Lagi-lagi, ruangan ini harus Aminah injak. Betapa ingin Aminah melangkah pergi, meninggalkan gedung dengan bangunan mewah ini, pergi tanpa harus terusir oleh sosok yang sangat membencinya.
Baru saja ia hendak pergi membawa diri tapi sosok Itu telah mendapatkannya, lalu menghampiri tanpa ia inginkan.
Sosok mengerikan itu menuruni anak tangga, terlihat dari ujung tangga wajahnya sudah memasang geram pada Aminah.
"Aku tak mau di sini, biarkan aku pergi, lepaskan aku, lagian... kehadiran aku di sini tak diinginkan bukan," rintihan Aminah terdengar dengan penuh lara.
Suara bergetar itu langsung keluar sama seperti lututnya yang gemetar, tak kalah dengan ketakutannya mengenai sosok yang semakin menuruni tangga, Aminah tak bisa menutupi rasa takut pada sosok itu.
Sementara Anthony terus memeluk Aminah menenangkan penuh sabar, memegang tangannya erat tak melepaskan jemarinya untuk beranjak pergi.
"Apa yang kau ucapkan Aminah? kehadiranmu adalah kebahagiaan untukku kita akan hadapi bersama sama ini, kau percayakan padaku," tatap Anthony pada mata Aminah yang terlihat sendu.
Ini adalah tahun kedelapan keduanya bersama merajut kasih, di mana sudah sepantasnya wanita juga pria seusia mereka menuju jenjang yang lebih serius, itulah yang sedang dicoba oleh Anthony dan juga Aminah.
Aminah gadis polos dengan wajah biasa saja tapi ia memiliki IQ diatas rata-rata, sehingga seorang Anthony lelaki dengan wajah tampan harta melimpah juga populer jatuh hati pada Aminah, sejak masa kuliah mereka sudah terlihat dekat di mana Aminah adalah kakak tingkatnya.
Selama ini mereka merajut kasih diam-diam termasuk tak seorang temannya pun yang tahu akan jalinan keduanya. Termasuk Margareth sahabat akrab Anthony.
"Kakiku benar-benar gemetar, Aku tak mau, aku tak mau," tolak Aminah menahan tarikan Anthony pada tangannya.
Sementara langkah keduanya kini sudah beradu pasi, keenam mata itu bertatapan saling beradu.
Sementara gadis dengan wajah pucat itu hanya bersembunyi di setengah badan Anthony, ia sangat takut akan sosok omah Anthony.
Wanita dengan sanggul tinggi juga alis menukik itu, dia juga mengenakan kacamata tebal dan berpakaian heboh itu membuat Aminah sangat sungkan, jelas keluarga Anthony merupakan keluarga terhormat dan juga terpandang.
Tak luput wajah itu memasang tatapan sinis, lipstik merah itu bahkan mempertegas wajahnya, tak ada kata ramah sedikit pun apalagi welcome kepada Aminah.
Ia berdiri dengan pasti memperbaiki kaca matanya yang sedikit turun, menatap cucu kesayangannya, Anthony, dengan menggandeng seorang wanita rendah, tak cantik dan juga terlihat tak menarik, mata itu menatap sebelah tampilan Aminah.
"Baik sekali cucuku sampai kau harus membawakan omah perawat baru di rumah ini," peluk sang omah dengan memberikan tatapan sinis pada sosok Aminah yang bersembunyi di belakang tubuh Anthony.
Anthony menyambut baik pelukan omah nya, tangan Anthony yang tadi memegang sebelah tangan Aminah lepas, ia lebih memilih merangkul bahu juga membalas balik pelukan sang Omah, Anthony menyempatkan memberi sebuah hadiah kecil pada Omah nya, hadiah yang telah ia persiapkan sedari tadi dan ia sembunyikan di satu tangannya.
Itulah mengapa, Anthony hari ini pulang dari kantor lebih cepat dan menyempatkan menjemput Aminah dari toko bunga tempat kekasihnya bekerja, walau Aminah harus dengan bersusah payah memperoleh izin.
Anthony memegang kedua bahu omah dengan lembut.
"Omah ini hadiah dariku untuk omah, dan juga bunga kecil ini rangkaian spesial dari tangan Aminah untuk omah," kecup Anthony pada kening sang omah dengan lemah lembut.
Tentu saja rasa ingin muntah menyelimuti sang Omah.
'Ingin sekali rasanya aku injak-injak buket bunga itu, tapi hanya bisa mengotori tanganku saja, jika menyentuh itu,' batin Omah kesal.
"Ah tidak, tidak, Omah alergi dengan bunga, buang saja." tolak sang omah dengan wajah cemberut juga keningnya berkerut jelas.
Bukankah seorang wanita dengan umur setua itu menyukai tanaman hias, semua nampak jelas di ruangan ini di mana sudut ruangan dipenuhi oleh tanaman hidup dan juga tanaman plastik, tak hanya itu, di tempat mereka saat ini mereka berdiri, di ujung tangga terletak dua vas bunga besar terbuat dari keramik menghiasi tangga mewah itu.
Aminah hanya menarik nafasnya dalam seakan ia benar-benar salah berada di momentum ini.
"Ah, bukan begitu maksud omah sayang, omah kan tidak memiliki koleksi bunga lili, karena itu penyebabnya... omah sangat alergi dengan aromanya, omah sangat menyukai hadiah kecil ini, terimakasih ya." ucap sang omah dengan wajah berselimut aneh.
Hampir saja Anthony ingin marah pada wanita tua itu, tapi setelah klarifikasi yang keluar dari mulut Omah membuat Anthony luluh, merasa lega dan memeluk kembali omah nya dengan hangat.
"Aku tahu omah pasti menghargai keputusan ku, iya kan," tatap Anthony pada wajah yang tegas dengan tersenyum sebelah bibir.
Pertanyaan Anthony itu seketika membuat wanita paruh baya itu berdecak diam, matanya semakin enggan memandang Aminah yang terlihat sangat tidak menarik untuk nya, sementara suara hangat menghampiri ruang tengah.
"Omah, ayo kita makan, Semua sudah siap," Ajak Ratih, ia dia adalah wanita cantik, ia juga jelas terlihat selevel dengan keluarga Anthony.
Suara lembut itu terdengar jelas di kuping Aminah sehingga dia menyembulkan kepalanya dari balik tubuh Anthony, mencuri lirik ke arah wanita dengan suara lembut itu, wajar saja suaranya sangat halus, begitu juga dengan wajahnya.
Dia sangat cantik dan anggun mengenakan dress mahal berwarna putih bersih.
"Ratih," sapa Anthony dengan wajah terkejut melihat gadis cantik itu.
Untung saja ada Ratih yang membuat suasana cair.
Omah tersenyum ramah, dia dengan cepat meraih tangan lembut Ratih dan menjulurkan nya ke arah Anthony, "Kau ingat kan ini, Ratih sahabat kecilmu, yang dulu sempat ibu dan ayahmu jodohkan," canda sang Omah dengan wajah sumringah seketika.
Gadis yang baru saja menamatkan studinya di Singapura itu pulang ke Indonesia atas undangan ulang tahun omah, gadis itu benar-benar menyayangi Omah seperti Omah nya sendiri, sampai-sampai ia membatalkan meeting pentingnya bertemu dengan investor besar.
Anthony dan Ratih terlihat sangat akrab dengan kedua tangan mereka yang selalu bergandengan, sementara tangan Aminah terasa dingin dan kaku.
Tangan yang terlepas dari kepalan telapak tangan Anthony yang kini berganti bergandeng dengan tangan Ratih.
Semakin membuat Aminah tak berarti di ruangan mewah itu, kini jantungnya terhenti seketika, memandang sang kekasih Anthony terlihat tersenyum akrab bersama Ratih juga Omah nya,
"Tentu aku mengingatmu Ratih, kau tidak berubah seperti 15 tahun silam, tetap cantik dan juga awet muda," puji Anthony sedikit melupakan kekasihnya Aminah.
Terlihat senyum itu timbul di wajah cantik Ratih, membuatnya semakin cantik saja, "berbeda sekali dengan aku, ah... kami terlalu jauh dan aku tak mungkin" ucap Aminah dalam hati.
Tangan Anthony dan Ratih yang tadinya menyatu itu kini terlepas, membuat hati Aminah sedikit legah.
"Hai, ayo Aminah." ajak Anthony pada kekasihnya dengan lembut.
Tampak sedikit canggung, Aminah menanggapi ajakan Anthony itu dengan anggukan kecil,
"Siapa," tanya Aminah memastikan.
Tarikan Omah yang cukup mendesak membuat Anthony juga Ratih menyatu dengan seketika, Omah mendudukkan kedua orang itu di sebelahnya, meninggalkan Aminah sendirian.Anthony tak berdaya, dia sedikit kaku dengan berjalan mengikuti tarikan omah, langkahnya sedikit tertahan, berat meninggalkan sang kekasih yang hanya tertunduk dengan perasaan kecewa.
Benarkan apa yang ada di hadapan itu? Wanita itu? Apa iya dia yang merencanakan ini semua? bukankah ia membenci sosok gadis hina itu? Belum lagi tatapan menohok yang ia berikan, nampak jelas mata itu membencinya, tak mungkin jika kali ini hatinya berbalik arah.Aminah yang tertegun, dengan suara ketus di hadap pintu itu gemetar, enggan menoleh, apalagi sampai..
"Lanjutkan makannya." suara berat terdengar memimpin di ujung meja.Sosok tinggi besar juga berkacamata dan berwibawa itu memimpin makan malam sehingga semua terlihat menunduk dan juga mengikuti suruhan itu, "Siapa laki-laki besar itu," telisik Aminah dengan tajam.
Gadis dengan wajah cantik, ramah dan tersenyum itu seolah hanya topeng semata, kebaikannya hanya semu, "Oh ya, aku bisa menanamkan sedikit modal untuk usaha mu itu," tawar Ratih dengan senyuman setengah bibir.Sedangkan Anthony, dan Aminah kekasihnya itu masih terlihat menikmati hidangan makan malam, terlihat gadis polos itu sangat lapar."Sayang pelan-pel
Aminah menoleh dengan getir, belum lagi sentuhan Jeremy di pahanya membuat tubuhnya merinding, juga kaku membuatnya tak berdaya.Ingin sekali ia menolak dan bahkan berteriak atas kekurang ajaran itu tapi entah kenapa Aminah seakan membisu dan mematung takut.Sentuhan di sebelah paha itu semakin menggila saja, ia kini bahkan dengan berani menyentuh kedua paha Aminah, membuat dress pendek itu semakin tersingkap saja.Tangan itu seakan memberikan kehangatan pada paha mulus Aminah."Tenang, kau tak akan kedinginan lagi cantik," ujar suara lelaki itu dengan pelan disertai hembusan bisikan di sebelah kuping Aminah.Aminah benar-benar tak mampu berkutik, ia semakin takut saja, sementara tubuhnya sudah sangat merinding.
Menata bunga-bunga sedemikian rupa, juga merawat bunga-bunga itu adalah keseharian Aminah, sudah lebih dari enam tahun ia bekerja di toko bunga milik Bu Marta.Dari uang yang ia dapatkan itu membuatnya mampu lulus dari bangku kuliah, selain memang otaknya yang pintar sehingga Ia mendapatkan beasiswa, sungguh nasib baik berpihak pada Aminah.
"Wajah Itu menyebalkan sekali, wajar saja tak ada satu wanita pun yang ingin berdampingan dengannya jika kelakuannya seperti itu terus dia akan menjadi perjaka tua selama-lamanya," sumpah Stephanie meng ubun-ubun.Sementara tepukan bahu seorang Aminah mengagetkan Stephanie yang sedang menggerutu, "Semuanya sudah ku tata sedemikian rupa kau tinggal perbaiki lagi sesuai dengan warna," ucapnya sebelum berlalu meninggalkan toko bunga.
Romeo tampak mengawasi karyawannya dengan seksama, matanya yang berukuran besar semakin membuatnya terlihat mengerikan, sementara Stefani dan Delon sudah berdiri dengan wajah tertunduk.Tapi Aminah belum juga tiba, membuat sahabatnya risau saja,"Kemana anak itu," mata besar Romeo tampak jelas, memperhatikan pintu besar yang kini terbuka leba
Mobil mewah Anthony itu terhenti di depan butik yang tak kalah mewah, jelas itu butik untuk orang-orang menengah ke atas, iya semisal pejabat atau juga selebriti."Hey ayo sayang, ayo kita turun," ajak Anthony pelan dengan meraih tangan Aminah yang terlihat pasrah.Gadis itu hanya menundukkan kepalanya menerima tarikan kekasihnya Anthony, tentu dalam kalbu
Aroma sop iga itu sungguh menggoda gairah siapa saja yang telah duduk di meja makan, di sana ada Buu Martha Pak Romeo dan juga Aminah, kedua asisten rumah tangga itu terlihat report dengan membawa hidangan-hidangan lainnya memenuhi meja makan yang besar."Cukup bi." pinta Bu Marta dengan mengangkat tangannya,tumben sekali padahal meja makan
"Aminah," lelaki itu bangkit dari kursinya dan mengejar langkah Aminah."Tunggu," Romeo menarik paksa lengan gadis itu yang masih memegang lap.Iya tak tahan lagi dengan kejantanannya yang semakin menegang dan berdiri,
"Teteh… Kau cantik sekali hari ini, sudah ibu bilang kau itu memang pantas bekerja di kantor, dan mengenakan pakaian seperti itu, ibu sangat suka," pujian itu terdengar sangat lembut dari mulut Bu Marta. Sementara Stephanie memilih mundur meraih sapu yang tadi ia sandarkan, "Permisi Bu," ucapnya pelan sembari menundukkan pandangannya.
"Si penagih hutang datang, dasar preman kampung, hanya berani menindas kaum bawah, dasar lintah darat," Bu Sekar keluar dengan langkah pasti untuk pertama kalinya, sebelumnya ia hanya mampu bersembunyi di balik pintu atau kabur melalui pintu belakang tapi kali ini dia berani menunjukkan batang hidungnya pada si dua preman bertubuh besar, yang sudah siap menghajarnya dan melukainya dengan tanpa ampun.
Langkah lunglai juga mata sayu mengiringi kesedihan Aminah, tangannya lemas meraih handle pintu, "Aku pulang," dorongnya pada pintu reog itu."Anak itu," langkah sang ibu nampak bersemangat menghampiri Aminah,"Anak sialan, kemana saja kau, sampai sampai kau pulang selarut ini? Apa kau tak tahu malu, berjalan sendiri di tengah malam? Ma
Pukul 5 sore,Jarum jam itu menunjuk ke arah dua belas tepat, membuat karyawan toko bunga Bu Martha bergembira, membuka pelindung tangan juga masker mereka."Tunggu." ucap Delon memperingati, dimana ia masih teringat jika pak Romeo masih berada di toilet, sontak saja menyadarkan karyawan lainnya untuk berbaris rapi.
Romeo tampak mengawasi karyawannya dengan seksama, matanya yang berukuran besar semakin membuatnya terlihat mengerikan, sementara Stefani dan Delon sudah berdiri dengan wajah tertunduk.Tapi Aminah belum juga tiba, membuat sahabatnya risau saja,"Kemana anak itu," mata besar Romeo tampak jelas, memperhatikan pintu besar yang kini terbuka leba
"Wajah Itu menyebalkan sekali, wajar saja tak ada satu wanita pun yang ingin berdampingan dengannya jika kelakuannya seperti itu terus dia akan menjadi perjaka tua selama-lamanya," sumpah Stephanie meng ubun-ubun.Sementara tepukan bahu seorang Aminah mengagetkan Stephanie yang sedang menggerutu, "Semuanya sudah ku tata sedemikian rupa kau tinggal perbaiki lagi sesuai dengan warna," ucapnya sebelum berlalu meninggalkan toko bunga.