Shawn memperhatikan sosok Yvonne yang beranjak pergi. Walaupun Yvonne tersenyum, Shawn dapat merasakan perubahan sikapnya yang dingin dan menjaga jarak.Ada apa dengan Yvonne? Semua rasa kantuk Shawn langsung terasa sirna.Shawn menatap langit-langit kamar yang gelap.Yvonne masuk ke kamar mandi, lalu menyalakan pancuran air, tetapi malah duduk di atas kloset.Tadinya Yvonne telah menenangkan diri, tetapi entah kenapa dia panik saat berhadapan dengan Shawn.Yvonne takut, dia takut kalau ternyata memang terjadi sesuatu di antara Shawn dan Caroline.Berdasarkan watak Shawn, dia tidak mungkin berbaik hati mengantar Caroline ke rumah sakit. Jika memang tidak ada apa-apa, kenapa Shawn bersikap sebaik itu kepada Caroline?Yvonne mengeluarkan ponsel dan membuka foto tersebut.Sudut pengambilan foto sangat bagus. Caroline menarik lengan Shawn, ekspresinya terlihat manja dan mesra. Orang yang tidak tahu mungkin akan mengira mereka adalah sepasang kekasih.Dada Yvonne terasa sakit dan sesak. Per
"Bukan gitu," Yvonne menjawab secara spontan, tetapi dia bergegas mengganti jawabannya. "Aku masih kangen."Shawn menyukai Yvonne yang manja. Dia langsung menjawab tanpa ragu, "Baiklah."Yvonne tidak tahu harus memercayai siapa. Di satu sisi, fakta yang ada menunjukkan kalau Shawn memiliki hubungan khusus dengan Caroline. Namun sikap Shawn yang penuh cinta dan kasih sayang membuat Yvonne ragu akan dugaannya.Apalagi Shawn sangat menyayangi Dio, apakah dia tega merusak keluarga yang dibangun untuk kebahagiaan Dio?"Kamu lagi pikirin apa?" Shawn memeluk Yvonne.Yvonne refleks menghindari pelukan Shawn. Bukannya Yvonne sengaja, tetapi dia tidak ingin bersentuhan dengan Shawn sebelum mendapatkan jawabannya.Tangan Shawn mematung di udara.Yvonne bergegas menjelaskan, "Ada Dio."Shawn melirik Dio yang sedang tertidur pulas. Shawn yakin, ada yang tidak beres dengan Yvonne.Namun Shawn tidak menunjukkan kecurigaannya secara langsung. Sebelum menarik kembali tangannya, Shawn mencubit hidung Yv
"Hmm, Shawn ...." Yvonne memberontak.Walaupun Yvonne memberontak, Shawn tidak berniat melepaskannya.Yvonne tak berdaya, tenaganya tak sebanding dengan kekuatan Shawn.Setelah Yvonne berhenti memberontak, Shawn baru melepaskannya. Yvonne menatap Shawn dengan kedua mata yang berkaca-kaca. "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Yvonne bukanlah orang yang mudah menangis, tetapi kali ini dia bertanya kepada Shawn dengan suara terisak-isak.Hati Yvonne terasa pedih dan sesak."Sedih? Sakit hati?" tanya Shawn."Kamu ...." Yvonne mengangkat kepalanya."Kenapa tidak tanya dulu?" Shawn menatap Yvonne. "Kamu mengira aku punya wanita lain?"Yvonne tercengang, air mata pun mengalir di ujung matanya. "Ba-bagaimana kamu tahu?"Shawn tidak menjawab pertanyaannya. "Kamu bertemu Caroline?"Yvonne menggelengkan kepala. "Nggak.""Hmm?" Shawn seolah tidak memercayai jawaban Yvonne."Dokter yang menangani Caroline adalah temanku. Aku meminta catatan medis Caroline kepadanya," Yvonne menjelaskan."Jadi
"Apakah Shawn tidak mungkin bisa menerimaku?" tanya Caroline.Xavier mencibir di dalam hati. Meskipun Caroline tidak kehilangan kesuciannya, Shawn tidak mungkin menyukainya.Sampai sekarang Caroline masih belum sadar, tetapi Xavier harus menjaga ucapannya agar tidak menyakiti hati Caroline."Iya. Kamu kehilangan kesempatan karena Quinn telah menghancurkan hidupmu," jawab Xavier.Caroline sangat amat membenci Quinn. Semua ini gara-gara Quinn."Aku sangat membenci dia!" Caroline menggertakkan gigi.Rekaman telah selesai diputar, Xavier menutup ponselnya dan berkata, "Dari pengamatanku, Caroline kelihatan sangat membenci Quinn."Yvonne langsung menyela, "Apakah kalian bisa menceritakan semuanya secara jelas? Apa yang terjadi?"Xavier melirik Shawn. Setelah mendapatkan izin Shawn, Xavier menjelaskan semuanya, "Begini ...."Xavier menceritakan semua rentetan kejadian. "Caroline masih di rumah sakit."Yvonne menepuk dadanya setelah mendengar cerita Xavier. Untunglah tidak ada sesuatu yang te
Yvonne adalah orang yang menghargai proses."Baiklah, terserah kamu. Tapi ...." Shawn tersenyum dan berpesan, "Kalau ada sesuatu, jangan dipendam sendiri. Tanyakan kepadaku."Yvonne mengangguk. Kali ini dia memang salah."Seharusnya aku memercayaimu." Yvonne menyesal telah asal berasumsi.Jika Shawn tidak menyadarinya, Yvonne pasti masih mencurigai Shawn sampai sekarang. Sikap Yvonne yang seperti itu akan memengaruhi keharmonisan mereka.Yvonne dan Shawn masih membina hubungan mereka. Ada banyak hal yang perlu dibenahi.Shawn memberikan sebongkah roti kepada Yvonne. "Cicipi, roti ini sangat enak."Yvonne membuka mulutnya dengan tersipu malu. Aroma dan renyahnya roti terasa lezat. "Em, enak."Shawn tersenyum melihat kedua pipi Yvonne yang menggembung. "Pelan-pelan, jangan sampai tersedak."Yvonne menelan makannya, lalu menyuapi Shawn. "Aku nggak mungkin makan sendiri."Shawn tersenyum dan menyantap roti yang diberikan Yvonne.Setelah selesai makan, Yvonne berkata, "Aku mau ke rumah saki
Niko keheranan. "Ada apa?""Seminarnya hari ini jam 9.30. Sekarang sudah jam 8.50, aku bisa terlambat. Aku pergi dulu, terima kasih undangannya." Yvonne bergegas mengemas barang-barangnya dan pergi.Niko menjawab, "Sama-sama, kamu adalah kakakku.""Nanti aku traktir makan yang enak." Yvonne berlari ke arah pintu. "Sampai jumpa."Yvonne buru-buru masuk ke dalam mobil dan berkata kepada sopir, "Cepat, berangkat ke Rumah Sakit Umum Wilayah Militer Kedua."Sopir menyalakan mesin mobil sambil bertanya dengan penasaran, "Ke rumah sakit lagi?"Yvonne menjawab, "Ada urusan. Cepat, nanti aku terlambat."Yvonne tiba di Rumah Sakit Umum Wilayah Militer Kedua pada pukul 9.25. Dia membuka pintu mobil dan buru-buru berlari ke aula utama.Namun sesampainya di sana, Yvonne tak melihat seorang pun di dalam aula. Yvonne kebingungan, dia mengeluarkan undangannya dan kembali memeriksa alamat yang tertera.Benar, seminarnya diadakan di rumah sakit ini. Kenapa tidak ada orang?Ketika mengeluarkan ponsel unt
Seluruh rangkaian rencana disusun dengan rapi.Wanita ini juga sengaja memalsukan petunjuk yang mengarah kepada Keluarga Jamison.Shawn dan Keluarga Jamison sedang berseteru, ini adalah kesempatan yang baik untuk menjadikan Keluarga Jamison sebagai kambing hitam.Semua orang mengira kalau wanita ini sudah mati. Siapa yang menyangka, ternyata dia masih hidup.....Hari sudah malam, tetapi Yvonne belum pulang. Sopir telah mencari ke mana-mana, hanya saja Yvonne tak kunjung ditemukan.Sopir bergegas melaporkan masalah ini kepada Shawn."Apa?" Shawn terkejut.Sopir mengulangi ucapannya, "Nona Yvonne hilang."Sopir ini berkeringat dingin, dia sangat takut kalau Shawn murka."Sudah berapa lama?" tanya Shawn."Sejak 6 atau 7 jam yang lalu. Setelah Nona Yvonne turun dari mobil, aku pergi memarkir mobil. Aku menunggu berjam-jam, tapi Nona tidak kembali. Aku sudah mencari ke mana-mana, tapi tidak ada yang melihat keberadaannya."Shawn pun murka. "Bukankah aku menyuruhmu untuk melindunginya?"Seb
Yvonne masih belum sadarkan diri. Dia diikat ke tiang beton dan terlihat bahan peledak yang dipasang di punggungnya.Tatapan Shawn hanya tertuju kepada Yvonne. Seketika, ekspresi Shawn pun berubah menjadi muram.Niko memegang remot peledak sambil bertanya kepada Shawn, "Katakan, kenapa kamu membunuh ibuku?""Aku tidak melakukannya," jawab Shawn."Aku nggak percaya. Kalau kamu nggak membunuhnya, kenapa kamu ada di lokasi?" Niko menyeringai dingin. "Kamu membohongiku karena menganggap aku masih kecil?""Kamu masih kecil?" Shawn menyeringai. "Kamu memang masih terlalu muda."Niko kesal mendengar ucapan Shawn. "Umur nggak penting. Yang terpenting sekarang, kamu harus mendengarkan aku."Shawn tidak marah. "Aku akan mendengarkanmu, tapi sebelumnya aku mau tanya. Hanya karena aku berada di lokasi kematian ibumu, apakah pasti aku yang melakukannya?""Tentu saja!" jawab Niko.Shawn menggelengkan kepala melihat logika Niko yang tak berdasar. "Aku ke sana karena ada yang mengirimkanku pesan. Kala
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"