Tidak ada jawaban apapun yang ia dengar dari balik kamar. Anya memberanikan dirinya untuk kembali mengetuk pintu. “Daniel. Bolehkah aku masuk?”
Lagi-lagi tidak ada jawaban apapun dari dalam kamar, Anya menghela napas panjang. Ia berbalik badannya sambil membawa kembali nampan berisi sarapan pagi.
Suara pintu terbuka membuat Anya kembali menoleh dan tersenyum senang. Akhirnya Daniel memperbolehkannya masuk. “Sarapannya sudah siap. Kau ingin makan atau minum kopi dulu?” Anya meletakkan nampan di atas meja di samping tempat tidur Daniel.
“Letakkan saja di sana nanti aku akan memakannya” Ucap Daniel duduk diatas tempat tidur.
Anya menatap sedih, ia merasa kehilangan. Daniel yang diam adalah Daniel yang Anya tidak sukai, ia lebih memilih Daniel yang selalu mengusilinya daripada Daniel yang tenang seperti ini.
Gadis itu duduk disamping Daniel dan memeluk laki-laki itu.“KaThanks for Reading and pleaseee support me if you Like this story. Always stay healthy ^^
Daniel dan Ashlee memilih untuk berbicara di sebuah restoran dekat dengan apartemen Daniel. "Aku tidak mau Daniel. Mengapa kau memutuskan hubungan kita" Ucap Ashlee syok. Daniel menghela napas panjang. "Aku sudah punya kekasih Ashlee, jadi aku tidak akan bermain-main lagi denganmu atau dengan yang lainnya". "Tapi.. Aku menyukaimu Daniel. Sudah hampir empat tahun kita bersama. Mengapa sekarang kau mengatakan kau memutuskan hubungan kita?" tanya Ashlee masih tidak puas dengan jawaban Daniel. Daniel memegang lembut tangan Ashlee."Hubungan kita hanya mutual benefit dan aku tahu kau juga menjalin hubungan seperti itu dengan beberapa laki-laki lain, aku tidak keberatan tapi sekarang aku sudah punya wanita yang aku cintai" Ashlee memang mempunyai hubungan dengan beberapa laki-laki selain Daniel, tapi semua lelaki itu tidak ada yang bisa membuat Ashlee betah berlama-lama seperti yang ia rasakan kepada Daniel.Ia pun tidak keberatan dengan sifat
Ashlee meneguk cepat vodka dingin dari gelas kaca tanpa kaki, ia sedang berada di sebuah bar mewah tidak jauh dari tempat pemotretan. Wanita itu kembali teringat akan perkataan Daniel yang ingin memutuskan hubungan dengannya dan juga akan ciuman Anya di pipi sangat lelaki. Ashlee kembali meneguk minuman beralkohol tinggi lalu membanting kuat gelas itu ke atas meja. "Brengsek. Aku merasa kalah dengan perempuan jalang itu?. Heh jangan bercanda denganku"' Dada wanita itu naik turun menahan emosi. Nathan yang baru tiba di bar mengernyit ketika melihat Ashlee yang duduk tidak tenang di bangku bar. "Anya. Pelacur itu. Aku akan memberinya pelajaran karena telah membuatku marah" teriak Ashlee meracau. Pengaruh alkohol membuatnya tidak bisa mengendalikan emosinya. "Ashlee kau sudah mabuk. Ayo kita pulang" Nathan mengambil gelas dari tangan Ashlee dan membantu wanita itu untuk duduk tegak. Ashlee menepis kasar tangan Nathan. "Aku b
Anya menatap Daniel lalu menghela napas panjang. Ini salahnya jadi ia harus menuruti perkataan Daniel. Belum apa-apa, jantung gadis itu kembali berpacu kencang, wajahnya mulai memanas. Anya menarik napasnya beberapa kali untuk menenangkan hatinya. “Tu.. tutup matamu”. Bibir Daniel mengembang lebar. Ia mengangguk lalu mulai memejam matanya. Anya berdiri dan mendekati wajah Daniel, ia menggigit bibirnya karena perasaan gugupnya yang ia alami. Perlahan-lahan wajah Anya mendekat dan beberapa detik kemudian ia mencium Daniel. Daniel membuka matanya dan menatap tidak puas ke arah Anya. “Mengapa kau cuma mencium pipiku Anya?” Anya mengedipkan kedua matanya beberapa kali. “Kau tidak bilang aku harus mencium bibirmu. Tidak ada penjelasan spesifik tentang dimana aku harus mencium mu" Dalih Anya sembari tersenyum. Keadaan berubah, sekarang Anya lah yang memegang kendali. Daniel berdecak kesal karena kecerobohannya. Sedangkan Anya tersenyum menang.&
Daniel duduk di kursi tunggu rumah sakit dengan gelisah sambil terus menatap ke ruang operasi tempat Anya berada, ia mengabaikan deringan telpon yang terus berdering di handphonenya. Saat ini fokusnya hanya terletak pada Anya. Ia tidak peduli lagi apapun selain tentang gadis itu. Daniel berdiri lalu berjalan mondar-mandir dan duduk kembali. Itulah yang ia lakukan selama 5 jam terakhir. Dokter pun keluar dari ruang operasi sambil melepaskan masker dan melepaskan sarung tangannya. Daniel segera menghampiri sang dokter.“Bagaimana keadaan Anya dok?”. “Kondisi nona Anya masih kritis. Ia mengalami patah tulang di bagian pergelangan tangan dan cidera di lehernya. Organ dalamnya juga mengalami masalah karena tertabrak benda keras” jelas dokter yang bernama Michael yang tertulis di saku jas putihnya. Tangan Daniel terkepal kuat. “Aku mohon selamatkan dia dok. Aku akan membayar berapa pun biaya pengobatannya”. “Kami akan berusaha semaksi
Daniel berjalan tergesa-gesa setelah mendengar kabar bahwa Anya sudah sadarkan diri, senyum lega terpancar di wajah laki-laki itu, ia berjalan sepanjang di Koridor rumah sakit dengan langkah cepat. “Anya” panggil Daniel ketika masuk ke dalam ruang inap Anya. Anya yang duduk ditempat tidur, ditemani oleh Robet dan Elianor menoleh kearah Daniel. Laki-laki itu segera menghampiri Anya dan memeluknya dengan penuh kelegaan dan kelembutan. “Kau baik baik saja? Apa kau merasa sakit? Apa aku harus memanggil dokter?” tanya Daniel cemas. “Calm down. I am okay” jawab Anya lembut. “Really. If you feel hurt somewhere just tell me okay? I will call a doctor soon” Ucap Daniel kembali. Anya melepaskan pelukan Daniel dan mengangguk lemah. “Hanya pergelangan tangan dan leherku yang sakit. Selain itu aku baik-baik saja”. Daniel menghela napas lega dan sedih dalam bersamaan. “Maafkan aku Anya. Kalau saja aku menjemputmu kau tidak ak
Daniel masuk ke dalam ruang rawat Anya dan tersenyum melihat orangtuanya, Mia dan Deriel sudah tiba terlebih dahulu. Ketika mendengar bahwa Anya masuk ke rumah sakit, Deriel dan Mia segera menuju ke rumah sakit. Sudah dua minggu Anya dirawat, gadis itu menjalani perawatan dan terapi untuk tangan kanannya "Hai Daniel, apa kabarmu?" tanya Deriel menghampiri Daniel. Daniel tersenyum "Aku baik. Terima kasih sudah datang menjenguk Anya". "Tidak masalah. Anya juga teman kami" ujar Deriel. Daniel tersenyum dan tanpa sengaja menatap cincin di tangan kiri Deriel. Ia menaikkan alis matanya. "Hm. Sepertinya ada sesuatu yang harus dirayakan". Deriel mengikuti arah tatapan Daniel dan terkekeh sesaat. "Ya. Kami akan segera menikah" ujar Deriel bangga. Daniel terkejut kagum. "Really?" "Yeah" "Tidak. Kita tidak akan menikah sampai kita mendapatkan restu dari orang tuamu" bantah Mia yang duduk disamping Anya. Anya yang s
“Kau sudah lama menunggu?” tanya Daniel yang baru saja masuk ke ruang inap Anya. Gadis itu sedang memasukkan bajunya kedalam sebuah tas menggunakan satu tangan. Daniel segera mengambil alih pekerjaan tersebut. Alat penyangga leher Anya sudah dilepas. “Biar aku saja” Anya tersenyum dan berterima kasih. “Aku tidak menunggu, kau datang tepat waktu”. Daniel tersenyum kecil, setelah selesai memasukkan pakaian Anya, ia mengulurkan sebelah tangannya kepada Anya. Gadis itu menyambut uluran tangan kekasihnya dengan senang hati. Mereka pun keluar dari ruang rawat Anya. Sepanjang koridor rumah sakit, para perawat wanita dan beberapa pasien tersenyum kepada Daniel dan Anya.Daniel hanya tersenyum pelan, tidak terlalu memperdulikan tatapan kagum tersebut. Sedangkan Anya hanya tersenyum malu, ia mengerti tampang Daniel yang begitu high class membuat para wanita atau sia
“I am home” ujar Daniel senang. Tatapan bahagianya berubah menjadi kesal ketika melihat Erick yang sedang berbincang dengan Anya. “Welcome back. Aku pikir kau akan kerja lembur Daniel” ujar Anya menghampiri Daniel dan mengambil alih tas kerja kekasihnya. “Why that things is here?” tanya Daniel kesal. “So rude. Don’t address me ‘things’” Jawab Erick memasang raut wajah kesal. “Untuk apa kau kemari?” tanya Daniel tidak menghiraukan perkataan Erick. “Tentu saja untuk mengunjungimu. Mengapa kau tidak bilang kalau Anya kecelakaan? Teman macam apa kau ini?” tanya Erick kesal. “Aku tidak punya teman sepertimu” jawab Daniel sekedarnya. Erick berdecak kesal. “Kau ingin makan malam atau mandi terlebih dahulu Daniel?” tanya Anya mengalihkan pembicaraan. “Aku akan makan malam terlebih dahulu An” jawab Erick. “Anya tidak bertanya padamu, lagipula kenapa kau sangat yakin aku akan mengizinkanmu untuk makan mala