Jackal sudah bekerja begitu lama di Keluarga Jamison. Jadi, Graham tentu saja memercayainya. Namun, setelah masalah kali ini, kepercayaan itu sedikit banyaknya sudah goyah. Ini juga merupakan cara Graham untuk menguji Jackal. Graham berharap Jackal memang melakukan hal ini karena diancam, bukan karena alasan lain....Di Kompleks Rose.Setelah efek obat penenang sudah habis, Yvonne pun tersadar. Namun, berhubung tangan dan kakinya diikat, dia tidak bisa bergerak. Ditambah dengan efek samping obat penenang, seluruh tubuhnya juga tidak bertenaga. Dia tidak tahu siapa yang menculiknya dan hanya bisa berteriak, "Ada orang nggak? Aku lapar."Namun, tidak ada yang menyahutnya.Sebelum pergi, Shawn sudah berpesan pada penjaga rumah untuk meneleponnya apabila Yvonne sudah sadar. Mereka dilarang masuk ke kamar Yvonne dan juga tidak boleh memedulikan Yvonne meskipun dia berteriak.Setelah mendengar suara Yvonne, penjaga rumah pun menelepon Shawn.Saat ini, Shawn sedang rapat di sebuah ruang rapa
Selama ini, Shawn selalu bersikap sombong. Harga dirinya yang tinggi itu tidak mungkin mengizinkannya untuk terus mengganggu seorang wanita yang akan menikah dengan orang lain.Menurut Yvonne, orang yang paling mungkin menculiknya adalah Roger. Sebenarnya, tidak ada dendam di antara mereka. Hanya saja, Roger pernah mengatakan bahwa Shawn sudah mencelakai Jolene. Jadi, Roger hendak memanfaatkan Yvonne untuk membalas dendam kepada Shawn.Yvonne pun tersenyum getir. Dia sudah bercerai dengan Shawn dan Shawn juga sudah memiliki pasangan baru. Jika Roger memang mau balas dendam, seharusnya dia menculik Caroline, bukan dirinya.Setelah itu, Yvonne menatap ke sekeliling ruangan. Dia sama sekali tidak merasa dirinya pernah datang ke tempat ini. Jendelanya tertutup, tetapi tirainya terbuka sedikit sehingga cahaya dari luar bisa masuk dan membuat ruangan ini menjadi sangat terang.Yvonne hanya mengedipkan matanya. Dia sudah tidak berniat untuk bergerak lagi. Apalagi, dia merasa sangat haus dan m
Keesokan paginya, Yvonne yang sudah terbangun langsung terkejut begitu melihat wajah yang berbaring begitu dekat dengannya."Shawn?" Meskipun berseru terkejut, suara Yvonne tidak kuat karena dia masih tidak bertenaga. Oleh karena itu, seruan Yvonne tidak membangunkan Shawn. Shawn baru tertidur saat menjelang pagi. Jadi, tidurnya masih sangat lelap.Yvonne menyadari bahwa tali yang mengikatnya sudah dilepas dan dirinya juga hanya mengenakan pakaian dalam. Dia pun merasa sangat terkejut. Apa Shawn yang melepas bajunya? Bajingan ini selalu mengambil keuntungan darinya setiap saat.Namun, untuk apa Shawn menculiknya? Apa Shawn begitu tidak ada kerjaan? Apa mungkin Shawn merasa dirinya bisa ditindas seenaknya? Yvonne benar-benar ingin langsung mencekik Shawn hingga mati. Sayangnya, saat ini, dia sedang tidak bertenaga dan tidak mampu melakukannya.Berhubung Shawn sedang lengah, Yvonne harus melakukan beberapa hal yang menguntungkan dirinya. Dia pun perlahan-lahan membuka selimutnya dan du
Shawn sangat tidak menyukai cara Yvonne memanggilnya. Shawn pun memerintahkan, "Jangan memanggilku seperti itu, panggil namaku!""Aku nggak …." Ketika Yvonne hendak membantah, Shawn langsung mengecup bibir Yvonne yang terbuka.Yvonne refleks menutup mulut dan mengatupkan giginya agar Shawn tidak mengambil keuntungan lebih jauh.Saat Shawn menundukkan kepala, Yvonne menatapnya sambil memelotot."Kamu tidak ingin aku cium? Terus ingin dicium siapa?" Shawn bertanya dengan dingin, "Harvey?"Yvonne menegakkan kepalanya. Meskipun tidak memiliki perasaan terhadap Harvey, dia malah mengakui sesuatu yang bertentangan dengan hatinya, "Iya!"Ekspresi Shawn terlihat sangat masam dan muram. Dia mendengus dingin dan berkata, "Jangan mimpi!"Setelah berbicara, Shawn Kembali mengecup bibir Yvonne, sedangkan Yvonne tetap membangkang. Shawn menggigit bibir Yvonne sampai mengerang kesakitan, "Uh, …."Kedua mata Yvonne tampak bergetar. Kali ini Yvonne benar-benar sangat kesal, akhirnya dia berpura-pura me
"Saat perjalanan ke kantor, Caroline dipukuli orang," jawab Xavier."Kamu urus saja," jawab Shawn."Lukanya sangat parah. Kalau tidak bertemu Anda, Caroline menolak diobati."Shawn mengerutkan alis dan menjawab, "Baiklah."Setelah menjawab, Shawn langsung menutup panggilannya. Xavier tidak mengerti maksud jawaban Shawn, sedangkan di sana Caroline sedang membuat keributan.Xavier mempertimbangkan sejenak, lalu mengirimkan sebuah alamat kepada Shawn. Mungkin Shawn akan datang setelah menerima alamatnya?Bukannya Xavier tidak berguna, tetapi dia tidak berdaya untuk mengurus masalah ini.Satu hal yang Xavier dapat pastikan adalah Shawn tidak menyukai Caroline. Seandainya menyukai Caroline, Shawn tidak mungkin memindahkannya untuk bekerja di anak perusahaan.Shawn tidak langsung memecat Caroline hanya karena giok tersebut. Oleh sebab itu Xavier tidak berani bertindak gegabah, harus Shawn sendiri yang mengurusnya.Shawn berpikir sebentar, lalu berkata kepada Yvonne, "Aku pergi dulu, ada urus
Shawn melangkah mundur untuk menghindari pelukan Caroline.Caroline kesal melihat sikap Shawn. Dia menatap Shawn dan bertanya sambil meneteskan air mata, "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?"Ekspresi Shawn terlihat datar."Bagaimanapun, aku pergi menyelamatkan nyawamu, 'kan? Apakah kamu tahu, aku hampir dilecehkan oleh para preman itu?" Caroline menangis tersedu-sedu.Shawn mengerutkan alisnya dengan sinis."Aku tidak mau pindah kantor, aku tidak mau!" Caroline meninggikan suara sambil menggertakkan giginya."Kamu terbiasa tinggal di luar negeri, 'kan? Aku juga bisa memberikanmu pekerjaan di luar negeri," jawab Shawn.Walaupun Caroline bersikeras, Shawn tidak mengalah begitu saja. Caroline tercengang melihat sikap Shawn, apakah dia tidak memiliki hati nurani? Apakah Shawn tidak melihat wajah Caroline yang terluka parah? Kenapa Shawn masih tega ingin menyingkirkan Caroline?"Kenapa aku tidak boleh bekerja di kantor pusat? Apakah kinerjaku buruk? Aku akan memperbaikinya ...." Carol
"Bukankah itu Roger?" Xavier sulit memercayai yang dilihatnya. "Bukannya dia sangat mencintai Jolene? Aku lihat, dia cinta mati sama wanita itu, kenapa bisa secepat ini berpindah hati? Dia bahkan menikahi wanita lain dalam waktu sesingkat ini."Shawn bertanya dengan dingin, "Aku menyuruhmu untuk mengawasi dia, tapi kamu sendiri tidak tahu rencana pernikahannya?"Sejak insiden Jolene yang melompat ke dalam laut, Shawn memerintahkan Xavier untuk mengawasi Roger. Shawn khawatir kalau Roger akan balas dendam.Xavier bergegas menjelaskan, "Aku sudah mengutus orang untuk mengawasinya. Selama ini tidak ada gerak-gerik yang mencurigakan. Aku juga tidak mengenal wanita yang dinikahi Roger itu.""Pak, aku merasa wajah wanita itu mirip dengan Jolene." Xavier sengaja mengubah topik pembicaraan karena takut dimarahi dan dianggap tidak becus bekerja. "Mungkin Roger hanya menjadikan wanita itu sebagai pelampiasan."Shawn tidak tertarik dengan wanita yang dinikahi Roger. Sebenarnya Shawn hanya terkeju
Harvey bergegas menjawab panggilan tersebut, dia mengira kalau ada berita terbaru mengenai Yvonne."Halo?" sapa Harvey."Ibumu ada di tangan kami. Kalau ingin ibumu selamat, temui Tuan Graham.""Jackal?" Harvey mengenali suara tersebut, dia mengernyit dan bertanya, "Dia yang menangkap ibuku?"Harvey menggertakkan giginya. "Di mana?""Kompleks Lotus," jawab Jackal."Aku akan segera ke sana," jawab Harvey dengan ekspresi bengis.Meskipun Harvey adalah anak yang nakal, dia sangat menghormati kedua orang tuanya, terutama ibunya. Selain itu, Harvey juga tidak pernah melakukan kejahatan yang di luar batas."Siapkan mobil, aku mau pergi." Harvey tampak sangat murka.Asistennya bingung, jadi Harvey membutuhkan helikopter atau mobil?"Pak Harvey ....""Siapkan mobil!" bentak Harvey."Baik!" Setelah memastikan keinginan Harvey, asisten tersebut pun bergegas menyiapkannya.Harvey memegang lehernya dengan gelisah. Yvonne belum ditemukan, sekarang Nyonya Velon malah diculik. Bagaimana Harvey tidak
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"