Ketika membaca berita yang rilis, Thiago berusaha meyakinkan dirinya kalau ini perusahaan yang bangkrut bukanlah Grup Dorga yang dipimpin Dylan. Bukan, pasti bukan perusahaan tempat Grup Skyward berinvestasi. Kemarin dia masih menemui Dylan untuk menandatangani kontrak.Thiago berdiri di depan meja kerja sambil mengusap dadanya sendiri dan bergumam, "Tenang, tenang, pasti bukan perusahaan Dylan."Setelah tenang, Thiago baru kepikiran untuk menghubungi Dylan. Thiago menelepon Dylan sebanyak beberapa kali, tetapi tidak ada yang menjawab panggilannya.Thiago tidak tahan lagi, dia harus pergi untuk menemui Dylan. Sesampainya di lobi kantor, Thiago berpapasan dengan Quinn yang buru-buru berlari ke arahnya."Thiago, aku dengar Grup Dorga bangkrut. Apakah itu benar?" Quinn datang setelah mendengar gosip tersebut.Thiago menjawab, "Aku mau ke sana untuk mengecek apa yang terjadi.""Aku ikut," kata Quinn.Ini bukan masalah sepele. Jika Grup Dorga bangkrut, semua uang yang mereka investasikan ak
Caroline tertawa penuh kemenangan."Pulanglah dan hati-hati. Kemungkinan besar Quinn akan melabrakmu," Dylan berpesan."Aku nggak takut sama dia," jawab Caroline dengan percaya.Quinn kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke atas aspal.Dengan adanya perlindungan dari Ruben, Caroline menghampiri Quinn yang terjatuh. "Kata Ruben kamu sudah tua. Hem, kamu nggak hanya tua, tapi juga kejam dan nggak punya hati nurani! Kamu merengut kesucianku untuk menyelamatkan anakmu, tapi apa yang aku dapatkan? Quinn, ini adalah karmamu!"Caroline mengangkat kakinya dan menendang Quinn. "Aku akan merebut semua milikmu! Ini baru permulaan, aku akan menyuruh Ruben untuk menceraikanmu tanpa memberikanmu sepeser pun. Aku ingin melihatmu menjadi tikus di jalanan yang mengemis makanan."Dylan tahu bahwa Quinn adalah wanita yang kejam, Caroline juga memendam kebencian pada wanita ini. Dylan tidak mencoba untuk melerai mereka, dia hanya menghela napas saat mengingatkan Caroline yang akan dikorbankan.Quinn tidak
Ruben sendang lengah, dia tidak menyangka Quinn akan menusuknya.Bagian belakang tubuh Ruben terasa sakit, hingga saat ini dia belum menyadari bahaya yang berada di depan mata."Qui ...." Ketika menoleh, Ruben membelalak melihat pisau yang dipegang oleh Quinn. "Wanita jalang!"Ruben bergegas menggenggam tangan Quinn, tetapi Quinn sudah mati rasa. Quinn menatap Ruben dengan dingin dan penuh kebencian. Dia tidak dapat menerima pengkhianatan ini.Quinn mengempaskan tangan Ruben, lalu menikam dada Ruben dengan menggunakan pisau yang berlumuran darah. "Ruben, aku bertanya kepada diriku sendiri. Aku tidak pernah mengkhianatimu, kenapa kamu tega melakukan semua ini kepadaku?"Darah segar mengalir membasahi kemeja Ruben. Dia tak memiliki tenaga untuk melawan. "Wanita keji ....""Aku keji?" Quinn tertawa terbahak-bahak. "Kamu yang membuatku jadi begini."Ruben mengerahkan seluruh tenaganya untuk mencekik Quinn. Quinn tidak takut, Ruben telah kehilangan tenaganya, dia tidak sanggup berbuat apa-a
Caroline memberontak sekuat tenaga, lalu mendorong Quinn dan berusaha melarikan diri.Quinn tidak tinggal diam, dia mengejar Caroline hingga dapat. Rumah ini dipenuhi suara teriakan dan kacau balau.Quinn berhasil menarik pakaian Caroline, lalu mengangkat pisau yang dipegang dan menusuknya tepat di pinggang. Caroline tak sanggup mengelak, dia ditusuk hingga berkali-kali.Akhirnya Caroline kehabisan tenaga, dia berhenti memberontak dan pasrah."Kamu mau melawanku? Nggak berkaca! Sebenarnya aku ingin menyiksamu, tapi sekarang nggak ada waktu lagi. Sebelum aku mati, aku akan menghabisi semua orang yang mengkhianati dan menindasku." Quinn bangkit berdiri, lalu menyeka rambutnya sambil tersenyum.Quinn adalah wanita berdarah dingin. Setelah menghabisi Caroline, Quinn melemparkan pisaunya ke lantai dan menendang tubuh Caroline untuk melampiaskan kemarahannya.Quinn sama sekali tidak merasa bersalah setelah melakukan semua ini. Kemudian dia beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka serta mer
Thiago tidak mengerti apa yang terjadi, kenapa tiba-tiba sekelompok polisi masuk menerobos ruangannya?Polisi mengarahkan pistol ke arah Quinn dan bergegas mengepungnya."Ada apa ...."Quinn menarik Thiago ke belakangnya, seolah takut putranya terluka."Sekarang aku adalah penanggung jawab perusahaan, serahkan semuanya kepadaku. Ingat pesanku, jangan memprovokasi Shawn!" Quinn berbisik kepada Thiago."Bu ....""Mereka datang untuk menangkapku, tapi aku nggak menyesal." Quinn menatap Thiago dengan lembut. Quinn sadar, semuanya telah berakhir, tidak ada kesempatan untuk memperbaikinya lagi.Quinn menyerahkan dirinya secara sukarela."Kamu diduga melakukan pembunuhan! Kamu berhak berbicara setelah tiba di kantor polisi!" Salah seorang polisi maju dan memborgol tangan Quinn.Thiago membelalak, tampaknya dia mengerti apa yang terjadi. Sebelum Quinn dibawa pergi, dia menoleh ke belakang dan tersenyum kepada Thiago. Dia tidak pernah menyesali pilihannya.Bukannya Quinn tega membunuh orang, te
Shawn menatap ponselnya sambil tersenyum.Ketika melihat Shawn yang tampak bahagia, Xavier bertanya dengan penasaran, "Pak, kok senyum-senyum sendiri? Ada apa?"Ekspresi Shawn langsung berubah menjadi serius. "Ingin tahu?"Xavier langsung menciut. "Tidak."Dylan tertawa melihat Xavier yang ketakutan. Dia berbisik kepada Xavier, "Kamu nggak berani melawan?"Xavier memutar bola matanya. "Memangnya kamu berani melawan?""Kalaupun nggak berani melawan, setidaknya aku nggak penakut kayak kamu," jawab Dylan.Xavier membalas Dylan dengan tatapan sinis."Sekarang bukan waktunya bersantai. Awasi mereka dengan baik," Shawn memerintahkan Xavier dan Dylan."Baik, Pak!" jawab Dylan sebagai orang yang bertanggung jawab.....Quinn ditangkap, sedangkan Grup Dorga bangkrut. Masalah ini sontak membuat para dewan direksi murka.Mereka segera mengadakan rapat untuk membahas masalah ini. Seharusnya Graham memimpin rapat, tetapi dia jatuh sakit saat mengetahui kondisi Ruben yang sedang kritis. Saat ini Gra
Graham adalah pemimpin Keluarga Jamison. Dia yang seharusnya menemui Shawn dan memintanya untuk kembali memimpin perusahaan.Sekarang Graham adalah satu-satunya harapan perusahaan. Para dewan direksi sangat bersyukur melihat Graham yang datang tepat waktu."Pak ...."Graham jatuh pingsan saat mendengar kondisi Ruben. Ketika sadar, Graham buru-buru menyusul ke kantor untuk menghadiri rapat yang diadakan secara mendadak ini.Di sisi lain, Graham juga khawatir kalau Thiago tidak akan sanggup mengurus masalah ini. Akhirnya Graham harus memaksakan diri demi menyelamatkan perusahaan.Jika Jackal tidak memapahnya, Graham bahkan tidak bisa berdiri dengan stabil.Para dewan direksi tidak memedulikan kondisi Graham, mereka langsung mendesaknya untuk membereskan masalah ini. "Pak, Anda adalah kepala Keluarga Jamison. Aku harap Anda bisa memberikan pertanggungjawaban yang memuaskan."Graham tidak mempersiapkan apa-apa. Sebelum Quinn ditangkap, dia menelepon Graham untuk menceritakan semuanya. Quin
"Sudah, jangan mengganggu Yvonne!" Setelah menyapa Yvonne, Xavier langsung pergi ke ruangan Shawn.Ruang kerja Shawn adalah markas baru mereka. Yvonne tahu diri, dia tidak ingin mengganggu pekerjaan mereka.Leah baru selesai memasak. Dia menghampiri Yvonne dan bertanya, "Non, makanan sudah siap. Apakah perlu kupanggil Tuan?"Yvonne menjawab, "Biar aku yang cek."Satu tangan Yvonne menggendong Dio, sedangkan tangan satunya lagi terangkat di udara. Ketika hendak mengetuk pintu ruangan Shawn, Yvonne mendengar suara Xavier yang terkejut."Apa? Bukan Caroline?" kata Xavier.Shawn menatap giok yang didapatkan Dylan dari kediaman Caroline. "Untung bukan dia."Nada bicara Shawn terdengar lega. Mana mungkin Caroline adalah penyelamat baik dan cantik yang memiliki mata indah?Shawn mengetahui kebohongan Caroline saat dia diminta untuk menggoda Ruben. Awalnya Caroline dan Ruben ingin dipertemukan di kolam renang. Caroline diminta untuk mengenakan bikini yang seksi agar menarik perhatian Ruben. Na
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"