Sebelum Yvonne sempat menjawab, Shawn mendahuluinya dengan berujar, "Dia tidak punya waktu. Kalau ada masalah, katakan saja padaku."Jackal membalas, "Tuan Graham bilang dia cuma mau bertemu Yvonne."Saat Shawn hendak menimpali, Yvonne langsung menyela, "Oke, aku akan menemuinya." Dia juga ingin tahu apa yang ingin dikatakan Graham.Shawn menatap Yvonne selama beberapa saat. Akhirnya, dia berujar sambil mengangguk, "Pergilah."Yvonne dituntun Jackal ke kamar pasien. Di dalam sana, Graham sedang duduk sambil menyandar ke kepala ranjang. Dia terlihat lemas dengan wajah kuyu dan sorot mata tidak bersemangat. Dilihat dari penampilan luarnya, pria tua itu memang sedang sakit."Kamu sudah datang? Sudah cukup lama kita nggak bertemu, gimana kabarmu?" tanya Graham dengan nada yang cukup ramah.Yvonne menjawab dengan sopan, "Cukup baik.""Kamu wanita yang cerdik, jadi seharusnya kamu tahu maksud aku memanggilmu, 'kan?" ujar Graham blak-blakan."Maaf, aku agak lamban, jadi aku nggak tahu maksud
Ekspresi Shawn tetap datar tanpa ekspresi. Alih-alih menjawab Yvonne, dia malah memilin sejumput rambut wanita itu dengan jari-jari rampingnya dan bertanya, "Menurutmu, nama apa yang bagus untuk putra bungsu kita?"Yvonne menoleh untuk menatap Shawn. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan pria itu. Dia juga tidak bisa menebak jalan pikirannya.Shawn melempar senyum dan bertanya lagi, "Kenapa menatapku? Kamu terpesona dengan wajah tampanku?"Yvonne tidak memaksa Shawn untuk meneruskan topik pembicaraan sebelumnya. Lagi pula, Shawn sudah jelas tidak mau membahas masalah ini. Dia bahkan tidak menimpali ucapan Yvonne. "Apanya yang tampan? Kamu jelek banget," sahut Yvonne dengan ekspresi serius.Shawn menarik Yvonne ke dalam dekapannya. Dia menahan dagu wanita itu dan memaksanya melihat matanya sambil berujar, "Katakan sesuai isi hatimu."Yvonne membalas dengan jahil, "Aku bicara jujur sesuai isi hati!"Shawn membungkuk untuk menutup jarak mereka. Katanya, "Coba bilang, bagian manaku yang jelek
Aurora dan Dio yang sedang bermain petak umpet tidak sengaja menabrak Shawn yang masuk dari pintu. Jantung Aurora seketika berdegup gelisah saat melihat ekspresi dingin di wajah Shawn. Dia buru-buru berkata, "Ma ... maaf, aku nggak sengaja."Yvonne bergegas mengusap lengan Shawn untuk menenangkan pria itu. Kemudian, dia mengulum senyum dan berkata, "Aku yang mengundang Aurora datang."Shawn menoleh untuk menatap Yvonne. Dia tidak mengerti alasannya mengundang Aurora ke sini.Yvonne meminta Aurora untuk lanjut bermain dengan Dio. Kemudian, dia menarik Shawn ke dalam kamar dan bertanya, "Kenapa sikapmu dingin begitu?"Shawn duduk di tepi ranjang dan membalas, "Kamu berharap aku menyambutnya dengan ramah?"Yvonne duduk di samping Shawn dan merangkul lengannya, lalu berujar lembut, "Jangan ngambek. Aku tahu kamu nggak suka ada orang luar di rumah. Aku mengundang Aurora setelah beberapa pertimbangan, kok. Saat ini, dia sedang pacaran sama Dylan, mereka mungkin bakal menikah kelak. Dylan itu
Yvonne terus memilah buku-buku di dalam kardus. Tanpa menoleh pada Shawn, dia menjawab, "Beberapa memang sangat penting. Catatanku dulu mungkin berguna buatku sekarang." Yvonne menunjuk beberapa buku yang sudah dipilahnya dan berujar lagi, "Ini buku-buku yang mau kusimpan, apa aku boleh menaruhnya di ruang kerjamu?"Shawn melihat Yvonne menaruh diari itu ke tengah tumpukan buku yang ingin disimpannya. Yvonne tidak menoleh pada Shawn sehingga dia tidak melihat betapa masam ekspresi pria itu sekarang.Yvonne kembali berkata, "Karena kamu nggak bilang apa-apa, aku anggap kamu setuju, ya. Tenang saja, barang-barang yang nggak kubutuhkan akan kubuang, jadi nggak menyita banyak tempat."Shawn meninggalkan ruang kerja tanpa komentar. Sementara itu, Yvonne sudah selesai merapikan buku-bukunya.Di antara tumpukan itu, ada beberapa yang merupakan milik Samantha. Jadi, Yvonne pun memberikannya pada Samantha. Samantha telah memandikan Dio dan sedang mengganti popok cucu bungsunya."Putra bungsumu
"Shawn, kamu marah sama aku?" tanya Yvonne. Dia kebingungan. Mengapa pria itu mendadak marah padanya?Shawn kembali ke ranjang dan bergelung di bawah selimut. Selesai mandi, Yvonne mengernyit saat mendapati Shawn kembali berbaring di ranjang. Apa pria itu salah minum obat? Jangan-jangan otaknya korsleting?"Kamu nggak sarapan?" tanya Yvonne.Shawn menarik selimut hingga menutupi wajah dan mengabaikan ucapan Yvonne. Melihat tingkahnya yang seperti bocah, Yvonne hanya merasa geli."Aku ada janji sama seseorang hari ini, jadi aku duluan ke bawah. Selesai sarapan, aku langsung keluar," ujar Yvonne.Shawn sontak duduk dan menatap lurus ke arah Yvonne sambil bertanya, "Kamu mau ketemu siapa?""Aku ada janji sama dokter bedah plastik, buat konsultasi operasi bekas luka," jawab Yvonne.Shawn menghela napas lega dan berujar, "Pergilah." Usai berkata begitu, dia kembali berbaring. Setelah bergadang semalaman, dia butuh tidur sebentar.Yvonne menghampiri ranjang, lalu menyelimuti Shawn sambil ber
Shawn berkata, "Thiago, kamu sudah sepenuhnya dalam genggamanku. Kamu hanya mimpi bisa lolos dariku dengan berpura-pura gila." Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan nada mengejek, "Kamu tahu alasanmu kalah dariku? Karena kamu bodoh, kamu tolol!"Mata Thiago memerah dan suara tawanya berubah melengking. Dia tampak jelas sedang menahan amarahnya.Shawn mencondongkan tubuh ke arah Thiago dan terus mengejek, "Lihatlah, kamu bahkan tidak bisa melindungi kekasihmu. Kamu ingin membiarkannya tersiksa dengan mengikutimu? Apa kamu masih bisa dibilang laki-laki? Pengemis di jalanan bahkan lebih baik darimu!""Hehe. Kamu mau gigit juga?" ujar Thiago sambil menyodorkan tali di tangannya pada Shawn. Dia masih mempertahankan akting gilanya.Shawn memicingkan mata dan berkata, "Aku tidak percaya kamu gila."Thiago terbahak dan membalas, "Kamu gila, kamulah yang gila."Dylan berbisik di telinga Shawn, "Kita nggak bisa mengurungnya di sini selamanya. Sebaiknya kita cari tempat lain yang lebih co
Sebelum Yvonne menyahut, dokter itu kembali berujar, "Kalau nggak salah ingat, namamu Yvonne, bukan?"Yvonne memandang dokter itu selama beberapa detik. Namun, dia tidak bisa mengingat di mana dia pernah bertemu si dokter. "Kamu mengenalku?" tanyanya.Tahu Yvonne sama sekali tidak mengingatnya, dokter itu berpura-pura sedih dengan berkata, "Kamu orang yang sibuk, wajar saja melupakan orang kecil seperti aku." Kemudian, dia pun memperkenalkan dirinya, "Aku Aaron."Mendengar nama itu, Yvonne mendadak ingat bahwa pria itu adalah tetangga rumahnya dahulu. Pria itu sudah banyak berubah. "Bukannya keluargamu pindah ke luar negeri?" tanya Yvonne."Aku baru pulang tahun ini, tapi keluargaku masih di luar negeri," jawab Aaron. Kemudian, dia melanjutkan, "Jeff bilang akan mengenalkan seorang pasien dan memintaku merawatnya baik-baik. Nggak kusangka pasien itu ternyata kamu. Gimana kamu bisa mengenal Jeff?"Yvonne juga kaget dengan kebetulan seperti ini. Dia menyahut, "Jeff dan aku rekan kerja di
Neil balik bertanya dengan nada kaget, "Gimana kamu bisa tahu?""Nggak usah banyak tanya, jawab saja aku. Kamu benaran mau ajak Anas ke rumahmu?" desak Yvonne.Neil tidak langsung menjawab Yvonne. Kemungkinan dia juga sadar bahwa rencananya untuk mengundang Anas bukanlah ide bagus. Dia berbuat seperti ini karena Anas menderita amnesia. Wanita itu telah kehilangan memori masa lalu, jadi dia tidak akan membuat perhitungan padanya dan ibunya.Neil berujar, "Aku berani membawanya pulang karena yakin bisa melindunginya. Sekarang, ibuku juga sudah mengaku salah dan berjanji akan memperlakukan Anas dengan baik. Ibuku pasti menebus perbuatannya dulu. Aku berjanji untuk menikahi Anas dan bersama dengannya selamanya ....""Neil, kalau Anas nggak lupa ingatan, apa menurutmu dia masih mau menerimamu? Kamu pikir dia masih mau bertemu ibumu? Kamu keterlaluan. Hanya karena Anas lupa ingatan, kamu mau menganggap semuanya nggak pernah terjadi?" hardik Yvonne.Yvonne tidak bisa memaklumi tindakan Neil.
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"