"Lanjutkan makannya." suara berat terdengar memimpin di ujung meja.
Sosok tinggi besar juga berkacamata dan berwibawa itu memimpin makan malam sehingga semua terlihat menunduk dan juga mengikuti suruhan itu, "Siapa laki-laki besar itu," telisik Aminah dengan tajam.
Terlihat dari tampangnya dia sudah berumur mungkin sudah lebih dari setengah abad, ia membenarkan sedikit kancing jas nya, mungkin terlalu ketat untuknya, karena badannya memang tinggi besar, asisten itu terlihat bersiaga di balik badannya salah satunya menyiapkan kacamata dan menggantikan kacamata tuannya dengan segera dan yang satu lagi bersiap meletakkan tissue di bawah dagu tuan itu.
Aminah dengan wajah polos menelisik sekitar, hanya tuan itu yang diperlakukan sangat istimewah, apa mungkin dia orang yang sangat sangat penting sampai-sampai seorang Omah pun tunduk di hadapannya.
"Halo, aku baru melihatmu kali ini, di meja makan atau bahkan kesempatan lainnya, apa dia salah satu orang spesial kita malam ini," tanya sang tuan besar pada sekitar.
Anthony tampak menganggukan kepalanya dan tersenyum bahagia, sementara Omah masih saja konsisten dengan wajahnya yang cemberut, berbeda dengan Ratih ia tampak santai dan tak mengambil pusing itu semua."
Apa dia sahabat Ratih," tanya sang tuan besar menghadap Anthony.
Ratih tampak tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan, tak mengapa seorang Aminah dianggap sahabat, karena saat ini tampilan gadis itu cukup bisa diperhitungkan dan cukup selevel.
Tepuk tangan itu keluar sebanyak tiga kali, "Luar biasa, sudah kuduga dari penampilannya, ia gadis yang selevel dengan kita juga tak kalah cantik denganmu Ratih," puji sang tuan besar.
Omah terbatuk-batuk mendengar pujian yang keluar dari anaknya itu, seolah sangat tidak setuju, tapi ia tak mau memperburuk keadaan makan malam ini, ia sangat kenal dengan sikap anaknya. Jika sekali saja mood-nya rusak maka semua akan berantakan, 'dari itu, jangan sekarang!' batin sang Omah berbicara.
"Mamah, apakah gadis cantik ini yang menjadi calon Anthony, yah kita tahu selama ini Anthony dan Ratih itu hanya bersahabat, iya kan," tanya sang tuan besar kepada semua yang ada di hadapannya.
Ratih tampak tersenyum lega, mendengar ucapan yang keluar dari Om Alexander. "Sepertinya Anthony sangat cocok dengan Aminah Om," ucap Ratih dengan berbicara anggun dan juga penuh tutur.
Tuan Alexander Itu tampak mengangguk setuju melihat calon menantunya yang sangat cantik juga tampil anggun.
Betapa menyesalnya sang Omah telah mendandani Aminah secantik itu, benar-benar gadis tak diuntung, "Gadis itu benar-benar menguji kesabaran, dasar tak tahu diri," gerutu Omah pelan.
Anthony tampak tersenyum sangat bahagia untuk makan malam kali ini, ia tahu Omah nya sangat menyayanginya, dari itu sang Omah membuat kejutan seperti ini, membuat seorang Aminah gadis yang disayanginya menjadi cantik juga dengan restu dari sang ayah Alexander, malam ini terasa sangat menyenangkan untuk Anthony, bukan hanya menjadi malam yang indah untuk Omah karena telah bertambah umurnya tapi sepertinya, hari ini juga hari keberuntungan untuk Anthony.
Pelayan hotel tampak bergantian mengisi meja makan dengan menu menu andalan mereka, menu tersaji sangat mewah dan juga sangat lezat aroma yang ditimbulkan bukan main-main sungguh menggugah selera.
Tuan Alexander sungguh bahagia juga malam ini, dengan kehadiran sang anak juga calon menantu dan mamah tercinta serta sahabat anaknya.
Beberapa kado mewah sudah tersedia untuk sang mamah tercinta atau sang Omah dari Anthony, disana ada jam mewah, tas mewah, mobil mewah semua itu adalah kado dari orang-orang terkasih dan juga satu buket bunga kecil yang berasal dari Aminah si gadis hina.
Tampak, makan malam mereka berlima itu berjalan dengan lancar, dan juga penuh kekeluargaan serta terasa hangat.
Namun berbeda dengan perasaan seorang Aminah, gadis itu harus berhadapan langsung dengan sang Omah, yang sama sekali tidak menyukainya, setiap kali ia ingin menyantap makanannya mata itu seolah menusuk dirinya, seolah menatapnya tajam dengan tatapan penuh benci.
Tampak seorang ajudan mendekat pada Tuan Alexander, membisik di kupingnya, seketika Tuan Alexander berdiri memperbaiki jasnya dan juga sang pelayan lain segera melepas tisu yang ada di lehernya tak lupa mengelap beberapa bagian yang tak kotor.
"Mohon maaf semua, aku harus meninggalkan ini semua, sampai berjumpa di lain waktu. Dan satu lagi jaga kesehatan kalian, aku harap lusa kita bisa makan bersama lagi." ucap tuan Alexander dengan bergegas pergi menarik langkah besarnya.
Semua orang di meja itu berdiri, dan menundukkan kepalanya, pertanda menghormati Tuan Alexander, begitu juga dengan Aminah si gadis polos mengikuti gerakan orang-orang di sekelilingnya.
"Sampai berjumpa lagi sayang, semoga langkahmu selalu sukses," ucap sang mamah dengan penuh perhatian dan mendaratkan ciuman penuh cinta pada kening tuan Alexander.
Tuan Alexander itu berjalan mendekati sang Omah memeluknya dengan penuh cinta dan melepasnya juga dengan penuh kasih, terasa betul cintanya begitu besar untuk sang mamah, "Selamat ulang tahun mah, semoga Tuhan selalu memberkatimu, dan semoga kau cepat mendapatkan cicit," ucap Tuan Alexander dengan tersenyum hangat kepada mamanya.
Terlihat wanita tua itu begitu berat melepaskan tuan Alexander, dimana anaknya itu sangat sibuk, untuk menghabiskan waktu makan malam bersama pun, itu sangat jarang sekali. Sehingga kebersamaan itu sangat berharga baginya walau sebentar.
Tuan Alexander memiliki 3 anak dari 3 orang istri, dan Anthony adalah anak terakhir dari ketiga istrinya dan satu-satunya anak laki-laki.
Sebenarnya Tuan Alexander memiliki satu anak laki-laki lainnya dari istri sirinya, tapi sang Omah sangat tidak menyukai wanita itu, sampai-sampai ia tidak mengakuinya sebagai seorang cucu.
Punggung Tuan alexander semakin menghilang dari pandangan mereka bertiga, keempatnya kembali duduk di kursi.
Sementara Omah, merasa sudah mual dan juga muak berada di kursi dan berhadapan langsung dengan seorang Aminah.
"Omah sangat pusing, omah harus pulang lebih dulu," tarik sang Omah pada tas mewahnya di atas meja, "Satu lagi, Anthony tolong kau antarkan Ratih ke apartemennya." seru Omah sebelum ia beranjak benar-benar pergi meninggalkan meja itu.
Tampak beberapa pendampingnya begitu sigap membopong tubuh Omah berjalan meninggalkan meja.
Kini hanya ada Aminah, Anthony juga Ratih, ketiganya terlihat akur diatas meja.
"Bagaimana dengan karirmu," tanya Ratih membuka pembicaraan mengarah pada wajah Aminah.
Jelas-jelas itu adalah pertanyaan yang kurang ramah untuk Aminah jawab, Apa mungkin dia memang tak mengetahui asal usul gadis itu, tapi bukankah sebelum Aminah berdandan seperti itu dia sudah melihatnya nya atau memang Ratih sengaja ingin mengolok-ngoloknya.
Aminah tampak canggung dengan pertanyaan itu, dia meneguk ludahnya pelan, "A-aku aku hanya bekerja di sebuah toko bunga," jawab Aminah dengan suara pelan.
"Ah, kau tak usah merendah seperti itu, kau pasti ada lah owner-nya ya kan," tanya Ratih dengan santai dan melanjutkan makannya. "Aku tahu, sejak dulu selera Anthony itu sangat tinggi, terlihat dari mantan mantan pacarnya yang dulu, semuanya dari kalangan atas, Iya kan," tanya Ratih pada Anthony dengan melirik tajam.
Wanita ini ternyata tak sama dengan wajahnya yang terlihat ramah,
Gadis dengan wajah cantik, ramah dan tersenyum itu seolah hanya topeng semata, kebaikannya hanya semu, "Oh ya, aku bisa menanamkan sedikit modal untuk usaha mu itu," tawar Ratih dengan senyuman setengah bibir.Sedangkan Anthony, dan Aminah kekasihnya itu masih terlihat menikmati hidangan makan malam, terlihat gadis polos itu sangat lapar."Sayang pelan-pel
Aminah menoleh dengan getir, belum lagi sentuhan Jeremy di pahanya membuat tubuhnya merinding, juga kaku membuatnya tak berdaya.Ingin sekali ia menolak dan bahkan berteriak atas kekurang ajaran itu tapi entah kenapa Aminah seakan membisu dan mematung takut.Sentuhan di sebelah paha itu semakin menggila saja, ia kini bahkan dengan berani menyentuh kedua paha Aminah, membuat dress pendek itu semakin tersingkap saja.Tangan itu seakan memberikan kehangatan pada paha mulus Aminah."Tenang, kau tak akan kedinginan lagi cantik," ujar suara lelaki itu dengan pelan disertai hembusan bisikan di sebelah kuping Aminah.Aminah benar-benar tak mampu berkutik, ia semakin takut saja, sementara tubuhnya sudah sangat merinding.
Menata bunga-bunga sedemikian rupa, juga merawat bunga-bunga itu adalah keseharian Aminah, sudah lebih dari enam tahun ia bekerja di toko bunga milik Bu Marta.Dari uang yang ia dapatkan itu membuatnya mampu lulus dari bangku kuliah, selain memang otaknya yang pintar sehingga Ia mendapatkan beasiswa, sungguh nasib baik berpihak pada Aminah.
"Wajah Itu menyebalkan sekali, wajar saja tak ada satu wanita pun yang ingin berdampingan dengannya jika kelakuannya seperti itu terus dia akan menjadi perjaka tua selama-lamanya," sumpah Stephanie meng ubun-ubun.Sementara tepukan bahu seorang Aminah mengagetkan Stephanie yang sedang menggerutu, "Semuanya sudah ku tata sedemikian rupa kau tinggal perbaiki lagi sesuai dengan warna," ucapnya sebelum berlalu meninggalkan toko bunga.
Romeo tampak mengawasi karyawannya dengan seksama, matanya yang berukuran besar semakin membuatnya terlihat mengerikan, sementara Stefani dan Delon sudah berdiri dengan wajah tertunduk.Tapi Aminah belum juga tiba, membuat sahabatnya risau saja,"Kemana anak itu," mata besar Romeo tampak jelas, memperhatikan pintu besar yang kini terbuka leba
Pukul 5 sore,Jarum jam itu menunjuk ke arah dua belas tepat, membuat karyawan toko bunga Bu Martha bergembira, membuka pelindung tangan juga masker mereka."Tunggu." ucap Delon memperingati, dimana ia masih teringat jika pak Romeo masih berada di toilet, sontak saja menyadarkan karyawan lainnya untuk berbaris rapi.
Langkah lunglai juga mata sayu mengiringi kesedihan Aminah, tangannya lemas meraih handle pintu, "Aku pulang," dorongnya pada pintu reog itu."Anak itu," langkah sang ibu nampak bersemangat menghampiri Aminah,"Anak sialan, kemana saja kau, sampai sampai kau pulang selarut ini? Apa kau tak tahu malu, berjalan sendiri di tengah malam? Ma
"Si penagih hutang datang, dasar preman kampung, hanya berani menindas kaum bawah, dasar lintah darat," Bu Sekar keluar dengan langkah pasti untuk pertama kalinya, sebelumnya ia hanya mampu bersembunyi di balik pintu atau kabur melalui pintu belakang tapi kali ini dia berani menunjukkan batang hidungnya pada si dua preman bertubuh besar, yang sudah siap menghajarnya dan melukainya dengan tanpa ampun.
Mobil mewah Anthony itu terhenti di depan butik yang tak kalah mewah, jelas itu butik untuk orang-orang menengah ke atas, iya semisal pejabat atau juga selebriti."Hey ayo sayang, ayo kita turun," ajak Anthony pelan dengan meraih tangan Aminah yang terlihat pasrah.Gadis itu hanya menundukkan kepalanya menerima tarikan kekasihnya Anthony, tentu dalam kalbu
Aroma sop iga itu sungguh menggoda gairah siapa saja yang telah duduk di meja makan, di sana ada Buu Martha Pak Romeo dan juga Aminah, kedua asisten rumah tangga itu terlihat report dengan membawa hidangan-hidangan lainnya memenuhi meja makan yang besar."Cukup bi." pinta Bu Marta dengan mengangkat tangannya,tumben sekali padahal meja makan
"Aminah," lelaki itu bangkit dari kursinya dan mengejar langkah Aminah."Tunggu," Romeo menarik paksa lengan gadis itu yang masih memegang lap.Iya tak tahan lagi dengan kejantanannya yang semakin menegang dan berdiri,
"Teteh… Kau cantik sekali hari ini, sudah ibu bilang kau itu memang pantas bekerja di kantor, dan mengenakan pakaian seperti itu, ibu sangat suka," pujian itu terdengar sangat lembut dari mulut Bu Marta. Sementara Stephanie memilih mundur meraih sapu yang tadi ia sandarkan, "Permisi Bu," ucapnya pelan sembari menundukkan pandangannya.
"Si penagih hutang datang, dasar preman kampung, hanya berani menindas kaum bawah, dasar lintah darat," Bu Sekar keluar dengan langkah pasti untuk pertama kalinya, sebelumnya ia hanya mampu bersembunyi di balik pintu atau kabur melalui pintu belakang tapi kali ini dia berani menunjukkan batang hidungnya pada si dua preman bertubuh besar, yang sudah siap menghajarnya dan melukainya dengan tanpa ampun.
Langkah lunglai juga mata sayu mengiringi kesedihan Aminah, tangannya lemas meraih handle pintu, "Aku pulang," dorongnya pada pintu reog itu."Anak itu," langkah sang ibu nampak bersemangat menghampiri Aminah,"Anak sialan, kemana saja kau, sampai sampai kau pulang selarut ini? Apa kau tak tahu malu, berjalan sendiri di tengah malam? Ma
Pukul 5 sore,Jarum jam itu menunjuk ke arah dua belas tepat, membuat karyawan toko bunga Bu Martha bergembira, membuka pelindung tangan juga masker mereka."Tunggu." ucap Delon memperingati, dimana ia masih teringat jika pak Romeo masih berada di toilet, sontak saja menyadarkan karyawan lainnya untuk berbaris rapi.
Romeo tampak mengawasi karyawannya dengan seksama, matanya yang berukuran besar semakin membuatnya terlihat mengerikan, sementara Stefani dan Delon sudah berdiri dengan wajah tertunduk.Tapi Aminah belum juga tiba, membuat sahabatnya risau saja,"Kemana anak itu," mata besar Romeo tampak jelas, memperhatikan pintu besar yang kini terbuka leba
"Wajah Itu menyebalkan sekali, wajar saja tak ada satu wanita pun yang ingin berdampingan dengannya jika kelakuannya seperti itu terus dia akan menjadi perjaka tua selama-lamanya," sumpah Stephanie meng ubun-ubun.Sementara tepukan bahu seorang Aminah mengagetkan Stephanie yang sedang menggerutu, "Semuanya sudah ku tata sedemikian rupa kau tinggal perbaiki lagi sesuai dengan warna," ucapnya sebelum berlalu meninggalkan toko bunga.