Setahun yang lalu
"Bunda ini sudah tua, Farhan. Bunda ingin menyaksikan kamu menikah sebelum ajal menjemput. Pulanglah! Menikahlah dengan gadis pilihan Bunda. Nadira gadis yang baik dan pintar. Bunda yakin dia akan menjadi istri yang baik untukmu."Farhan tak kuasa menolak permintaan Bundanya. Hanya Bunda yang dia miliki satu-satunya di dunia ini."Bunda ingin kamu sering-sering pulang ke kampung, makanya kamu bunda nikahkan dengan gadis sekampung dengan kita."Walau dengan terpaksa, Farhan tetap menerima perjodohan ini. Sejak dulu, Bunda memang tak menyetujui hubungannya dengan Erika, wanita modern yang sudah terbiasa hidup mewah di Jakarta. Erika itu bukan orang Minang, itu alasan Bunda."Jika kamu tidak menikah dengan orang Minang, selamanya kamu akan lupa dengan kampung halaman kita,"Entah kenapa pikiran Bunda sangat kolot di jaman digital ini. Namun Farhan tak mampu menolak. Dia sangat menyayangi Bundanya. Walau sebenarnya dia pun tak tega melihat Erika yang terus menangis melepas kepergianya ketika di bandara.."Kamu tega ninggalin aku, Farhan!""Bersabarlah, Aku hanya ingin membahagiakan Bunda. Setelah ini kita pikirkan lagi langkah selanjutnya agar kita bisa tetap bersama!" bujuk Farhan yang berhasil membuat Erika berhenti menangis. Sungguh wanita itu tak ingin kehilangan Farhan. Pria kaya raya pemilik perusahaan yang bergerak di bidang investasi dan perdagangan. Apapun yang Erika minta selalu dipenuhi oleh Farhan. Hanya satu yang Farhan tidak bisa memenuhi permintaan Erika, yaitu menolak permintaan Bundanya. Bunda adalah segala-galanya bagi Farhan. Setahun belakangan ini, Bunda memilih untuk tinggal di kampung saja. Hingga dia dijodohkan dengan gadis sekampungnya.Farhan tiba di kampung halamannya menjelang sore, dengan dijemput oleh supir pribadi bunda di bandara international Minangkabau. Perjalanan dari bandara sampai ke kampung halamannya yang berada di kabupaten Solok memakan waktu kurang lebih dua jam. Sepanjang perjalanan ke Solok yang dilalui jalan berliku serta keindahan tanah minang yang memanjakan mata. Membuat mata Farhan tak lepas terus memandang keluar jendela. Terakhir kalinya dia pulang kampung ketika masih sekolah di SMA.Berkali-kalli Erika berusaha menghubunginya. Namun karena sinyal yang kurang mendukung, Farhan memutuskan untuk mematikan saja ponselnya.Farhan sengaja mengambil cuti hanya beberapa hari saja. Sungguh dia tak ingin berlama-lama berada di kampung. Pria tampan dengan tubuh tegap dan tinggi di atas rata-rata itu, tiba di kampung halamannya sehari sebelum acara akad nikah dan upacara adat berlangsung. Bahkan dia sama sekali tidak ingin melihat siapa calon istri yang dijodohkan sang bunda."Apa kamu tidak mau pergi ke rumah Dira dan menemuinya sebentar, Farhan? Kamu harus mengenal lebih dulu calon istrimu," bujuk Bunda Aisyah, wanita yang sudah melahirkannya.Pria berdarah campuran Minang dan Jerman itu menggeleng."Aku lelah, Bunda. Mau istirahat."Bunda Aisyah hanya menghela napas panjang. Tak ingin memaksa. Dalam hatinya dia berdoa agar acara pernikahan Farhan berjalan dengan lancar.-------Acara akad nikah berjalan dengan lancar. Setelah selesai, Farhan sama sekali tak ingin melihat wajah istrinya dengan lekat. Tatapannya hanya lurus ke depan. Sesekali melihat istrinya hanya sekilas, saat mengikuti arahan dari panitia.Saat malam tiba, acara baralek gadang berlangsung ramai. Hampir dari setiap penjuru kampung datang ingin melihat kedua mempelai. Terutama mempelai pria yang menjadi topik pembicaraan hampir seluruh warga kampung Kinari, karena ketampanannya bak artis ibukota. Anak tunggal Bunda Aisyah, orang terkaya dan terpandang di kampung itu, sudah lama sekali tak pulang. Sehingga membuat penasaran bagi setiap warga kampung yang hendak melihatnya.Nadira, gadis minang itu sungguh beruntung mendapatkan Farhan. Warga kampung pun memuji kecantikan Nadira, gadis yang juga baru beberapa hari ini pulang ke kampung atas permintaan ibunya dengan meninggalkan bisnisnya di Jakarta. Nadira memanglah seorang gadis yang patuh pada ibu dan Mamaknya. Sejak Ayahnya meninggal dunia tujuh tahun yang lalu, hidup Nadira menjadi tanggung jawab Mamaknya yang bernama Sutan Sati, adik kandung dari Bu Ani. Nadira pun dengan ikhlas menerima perjodohan yang telah diatur oleh Ibu dan Mamaknya.Acara adat berlangsung hingga malam. Setelah acara selesai kedua mempelai kembali ke rumahnya masing-masing..------"Bunda, pekerjaanku banyak, sore ini aku kembali ke jakarta."Lagi-lagi Bunda Aisyah banya bisa menghela napas."Malam ini adalah malam pertamamu dengan Dira. Apa kamu tidak ingin menikmati satu malam lagi di kampung halamanmu ini?" Bunda Aisyah berusaha membujuk anaknya."Maafkan aku, Bunda. Perusahaan sedang banyak masalah. Harus Aku sendiri yang mengurusnya."Wanita yang sudah berumur enam puluhan itu hanya bisa menahan sesak, tak ingin berdebat."Baiklah, bawa sekalian istrimu ke Jakarta! Nadira sudah menjadi tanggung jawabmu sekarang," tegas Bunda membuat wajah Farhan bingung."Bagaimana mungkin aku langsung membawanya ke jakarta? Kami belum saling mengenal," celetuk Farhan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal."Halah! Nanti juga kau akan terbiasa dengan kehadiran Dira ....," Bunda Aisyah terkekeh, mencoba menggoda anak laki-lakinya.Akhirnya sore itu mereka berdua berangkat ke Jakarta. Sepanjang jalan Farhan hanya bersikap dingin. Tak bicara jika tak perlu. Begitu juga dengan Nadira, gadis berhijab itu pun tak berani memulai pembicaraan dan memilih untuk diam hingga tiba di Jakarta. Dia bisa memahami, mungkin suaminya belum terbiasa dengan situasi seperti ini.Sepanjang perjalanan Dira menyibukkan dirinya dengan ponselnya. Begitu banyak pekerjaannya yang tertunda. Namun dia telah memutuskan untuk mempercayakan bisnis onlinenya pada sahabatnya. Karena mulai saat ini Dira ingin berbakti pada suaminya. Seperti ibunya dulu, yang selalu mengurus dan melayani Almarhum Ayahnya dengan baik.Namun sesuatu yang dia tidak duga sama sekali. Ternyata Farhan tidak pernah menginginkan pernikahan ini.Saat malam tiba, Farhan mengajaknya bicara."Maafkan Aku, mungkin kita tidak akan bahagia dengan pernikahan ini. Seharusnya, suatu pernikahan dilakukan oleh orang yang saling mencintai. Jadi janganlah pernah berharap untuk bahagia hidup denganku."Nadira tersentak, hatinya terasa diremas setelah mendengar ucapan Farhan."Maaf Uda, bukankah cinta itu bisa tumbuh seiring waktu?" tanyanya dengan suara bergetar menahan buliran bening yang seakan mendesak ingin keluar."Aku ... sudah punya kekasih. Maaf ...!" Akhirnya Farhan mengakuinya.Lolos sudah air mata Dira. Betapa nyeri dan perih rasa di hatinya.Nadira memang belum mencintai suaminya. Namun saat ini dia merasa harga dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya.Namun tak mungkin dia pulang kembali. Semua sudah terjadi. Saat ini dia sah sebagai istri Farhan di mata Allah. Begitu banyak kewajiban yang harus dia jalankan, begitu yang ibu ajarkan padanya. Nadira bertekad akan tetap menjalankan pernikahan ini, akan tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, serta melayani suaminya dengan baik. Walaupun dia tahu, suaminya sama sekali tak mencintainya.Sudah tiga hari Nadira dirawat di rumah sakit setelah melahirkan, dan hari ini dokter memperbolehkan dia untuk pulang. Setelah menutup laptopnya, Dira menghubungi seseorang lewat ponselnya. "Hallo, Assalamualaikum, Vivi, apa yang Aku minta sudah kamu siapkan?" "Waalaikumsalam, udah beres, Bu Bos. Kapan mau di jemput?" "Tunggu intruksi berikutnya! Aku ingin bicara dulu dengan Uda Farhan." "Udahlah Dira, kamu tinggalin aja suamimu itu. Bisanya cuma nyakitin hatimu aja." Nadira terdiam mendengar ucapan asisten pribadi sekaligus sahabatnya itu. Memang benar kata Vivi. Selama hidup setahun bersama Farhan, hanya sakit yang dia rasakan. Farhan terang-terangan mengatakan bahwa dia punya kekasih dan sama sekali tidak mencintai dirinya. Hampir setiap hari Farhan mengingatkan Dira tentang perjanjian mereka. Walau demikian Nadira dengan ikhlas tetap melayani dan mengurus Farhan dengan baik. Walau berkali-kali suaminya itu melarangnya. Nadira pun teringat saat-saat baru menikah dengan Fa
"Kamu dan Nafa harus pulang ke rumah kita! Berkemaslah, Aku tunggu di luar!" Suara bariton Farhan berucap datar dan dingin. Nadira hanya mematung mendengar perintah suaminya. Sungguh dia tak mengerti dengan jalan pikiran Farhan. Bukankah dulu suaminya itu berkali-kali mengingatkan bahwa setelah dia melahirkan mereka akan bercerai? Nadira menatap punggung tegap itu hingga menghilang di balik pintu. Perlahan dia masukkan pakaiannya ke dalam tas, sambil menanti perawat yang mempersiapkan kepulangannya dan bayi Nafa. "Hendak kemana suamimu, Dira? Sini ibu bantu berkemas!" Bu Ani terheran melihat wajah Nadira yang murung. "Ada apa sebenarnya, Nak?" Wanita berhijab lebar yang tak lagi muda itu menyentuh lengan Nadira karena tak mendengar pertanyaannya. "Eh, ... maaf tadi ibu bilang apa?" Nadira terperangah dan gugup. "Suamimu mau kemana? Tadi ibu lihat dia sedang berjalan di lorong rumah sakit ini. Nampaknya Farhan sedang kesal. Apa kamu sudah membuatnya marah?" Nadira menggeleng.
Fahran melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalan kota jakarta yang akrab dengan kemacetan. Tujuannya kali ini adalah sebuah rumah yang terletak di wilayah menteng. Daerah yang dekat dengan perkantoran dan segitiga emas. Pria beralis tebal itu mengumpat dalam hati karena jalanan mulai tidak lancar. Di tengah kemacetan Farhan mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya. "Hallo, Erika kamu di mana?" "Hai, Sayang. Aku baru sampai rumah," sahut Erika manja dari seberang sana. "Tunggu di situ. Jangan ke mana-mana, sebentar lagi aku datang!" tegas Farhan singkat. "Benarkah? So sweet bangeeet. Akhirnya kamu datang juga. Aku tau kamu pasti kangen sama aku, kan, Sayang?" Erika terpekik saking senangnya. Farhan menutup ponselnya secara sepihak. Dia kembali menambah kecepatan mobilnya saat jalan raya mulai lancar. Hingga Farhan berhenti di depan sebuah rumah mewah berlantai dua. Rumah yang dulu dia beli untuk Erika setahun yang lalu, tepatnya beberapa hari sebelum dia p
Erika memandang kagum pada bayangan dirinya di cermin. Pagi ini, wanita berkulit putih dengan mata agak sipit itu sengaja berhias dengan penampilan memukau. Dress selutut berwarna peach dengan high heels berwarna senada membuatnya tampil segar dan cantik. Gadis itu berniat hendak membuat kejutan untuk kekasih hatinya. Mobil sport keluaran terbaru telah terparkir cantik di depan rumahnya. Seorang supir pribadi telah siap mengemudi dan membawa Erika ke tempat tujuan. "Ke mana, Non?" Tanya Dipa sang supir pribadi seraya melirik majikannya dari kaca spion dalam mobil ini.. "Kita ke kantor Farhan!" "Baik, siap, Non!" Dipa langsung melajukan mobil ke arah jalan Jendral Sudirman, yang memang tak jauh dari lokasi rumah Erika. Kantor Farhan memang berada di pusat kota Jakarta, diantara gedung-gedung pencakar langit. Perjalanan belum begitu macet, hingga mereka hanya menempuh waktu lima belas menit sudah tiba di area parkir PT. Elang Naga, milik Farhan Adiguna. Erika turun di lobby utama
Nadira terjaga mendengar tangisan Nafa dari box bayinya. Namun sesuatu yang melingkar diperutnya membuatnya sulit untuk bangkit. Jantung Nadira bedetak cepat saat menyadari sebuah tangan kokoh memeluknya dari belakang. Hembusan napas hangat di belakang lehernya meciptakan desiran hebat di dadanya. "Sejak kapan Uda Farhan tidur di sebelahku?" pikirnya dalam hati. Semalam, setelah mereka berpelukan cukup lama, Farhan masuk ke ruang kerjanya lewat pintu tembus dari kamar mereka, dan tidak kembali hingga Nadira tertidur pulas. Dia mengira , seperti biasanya, Farhan akan tidur di sofa panjang di ruang kerjanya itu sampai pagi. Namun entah kapan suaminya itu kembali dan tertidur di sampingnya. Perlahan Nadira mengangkat tangan kekar yang masih melingkar di perutnya. Namun Tangan itu begitu erat. Tangisan Nafa mulai terdengar kencang. "Uda, maaf! Nafa nangis." Nadira menepuk pelan lengan suaminya. Sontak Farhan terjaga dan melepaskan tangannya. Nadira pun bangkit lalu menghampiri Nafa
Farhan geram karena sejak kemarin Erika tak henti-hentinya menghubungi ponselnya. Dia sengaja tak mengangkatnya karena seharian kemarin Farhan berada di rumah. Dia tidak mungkin menerima panggilan dari kekasihnya itu saat ada Mamak dan mertuanya di rumah. Pagi-pagi sekali Farhan sudah berangkat ke kantor. Banyak pekerjaan yang tertunda. Beberapa meeting dengan relasi bisnis terpaksa diganti jadwalnya. Semua ini karena keinginan Farhan yang lebih suka berada di rumah akhir-akhir ini. Mobil mercy keluaran terbaru milik Farhan telah terparkir sempurna di area parkir khusus untuknya sebagai CEO. Dengan langkah panjang Farhan berjalan menuju lobby hingga menaiki lift ke ruang kerjanya di lantai dua puluh lima. "Selamat pagi, Pak! " Sekretaris Farhan langsung berdiri menyapa atasannya. "Pagi!, Apa semua berkas sudah di letakkan di meja saya, Dian?" "Sudah,Pak. Satu jam lagi ada rapat dengan semua kepala divisi di ruang meeting." Dian, sang sekretaris membacakan jadwal Farhan hari in
Nadira masih shock melihat foto yang muncul pada layar ponselnya. Namun segera dia tutup ketika Bu Ani hendak mendekatinya. "Ada apa, Dira? tanya Bu Ani penasaran. "Tidak apa-apa, Bu. Hanya orang salah kirim. "Ooo ....Ibu kira ada apa." "Dira ke kamar dulu mau lihat Nafa!" pamit Dira seraya berjalan tanpa menunggu jawaban dari Ibu dan Mamaknya. Nadira menutup pintu kamarnya dan kembali membuka ponselnya. Hatinya semakin terluka melihat foto-foto mesra suaminya dengan wanita lain. Wanita itu sangat cantik dan seksi. Raut wajah Farhan terlihat bahagia merangkul wanita itu. Tanpa di sadarinya genggaman tangannya semakin kuat saat mencengkeram ponsel itu. Tubuhnya luruh ke lantai bersandar pada pintu. Selama ini Nadira tahu kalau suaminya memiliki kekasih jauh sebelum menikahinya. Tapi dia masih bisa bertahan untuk tetap bersama Farhan hingga detik ini. Hampir setiap sepertiga malam Nadira memanjatkan doa untuk kebahagiaan keluarga kecilnya. Namun pertahanan yang dia jaga selama i
Mata Farhan melebar melihat seseorang yang sangat dikenalnya, saat ini berada di halaman rumahnya. "Erika ...!' Farhan menggeram. kedua tangannya mengepal. Matanya menatap nanar pada wanita yang telah menjadi kekasihnya sejak tiga tahun yang lalu. Napas Farhan memburu. Kecemasan tingkat tinggi merajai perasaannya kini. Bagaimana tidak. Erika datang saat keluarga besar Nadira sedang berkumpul di rumahnya. Mamak dan ibu mertuanya juga ada di sini. Apa yang akan dia jelaskan nanti? Dia yakin Erika akan nekad. Perempuan itu keinginannya selalu harus terpenuhi. Termasuk agar dirinya segera menceraikan Nadira. Sementara Nadira membelalakkan matanya kala melihat wanita yang sangat persis dengan foto-foto yang di kirim orang tak dikenal ke ponselnya. "Apakah wanita ini yang selalu menerorku akhir-akhir ini?" pikir Nadira dalam hati. Erika masih berusaha untuk masuk ke dalam. Namun security masih belum mengizinkannya. "Mbak Erika, di dalam sedang ada acara keluarga besar Bu Dira. Saya mo