang menjaga gudang hasil penertiban. Terdapat banyak barang-barang sitaan di gudang tersebut, termasuk dengan lukisan-lukisan Dimas. Kini Dimas pun harus membayar denda setelah selesai melakukan sidang pidana ringan. Ia dikenai denda 200.000 rupiah untuk bisa mengambil lukisan-lukisannya yang disita itu. "Iya, kamu ambil saja lukisannya," begitulah ucap kepala satpol PP itu. Pandangannya sangatlah cuek dan tangannya sibuk menghitung uang hasil denda para pedagang kaki lima. Sesekali tangannya juga memegang rokok yang ada di mulutnya dan menghisap rokok tersebut dengan asap yang keluar dari hidungnya. "Baik pak, terimakasih pak," kata Dimas dengan membungkukkan tubuhnya untuk melewati kepala satpol PP itu dan masuk ke dalam ruangan gudang hasil sitaan itu. Ia melihat sekeliling gudang yang dipenuhi oleh gerobak-gerobak milik para pedagang kaki lima. Matanya bergeliat menyusuri setiap sudut

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta yang hilang   Jatuh Tempo

    "Halo nak, apa kabar nak?" tanya Sonya, ibu Dimas di telepon. Kini Dimas sedang di kamar kosnya dan sudah dua hari Dimas masih belum mendapatkan tempat untuk ia kembali bekerja sebagai pelukis lagi. Uang yang Dimas miliki pin semakin menipis dan harus segera mendapatkan pesanan lukisan ke dirinya lagi. "Iya Bu, Dimas baik Bu," jawab Dimas berusaha memberikan kabar yang menenangkan ibunya. Dimas tidak ingin membuat ibunya khawatir akan keadaannya yang sebenarnya tidak baik-baik saja. Ini merupakan telepon keduanya setelah Dimas memtuskan hidup di Bandung. Sudah hampir dua bulan Dimas ada di Bandung dan ia pun berhasil bertahan hidup dengan gaya yang sederhana. "Gimana pekerjaanmu? Banyak yang pesan?" lagi, tanya Sonya. Ia ingin memastikan bahwa anak satu-satunya dalam keadaan yang baik-baik saja. Kini Sonya pun juga masih bekerja keras di rumah dan menyisihkan penghasilannya untuk ditabung. "Lancar Bu, meskipun yang pesan nggak terlalu banyak, tapi uangnya sud

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta yang hilang   Harapan Baru

    "Kamu sedang apa Dimas?" ucap Rusli yang menemui Dimas sedang duduk di bangku panjang di taman kota Bandung. Rusli menepuk pundak Dimas dari belakang dan Dimas pun menoleh ke arah belakang. "Eh paman, silahkan duduk paman," bukannya menjawab pertanyaan Ruslan, Dimas malah mempersilahkan Rusli untuk duduk disampingnya yakni di bangku panjang berwarna putih itu. "Kamu nggak kerja Dim?" tanya Ruslan yang heran melihat Dimas saat ini. Tak biasanya Dimas seperti ini, Dimas yang rajin bekerja kini malah hanya duduk diam di taman tanpa melakukan suatu pekerjaan apapun. Dimas tak membawa alat lukis apapun baik itu cat air, kuas maupun kanvas. "Nggak paman, saya mau cari tempat mangkal baru paman," ucap Dimas kepada Ruslan yang kini sudah duduk di sampingnya. Pandangan Dimas pun kosong seperti masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Dimas sebenarnya ingin menyewa lapak saja agar tidak usah khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Tapi dirinya tidak punya cukup ua

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Cinta yang hilang   Obrolan dengan Mita

    "Pagi kak," ucap Mita kepada Dimas saat baru datang di ruko Dimas. Mita melambaikan tangannya tanda sapaannya kepada Dimas dengan wajah tersenyum ramah. Kini Mita sudah bukanlah gadis cuek dengan muka datar yang selama ini Dimas kenal. Mita sudah menjadi gadis ceria dengan muka yang ekspresif. Entah apa yang sudah terjadi dengan Mita, tapi Dimas tetap mencoba bersikap biasa saja. "Pagi Mita, sini, duduk," Dimas pun menjawab salam Mita dengan ramah. Ia memberikan sebuah kursi supaya Mita dapat duduk disitu. "Paman yang kemarin belum kesini?" tanya Mita. Ia kembali menanyakan Rusli yang memang sampai sekarang belum juga datang. Kini Mita pun jauh lebih asik untuk mengobrol dengan sedikit berbasa-basi. "Belum Mit, sudah tiga hari ini paman nggak kesini," jawab Dimas. Raut mukanya pun sedih dan kepalanya tertunduk lesu. Sepertinya Dimas sudah merasa rindu kepada Rusli dan ingin segera bertemu dengan Rusli. Sikap Mita yang tidak cuek lagi itu pun membuat Dimas mau

  • Cinta yang hilang   Kesepian

    "Siang," sapa Mita kepada Dimas yang sedang melamun. Mita melambaikan tangannya tepat di hadapan Dimas yang pandangannya sangat kosong. Mita pun memberikan sedikit senyuman manis kepada Dimas. "Eh, siang, mau ambil lukisan ya?" ucap Dimas kaget. Ia pun terbangun dari lamunan panjangnya. Dimas pun sedikit kaget dengan Mita yang tak biasanya memberikan senyum tepat di depannya. "Iya," jawab Mita singkat. Dimas pun segera mengambil lukisan milik Mita yang sudah dibungkus dengan bingkisan yang menarik. Ide membungkus lukisan pesanan ini merupakan ide dari Rusli agar pelayanan Dimas terlihat lebih menarik. "Paman pelukis yang kemarin mana ya?" tanya Mita kepada Dimas. Dimas kali ini benar-benar heran kepada Mita. Tumben sekali Mita mau berbasa-basi menanyakan hal yang berada diluar tujuan utamanya, yaitu mengambil lukisan. "Eh, sudah dua hari paman Rusli tidak kesini," jawab Dimas. Sebenarnya sedari tadi Dimas melamunkan Rusli yang tak kunjung datang. Bias

  • Cinta yang hilang   Kemampuan Melukis Rusli

    "Aku tidak menyangka, paman bisa melukis," ucap Dimas kepada pamannya. Kini Rusli sedang melukis di rukonya, tempat Dimas biasa melukis. Rusli sebenarnya sudah tidak ingin melukis lagi, tapi kini dirinya harus menuruti permintaan Dimas yang memaksanya untuk melukis. "Ah, paman ya cuman bisa melukis, nggak jago," begitulah jawab Rusli merendah. Dimas pun hanya tersenyum karena memang Rusli bukanlah pelukis biasa. Bahkan lukisan yang Rusli buat saat ini pun benar-benar indah di mata Dimas. Sebuah lukisan yang menggambarkan suasana luar angkasa yang begitu menakjubkan dengan beebagai bintang yang tersebar di sana. "Oh iya, kemarin gadis itu tidak jadi datang ya?, Kapan dia mau kesini?" lagi lagi Rusli menanyakan tentang Mita kepada Dimas. Semenjak ketidakdatangan Mita di acara pameran itu, Rusli selalu menanyakan kapan Mita akan ke rukonya. Rusli seperti tak sabar ingin melihat bagaimana sosok gadis yang berani membayar mahal lukisan Dimas itu. "Eh, gak tau juga

  • Cinta yang hilang   Pameran

    "ini adalah karya paling berkesan bagi saya, lukisan wajah seseorang yang sangat saya cintai," terang Dimas kepada orang-orang yang melihat lukisannya. Kini Dimas dengan gagah memamerkan semua lukisannya. Tangannya menunjuk lukisan wajah Refita itu sebagai lukisan yang paling berkesan baginya. "Yang ini bagus ya kak," ucap salah seorang anak muda. Ia sepertinya sangat menyukai sebuah seni, khususnya seni rupa. Pengamatannya begitu detail, matanya berkeliaran menyusuri setiap aksen yang ada pada ruangan tersebut, hingga ia menemukan satu lukisan yang sangat hidup baginya. Lukisan tentang sebuah kelas yang diisi oleh banyak siswa yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Itu adalah lukisan Dimas yang menggambarkan suasana kelasnya dulu. "Iya kak, itu adalah suasana kelas saya dulu, ketika saya masih SMA," begitu terang Dimas. Ia memang benar-benar melukisnya dengan nyata. Setiap wajah yang tergambar memiliki detail yang sangat bagus, dari lekuk tubuh, rambut hin

  • Cinta yang hilang   Harga yang Terlalu Mahal

    "Pagi Dim," sapa Rusli yang baru saja datang ke ruko tersebut. Tangannya menenteng sebuah kresek berisi nasi kotak. Seperti biasa Rusli selalu datang ke ruko itu setiap pagi dengan membawakan sarapan untuk Dimas. "Pagi paman," jawab Dimas tersenyum kepada Rusli. Dirinya tengah sibuk mengerjakan lukisan pesanan Mita yang akan diambil hari ini juga. Ternyata tidaklah mudah jika harus menggunakan background pantai yang sebelumnya memang tidak pernah dilakukan Dimas. "Ada pesanan?" tanya Rusli kepada Dimas sembari tangannya meletakkan nasi kotak tersebut ke meja yang berada di tepi ruangan ruko. "Iya paman," jawab Dimas singkat karena ia begitu fokus dengan lukisannya. Dia masih mengerjakan detail-detail lukisannya seperti batu karang ataupun manusia yang sedang bermain selancar. Apalagi dia juga harus dikejar waktu. "Eh, kamu nggak mau ikut pameran lukisan di graha?" lagi kata Rusli sembari ia menyodorkan sebuah selebaran kepada Dimas. "Apa

  • Cinta yang hilang   Gadis Cantik yang Menyebalkan

    "Halo, ini dengan Kakak Dimas?" sebuah suara yang keluar dari telepon Dimas setelah Dimas menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal tersebut. Dimas yang semula melukis pun menghentikan kegiatan melukisnya dan meladeni telepon itu. "Iya, saya Dimas, ini dengan siapa ya?" Balas Dimas sopan dengan nada suara yang merendah. Bisa jadi itu adalah orang yang akan memesan jasa lukisannya. "Kakak dimana? Sudah tidak melukis lagi ya?" ucap orang dalam telepon itu yang sepertinya seorang gadis muda jika didengar dari suaranya. Gadis tersebut pun langsung menanyakan keberadaan Dimas tanpa sedikit basa basi. Bahkan pertanyaan tentang siapa dirinya tidak dihiraukannya. "Oh iya kak, saya sekarang masih tetap melukis kok, hanya saja sudah tidak di jalanan lagi, kalau kakak mau kesini, nanti saya kirim i alamat baru saya ya kak?" Begitulah ucap Dimas halus dengan menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia pun tidak memikirkan siapa gadis dibalik suara itu. Nanti jika bertemu Dima

  • Cinta yang hilang   Ruko Baru

    "Selamat pagi paman," ucap Dimas yang baru saja datang di ruko milik Rusli tersebut. Dimas membawa ransel besar yang ia tanggalkan di punggungnya dan dua kardus besar yang berisi gulungan lukisan-lukisannya. Waktu itu Rusli sedang duduk di dalam ruko yang terlihat sangat kotor karena lama tidak dipakai. "Pagi Dimas, masuk sini Dim, tapi barang-barangmu kamu taruh diluar saja, rukonya belum dibersihkan soalnya," kata Rusli menjawab salam dari Dimas. Rusli pun menyuruh Dimas untuk menaruh barang-barangnya diluar ruko saja agar tidak terkena debu saat nanti rukonya dibersihkan. "Baik paman, rukonya biar saya saja yang membersihkannya paman," ucap Dimas setelah menaruh barang-barangnya dan langsung merebut sapu yang sedari tadi dipegang oleh Rusli. "Jangan seperti itu Dimas, kali ini kita membersihkannya bersama-sama, biar cepat selesai dan kamu cepat bekerja," begitulah ucap Rusli yang kini terlihat lebih bijak daripada Dimas. Kata-katanya sangat masuk akal mesk

  • Cinta yang hilang   Harapan Baru

    "Kamu sedang apa Dimas?" ucap Rusli yang menemui Dimas sedang duduk di bangku panjang di taman kota Bandung. Rusli menepuk pundak Dimas dari belakang dan Dimas pun menoleh ke arah belakang. "Eh paman, silahkan duduk paman," bukannya menjawab pertanyaan Ruslan, Dimas malah mempersilahkan Rusli untuk duduk disampingnya yakni di bangku panjang berwarna putih itu. "Kamu nggak kerja Dim?" tanya Ruslan yang heran melihat Dimas saat ini. Tak biasanya Dimas seperti ini, Dimas yang rajin bekerja kini malah hanya duduk diam di taman tanpa melakukan suatu pekerjaan apapun. Dimas tak membawa alat lukis apapun baik itu cat air, kuas maupun kanvas. "Nggak paman, saya mau cari tempat mangkal baru paman," ucap Dimas kepada Ruslan yang kini sudah duduk di sampingnya. Pandangan Dimas pun kosong seperti masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Dimas sebenarnya ingin menyewa lapak saja agar tidak usah khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Tapi dirinya tidak punya cukup ua

  • Cinta yang hilang   Jatuh Tempo

    "Halo nak, apa kabar nak?" tanya Sonya, ibu Dimas di telepon. Kini Dimas sedang di kamar kosnya dan sudah dua hari Dimas masih belum mendapatkan tempat untuk ia kembali bekerja sebagai pelukis lagi. Uang yang Dimas miliki pin semakin menipis dan harus segera mendapatkan pesanan lukisan ke dirinya lagi. "Iya Bu, Dimas baik Bu," jawab Dimas berusaha memberikan kabar yang menenangkan ibunya. Dimas tidak ingin membuat ibunya khawatir akan keadaannya yang sebenarnya tidak baik-baik saja. Ini merupakan telepon keduanya setelah Dimas memtuskan hidup di Bandung. Sudah hampir dua bulan Dimas ada di Bandung dan ia pun berhasil bertahan hidup dengan gaya yang sederhana. "Gimana pekerjaanmu? Banyak yang pesan?" lagi, tanya Sonya. Ia ingin memastikan bahwa anak satu-satunya dalam keadaan yang baik-baik saja. Kini Sonya pun juga masih bekerja keras di rumah dan menyisihkan penghasilannya untuk ditabung. "Lancar Bu, meskipun yang pesan nggak terlalu banyak, tapi uangnya sud

DMCA.com Protection Status