"Thiago dan pacarnya sudah dibebaskan seseorang," ucap Dylan dari ujung telepon.Shawn bertanya dengan sorot mata dalam, "Apa yang terjadi?""Begitu mendapat panggilan dari direktur rumah sakit, aku bergegas ke Rumah Sakit Jiwa Montari. Setibanya di sana, aku melihat ada sebuah lubang di luar kamar mereka," jawab Dylan.Shawn memejamkan matanya sembari menimpali, "Aku mengerti. Segera selidiki siapa orang yang membebaskan mereka.""Oke," sahut Dylan.Setelah Shawn mengakhiri panggilan, Yvonne bertanya, "Ada masalah apa?""Thiago dan pacarnya sudah dibebaskan seseorang dari Rumah Sakit Jiwa Montari," balas Shawn sambil meletakkan sendoknya. Dia seketika kehilangan nafsu makannya."Meskipun ada masalah, kamu tetap harus makan." Yvonne berjalan ke arah Shawn, lalu meletakkan sendok ke tangan pria itu dan menambahkan, "Jangan membuang-buang masakanku."Shawn menatap Yvonne sembari tersenyum, lalu menyahut, "Baiklah."Yvonne sama sekali tidak khawatir dengan keamanan tempat ini. Dia bertany
"Hasil penelitian kalian saat itu benar-benar memperluas pengetahuanku. Aku sangat kagum dengan profesionalisme dan ketekunan kalian," jelas Tio.Tio diam sejenak, lalu melanjutkan, "Kamu pernah bekerja di Pusat Penelitian Jantung Maine dan mendapatkan data penelitian terbaru. Kamu memang nggak menjadi karyawan resmi, tapi kontribusimu sangat besar. Aku mencarimu hari ini karena berharap kamu bersedia menjabat sebagai direktur."Yvonne terbelalak karena terkejut. Dia tidak menyangka Tio menginginkan dirinya menggantikan posisinya sebagai direktur. Dia seketika tidak tahu harus menjawab apa. "Aku khawatir nggak sanggup ...," sahutnya."Jangan buru-buru menjawabku. Kamu boleh mempertimbangkannya dulu." Tio menuangkan secangkir teh untuk Yvonne, lalu melanjutkan, "Awalnya, Pak Tera yang akan menggantikan posisiku, tapi untung saja perbuatannya terungkap sehingga kita bisa melihat kemampuannya yang sebenarnya. Kalau nggak, Pusat Penelitian Prato akan hancur di tangannya."Yvonne menyesap t
"Beli kue, ya?" tanya Aurora lagi sambil tersenyum. Dia sama sekali tidak merasa asing.Yvonne mengangguk sembari membalas, "Dylan sangat sibuk dan nggak ada waktu untuk menemaniku. Aku sangat bosan sendirian. Apa aku boleh bermain ke rumahmu?" tanya Aurora.Yvonne tidak berniat untuk menolaknya, tetapi dia sendiri juga tidak ada waktu. Dia ingin memanfaatkan waktu saat tidak bekerja untuk menemani anaknya di rumah. "Apa kamu nggak ingin melakukan sesuatu? Misalnya, pekerjaan yang kamu sukai, jadi kamu bisa mengisi waktu kosongmu," saran Yvonne."Aku pernah berpikir seperti itu, tapi Dylan bilang biar dia saja yang menghidupiku," timpal Aurora dengan ekspresi bahagia.Melihat ini, Yvonne seketika tersenyum. Ketika seseorang merasa bahagia, seolah-olah ada seberkas cahaya yang menyinari orang itu. Membuat orang-orang yang melihatnya juga merasakan kehangatan."Kenapa kamu tersenyum?" Aurora bertanya, "Apa aku salah berbicara?""Nggak." Yvonne menuangkan segelas air dan minum, lalu melan
"Ada apa?" tanya Yvonne. Melihat ibunya yang begitu gelisah, Yvonne berpikir pasti ada sesuatu yang tidak beres. Dia pun berdiri menghampiri ibunya."Lihatlah," kata Samantha menyodorkan ponselnya kepada Yvonne.Yvonne meraih ponsel Samantha dan melihatnya sekilas. Alisnya sontak mengernyit. Di dalam berita, tertera bahwa Shawn telah membuat Graham kesal hingga pingsan! Graham sudah dibawa ke rumah sakit dengan ambulans. Di berita itu juga ada beberapa gambar tempat kejadian. Meskipun gambarnya tidak jelas, bisa terlihat bahwa orang di dalam gambar itu adalah Shawn dan Graham."Coba kamu lihat kolom komentarnya. Semuanya komentar negatif. Melihatnya saja sudah membuatku kesal," ucap Samantha. Jika bukan karena gaptek, dia pasti sudah berdebat dengan netizen.Yvonne membujuk Samantha agar tidak marah. Dia membalas, "Biar aku pergi melihat situasinya." Menurutnya, masalah ini tidak sesederhana yang terlihat.Berdasarkan kekuasaan Shawn yang sekarang, bukan hal yang sulit untuk meredam pe
Sebelum Yvonne sempat menjawab, Shawn mendahuluinya dengan berujar, "Dia tidak punya waktu. Kalau ada masalah, katakan saja padaku."Jackal membalas, "Tuan Graham bilang dia cuma mau bertemu Yvonne."Saat Shawn hendak menimpali, Yvonne langsung menyela, "Oke, aku akan menemuinya." Dia juga ingin tahu apa yang ingin dikatakan Graham.Shawn menatap Yvonne selama beberapa saat. Akhirnya, dia berujar sambil mengangguk, "Pergilah."Yvonne dituntun Jackal ke kamar pasien. Di dalam sana, Graham sedang duduk sambil menyandar ke kepala ranjang. Dia terlihat lemas dengan wajah kuyu dan sorot mata tidak bersemangat. Dilihat dari penampilan luarnya, pria tua itu memang sedang sakit."Kamu sudah datang? Sudah cukup lama kita nggak bertemu, gimana kabarmu?" tanya Graham dengan nada yang cukup ramah.Yvonne menjawab dengan sopan, "Cukup baik.""Kamu wanita yang cerdik, jadi seharusnya kamu tahu maksud aku memanggilmu, 'kan?" ujar Graham blak-blakan."Maaf, aku agak lamban, jadi aku nggak tahu maksud
Ekspresi Shawn tetap datar tanpa ekspresi. Alih-alih menjawab Yvonne, dia malah memilin sejumput rambut wanita itu dengan jari-jari rampingnya dan bertanya, "Menurutmu, nama apa yang bagus untuk putra bungsu kita?"Yvonne menoleh untuk menatap Shawn. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan pria itu. Dia juga tidak bisa menebak jalan pikirannya.Shawn melempar senyum dan bertanya lagi, "Kenapa menatapku? Kamu terpesona dengan wajah tampanku?"Yvonne tidak memaksa Shawn untuk meneruskan topik pembicaraan sebelumnya. Lagi pula, Shawn sudah jelas tidak mau membahas masalah ini. Dia bahkan tidak menimpali ucapan Yvonne. "Apanya yang tampan? Kamu jelek banget," sahut Yvonne dengan ekspresi serius.Shawn menarik Yvonne ke dalam dekapannya. Dia menahan dagu wanita itu dan memaksanya melihat matanya sambil berujar, "Katakan sesuai isi hatimu."Yvonne membalas dengan jahil, "Aku bicara jujur sesuai isi hati!"Shawn membungkuk untuk menutup jarak mereka. Katanya, "Coba bilang, bagian manaku yang jelek
Aurora dan Dio yang sedang bermain petak umpet tidak sengaja menabrak Shawn yang masuk dari pintu. Jantung Aurora seketika berdegup gelisah saat melihat ekspresi dingin di wajah Shawn. Dia buru-buru berkata, "Ma ... maaf, aku nggak sengaja."Yvonne bergegas mengusap lengan Shawn untuk menenangkan pria itu. Kemudian, dia mengulum senyum dan berkata, "Aku yang mengundang Aurora datang."Shawn menoleh untuk menatap Yvonne. Dia tidak mengerti alasannya mengundang Aurora ke sini.Yvonne meminta Aurora untuk lanjut bermain dengan Dio. Kemudian, dia menarik Shawn ke dalam kamar dan bertanya, "Kenapa sikapmu dingin begitu?"Shawn duduk di tepi ranjang dan membalas, "Kamu berharap aku menyambutnya dengan ramah?"Yvonne duduk di samping Shawn dan merangkul lengannya, lalu berujar lembut, "Jangan ngambek. Aku tahu kamu nggak suka ada orang luar di rumah. Aku mengundang Aurora setelah beberapa pertimbangan, kok. Saat ini, dia sedang pacaran sama Dylan, mereka mungkin bakal menikah kelak. Dylan itu
Yvonne terus memilah buku-buku di dalam kardus. Tanpa menoleh pada Shawn, dia menjawab, "Beberapa memang sangat penting. Catatanku dulu mungkin berguna buatku sekarang." Yvonne menunjuk beberapa buku yang sudah dipilahnya dan berujar lagi, "Ini buku-buku yang mau kusimpan, apa aku boleh menaruhnya di ruang kerjamu?"Shawn melihat Yvonne menaruh diari itu ke tengah tumpukan buku yang ingin disimpannya. Yvonne tidak menoleh pada Shawn sehingga dia tidak melihat betapa masam ekspresi pria itu sekarang.Yvonne kembali berkata, "Karena kamu nggak bilang apa-apa, aku anggap kamu setuju, ya. Tenang saja, barang-barang yang nggak kubutuhkan akan kubuang, jadi nggak menyita banyak tempat."Shawn meninggalkan ruang kerja tanpa komentar. Sementara itu, Yvonne sudah selesai merapikan buku-bukunya.Di antara tumpukan itu, ada beberapa yang merupakan milik Samantha. Jadi, Yvonne pun memberikannya pada Samantha. Samantha telah memandikan Dio dan sedang mengganti popok cucu bungsunya."Putra bungsumu