Neil bergegas membuka pintu. "Ayo, masuk."Yvonne penasaran. "Di mana Anas?""Belum sadarkan diri," jawab Neil."Aku datang keawalan, ya?""Duduklah dulu, mau minum apa?" tanya Neil."Jus saja."Neil menuangkan segelas jus untuk Yvonne. Setelah meneguk setengah gelas jus, Yvonne pergi ke kamar untuk memeriksa kondisi Anas.Karena Anas masih tidur, Yvonne menutup kembali pintu kamarnya. Tepat di saat Yvonne menutup pintu, Anas yang berbaring di atas tempat tidur pun membuka matanya secara perlahan.Anas memutar bola matanya. Dia penasaran, apakah dirinya benar-benar lupa ingatan? Apakah benar dirinya bernama Anas?Anas bangun dari tempat tidur dan keluar dari kamar tanpa mengenakan alas kaki.....Yvonne dan Neil sedang mengobrol di ruang tamu."Bagaimana masalah keluargamu? Sudah beres?" tanya Yvonne."Em." Neil mengangguk. "Keluarga Lokra sudah hancur, aku juga sudah menceraikan Yasmine. Sekarang aku yang berkuasa di rumah."Yvonne bertanya dengan ragu, "Hmm, apakah Keluarga Lokra yan
"Kamu sudah bangun?" tanya Neil dengan hati-hati.Lyana membuka matanya secara perlahan, dia menatap Neil dengan penuh waspada.Walaupun obrolan Yvonne dan Neil tidak panjang, Lyana mendapatkan beberapa informasi penting.Anas hilang ingatan karena ada yang ingin menghabisi nyawanya. Namun, ternyata Anas berhasil bertahan hidup. Ditambah, orang yang mencelakainya adalah ibu kandung Neil."Kamu mau apa?" Lyana memelototi Neil."Aku pernah cerita soal adik kelas kita, 'kan? Dia adalah sahabatmu. Aku memintanya ke sini untuk menemuimu. Biar kamu yakin bahwa aku tidak berbohong."Lyana menyeringai dingin. Bukannya Neil tidak ingin ingatan Lyana kembali? Masih berani bilang tidak berbohong?'Pria ini pasti orang jahat,' pikir Lyana. Kalau tidak, kenapa dia takut ingatan Lyana kembali?"Baiklah, aku bersedia menemuinya.""Oke." Neil senang mendengarnya. "Pakai sandalmu, dia ada di ruang tamu.""Siapa namanya?" tanya Lyana."Yvonne," jawab Neil. "Kamu nggak ingat pekerjaanmu dulu? Kamu adalah
Yvonne melihat sebuah mobil yang tampak familier. Sebelum Yvonne sempat melihatnya dengan jelas, lampu hijau sudah menyala.Yvonne menoleh ke belakang, dia melihat Jackal yang turun dari mobil tersebut. Pantas saja familier, ternyata Kakek Graham.Shawn sudah memutuskan hubungannya dengan Keluarga Jamison, jadi Yvonne juga tidak mau ambil pusing.Ketika Yvonne pulang, suasana di rumah sangat sepi. Leah sedang memasak di dapur, sementara Samantha merapikan perlengkapan bayi."Di mana Shawn?" Yvonne bertanya kepada Samantha."Lagi sama Dylan di ruangannya," jawab Samantha.Yvonne pergi mengecek kedua anaknya, mereka sudah tertidur pulas."Coba temui Shawn dan Dylan, sebentar lagi makan malam siap," kata Samantha.Pintu ruangan Shawn tidak tertutup rapat. Ketika hendak memanggil mereka, Yvonne tidak sengaja mendengar pembicaraan Dylan dan Shawn."Xavier akan mengurus dokter itu. Lagi-lagi Harvey berulah, apa rencanamu?" Dylan bertanya kepada Shawn.Kali ini Shawn tidak langsung menggunaka
Matahari pagi memberikan banyak manfaat.Shawn pergi setelah menyantap sarapannya, sedangkan Yvonne mengurus kedua anaknya di rumah.Samantha menggunakan kesempatan ini untuk mengajak Yvonne berbicara."Yvonne." Samantha terlihat ragu."Ada apa, Bu? Bicara saja."Samantha harus menata kata-kata yang tepat agar tidak menyinggung perasaan Yvonne. "Walaupun pesta pernikahanmu agak terlambat, kalian harus segera menyiapkan semuanya."Yvonne menemani Dio bermain sambil menjawab Samantha, "Shawn yang akan mengurus semuanya. Aku nggak perlu berbuat apa-apa.""Tapi kamu harus tampil dengan cantik, 'kan? Kamu memang bisa menutupi lukamu selamanya, tapi perjalanan pernikahan kalian masih panjang," Samantha terpaksa berbicara secara frontal untuk menyadarkan Yvonne.Yvonne refleks mengusap luka di wajah dan lehernya."Meskipun sekarang Shawn tidak keberatan, lukamu tidak enak dipandang.""Bu, kecantikan nggak bakal membuat seseorang setia. Kalau memang dasarnya hidung belang, mau secantik apa pun
Shawn melihat jelas gerakan Yvonne yang tergesa-gesa.Begitu Shawn masuk ke kamar, Yvonne menghampirinya dan bertanya, "Sudah makan malam?"Shawn tidak menjawab pertanyaan Yvonne. Dia mengangkat tangannya, lalu mengusap lembut bekas luka di wajah dan leher Yvonne.Yvonne bertanya dengan nada bercanda, "Lihat wajahku, apakah orang lain nggak bakal mentertawakanmu? Mereka bakal berpikir ngapain kamu menikahi seorang wanita buruk rupa?""Tidak ada yang berani berbicara seperti itu.""Tapi pasti ada yang berbicara seperti itu di belakangmu." Yvonne menurunkan tangan Shawn. "Sana, mandi dulu. Aku mau ngecek anak-anak."Shawn mencegat Yvonne pergi. "Ada Ibu dan Bibi Leah yang menjaga anak-anak. Hari ini kamu bersikap agak aneh.""Ibuku menyuruh aku melakukan operasi. Katanya wajahku nggak enak dipandang," jawab Yvonne.Shawn tersenyum. "Memang."Yvonne langsung memelototinya. "Katanya kamu nggak peduli?""Aku memang tidak peduli.""Lalu kenapa kamu menyetujui ucapan ibuku?" Yvonne cemberut.
"Thiago dan pacarnya sudah dibebaskan seseorang," ucap Dylan dari ujung telepon.Shawn bertanya dengan sorot mata dalam, "Apa yang terjadi?""Begitu mendapat panggilan dari direktur rumah sakit, aku bergegas ke Rumah Sakit Jiwa Montari. Setibanya di sana, aku melihat ada sebuah lubang di luar kamar mereka," jawab Dylan.Shawn memejamkan matanya sembari menimpali, "Aku mengerti. Segera selidiki siapa orang yang membebaskan mereka.""Oke," sahut Dylan.Setelah Shawn mengakhiri panggilan, Yvonne bertanya, "Ada masalah apa?""Thiago dan pacarnya sudah dibebaskan seseorang dari Rumah Sakit Jiwa Montari," balas Shawn sambil meletakkan sendoknya. Dia seketika kehilangan nafsu makannya."Meskipun ada masalah, kamu tetap harus makan." Yvonne berjalan ke arah Shawn, lalu meletakkan sendok ke tangan pria itu dan menambahkan, "Jangan membuang-buang masakanku."Shawn menatap Yvonne sembari tersenyum, lalu menyahut, "Baiklah."Yvonne sama sekali tidak khawatir dengan keamanan tempat ini. Dia bertany
"Hasil penelitian kalian saat itu benar-benar memperluas pengetahuanku. Aku sangat kagum dengan profesionalisme dan ketekunan kalian," jelas Tio.Tio diam sejenak, lalu melanjutkan, "Kamu pernah bekerja di Pusat Penelitian Jantung Maine dan mendapatkan data penelitian terbaru. Kamu memang nggak menjadi karyawan resmi, tapi kontribusimu sangat besar. Aku mencarimu hari ini karena berharap kamu bersedia menjabat sebagai direktur."Yvonne terbelalak karena terkejut. Dia tidak menyangka Tio menginginkan dirinya menggantikan posisinya sebagai direktur. Dia seketika tidak tahu harus menjawab apa. "Aku khawatir nggak sanggup ...," sahutnya."Jangan buru-buru menjawabku. Kamu boleh mempertimbangkannya dulu." Tio menuangkan secangkir teh untuk Yvonne, lalu melanjutkan, "Awalnya, Pak Tera yang akan menggantikan posisiku, tapi untung saja perbuatannya terungkap sehingga kita bisa melihat kemampuannya yang sebenarnya. Kalau nggak, Pusat Penelitian Prato akan hancur di tangannya."Yvonne menyesap t
"Beli kue, ya?" tanya Aurora lagi sambil tersenyum. Dia sama sekali tidak merasa asing.Yvonne mengangguk sembari membalas, "Dylan sangat sibuk dan nggak ada waktu untuk menemaniku. Aku sangat bosan sendirian. Apa aku boleh bermain ke rumahmu?" tanya Aurora.Yvonne tidak berniat untuk menolaknya, tetapi dia sendiri juga tidak ada waktu. Dia ingin memanfaatkan waktu saat tidak bekerja untuk menemani anaknya di rumah. "Apa kamu nggak ingin melakukan sesuatu? Misalnya, pekerjaan yang kamu sukai, jadi kamu bisa mengisi waktu kosongmu," saran Yvonne."Aku pernah berpikir seperti itu, tapi Dylan bilang biar dia saja yang menghidupiku," timpal Aurora dengan ekspresi bahagia.Melihat ini, Yvonne seketika tersenyum. Ketika seseorang merasa bahagia, seolah-olah ada seberkas cahaya yang menyinari orang itu. Membuat orang-orang yang melihatnya juga merasakan kehangatan."Kenapa kamu tersenyum?" Aurora bertanya, "Apa aku salah berbicara?""Nggak." Yvonne menuangkan segelas air dan minum, lalu melan