Shawn tidak memedulikan peringatan Yvonne.Shawn naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sebelahnya. Karena tempat tidur agak sempit, Yvonne bergeser agar tidak berdekatan dengan Shawn."Tempat tidurnya nggak muat buat 2 orang," kata Yvonne sambil berbisik.Shawn langsung menarik Yvonne dan memeluknya. "Sudah semestinya suami istri tidur bersama."Sekujur tubuh Yvonne sontak menegang. Shawn membenamkan wajahnya di leher Yvonne.Secara sama-samar, Yvonne dapat merasakan embusan napas Shawn yang hangat menyeka kulitnya."Ja-jangan memelukku seperti ini." Tenggorokan Yvonne terasa kering."Aku mau memelukmu," jawab Shawn.Beberapa menit telah berlalu, tetapi Shawn sama sekali tidak bergerak. Hanya terdengar embusan napasnya yang beraturan ....Yvonne mengerutkan alis, apakah Shawn ketiduran? Berbeda dengan Shawn, Yvonne malah tidak bisa terlelap.Ukuran tempat tidur tidak terlalu besar sehingga Yvonne tak dapat bergerak secara leluasa.Yvonne menarik napas panjang sambil menatap langit
Anas ingin mengatakan sesuatu, tapi tenggorokannya terasa seperti dicekik.Yvonne menunggu Anas dengan sabar, dia sama sekali tidak mendesaknya. Yvonne tahu, Anas mungkin sedang mengumpulkan keberaniannya untuk bercerita.Detik dan menit terus berputar ...."Yvonne, keluargaku dan keluarga Neil memiliki latar belakang yang berbeda. Setelah mengetahui hubunganku dan Neil, ibunya pernah menemuiku," kata Anas.Yvonne bertanya, "Ibunya memaksa kalian putus? Jangan bilang kayak yang ada di sinetron? Ibunya menyogokmu untuk menjauhi anaknya?"Yvonne tahu bahwa Neil berasal dari keluarga konglomerat."Hah? Kamu kebanyakan nonton." Anas yang awalnya sedih, malah tertawa setelah mendengar pertanyaan Yvonne."Ibunya nggak menyogokku. Ibunya ingin memiliki menantu dari keluarga terpandang, dia berniat menjodohkan Neil dengan putri Grup Henzo. Mungkin kamu nggak tahu, ayahnya Neil mempunyai istri kedua. Adik tiri Neil sudah lama mengincar warisan Keluarga Sanchez. Ibunya takut kalau adik tiri Neil
"Hmm?" Xavier mengerutkan alis. "Aku membayar sesuai dengan perintah Pak Shawn."Emosi Harvey semakin meledak-ledak. Bukankah seharusnya dia mendapat 1,8 triliun? Kenapa Shawn hanya membayar 600 miliar?Tanpa basa-basi, Harvey langsung beranjak ke ruangan Shawn untuk melabraknya. Saat ini, Shawn dan Pak Salem sedang mengobrol di dalam ruangan. Begitu melihat Harvey, Pak Salem tersenyum canggung dan pergi tanpa menyapa Harvey.Dibandingkan dengan Harvey, Pak Salem lebih senang bekerja sama dengan Shawn.Harvey juga tidak bisa berkata apa. Bagaimanapun kontrak kerja sama belum ditandatangani sehingga Pak Salem tidak melanggar kontrak. Apalagi, seorang pebisnis harus memiliki hati yang besar. Siapa tahu ke depan masih saling membutuhkan? Harvey tidak boleh merusak hubungannya dengan Pak Salem hanya karena ulah Shawn.Setelah Pak Salem pergi, Harvey bertanya kepada Shawn, "Pak, aku nggak nyangka, ternyata kamu orang yang nggak bisa dipercaya, ya?"Shawn beranjak ke mejanya dengan diikuti
Shawn mengangkat kepalanya dan menatap Harvey dengan serius.Ternyata Harvey memukul meja karena Shawn mengambil lukisannya secara paksa. Shawn tidak takut, pertunjukan seru baru dimulai."Bakar!" Shawn memerintahkan Xavier.Yvonne yang melukisnya, 'kan? Shawn tidak akan membiarkan Harvey berpuas diri.Harvey membelalak, Shawn benar-benar keterlaluan!Setelah memerintahkan pengawal untuk membakar lukisan tersebut, Xavier kembali mengusir Harvey. "Pak Harvey, silakan lewat sini."Dada Harvey tampak terengah-engah. Walaupun marah, Harvey sadar bahwa Shawn bukanlah lawannya. Akhirnya Harvey terpaksa pergi meninggalkan ruangan Shawn.Sesampainya di halaman kantor, Harvey melihat sekelompok pengawal yang membakar lukisannya.Apalah Xavier sengaja membakar lukisan tersebut di hadapan Harvey? Bahkan kata marah pun sudah tidak cukup untuk menjelaskan perasaan Harvey saat ini."Xavier, apakah Shawn menyukai Yvonne?" tanya Harvey. Dia heran, kenapa Shawn semarah ini?Hanya ada satu kemungkinan,
Yvonne tersentak, apakah Shawn yang datang? Apakah Shawn mendengar semua pembicaraan Yvonne dan Harvey?Yvonne sontak menatap ke arah pintu, dia lega saat melihat Leah yang berjalan masuk.Harvey melihat jelas semua gelagat Yvonne. Apakah dia setakut itu kepada Shawn?Wajar saja Yvonne takut. Harvey bahkan bukan tandingan Shawn, lantas apa yang bisa dilakukan seorang wanita lemah seperti Yvonne?"Nona, kok tidak istirahat? Kondisimu masih lemah," kata Leah sambil menatap Harvey dengan waspada.Yvonne bisa melihat Leah yang tidak menyukai keberadaan Harvey. Demi menjaga perasaan Leah, Yvonne menjawab sambil tersenyum, "Iya, Bi."Leah adalah salah satu orang yang selalu merawat Yvonne. Yvonne sangat bersyukur dengan adanya Leah yang selalu menemaninya."Harvey, aku mau makan siang. Kamu pulang saja," kata Yvonne kepada Harvey.Bibir Harvey tampak bergetar. Kenapa hari ini semua orang mengusirnya?Pertama Shawn, lalu Xavier, dan sekarang Yvonne pun mengusirnya. Menyebalkan!"Aku pamit," j
Shawn tidak bergerak.Yvonne mengedipkan mata. "Jangan bilang ... kamu mau makan dari piringku?"Sebelum menunggu Shawn menjawab, Yvonne lanjut berkata, "Ini bekas air liurku.""Aku tidak keberatan," jawab Shawn.Yvonne menganga, apakah kepala Shawn terbentur? Ini bukanlah Shawn yang dikenalnya. Sejak kapan Shawn berubah jadi orang yang rendah diri?Yvonne memeluk piringnya, seolah takut direbut oleh Shawn. Bukannya tidak mau berbagi, Yvonne tidak enak hati memberikan makanan bekasnya kepada Shawn."Kok wajahmu memerah?" tanya Shawn sambil tersenyum misterius.Apakah Yvonne tersipu malu?Yvonne memegang wajahnya dan bergegas membantah. "Nggak, kok. Jangan sembarangan bicara!"Shawn tidak ingin bertengkar, dia menjawab dengan lembut, "Oke, terserah kamu."Hati Yvonne terasa tegang, dia buru-buru mengalihkan wajahnya dan menghindari tatapan Shawn.Yvonne tidak tahu apa yang terjadi kepada dirinya. Untuk apa dia malu? Kenapa mereka bersikapnya sepasang kekasih yang malu-malu?Shawn berhen
Shawn mengamati bunga yang dibawa kurir ini.Ada yang memberikan bunga kepada Yvonne?"Siapa?" Yvonne mengulurkan kepalanya dengan penasaran.Melihat Shawn yang memancarkan aura mengintimidasi, kurir menjawab dengan hati-hati, "Apakah benar ini ruangan Nona Yvonne? Aku adalah kurir yang mengantarkan pesananmu. Tolong diterima dan tanda tangan.""Pesanan? Dari siapa?" tanya Yvonne."Pak Harvey," jawab kurir tersebut.Yvonne refleks menoleh ke arah Shawn. Meskipun hanya dari samping, Yvonne dapat melihat emosi yang terpancar di wajah Shawn.Shawn telah menebak, pasti Harvey yang mengirimkan bunga ini. Demi membuat Shawn makin marah, Yvonne sengaja meminta kurir untuk membawanya masuk. "Tolong bawa masuk."Kurir tersebut melewati Shawn dengan hati-hati, lalu menaruh sebuket mawar merah ke atas meja dan berkata, "Nona, tolong tanda tangani surat jalannya.""Oke." Yvonne mengambil kertas yang diberikan.Setelah Yvonne tanda tangan, kurir tersebut buru-buru pamit dan pergi meninggalkan rumah
Yvonne menundukkan kepala."Bi, tolong bereskan barang-barang Yvonne," perintah Xavier.Leah membereskan pakaian dan barang-barang Yvonne, sedangkan Xavier menyiapkan kursi roda.Setelah semua beres, Leah memapah Yvonne ke atas kursi roda dan Xavier yang mendorongnya.Xavier datang dengan membawa banyak pengawal, seolah takut kalau Yvonne akan melarikan diri.Sesaat melihat jumlah pengawal yang cukup banyak, Leah merasa ada yang aneh dan berbisik, "Nona, kamu membuat Tuan marah lagi?"Yvonne mengangguk perlahan."Kenapa?" Leah tidak mengerti, kenapa Yvonne terus menentang Shawn? Padahal, bukankah hidup harmonis lebih tenang?Asalan Yvonne menurut, dia bisa menjadi Nona Muda Jamison yang dikagumi banyak orang. Namun kenapa Yvonne terus melawan Shawn dan membuatnya murka? Leah tidak mengerti."Karena ...," jawab Yvonne.Sebelum Yvonne menyelesaikan jawabannya, Xavier mengambil bunga pemberian Harvey dan membuangnya ke tong sampah. "Ini perintah Pak Shawn."Raut wajah Yvonne terlihat data
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"