Wanita paruh baya tidak mau mengaku. "Apa maksudmu menuduhku berbohong? Lyana memang putriku. Kamu datang untuk cari masalah?"Neil tidak takut menghadapinya. "Aku berani melabrakmu, berarti aku punya buktinya."Wanita paruh baya pun panik, dia menarik suaminya masuk ke dalam sebuah ruangan. Tampaknya mereka berdua sedang membicarakan sesuatu.Neil tidak mendesak, dia menunggu dengan sabar di luar. Tak berapa lama, sepasang suami istri itu pun keluar."Siapa kamu?" tanya pria paruh baya.Neil menceritakan yang sejujurnya, "Aku menginap di sini karena aku mengenal Lyana. Aku datang untuk memeriksa identitasnya. Kalau kalian menceritakan yang sebenarnya, aku tidak akan memperbesar masalah ini. Tapi kalau kalian keras kepala, aku juga tidak akan sungkan-sungkan."Suami istri ini telah membicarakannya. Bagaimanapun Lyana bukan anak kandung mereka. Sekarang ada yang datang melabrak, mereka pun tidak bisa menutupinya.Semua orang di desa tahu bahwa Lyana adalah orang asing. Tidak sulit bagi
"Bukan mirip, tapi itu adalah foto kamu!" jawab Neil.Lyana tertawa sinis. "Permainan apa lagi ini? Sejak awal aku sudah tahu, kamu bukan orang baik. aku nggak kenal kamu, ngapain menunjukkan foto ini untukku? Otakmu bermasalah?"Lyana meninggalkan Neil di tempat, tetapi Neil menarik pergelangan tangan Lyana dan menahannya. "Kalau kamu tidak percaya, aku bisa membawamu untuk menemui ayah kandungmu. Kalian bisa melakukan tes DNA.""Aku nggak perlu tes DNA! Jangan mengganggu aku lagi!" Lyana yang marah pun mengempaskan tangan Neil.Neil sudah mengetahui identitas Lyana, mana mungkin dia menyerah begitu saja? Neil sudah pernah kehilangan Anas, dia tidak mau mengulang kesalahan yang sama."Anas!" Neil berusaha menjelaskan, "Kamu jatuh ke laut dan lupa ingatan. Wanita dan pria paruh baya di penginapan yang menyelamatkanmu. Namamu bukan Lyana, namamu Anas!""Orang gila! Pergi sana! Kalau nggak, aku bakal lapor polisi." Lyana tidak memercayai penjelasan Neil.Melihat sikap Anas yang keras kep
"Aku lagi sibuk, ada apa?" tanya Yvonne.Yvonne baru menemukan kembali anaknya. Dia ingin berkumpul bersama anggota keluarganya.Bagi Yvonne, sekarang keluarga adalah prioritas utama."Anas ada di tempatku, tapi dia lupa ingatan. Dia nggak mengenal aku, dia bahkan sangat membenci aku. Dia nggak bisa diajak bicara baik-baik. Apakah kamu bisa membantuku?"Yvonne menjawab dengan ragu, "Apakah boleh agak malaman?"Anak kedua mereka baru pulang, Yvonne harus merawat dan menemaninya dulu."Oke, aku baru memberikan Anas obat penenang. Mungkin sekitar 3 tau 4 jam lagi baru sadarkan diri," jawab Neil.Yvonne menyimpan ponselnya, lalu menggendong Dio ke kamar. Samantha mengurus Dio sejak kecil, dia sudah terbiasa mengurus anak bayi.Yvonne menggendong Dio sambil memperhatikan Samantha mengurus bayi kecilnya. Shawn juga berada di dalam kamar, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Biasanya Shawn selalu terlihat dingin, tetapi hari ini ekspresinya tampak lebih lembut. Momen ini sangat langka."Yv
Neil bergegas membuka pintu. "Ayo, masuk."Yvonne penasaran. "Di mana Anas?""Belum sadarkan diri," jawab Neil."Aku datang keawalan, ya?""Duduklah dulu, mau minum apa?" tanya Neil."Jus saja."Neil menuangkan segelas jus untuk Yvonne. Setelah meneguk setengah gelas jus, Yvonne pergi ke kamar untuk memeriksa kondisi Anas.Karena Anas masih tidur, Yvonne menutup kembali pintu kamarnya. Tepat di saat Yvonne menutup pintu, Anas yang berbaring di atas tempat tidur pun membuka matanya secara perlahan.Anas memutar bola matanya. Dia penasaran, apakah dirinya benar-benar lupa ingatan? Apakah benar dirinya bernama Anas?Anas bangun dari tempat tidur dan keluar dari kamar tanpa mengenakan alas kaki.....Yvonne dan Neil sedang mengobrol di ruang tamu."Bagaimana masalah keluargamu? Sudah beres?" tanya Yvonne."Em." Neil mengangguk. "Keluarga Lokra sudah hancur, aku juga sudah menceraikan Yasmine. Sekarang aku yang berkuasa di rumah."Yvonne bertanya dengan ragu, "Hmm, apakah Keluarga Lokra yan
"Kamu sudah bangun?" tanya Neil dengan hati-hati.Lyana membuka matanya secara perlahan, dia menatap Neil dengan penuh waspada.Walaupun obrolan Yvonne dan Neil tidak panjang, Lyana mendapatkan beberapa informasi penting.Anas hilang ingatan karena ada yang ingin menghabisi nyawanya. Namun, ternyata Anas berhasil bertahan hidup. Ditambah, orang yang mencelakainya adalah ibu kandung Neil."Kamu mau apa?" Lyana memelototi Neil."Aku pernah cerita soal adik kelas kita, 'kan? Dia adalah sahabatmu. Aku memintanya ke sini untuk menemuimu. Biar kamu yakin bahwa aku tidak berbohong."Lyana menyeringai dingin. Bukannya Neil tidak ingin ingatan Lyana kembali? Masih berani bilang tidak berbohong?'Pria ini pasti orang jahat,' pikir Lyana. Kalau tidak, kenapa dia takut ingatan Lyana kembali?"Baiklah, aku bersedia menemuinya.""Oke." Neil senang mendengarnya. "Pakai sandalmu, dia ada di ruang tamu.""Siapa namanya?" tanya Lyana."Yvonne," jawab Neil. "Kamu nggak ingat pekerjaanmu dulu? Kamu adalah
Yvonne melihat sebuah mobil yang tampak familier. Sebelum Yvonne sempat melihatnya dengan jelas, lampu hijau sudah menyala.Yvonne menoleh ke belakang, dia melihat Jackal yang turun dari mobil tersebut. Pantas saja familier, ternyata Kakek Graham.Shawn sudah memutuskan hubungannya dengan Keluarga Jamison, jadi Yvonne juga tidak mau ambil pusing.Ketika Yvonne pulang, suasana di rumah sangat sepi. Leah sedang memasak di dapur, sementara Samantha merapikan perlengkapan bayi."Di mana Shawn?" Yvonne bertanya kepada Samantha."Lagi sama Dylan di ruangannya," jawab Samantha.Yvonne pergi mengecek kedua anaknya, mereka sudah tertidur pulas."Coba temui Shawn dan Dylan, sebentar lagi makan malam siap," kata Samantha.Pintu ruangan Shawn tidak tertutup rapat. Ketika hendak memanggil mereka, Yvonne tidak sengaja mendengar pembicaraan Dylan dan Shawn."Xavier akan mengurus dokter itu. Lagi-lagi Harvey berulah, apa rencanamu?" Dylan bertanya kepada Shawn.Kali ini Shawn tidak langsung menggunaka
Matahari pagi memberikan banyak manfaat.Shawn pergi setelah menyantap sarapannya, sedangkan Yvonne mengurus kedua anaknya di rumah.Samantha menggunakan kesempatan ini untuk mengajak Yvonne berbicara."Yvonne." Samantha terlihat ragu."Ada apa, Bu? Bicara saja."Samantha harus menata kata-kata yang tepat agar tidak menyinggung perasaan Yvonne. "Walaupun pesta pernikahanmu agak terlambat, kalian harus segera menyiapkan semuanya."Yvonne menemani Dio bermain sambil menjawab Samantha, "Shawn yang akan mengurus semuanya. Aku nggak perlu berbuat apa-apa.""Tapi kamu harus tampil dengan cantik, 'kan? Kamu memang bisa menutupi lukamu selamanya, tapi perjalanan pernikahan kalian masih panjang," Samantha terpaksa berbicara secara frontal untuk menyadarkan Yvonne.Yvonne refleks mengusap luka di wajah dan lehernya."Meskipun sekarang Shawn tidak keberatan, lukamu tidak enak dipandang.""Bu, kecantikan nggak bakal membuat seseorang setia. Kalau memang dasarnya hidung belang, mau secantik apa pun
Shawn melihat jelas gerakan Yvonne yang tergesa-gesa.Begitu Shawn masuk ke kamar, Yvonne menghampirinya dan bertanya, "Sudah makan malam?"Shawn tidak menjawab pertanyaan Yvonne. Dia mengangkat tangannya, lalu mengusap lembut bekas luka di wajah dan leher Yvonne.Yvonne bertanya dengan nada bercanda, "Lihat wajahku, apakah orang lain nggak bakal mentertawakanmu? Mereka bakal berpikir ngapain kamu menikahi seorang wanita buruk rupa?""Tidak ada yang berani berbicara seperti itu.""Tapi pasti ada yang berbicara seperti itu di belakangmu." Yvonne menurunkan tangan Shawn. "Sana, mandi dulu. Aku mau ngecek anak-anak."Shawn mencegat Yvonne pergi. "Ada Ibu dan Bibi Leah yang menjaga anak-anak. Hari ini kamu bersikap agak aneh.""Ibuku menyuruh aku melakukan operasi. Katanya wajahku nggak enak dipandang," jawab Yvonne.Shawn tersenyum. "Memang."Yvonne langsung memelototinya. "Katanya kamu nggak peduli?""Aku memang tidak peduli.""Lalu kenapa kamu menyetujui ucapan ibuku?" Yvonne cemberut.