Xavier mengerti kenapa Harvey menghapus rekaman tersebut. Xavier sendiri pun ketakutan untuk menunjukkan rekamannya kepada Shawn.Harvey tidak menyangka ada orang akan meretas komputernya, makanya dia tidak pernah mengatur kata sandi. Ditambah, Harvey juga menaruh folder rekaman CCTV di desktop sehingga Xavier tidak perlu bersusah payah.Begitu berhasil meretas komputer Harvey, Xavier langsung menyalin rekaman tersebut tanpa perlu meretas kata sandi.Xavier telah memeriksa seluruh rekaman tersebut, makanya dia ragu untuk menunjukkannya kepada Shawn. Xavier saja marah saat melihatnya, apalagi Shawn?"Pak, mungkin ada salah paham ...," kata Xavier saat memperhatikan ekspresi Shawn.Raut wajah Shawn terlihat dingin. Seandainya Harvey tidak menjelaskan, mungkin Shawn tidak akan semarah ini. Namun mengingat semua penjelasan Harvey, amarah di hati Shawn terasa bergejolak. Ditambah dengan Xavier yang begitu ketakutan, Shawn yakin ada yang tidak beres."Bi!" Shawn memanggil Leah."Iya, Tuan?"
Sesaat melihat Harvey, suasana hati Yvonne sontak berubah 180 derajat."Jadi ini masalah yang kamu bilang penting?" Yvonne bertanya kepada Niko.Niko tidak mengerti kenapa Yvonne marah. "Harvey meminta bantuanku, makanya aku mengajakmu ke sini. Aku merasa ini bukan permintaan yang sulit, lagi pula dia juga membantuku untuk mengumpulkan bukti pembunuhan yang dilakukan Jolene. Aku nggak bisa menolaknya ...."Harvey bergegas meminta maaf. "Aku salah, aku tahu kamu marah, aku tahu kamu nggak mau bertemu aku, makanya aku meminta bantuan Niko. Yvonne berikan aku kesempatan untuk meminta maaf."Yvonne tidak ingin memperpanjang masalah ini. "Aku harap, kamu berhenti bersikap kekanak-kanakan. Aku sudah nggak marah, kamu nggak perlu minta maaf. Aku masih ada urusan, aku harus pergi."Harvey menarik pergelangan tangan Yvonne. "Mumpung sudah sampai, aku ingin mengajakmu makan bersama. Hidangan di restoran ini sangat lezat.""Lepaskan!" kata Yvonne dengan ekspres dingin."Kenapa kamu selalu bersika
Niko menghentikan mobilnya di tepi jalan. "Ada apa?"Yvonne menatap ke luar jendela, dia sedang melihat wanita yang berjalan memasuki hotel.Ketika melihat Yvonne yang membuka pintu mobil, Niko bertanya dengan kebingungan, "Kak, kenapa?"Yvonne beranjak keluar sambil menjawab, "Cari tempat parkir, lalu susul aku."Niko tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia tetap mematuhi perintah Yvonne.Setelah memarkir mobilnya, Niko menyusul Yvonne masuk ke dalam hotel. Yvonne sedang bertanya kepada resepsionis, "Aku mau memesan kamar di sebelah kamar wanita yang baru masuk tadi.""Wanita yang mana?" tanya resepsionis.Yvonne menjawab, "Wanita yang barusan masuk, Bu Danila.""Oh." Resepsionis pun mengerti. "Kamarnya dipesan oleh Pak ....""Pak Paulo," jawab Yvonne.Mendengar Yvonne mengenal Paulo, resepsionis bertanya, "Anda mengenal Pak Paulo?""Kenal." Yvonne mengangguk.Karena Yvonne mengenal Paulo dan Danila, resepsionis bersedia memberikan kamar yang berada di samping Danila."Pak Paulo dan
Wanita tersebut berdiri di depan pintu, rambutnya yang panjang terurai indah ke belakang. Dia mengenakan gaun berwarna putih, riasan wajah yang tipis, dan anting mutiara yang sederhana. Penampilannya tampak menawan."Kamu siapa?" tanya wanita tersebut.Yvonne menatap wanita yang berdiri di hadapannya, wajahnya benar-benar mirip dengan di foto.Yvonne terbangun dari lamunannya dan menjawab, "Tolong aku ...."Niko menarik Yvonne sambil membentaknya, "Ikut aku masuk! Kamu harus diberi pelajaran. Kamu pikir bisa kabur dengan mudah?"Yvonne menatap Danila dengan tatapan memelas. "Kalau aku ikut, dia akan menghabisiku. Tolong aku."Danila kasihan melihat Yvonne yang dijambak dan ditarik oleh Niko. "Lepaskan wanita ini. Kalau tidak, aku akan lapor polisi.""Jangan ikut campur!" Niko menunjukkan wajah bengis, dia terlihat seperti penjahat sungguhan.Niko memiliki bakat menjadi aktor, aktingnya sama sekali tidak terlihat seperti dipaksakan.Danila mengerutkan alis. "Di sini ada kamera pengawas.
Ketika Yvonne ingin menjelaskan, Danila berkata, "Aku melihat dia dan pacarnya bertengkar. Karena takut dia dipukuli, aku mengajaknya ke kamar untuk menenangkan diri.""Benar begitu?" Paulo menatap Yvonne dengan tatapan tajam.Yvonne mengangguk. "Iya, aku nggak nyangka ....""Paulo, kalian saling kenal?" Danila melirik Yvonne dan Paulo secara bergantian.Paulo beranjak ke samping Danila dan merangkul pundaknya. "Dia muridnya Simon. Saat aku pergi menemui Simon, kami sempat bertemu."Danila bertanya dengan lembut, "Kamu adalah dokter?"Yvonne mengangguk. "Benar."Tiba-tiba Danila mengerutkan alis sambil memijat keningnya. Ekspresi Danila tampak kesakitan."Kepalamu sakit?" Paulo bertanya dengan lembut.Danila mengangguk."Ayo, minum obat." Paulo merangkul Danila kembali ke kamar. Di saat bersamaan, Paulo juga menoleh ke belakang dan memperingati Yvonne. "Aku tidak suka ada yang mencari tahu urusan pribadiku. Kalau kamu ketahuan berusaha mengorek urusanku, aku tidak akan melepaskanmu!""
Kamar yang juga kosong melompong.Tak ada seorang pun di dalam rumah ini, semua penghuni serasa menghilang begitu saja.Yvonne merasakan firasat buruk, dia tidak melihat keberadaan Leah, Dio, maupun Shawn. Ke mana mereka semua?Yvonne panik, dia buru-buru berlari ke halaman. Di saat bersamaan, dia melihat sebuah mobil yang memasuki gerbang. Kemudian sopir membukakan pintu, lalu Shawn keluar sambil menggendong Dio.Leah tampak menentang banyak barang."Kalian ke mana?" tanya Yvonne saat melihat wajah Dio yang memerah.Biasanya Dio selalu tampak bersemangat, suka tertawa, dan menggemaskan. Namun, sekarang kedua mata Dio tampak memerah, seperti habis menangis."Dio sakit?" Yvonne menyadari ada yang aneh dengan Dio.Shawn mengabaikan Yvonne dan langsung menggendong Dio masuk ke dalam rumah.Leah mendekati Yvonne dan berbisik, "Dio demam.""Bi Leah," panggil Shawn dengan suara teredam.Leah tidak berani berbicara terlalu banyak, lalu bergegas menyusul Shawn.Yvonne mengerutkan bibir sambil
Yvonne meneteskan air mata saat Shawn membalikkan badan. Semua pertahan Yvonne pun runtuh dalam sekejap.Shawn menatap Yvonne dengan tenang. "Kamu merasa tidak adil?"Yvonne menyeka air matanya dan menjawab, "Nggak.""Oh." Shawn beranjak ke kamar mandi.Yvonne mengepalkan tangan, sikap Shawn benar-benar membuatnya kesal. Yvonne langsung bangkit berdiri dan berteriak, "Kamu nggak memercayai aku? Oke, aku akan pergi berselingkuh sekarang juga!"Ketika Yvonne melangkah keluar, Shawn langsung menarik pergelangan tangannya sambil mendengus dingin. "Kamu mau berselingkuh?"Yvonne berusaha mengempaskan tangan Shawn. "Lagi pula kamu memercayaiku. Daripada dituduh melakukan hal yang tidak-tidak, sekalian saja aku lakukan ...."Shawn menggenggam tangan Yvonne dengan erat, lalu menariknya ke dalam pelukan.Yvonne memberontak. "Lepaskan aku!"Shawn menundukkan kepala dan mengecup bibir Yvonne untuk menutup mulutnya. Shawn mengecup bibir Yvonne dengan agresif, kasar, dan menggigitnya dengan keras.
Yvonne mengerutkan bibir, dia tahu Dio sedang sakit.Seharusnya Yvonne mengambil cuti untuk merawat Dio, tetapi hari ini dia harus menemani Simon untuk memeriksa Danila. Bahkan sepertinya Danila harus dioperasi.Untuk memecahkan teka-teki ini, Yvonne harus terlibat di dalam pemeriksaan kondisi Danila. Yvonne harus pergi bekerja!"Aku janji, hari ini aku bakal pulang lebih awal." Yvonne berusaha membujuk Shawn."Aku mohon, ya?" Yvonne memeluk leher Shawn dengan erat.Yvonne tidak pintar bermanja-manja, tetapi Shawn menyukai sikapnya yang seperti ini. Shawn tersenyum kecil dan menjawab, "Jam 5.""Oke! Aku akan tiba di rumah jam 5 tepat.""Em." Shawn mengangguk.Yvonne sangat senang, dia mengecup pipi Shawn. "Nanti malam ada yang ingin kubicarakan."Shawn mengangguk, lalu berpesan, "Jauhi Harvey.""Aku sudah menjaga jarak dengannya." Yvonne bersusah payah memperbaiki hubungan ini, dia tidak mau merusaknya begitu saja.Sebenarnya ada satu hal yang membuat Yvonne penasaran. "Hmm, kamu bilan
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"