Karena menampar terlalu keras, telapak tangan Yvonne pun mati rasa. "Kamu juga seorang dokter. Usia kandunganku masih kecil, harusnya kamu tahu melakukan amniosentesis bisa membuat janinku keguguran. Karena berbaik hati, aku hanya menamparmu!"Jika terjadi sesuatu kepada kandungannya, Yvonne tidak akan melepaskan Jolene.Jolene merasa dipermalukan. Selama ini tidak ada seorang pun yang pernah menyakiti maupun memukulnya. Dia menatap Yvonne dengan mata memerah dan berteriak, "Yvonne!"Ketika Jolene mengangkat tangan dan hendak membalas tamparan tersebut, seseorang malah menahan tangannya dari belakang.Begitu membalikkan badan, Jolene melihat Neil yang menatapnya dengan tajam. Jolene tersentak dan bertanya dengan terbata-bata, "Ke-kenapa ... kamu ada di sini?"Neil mengempaskan tangan Jolene. "Apakah kamu bersikap semena-mena karena aku nggak ada di tempat?"Jolene menunjuk Yvonne dan berkata, "Dia yang duluan menamparku. Kamu nggak lihat wajahku yang merah?"Neil tidak hanya melihat, t
"Ada yang ingin aku bicarakan." Kali ini Jolene merasa sangat percaya diri.Shawn meliriknya dan bertanya, "Mau minta uang? Perlu berapa?""Aku bukan datang untuk meminta uang. Aku mengandung anakmu." Jolene memberikan foto hasil USG kepada Shawn.Sebenarnya foto USG ini adalah milik Yvonne, tetapi Jolene mengubah namanya. Tujuan Jolene bukanlah untuk mengecek apakah anak yang dikandung Yvonne adalah anaknya Shawn, tetapi Jolene memerlukan foto janin Yvonne untuk ditunjukkan kepada Shawn.Shawn tidak mengambil foto USG yang diberikan, dia hanya meliriknya. Meskipun jarak berhubungan dan kehamilan cocok, Shawn tidak akan memercayai begitu saja semua ucapan Jolene."Aku tahu, kamu tidak memercayaiku." Jolene mempersiapkan semuanya dengan lengkap."Ini adalah sel embrioku, kamu boleh memeriksanya." Jolene mengeluarkan sel embrio yang diambilnya dari tubuh Yvonne.Dalam sekejap, ekspresi Shawn langsung berubah. Yang terlihat bukan raut wajah kebahagiaan, tetapi kegelisahan."Aku tidak tahu
Suasana di dalam mobil terasa mencekam.Sesampainya di rumah, Shawn naik ke atas dan bertanya kepada Leah, "Dia sudah tidur?Leah menjawab, "Yvonne belum pulang."Shawn tersentak dan mengangkat jam tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, tetapi Yvonne belum pulang dia?Apakah Yvonne tidak bisa berhenti membuat Shawn marah? Dia hanya bisa membuat Shawn murka.Shawn langsung membalikkan badan dan beranjak pergi.....Saat pulang kerja, taksi yang ditumpangi menculik Yvonne ke tempat lain. Sesampainya di lokasi, Yvonne baru tahu bahwa Harvey yang memerintahkan sopir taksi untuk membawanya.Ternyata Harvey yang menculik Yvonne! Tempat ini adalah rumah Harvey.Harvey mengikat Yvonne dan melemparkannya ke atas tempat tidur. Kemudian Harvey duduk di sofa sambil memegang segelas anggur dan mengagumi kecantikan Yvonne."Kali ini aku ingin lihat bagaimana kamu bisa kabur?" kata Harvey sambil tersenyum."Penculikan adalah pelanggaran hukum!" Yvonne memelototi Harvey.Harvey tertawa deng
Harvey tertegun mendengar ucapan Yvonne.Harvey merasa normal kalau Yvonne berusaha menghindar. Namun, Harvey agak kaget saat mendengar Yvonne yang ingin bermain dengan menggunakan obat perangsang."Serius?" tanya Harvey dengan curiga."Kamu nggak lihat ikatan di badanku? Aku nggak bisa berbuat apa-apa," Yvonne berusaha berbicara dengan santai dan antusias.Harvey menatapnya selama beberapa detik. Karena penasaran, dia mendengarkan Yvonne dan membuka tasnya untuk mengambil obat perangsang yang ditawarkan.Alhasil, Harvey berhasil menemukan sebotol obat di dalam tas Yvonne. Harvey menatap butiran obat dengan ragu."Aku nggak membohongimu, 'kan?" Yvonne tersenyum."Kenapa kamu menaruh obat ini di dalam tasmu?" tanya Harvey.Orang-orang menganggap Yvonne sebagai wanita yang polos, bersih, dan selalu memilih jalan yang benar. Siapa sangka, ternyata Yvonne juga memiliki sisi liar?"Kamu pikir aku wanita baik-baik? Selama ini aku hanya pura-pura. Cepat, minum obatnya. Aku sudah nggak sabar."
Yvonne adalah seorang dokter, dia dapat merasakan tanda-tanda keguguran.Wajah Yvonne terlihat agak pucat."Kamu terluka?" Shawn bertanya saat melihat Yvonne yang kesakitan.Yvonne berusaha menahan rasa sakitnya sambil menggelengkan kepala. "Nggak."Setelah meninggalkan kamar, raut wajah Yvonne terlihat kesakitan. Sesekali, dia juga merintih dan memegang perutnya. Jika terjadi sesuatu pada kandungannya, Yvonne tidak akan melepaskan Jolene.Ketika melewati ruang tamu, Yvonne melihat para pengawal yang dipukuli hingga pingsan. Yvonne mengenali para pengawal ini, mereka adalah bawahan Harvey.Sesampainya di depan mobil, Yvonne membuka pintu dan masuk untuk menunggu Shawn. Di dalam mobil, samar-samar Yvonne dapat mendengar suara teriakan kesakitan yang memekakkan telinga.Teriakan Harvey terdengar sangat menderita. Entah bagaimana cara Shawn menyiksa Harvey?Yvonne tidak memiliki tenaga untuk memikirkan penderitaan Harvey. Dia menyandarkan tubuhnya dan beristirahat. Dia tidak berani berger
"Samantha, kamu nggak sadar, ya? Kamu bodoh banget. Menyedihkan, kamu bahkan nggak bisa menebak pikiran suamimu." Kayla melipat kedua tangannya di dada dan berkata dengan angkuh, "Sejak awal, suamimu sudah bertekad untuk menikahkan Yvonne dengan Keluarga Jamison. Calvin nggak menceraikan kamu karena dia telah berhasil memanipulasi putrimu.""Tapi kamu terlalu naif dan bodoh. Kamu kira Calvin masih mencintaimu? Kalau dia memang mencintaimu, kenapa dia memilih untuk hidup bersamaku selama 20 tahun? Kenapa dia rela memaksa putrimu untuk dinikahi Keluarga Jamison?""Keluarga Jamison memang kaya raya, tapi semua orang juga mengetahui Shawn yang terkenal dengan karakternya yang keras. Menikahkan Yvonne dengan Shawn sama saja dengan menyiksa Yvonne. Coba bayangkan, bagaimana putrimu menjalani kehidupannya?""Kalau kamu pintar, segera ceraikan Calvin agar putrimu nggak terus-terusan menderita," kata Kayla dengan sinis."Kamu .... Jangan asal bicara!" bentak Samantha.Yvonne terkejut mendengar
Bertahun-tahun telah berlalu. Walaupun sakit, Yvonne telah menerima semua keadaan ini."Bu, aku dengar Ibu minta pulang?" Yvonne mengganti topik pembicaraan.Samantha mengangguk. "Iya, Ibu sudah merasa lebih baik. Ibu nggak mau lama-lama di rumah sakit."Yvonne tidak langsung mengabulkan permintaan Samantha. Sebelum membuat keputusan, Samantha menemui dokter yang merawat Samantha dan meminta pendapatnya.Dokter mengizinkan Samantha pulang, tetapi dia harus banyak istirahat dan rutin melakukan kontrol ke rumah sakit. Namun Yvonne tidak langsung memberi tahu Samantha dan berkata, "Bu, tahan 2 hari lagi, ya?"Sebelum Samantha keluar dari rumah sakit, Yvonne harus mencari rumah untuk ditinggal ibunya.Samantha mengangguk setuju."Bu." Yvonne bertanya dengan ragu-ragu, "Apakah kamu mau bercerai dengan Ayah?""Em, aku mau cerai," jawab Samantha.Yvonne mengerutkan bibir. Meskipun tidak tega melihat penderitaan ibunya, selama ini Samantha dan Calvin tidak pernah jadi bercerai. Namun kali ini
Neil mengangguk.Tubuh Yvonne terasa membeku, seolah baru disiram menggunakan sebaskom air dingin. Dari ujung kepala ke ujung kaki terasa sangat dingin.Bukankah Shawn tidak menyukai Jolene? Jika tidak memiliki perasaan, kenapa Shawn bisa menghamili Jolene?"Yvonne, kamu baik-baik saja?" Neil bertanya saat melihat raut wajah Yvonne yang muram."Aku nggak apa-apa." Yvonne tersadar dari lamunan dan menggelengkan kepala.Ketika mengetahui Jolene mengandung anaknya Shawn, Yvonne merasa agak kecewa. Namun Yvonne segera menenangkan diri dan berpikir secara rasional. Meskipun berstatus suami-istri, pernikahan mereka terjadi atas dasar paksaan. Jadi Shawn bebas berhubungan dengan siapa pun, sedangkan Yvonne tidak memiliki hak untuk marah."Yvonne, ada yang aneh sama kamu. Jangan-jangan kamu menyukai Shawn?" Neil menatap Yvonne dengan curiga."Aku? Menyukai Shawn?" Yvonne menatap Neil."Iya." Neil mengangguk."Aku kesal bukan karena menyukai Shawn, tapi aku pusing memikirkan masalahku sendiri."
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"