Beranda / Young Adult / Cinta itu Love / Bab 5. Rem Mulut Blong.

Share

Bab 5. Rem Mulut Blong.

Penulis: Azzurra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 23:20:09

“Laras, setelah pulang sekolah kamu ke kantor ibu dulu ya.” Bu Ida guru BK sekolahku memanggil di depan kelas dengan suara mendayu-dayu merdu.

Guru BK di sekolahku terkenal cantik mempesona. Suaranya lemah lembut, dandanannya selalu matching, siapapun yang masuk ke ruangannya akan keluar dengan wajah cerah, entah apa yang dilakukan di dalam karna ruangan tertutup rapat.

Tok,tok,tok ... Ku ketuk pintu ruang kantor Bu Ida.

“Silahkan masuk,” ucap suara di dalam dengan aksen ramah. Aku masuk dan terperanjat kaget, ku dapati Pak Bagas sudah duduk di kursi tersangka. Kepalanya menegok ke arahku, tatapannya tajam seperti menembus jantungku.

“Silahkan duduk Laras,” ucap Bu Ida sopan. Guru BK yang satu ini memang lembut, cantik, sopan. Kalo aku disuruh menilai attitudenya aku kasih angka 9,9. Kenapa ga 100? Karna yang maha sempurna hanya milik Allah.

Aku duduk di sebelah Pak Bagas yang terlihat santai. Hatiku dag dig dug tak karuan karna duduk bersebelahan dengan Arjunaku. Ku pilin-pilin ujung jilbab untuk menghilangkan gerogi.

"Ada masah apa gerangan sampe aku di panggil Bu Ida ke ruangannya bersama Pak Bagas," batinku.

Ehemm ... Bu Ida berdehem sebelum memulai pembicaraan. Netranya menatapku penuh selidik.

“Maaf Pak Bagas, Laras." Bu Ida mentap kami berdua bergantian. Lalu menarik nafas perlahan.

"Saya mendapat laporan dari beberapa murid." Wanita cantik ini menjeda ucapannya.

"Katanya kalian berdua berbuat tak senonoh?" Lagi guru BK ku menghentikan ucapan netranya awas menatap wajah kami bergantian. Lalu menarik nafas dalam. "Tadi ada yang melapor katanya Laras melihat Pak Bagas tanpa pakaian?"

Aku terperanjat dengan penuturan Bu Ida. Wanita cantik ini kembali berucap. "Hal ini melanggar norma. Apa lagi ini lingkungan sekolah tak seharusnya kejadian seperti ini menjadi konsumsi publik. Saya memanggil Pak Bagas dan Laras hanya ingin mengetahui kejadian pastinya. Jika memang ada kejadian yang melanggar norma maka harus ditindak sesuai peraturan sekolah,” ucap Bu Ida tanpa jeda seperti sebelumnya, netra bermaskara lentik ini terus memandangi kami berdua bergantian seperti menguliti.

“Mmmm, Sebenarnya kejadiannya ...."

“Begini Bu.“

Belum aku selesai menjawab pertanyaan Bu Ida, Pak Bagas menyela dan menjelaskan sejelas-jelasnya kejadian yang sebenarnya, kronologi kejadian tanpa pakaian. Dengan bahasa yang pas, tanpa gerogi dan salah tingkah karena gestur berpengaruh sekali, aku yakin Bu Ida bisa mendeteksi antara perkataan yang benar dan tidak dari cara kami menyampaikan keterangan.

***

“Gimana, Ras?” dari kejauhan kulihat Irma menghampiriku, kulirik jam di pergelangan tangan, satu jam berada di ruangan Bu Ida.

“Itu yang masalah gue di rumah elo, tadi gue 'kan keceplosan pas olah raga ada yang ngadu yang enggak-enggak ke Bu Ida. bener-bener lidah tak bertulang, gampang banget ngadu-ngadu," ujarku masam.

"Makanya punya mulut di pasang rem yang pakem, biar nggak keceplosan mulu," ujar Irma, tangannya mencubit bibirku hingga maju beberapa centi.

Ku tepis tangan Irma dari bibirku, lalu berdecak kesal. "Mana ada yang jual rem mulut."

Irma terkikik.

"Mungkin besok giliran elo yang dipanggil buat saksi, biar tambah yakin tuh guru cantik," ucapku. “Udah yu pulang, apa makan dulu?”tanyaku, lelah juga ketawa ketiwi di ruangan Bu Ida.

Semua yang terjadi hanya salah paham. Dengan mudahnya orang memfitnah berusaha mencemarkan nama baik, jika ditanggapi dengan amarah maka akan menjadi masalah yang sulit di kendalikan.

***

“Ma, Pak Bagas bener kaka kandung, elo?” tanyaku masih penasaran. Menatap Pak Bagas yang kebetulan melintas di hadapanku. Irma hanya menganggukan kepala.

“Kok elo gak pernah cerita-cerita punya kakak ganteng begitu?" tanyaku.

“Apa untungnya gue cerita-cerita,” ucapnya santai.

“Iya juga siihh." Aku seperti orang bodoh yang mengangguk-anggukan kepala.

“Hai, Irma!!" Beberapa murid perempuan menghampiri kami. Irma mendongak melihat ke arah murid-murid yang sudah duduk di samping kami. Lalu Irma mengambil kertas di kantong baju, membuka dan menunjukan ke sekumpulan siswi yang sudah duduk di sebelah kami.

• DILARANG MENDEKAT KALO CUMA MAU TANYA SOAL KANEBO KERING ALIAS PAK BAGASKARA. *

Tanpa banyak bicara lagi siswi tadi langsung berhambur pergi. Gerundelan terdengar samar dari mulut mereka.

“Berarti gue special ya, Ma? Kesempatan gue terbuka lebar, yes!“ ekspresi kemenanganku terlihat jelas. Bibirku tersungging lebar.

“Heran gue, apa sih menariknya kaka gue, orang gak pernah senyum gitu,” ucap Irma tanpa beban.

"Elo liat tiap hari, jadi nggak sadar Pak Bagas tampan dan mempesona," ucapku mengebu, mencoba meyakinkan adik Bagaskara bahwa dia tampan. Apa gunanya coba? Meyakinkan Irma untuk menerima kenyataan kalau kakaknya ganteng.

"Ma gue kemaren di tantang taruhan sama Alya, dia naksir juga sama Pak Bagas," ujarku berbisik.

"Gila banget kalian, tarohan apa? Kaya nggak ada laki lain aja ngerebutin laki satu, ogah banget gue," Irma menggedikkan bahu.

Aku melotot ke arah Irma, "Bisa nggak jangan kenceng-kenceng begitu ngomongnya, gue udah pelan-pelan begini." cuma mulutku yang komat kamit, aku khawatir ada yang dengar dan mengadu pada Exel.

Dan benar saja, sedetik kemudian suara Exel terdengar di gendang telingaku.

Bab terkait

  • Cinta itu Love   Bab 6. Dengan Siapa?

    "Aduhh ... Mati gue," Aku memejamkan mata, terlihat Irma tersenyum kikuk melihat expresiku. "Lagi ngobrol apa? Kaya rahasia?" tanya lelaki berperawakan tinggi ini. Menaruh bobot tubuh di sebelahku, juga menaruh sebuah novel di atas meja. Melihat cover novel incaranku ada di atas meja seketika netraku berbinar. "Akhirnya elo dapet juga ini buku Bang?" tanyaku sumringah. "Apa sih yang nggak bisa buat kamu," ucap Exel masih mode datar, di lihat dari expresinya sepertinya dia sedang tak baik-baik aja. "Siang jalan yuk," ajak Exel lagi. "Hayo!!" Irma menyahut sumringah ajakan Exel. Netranya berbinar menatap Excel Lelaki ini bangun dari duduk memasukkan tangan ke saku celana, berdiri menatapku. "Ajakin tuh Laras, kalo dia nggak ikut elo yang traktir gue." Dengan santai Exel meninggalkan kami. Irma hanya menatap Exel tanpa kata. "Apa maksudnya coba, kalo elo nggak ikut gue yang harus traktir dia!" Irma menatap punggung Exel dan aku bergantian. Aku terkikik melihat expre

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 7

    Hingga hari ini, setelah terakhir aku melihat Pak Bagas tempo hari, Lelaki tampan itu belum lagi mengajar di sekolah. Memang Pak Bagas hanya guru sementara, hanya menggantikan Pak Arif. Hari-hari ku galau, konsentrasiku buyar, aku merindukan Pak Bagas. Mungkin inilah sebabnya, Emak wanti-wanti dari dulu, anak-anaknya di larang pacaran sebelum memiliki pekerjaan mapan dan siap menuju pelaminan.Kata Emak kalo udah siap langsung nikah, gak usah pacar-pacaran, udah 'mah dosa, bisa bikin pikiran ga karuan, buang buang waktu. Nggak bosen Emak ngingetin anak-anaknya jangan pada pacaran.Maksud Emak, bikin pikiran nggak karuan, ini kali ya? yang aku rasakan sekarang. Dan ternyata perkataan emak bayak benernya. Sekarang di pikiranku cuma ada si Arjuna Bagaskara. Aku mengacak rambut frustasi. Mak, Emak kok top banget sih kalo nasehatin anak, gimana ini Mak, hati Laras kepincut guru ganteng, Laras kangen berat sama Pak Bagas, Mak. Hatiku mereog nggak karuan."Ma, gue main ke rumah elo ya?" Pi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Cinta itu Love   Bab 1. Pertandingan

    Sorak sorai bergemuruh mengelilingi lapangan olah raga. Axel!Pak Bagas!Axel!Pak Bagas! Masing-masing kubu menyorakkan nama jagoan mereka. Tak pelak Laras dengan lantang menyebutkan nama kedua lelaki ini, untuk memberikan semangat. "Ishhh, elo dukung siapa? Exel apa Pak Bagas!?" seru Irma, menyikut lengan Laras. Dengan kikuk Laras mengusap tengkuknya. Bibirnya mengulas senyum canggung. "Gue dukung keduanya." Lalu kembali menyorakkan nama kedua lelaki yang berada di lapangan. Terlihat beberapa orang yang kini berada di area lapangan sedang memperebutkan benda berbentuk bulat, dua orang saling berhadapan menunggu bola yang dengan indah melayang tepat di atas kepala mereka. Pandangan mereka tajam membidik bola, badan mereka meloncat tinggi dengan kedua tangan menjulur mencoba meraih bola basket yang sedang meluncur ke arah mereka. Hap!! Dengan tangkas Exel menangkap bola, lalu meliukkan badan mencoba menghindari tangan Bagas yang mencoba merebut bola dari tangannya. Kaki kokoh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 2 Terpesona pada Pandangan Pertama.

    “Gagal makan enak, padahal ATM ngajakin nongkrong,” ucap Irma, terlihat dari kaca spion bibirnya di lipat kesal. “Gue yang traktir deh kesukaan lo, anggap aja kita lagi makan di cafe mahal." Laras mencoba membujuk. Juga sedikit merajuk. Melihat expresi Laras membuat Irma sedikit terenyuh. “Ya udah dehhh demi yang lagi jatuh cintrong,” ucapnya ceria seperti sedia kala. Melihat senyum Irma sudah kembali seperti biasa, membuat Laras memacu motor dengan semangat tinggi menuju rumah Irma yang tak lain rumah cowo incarannya. Dalam perjalanan ke rumah Irma Laras mengingat kejadian lalu saat pertama melihat Bagaskara si guru tampan yang mampu membuat dadanya bergetar. “Prit, prit, prit, rapatkan barisan kalian." Titah seseorang yang langsung dituruti para siswa. Para sisiwa berbaris rapih, Laras berada pada barisan terakhir karna memang dia tak menyukai pelajaran olah raga. “Perkenalkan saya guru pengganti Pak Arif yang sedang cuti beberapa bulan kedepan karna sedang sakit keras.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 3. Pertama Kenalan.

    Irma masih terus membicarakan Excel, aku termenung mengingat kebodohanku waktu itu pertama kali bertemu dengan Exel, si lelaki datar yang ternyata begitu perhatian. "Kamu telat juga?"tanyaku sok akrab pada lelaki berwajah jutek di sebelahku. Sepertinya kami sama-sama terlambat pagi ini. Aku menarik lengan lelaki yang belum pernah aku lihat ini. "Lewat sini aja, biar nggak ketauan guru piket."Lelaki itu hanya diam mengikuti langkahku. "Elo kelas berapa? Kok gue belum pernah liat elo ya?" tanyaku pelan juga sambil berjalan pelan agar tak terdeteksi guru piket. Dia tak menjawab berondongan pertanyaanku, kami sampai di depan lorong, "Eh kenalin, Laras." Aku menjulurkan tangan, di sambut olehnya, walau wajahnya tetap datar. "Axel," ucap lelaki berwajah jutek ini, yang kini sedang menjabat tanganku. Senyumku canggung menatap matanya. "itu muka apa tembok, datar plus dingin banget," Aku hanya bisa membatin, netraku mengerjap beberapa kali karna beradu pandang dengannya. Aku grogi, tat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 4. Semakin Marah.

    Tap, tap, tap .... Aku menaiki satu persatu anak tangga dengan semangat empat lima menuju perpustakaan. Terdengar suara bercakap-cakap di depan sana. Oohh ... Alya rupanya, tapi tunggu! sebentar! siapa gerangan lawan bicara Alya. “OMG, Pak Bagas,” gumamku, walau hati berdebar-debar grogi melihat wajah tampan Pak Bagas, tetap kulajukan kakiku mengarah pada keberadaan mereka. Terlihat mereka sedang tertawa. “Ooohh ternyata mudah ya Pak, dari semalam saya bingung soal ini!” ucap Alya sambil memberi senyum pepso**nt. “Pak." Ku anggukan kepala saat Pak Bagas menengok ke arahku. Tak pernah aku duga si dia yang selalu bermuka dingin di hadapanku ini memberikan senyum menawan. "Ya Allah." Aku seperti terhipnotis terus menatap ke arah Pak Bagas. Dan tiba-tiba, Gubrak. Aawww .... Pintu tak tau diri itu mencium wajah cantikku yang kini terasa kebas. Ternyata pintu di tutup sebelah. Ku usap-usap wajahku yang sakit. Terlihat Alya tersenyum mengejek, “Hati-hati, pintu jang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12

Bab terbaru

  • Cinta itu Love   Bab 7

    Hingga hari ini, setelah terakhir aku melihat Pak Bagas tempo hari, Lelaki tampan itu belum lagi mengajar di sekolah. Memang Pak Bagas hanya guru sementara, hanya menggantikan Pak Arif. Hari-hari ku galau, konsentrasiku buyar, aku merindukan Pak Bagas. Mungkin inilah sebabnya, Emak wanti-wanti dari dulu, anak-anaknya di larang pacaran sebelum memiliki pekerjaan mapan dan siap menuju pelaminan.Kata Emak kalo udah siap langsung nikah, gak usah pacar-pacaran, udah 'mah dosa, bisa bikin pikiran ga karuan, buang buang waktu. Nggak bosen Emak ngingetin anak-anaknya jangan pada pacaran.Maksud Emak, bikin pikiran nggak karuan, ini kali ya? yang aku rasakan sekarang. Dan ternyata perkataan emak bayak benernya. Sekarang di pikiranku cuma ada si Arjuna Bagaskara. Aku mengacak rambut frustasi. Mak, Emak kok top banget sih kalo nasehatin anak, gimana ini Mak, hati Laras kepincut guru ganteng, Laras kangen berat sama Pak Bagas, Mak. Hatiku mereog nggak karuan."Ma, gue main ke rumah elo ya?" Pi

  • Cinta itu Love   Bab 6. Dengan Siapa?

    "Aduhh ... Mati gue," Aku memejamkan mata, terlihat Irma tersenyum kikuk melihat expresiku. "Lagi ngobrol apa? Kaya rahasia?" tanya lelaki berperawakan tinggi ini. Menaruh bobot tubuh di sebelahku, juga menaruh sebuah novel di atas meja. Melihat cover novel incaranku ada di atas meja seketika netraku berbinar. "Akhirnya elo dapet juga ini buku Bang?" tanyaku sumringah. "Apa sih yang nggak bisa buat kamu," ucap Exel masih mode datar, di lihat dari expresinya sepertinya dia sedang tak baik-baik aja. "Siang jalan yuk," ajak Exel lagi. "Hayo!!" Irma menyahut sumringah ajakan Exel. Netranya berbinar menatap Excel Lelaki ini bangun dari duduk memasukkan tangan ke saku celana, berdiri menatapku. "Ajakin tuh Laras, kalo dia nggak ikut elo yang traktir gue." Dengan santai Exel meninggalkan kami. Irma hanya menatap Exel tanpa kata. "Apa maksudnya coba, kalo elo nggak ikut gue yang harus traktir dia!" Irma menatap punggung Exel dan aku bergantian. Aku terkikik melihat expre

  • Cinta itu Love   Bab 5. Rem Mulut Blong.

    “Laras, setelah pulang sekolah kamu ke kantor ibu dulu ya.” Bu Ida guru BK sekolahku memanggil di depan kelas dengan suara mendayu-dayu merdu. Guru BK di sekolahku terkenal cantik mempesona. Suaranya lemah lembut, dandanannya selalu matching, siapapun yang masuk ke ruangannya akan keluar dengan wajah cerah, entah apa yang dilakukan di dalam karna ruangan tertutup rapat. Tok,tok,tok ... Ku ketuk pintu ruang kantor Bu Ida. “Silahkan masuk,” ucap suara di dalam dengan aksen ramah. Aku masuk dan terperanjat kaget, ku dapati Pak Bagas sudah duduk di kursi tersangka. Kepalanya menegok ke arahku, tatapannya tajam seperti menembus jantungku. “Silahkan duduk Laras,” ucap Bu Ida sopan. Guru BK yang satu ini memang lembut, cantik, sopan. Kalo aku disuruh menilai attitudenya aku kasih angka 9,9. Kenapa ga 100? Karna yang maha sempurna hanya milik Allah. Aku duduk di sebelah Pak Bagas yang terlihat santai. Hatiku dag dig dug tak karuan karna duduk bersebelahan dengan Arjunaku. Ku

  • Cinta itu Love   Bab 4. Semakin Marah.

    Tap, tap, tap .... Aku menaiki satu persatu anak tangga dengan semangat empat lima menuju perpustakaan. Terdengar suara bercakap-cakap di depan sana. Oohh ... Alya rupanya, tapi tunggu! sebentar! siapa gerangan lawan bicara Alya. “OMG, Pak Bagas,” gumamku, walau hati berdebar-debar grogi melihat wajah tampan Pak Bagas, tetap kulajukan kakiku mengarah pada keberadaan mereka. Terlihat mereka sedang tertawa. “Ooohh ternyata mudah ya Pak, dari semalam saya bingung soal ini!” ucap Alya sambil memberi senyum pepso**nt. “Pak." Ku anggukan kepala saat Pak Bagas menengok ke arahku. Tak pernah aku duga si dia yang selalu bermuka dingin di hadapanku ini memberikan senyum menawan. "Ya Allah." Aku seperti terhipnotis terus menatap ke arah Pak Bagas. Dan tiba-tiba, Gubrak. Aawww .... Pintu tak tau diri itu mencium wajah cantikku yang kini terasa kebas. Ternyata pintu di tutup sebelah. Ku usap-usap wajahku yang sakit. Terlihat Alya tersenyum mengejek, “Hati-hati, pintu jang

  • Cinta itu Love   Bab 3. Pertama Kenalan.

    Irma masih terus membicarakan Excel, aku termenung mengingat kebodohanku waktu itu pertama kali bertemu dengan Exel, si lelaki datar yang ternyata begitu perhatian. "Kamu telat juga?"tanyaku sok akrab pada lelaki berwajah jutek di sebelahku. Sepertinya kami sama-sama terlambat pagi ini. Aku menarik lengan lelaki yang belum pernah aku lihat ini. "Lewat sini aja, biar nggak ketauan guru piket."Lelaki itu hanya diam mengikuti langkahku. "Elo kelas berapa? Kok gue belum pernah liat elo ya?" tanyaku pelan juga sambil berjalan pelan agar tak terdeteksi guru piket. Dia tak menjawab berondongan pertanyaanku, kami sampai di depan lorong, "Eh kenalin, Laras." Aku menjulurkan tangan, di sambut olehnya, walau wajahnya tetap datar. "Axel," ucap lelaki berwajah jutek ini, yang kini sedang menjabat tanganku. Senyumku canggung menatap matanya. "itu muka apa tembok, datar plus dingin banget," Aku hanya bisa membatin, netraku mengerjap beberapa kali karna beradu pandang dengannya. Aku grogi, tat

  • Cinta itu Love   Bab 2 Terpesona pada Pandangan Pertama.

    “Gagal makan enak, padahal ATM ngajakin nongkrong,” ucap Irma, terlihat dari kaca spion bibirnya di lipat kesal. “Gue yang traktir deh kesukaan lo, anggap aja kita lagi makan di cafe mahal." Laras mencoba membujuk. Juga sedikit merajuk. Melihat expresi Laras membuat Irma sedikit terenyuh. “Ya udah dehhh demi yang lagi jatuh cintrong,” ucapnya ceria seperti sedia kala. Melihat senyum Irma sudah kembali seperti biasa, membuat Laras memacu motor dengan semangat tinggi menuju rumah Irma yang tak lain rumah cowo incarannya. Dalam perjalanan ke rumah Irma Laras mengingat kejadian lalu saat pertama melihat Bagaskara si guru tampan yang mampu membuat dadanya bergetar. “Prit, prit, prit, rapatkan barisan kalian." Titah seseorang yang langsung dituruti para siswa. Para sisiwa berbaris rapih, Laras berada pada barisan terakhir karna memang dia tak menyukai pelajaran olah raga. “Perkenalkan saya guru pengganti Pak Arif yang sedang cuti beberapa bulan kedepan karna sedang sakit keras.

  • Cinta itu Love   Bab 1. Pertandingan

    Sorak sorai bergemuruh mengelilingi lapangan olah raga. Axel!Pak Bagas!Axel!Pak Bagas! Masing-masing kubu menyorakkan nama jagoan mereka. Tak pelak Laras dengan lantang menyebutkan nama kedua lelaki ini, untuk memberikan semangat. "Ishhh, elo dukung siapa? Exel apa Pak Bagas!?" seru Irma, menyikut lengan Laras. Dengan kikuk Laras mengusap tengkuknya. Bibirnya mengulas senyum canggung. "Gue dukung keduanya." Lalu kembali menyorakkan nama kedua lelaki yang berada di lapangan. Terlihat beberapa orang yang kini berada di area lapangan sedang memperebutkan benda berbentuk bulat, dua orang saling berhadapan menunggu bola yang dengan indah melayang tepat di atas kepala mereka. Pandangan mereka tajam membidik bola, badan mereka meloncat tinggi dengan kedua tangan menjulur mencoba meraih bola basket yang sedang meluncur ke arah mereka. Hap!! Dengan tangkas Exel menangkap bola, lalu meliukkan badan mencoba menghindari tangan Bagas yang mencoba merebut bola dari tangannya. Kaki kokoh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status