Yvonne terbangun dari lamunannya. Tangannya yang mematung di udara pun mengetuk pintu ruangan Shawn.Sebelum masuk, Yvonne mengatur kembali suasana hati dan ekspresinya.Dylan bergegas membuka pintu, dia agak canggung saat melihat Yvonne. Entah kenapa tiba-tiba Dylan merasa bersalah, jangan-jangan Yvonne mendengar pembicaraan mereka mengenai pemilik giok itu?Yvonne bertanya sambil tersenyum, "Kalian masih sibuk? Makanan sudah siap."Dylan mengamati ekspresi Yvonne, senyumannya terlihat natural. Dylan pun lega, sepertinya Yvonne tidak mendengar pembicaraan mereka. Kalau tidak, takutnya Yvonne malah salah paham."Kami sudah beres," jawab Dylan.Yvonne menatap Shawn sambil tersenyum kecil. Kemudian dia menarik kembali tatapannya dan menggendong Dio ke kamar.Shawn menyuruh Dylan dan Xavier ke ruang makan duluan, sedangkan Shawn menemani Yvonn eke kamar.Ketika mengganti popok Dio, Yvonne mendengar suara pintu yang dibuka. Yvonne melirik Shawn dan tersenyum. "Kalian makan dulu, aku temani
"Kalian mau minum anggur?" tanya Yvonne.Xavier tidak menjawab, dia mengikuti keputusan Yvonne dan Dylan."Sebaiknya kami jangan minum, besok masih harus bekerja," jawab Dylan.Yvonne tidak memaksa, sebenarnya dia juga hanya berbasa-basi.Tak berapa lama ponsel Dylan berdering, dia beranjak ke ruang tamu untuk menjawab panggilan tersebut. Yvonne melirik Dylan, dia jauh lebih berhati-hati dan profesional daripada Xavier.Untuk mengetahui identitas wanita yang dirahasiakan Shawn, Yvonne hanya bisa menggali informasi dari Xavier.Yvonne merekomendasikan masakan Leah yang paling enak kepada Xavier. "Ikan asam manisnya buatan Bibi Leah paling enak, makanlah yang banyak."Xavier terharu melihat keramahan Yvonne. Dia mengambil sebongkah ikan dan mencicipinya."Em, enak, enak!" Xavier memuji masakan Leah.Yvonne melirik Xavier sambil bertanya santai, "Xavier, kamu sudah berapa lama bekerja dengan Shawn?"Xavier menjawab sambil mengunyah makanannya, "Sudah lama banget, tapi aku nggak hitung ber
Hari ini Yvonne memang tidak nafsu makan. Setelah mendengar kisah Shawn, Yvonne makin tidak nafsu makan.Masa kecil Yvonne juga sangat menyedihkan. Calvin memaksanya untuk mempelajari hal-hal yang tidak disukai. Meskipun Calvin selingkuh, setidaknya Yvonne tumbuh dengan didampingi orang tua yang utuh.Kehidupan Yvonne jauh lebih baik daripada Shawn. Sejak kecil Shawn tumbuh tanpa kasih sayang orang tua, dia pasti sangat kesepian.Sesaat menyadari kesedihan yang terpancar di mata Yvonne, Dylan bergegas menambahkan, "Tapi sekarang Pak Shawn berhasil membalaskan dendam kedua orang tuanya."Yvonne mengangguk, dia meletakkan alat makannya dan bangkit berdiri. "Aku sudah kenyang, kalian lanjut makan saja. Shawn juga pasti sudah kelaparan."Sesampainya Yvonne di kamar, dia melihat Shawn dan Dio yang tidur. Shawn memejamkan mata, tetapi entah dia benar tidur atau pura-pura tidur.Yvonne berjalan ke samping Shawn, lalu membungkukkan badan dan memanggilnya, "Shawn?"Shawn membuka matanya secara
Shawn tidak senang, tetapi dia hanya mengangguk dan pergi meninggalkan kamar.Setelah Shawn pergi, ekspresi Yvonne langsung berubah menjadi cemberut.Yvonne berusaha menghipnotis diri sendiri. "Jangan sedih, jangan sedih!"Jauh di dalam lubuk hati Yvonne, dia bertanya-tanya wanita seperti apa yang menempati ruang kecil di hati Shawn? Apakah wanita itu cantik? Pintar? Baik?Apa yang membuat Shawn tidak bisa melupakannya?Berbagai macam pertanyaan melintas di benak Yvonne. Yvonne menggelengkan kepala dan berusaha membuang semua pikiran itu.Untuk mengalihkan perhatiannya, Yvonne beranjak untuk membaca buku. Akhirnya cara Yvonne berhasil, perhatian hanya tertuju kepada isi buku yang dibaca. Yvonne membaca hingga ketiduran.....Akhir-akhir ini masalah yang menimpa Keluarga Jamison tengah menjadi perbincangan hangat masyarakat.Thiago menjalani pemeriksaan, sedang Grup Skyward berada di ambang kehancuran. Sebagian besar masyarakat menebak Grup Skyward akan bangkrut.Selama beberapa hari in
Yvonne tidak menanggapi panggilan Graham. Simon melirik Yvonne dan berkata, "Ada yang memanggil kamu.""Hmm?" Yvonne terpaksa menoleh ke arah Graham.Kondisi Graham berubah dalam waktu semalam. Dia kelihatan lesu dan tak bersemangat."Pergilah, aku kasih 10 menit," kata Simon.Yvonne tak berdaya, dia terpaksa mengangguk dan berkata, "Aku akan segera kembali."Yvonne menghampiri Graham."Bawa aku menemui Shawn," pinta Graham tanpa basa-basi.Yvonne mengerutkan alis, kenapa harus dia yang membawa Graham untuk menemui Shawn?"Seperti yang Anda lihat, aku sedang bekerja," jawab Yvonne dengan datar.Graham menggenggam tongkatnya sambil berusaha menahan amarah. "Kalau aku bisa menemui dia, apakah aku perlu meminta bantuanmu?"Akhirnya Yvonne mengerti, ternyata Shawn tidak mau menemui Graham. Berarti Shawn sengaja menghindari Graham?Yvonne bingung, apakah dia harus memberi tahu Graham mengenai keberadaan Shawn?"Aku juga nggak tahu Shawn di mana," jawab Yvonne.Graham menggenggam pergelangan
Jackal langsung menutup mulut.Graham menjawab, "Apa gunanya menyesal? Memangnya waktu bisa diputar?""Aku terlalu menyepelekan Shawn." Graham menarik napas panjang. "Aku kira Shawn sama seperti orang tuanya, baik dan pengertian. Dulu Ruben berkali-kali berusaha menyakiti ayahnya Shawn, tapi ayahnya Shawn tidak pernah membuat perhitungan karena mereka adalah saudara ...."Jackal merasa karakter Shawn yang keras terbentuk akibat tuntutan kondisi. Dia kehilangan orang tua dan mengalami percobaan pembunuhan di usia yang masih kecil. Jika Shawn berbaik hati, dia tidak mungkin bisa hidup sampai sekarang.Tak terasa, mereka pun tiba di kantor polisi. Jackal mengajukan permohonan untuk bertemu Quinn.Di ruang penerimaan kunjungan.Xavier berbisik kepada Shawn, "Pak Graham datang."Shawn tidak kaget, dia tahu Graham sedang berusaha mencarinya. Oleh sebab itu Shawn tidak heran mengetahui Graham yang datang ke sini."Em." Shawn hanya mengangguk."Tapi sekarang Pak Graham tidak bisa masuk," kata
Ada sebuah botol kecil, pisau lipat, dan korek api.Meskipun bukanlah senjata besar, semua benda tersebut dapat digunakan untuk menyiksa orang.Quinn tetap berusaha tenang. "Ini kantor polisi."Xavier tertawa kecil. "Kami tahu ini kantor polisi, kami juga tidak berani sembarangan bertindak. Kamu cuma meminta sedikit ruang privasi untuk memberikanmu pelajaran."Jika Shawn dan Xavier berani melakukan sesuatu di sini, mereka pasti telah menyogok petugas keamanan. Seketika raut wajah Quinn pun memucat.Kemudian Xavier melepaskan dasi yang dikenakan dan menggunakannya untuk menyumpal mulut Quinn.Shawn bangkit berdiri, lalu mengambil pisau lipat yang ada di atas meja dan berjalan mendekati Quinn."Pak, biar aku saja," kata Xavier.Shawn tidak bergeming. Meskipun bentuknya kecil, mata pisau ini sangatlah tajam.Shawn mengusap wajah Quinn dengan menggunakan ujung pisau. Dengan hanya sedikit tenaga, pisau tersebut telah menancap ke dalam kulitnya."Uhm, uhm ...." Quinn mengerang kesakitan.Pup
"Uhm, huhu ...." Quinn merintih kesakitan.Setelah beberapa menit, Quinn pingsan karena tak sanggup menahan rasa sakit. Namun Xavier menyiram dan membangunkannya, lalu lanjut menyiksanya.Pingsan, disiram, dan lanjut disiksa. Siklus ini berulang hingga berkali-kali. Setelah Quinn disiksa hingga tak berdaya, Xavier baru berhenti dan mengemas barangnya."Penjaga tidak akan mengurusnya," kata Xavier kepada Shawn.Ekspresi Shawn terlihat datar. Walaupun Quinn tak kalah menderita, penyiksaan yang dirasakan Quinn tak sebanding dengan rasa sakit yang ditahan Shawn selama ini.Shawn tidak akan pernah melupakan bagaimana kedua orang tuanya meninggal. Kepergian kedua orang tuanya meninggalkan luka yang paling menyakitkan, lebih sakit daripada saat dirinya ditenggelamkan.Setelah Shawn meninggalkan ruang kunjungan tahanan, dia bertemu dengan Graham di luar. Tatapan Shawn sangat dingin, sama sekali tidak ada keramahan."Bisa bicara sebentar?" tanya Graham.Shawn hanya diam, berarti dia bersedia be