"Terima kasih, silahkan datang kembali." Zhu Yui memberi sapaan. Rasa lelah yang ia rasakan ia tutupi di balik senyumnya seraya menutup pintu untuk pengunjung terakhir mereka hari itu. Matahari sudah tenggelam, langit sudah berubah menjadi malam, namun salju yang turun dari pagi tidak kunjung berhenti. Kembali ke dalam restauran setelah memasang tanda tutup pada pintu restauran kecil milik keluarganya, Yui duduk di salah satu meja. "Ayo makan dulu, kau belum makan sejak pagi." tutur nyonya Zhu, menghidangkan sub daging hangat yang barus aja ia panaskan. "Ibu juga makan besamaku." "Tentu saja," ujarnya tersenyum. Pasangan ibu dan anak itu duduk berhadapan di meja yang sama. Menikmati makan malam yang belum sempat mereka nikmati. Bekerja di restauran ini selalu membuatnya lebih lelah dari yang ia bayangkan. Setelah makan, mereka harus segera merapikan restauran dan kembali ke rumah. Salju turun semakin lebat, mereka tidak ingin terkurung di sini hingga pagi. "Ibu, ibu tidak perlu kh
"Oh my God! Ini adalah Avery Aiden! Avery Aiden yang asli sedang berdiri di hadapanku!" mulut Yura terbuka lebar, jika tidak hati-hati, bisa saja semacam serangga yang terbang masuk ke dalam mulut gadis itu. Putri bungsu keluarga Zhu masih membeku di depan pintu— ia adalah orang yang membukakan pintu untuk ibunya, siapa yang tidak terkejut disaat dihadapkan oleh wajah rupawan secara langsung? Tepat di depan wajahnya. "Kau menghalangi pintu masuk." Yui menggeser tubuh adiknya dari pintu dan segera menutup pintu itu. Udara semakin tidak bersahabat, apalagi menuju tengah malam seperti ini. "Apa? Siapa yang datang?" Yudha muncul dari ruang tengah, keningnya berkerut menyaksikan sang adik yang tersenyum dengan mata yang tidak berkedip kepada seorang pria tinggi tampan di depan pintu. "Apa ibu membawa orang asing lagi?" adalah pertanyaan Yudha, biasanya ibunya suka sekali membawa hewan liar ke rumah, tidak jarang juga orang asing— bahkan turis— yang entah bagaimana bisa bertemu dengan s
"Terima kasih, datang kembali." di waktu matahari akan terbenam, restauran kecil milik keluarga Zhu akan lebih sepi pengunjung. Tidak banyak yang bisa dilakukan sebelum nanti akan ramai kembali pada waktu makan malam. Aiden yang sejak pagi mengikuti semua aktifitas Zhu Yui, ikut membantu pekerjaan berat untuk restauran itu. Seorang pria kaya— kelas atas sepertinya, yang selalu hidup dengan berkecukupan tanpa pernah mencoba sulitnya mencari uang harus dibuat bingung ketika ia harus berjalan di tengah pasar untuk membeli bahan makanan. Belum lagi godaan dari ibu-ibu penjual yang memujinya setiap saat— atau menawarkan putri mereka kepadanya. Jika ia menemukan Yui tertawa, maka bisa dipastikan wanita itu sedang menertawakannya. "Nak, Aiden, kau bisa istirahat, kau sudah membantu kami sejak pagi. Aku menjadi tidak enak kepadamu." ujar nyonya Zhu yang sedang mengaduk sup nya yang selalu panas. Makanan panas di hari dingin seperti ini adalah hal yang paling nikmat. "Aku tidak apa-apa, bi
"Ini sungguh tidak adil karena sejak awal hingga sekarang aku selalu jatuh cinta padamu." tutur Yui berbisik, ia menyaksikan kilauan dari hamparan salju yang tertimpa cahaya mentari sore. Jika ia ingat kembali, mereka memiliki banyak memori yang serupa dengan ini, hanya musim dan tempat yang berbeda. Selebihnya adalah mereka yang menatap jauh ke arah cahaya mentari. Seperti ia adalah saksi bisu sejak dimulainya kisah cinta mereka."Kau bilang kau mencintaiku, tetapi tetap menolakku." jempol Aiden mengusap punggung tangan Yui lembut, membagi kehangatan yang ia miliki bersama."Masa yang paling menyenangkan disepanjang hidupku adalah saat mengenal seorang gadis bernama Zhu Yui. Saat di sekolah. Dia adalah gadis yang selau tersenyum cerah melebihi seluruh cahaya di bumi, ia seperti memiliki energi yang berlimpah, tidak pernah habis, dia penuh semangat dan begitu berani hingga tanpa sadar aku sudah menjadi bunga matahari yang selalu mengikuti cahayanya kemanapun.""Bagiku, masa saat aku b
Seperti ini, ketika hatimu berlabuh pada tempat yang tepat, maka rasanya akan seperti ini. Tak peduli berapa lama waktu yang akan terpakai untuk melupakan seseorang, namun jika dia sudah terukir di dalam hati, maka dia tidak akan pernah hilang. Ketika langit di atasnya begitu indah, ketika langit senja membawanya dalam banyak kenangan, dinginnya salju di kakinya tidak akan ia ingat, kecuali rasa hangat yang ia rasakan di dalam dadanya, rasa hangat ketika Aiden menggenggam tangannya, rasa hangat ketika mereka berbagi dalam pelukan yang sama. "Jadi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" menyandarkan tubuhnya pada dada Aiden, sang pria memeluknya dari arah belakang. "Membawamu ke hadapan ibuku?" "Aku kau sudah siap untuk itu?" "Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa kau siap untuk bertemu dengan ibuku?" Yui berpikir sejenak, tidak melepaskan tangannya yang merangkulnya dengan erat. Ia tidak ingin melepaskan tangan mereka, ia tidak ingin melepaskan Aiden pergi. Selama ini ia hany
Yui sudah menemukan pekerjaan baru disalah satu kantor majalah 30 menit dari rumahnya. Ini bagus sebab boss di tempat barunya memperlakukannya dengan sangat berbeda. Apalagi setelah melihat riwayat pendidikan dan pekerjaan yang telah ia lakukan. Berbeda dengan Fututre, tempat barunya tidak begitu ramah dengan kalangan bawah sepertinya— tidak semua namun kebanyakan tidak menyukai keberadaannya. Tidak masalah bagi Yui, sebab ia sudah terlalu biasa, sudah kebal. Bahkan di hari pertamanya bekerja, seseorang sudah membuat masalah dengannya. Lalu apa yang ia lakukan? Ia menunjukkan kepada mereka semua bahwa ia bukanlah seseorang yang mudah di bully. Ia adalah Zhu Yui yang kuat, bullyan seperti ini bukan apa-apa baginya. Sudah sebulan ia bekerja, tidak ada lagi yang berani mengganggunya. Ketika Yudha tahu, sang adik berkomentar seperti ini, "katakan saja kau adalah pacarnya Avery Aiden, kalau mereka percaya maka itu bagus, jika tidak palingan mereka hanya akan menganggapmu gila." Terima
Di tengah studio yang hening, Evan mengakhiri ucapannya dengan sebuah lawakan, membangkitkan kembali suasana yang sebelumnya hening. Tetap saja, pada hari itu, banyak orang yang merenungkan ucapan Evan. Bahwa tidak adilnya kehidupan ini untuk sebagian orang, sebuah usaha tidak akan ada artinya hanya karena sebuah nama."Itu adalah perkataan yang sangat menyentuh. Aku sendiri sebagai seseorang yang lahir dari kalangan kelas menengah bahkan masih bisa merasakan perbedaan antara kelas atas dan menengah, setelah apa yang Mr. Evan katakan aku mulai bertanya, jika kau merasakan perbedaan ini, lalu bagaimana dengan mereka yang lahir di kalangan kelas bawah?" ujar sang pembawa acara.Ia beralih kepada Aiden, "lalu bagaimana dengan anda, Mr. Aiden? Jika dilihat dari tingkatan, anda berada di puncak hierarki. Pemimpin negara ini sekalipun tidak akan bisa menyentuh keluarga Avery, tidak dalam tahun-tahun yang sudah berlalu. Anda menggemparkan semua orang dengan pernyataan sebagai pihak yang meny
"Kau sangat berani, huh?" "Bukankah seharusnya aku melakukan ini sejak lama?" suara di balik panggilannya terkekeh pelan. Aiden membawa mobil merah mencolok yang ia kendarai ke arah kompleks apartemen mewah. Lampu-lampu dari setiap gedung bersinar terang di tengah malam yang gelap. "Aku akan ke rumahmu tahun baru ini." ujarnya, dari balik panggilan, Zhu Yui bergumam. "Jika kau terus melakukan hal seperti ini, ibumu akan marah." "Aku akan ke sana setelah mendatangi pesta tahun baru, setengah jam kemudian aku akan bergegas ke rumahmu." Mobil Aiden terparkir dengan rapi di basemen. "Ok, kalau begitu aku akan menunggumu. I miss you." "Hmm.. ya aku juga merindukanmu." Suara panggilan terputus mengakhiri panggilan yang telah mereka lakukan. Setelah memastikan seluruh barang-barangnya, Aiden pun keluar dari mobilnya, berjalan menuju lift yang mengantarkannya ke apartemennya. Di depan pintu apartemen, ia dikejutkan oleh kedatangan seorang wanita tinggi, wanita itu menggunakan mantel p