Bab 10 “Ras bangun,” Emak menggoyang-goyang kakiku yang terlelap di kasur king size dengan buku berserakan. Ada pepatah mengatakan rumahku istanaku. Kalo pepatahku mengatakan, kamarku istanaku. “Uuuhhh,” ku renggangkan tangan ke atas dan menatap orang yang membangunkanku. “Kenapa Mak?” tanyaku, parau. “Itu ada Excel datang, ganteng pisan, bawa martabak kesukaan emak lagi, buruan keluar tapi solat isya dulu tadi kamu belom solat,” ucap emak sumringah, bibirnya klimis bekas menggigit martabak sepertinya. Excel yang ngapelin gue, kenapa emak yang girang banget ya, pikirku. “Iya Mak,” aku bangkit langsung menuju kamar mandi berwudhu dan melakukan ibadah kepada sang pencipta. “Niihh, Nak exel liat nih, ini laras waktu masih bayi, lucu yaa,” terdengar suara Emak menemani Exel di teras, entah sedang mengobrol apa. Aku dekati bangku Emak duduk, netraku membeliak melihat benda yang sedang ditunjukkan ke arah lawan bicaranya. “Ya ampun Mak,” aku langsung merebut foto memori ket
“Exeeelll !” teriakku, saat melihat lelaki bertubuh jangkung itu melintas di depan kelasku.Seketika dia menoleh ke arahku.“Eehhhh ... Yayang Laras yang manggil.” Dia tersenyum sumringah.“Mau kemana? “ tanyaku.“Mau ke kantor dulu, nanti pulang sekolah tunggu gue dulu,” ucapnya terlihat terburu-buru menuju kantor entah ingin melakukan apa. Aku hanya mengangguk tak enak mengajaknya berbicara lebih lama.“Ma nanti pulang sekolah main duu yuk. Refresing sebelum ujian dimulai, “ ajakku pada Irma.“Hayo aja gue mah kalo diajakin,” ucapnya slowww.“Iyaaa ngerti gue, ntar kita ajak ATM aja, biar bisa seneng-seneng ga modal,” ucapku menaik turunkan alis.“Halahhh gue jadi obat nyamuk,” ucapnya. “Sebenernya loe itu mau ama abang gue apa sama Exel? tanya Irma, lagi.“Laahh Exel kan temenan doang,” ucapku.“Tapi dia suka sama elo Laraass, elo bego apa pura-pura bego,” tanya Irma sambil menoyor
Bab 12“Oohhh itu kaka gue, tar kapan-kapan gue kenalin ya,” jawab Exel sambil menghidupkan mobil dan melajukannya. “cantik,” gumamku. "Oohhh jadi itu kakanya Excel, mungkinkah dia ada hubungan special dengan pak Bagas? atau Pak Bagas ngajar di sini karna kakaknya Exel?" Aku terus bermain dengan pikiranku.Selama perjalanan pikiranku makin runyam. Mau mengorek keterangan dari Excel tapi harus menunggu waktu yang tepat, biar ngga disebut ‘kepo’. Duh Laras emang harus kepo biar tau informasi.“Irmaaaa ... Pelor banget loo.” Teriakku, saat ku tengok kebelakang, Irma sudah merebahkan tubuh dan terlihat pulas.“Ishh ... berisik, tar Kalo udah nyampe bangunin,” ujarnya, meraih bantal kecil, lalu menindih dengan kepalanya.“Kakanya Excel itu dokter, wisudanya bareng ama kaka gue, Ras, baru inget gue," ucap Irma yang sambil melanjutkan tidurnya.“Iya Bang?” ku tengok ke arah Exel yang fokus mengemudi.“Iya, dia
Bab 13"Perlu saya cium?" Aku menganga, menatap manik mata Pak Bagas, terpancar keseriusan di sana, dan aku tak menyangka guru kulkasku mengatakan hal ini.Teman-temanku bersorak mendengar penuturan Pak Bagas. Lelaki ini mendekatkan wajah ke arahku.Netraku membulat, semakin tak menyangka dia melakukan aksi ini di depan murid -muridnya. Sorak sorai mengikuti aksi guru kulkasku."Jangan Pak." Tanganku menahan pundak Pak Bagas agar tak semakin mendekat. kepalaku menggeleng pelan. Aku menelan saliva susah payah. Jarak kami sudah sangat dekat bahkan aku bisa merasakan hembusan nafas Pak Bagas. Jantungku bertalu, hatiku mereog, embat Laras biar nggak penasaran. Aku menatap bibir kemerahan milik lelaki yang wajahnya hanya satu centi didepanku. Ya Tuhan malu Laras masa di depan temen-temen, hati baikku berkata."Ayo, ayo, sedikit lagi Laras," Suara-suara teman laknatku menyemangati kegiatan yang tak seharusnya terjadi ini.
Bab 14"Elo kenapa Ras? Kok tangan elo keringetan begini?" tanya Alya, ketika merasakan genggaman tangan Laras berkeringat."Nggak kenapa-kenapa, gue cuma!" Laras mencoba berfikir. "Ayo mikir Laras gimana caranya nggak kedeteksi itu cctv.""Al, elo duduk di sini dulu ya, gue kebelet banget." wajah Laras meringis, tangannya memegangi perut. Dengan sengaja dia kentut di hadapan Alya. "Ihh ... Jorok banget Ras?" Alya menutup hidung karna bau tak sedap yang dia hirup. "Sorry Al, gue nggak tahan, dari tadi gue tahan-tahan, tap --""Udah buruan sana!" Alya mengusir Laras. Laras terbirit menuju kamar mandi, di dalam kamar mandi dia tebahak-bahak, nih pantat mendukung banget lagi, pas kebetulan pengen kentut.Segera Laras mengirim pesan pada Exel, panjang lebar. [Xel tolongin gue ya, plis. Apapun yang elo minta nanti gue kabulin deh. Ini rahasia kita berdua ya] send. Setelah meminta tolong Exel p
Bab 15"Pak tadi ruangannya di kunci nggak?" tanya Ida pada Ahmad. "Saya lupa, Bu, saking buru-buru tadi.""Roy." "I- iya, Bu! Dua teman kamu mana? Biasanya kamu selalu bertiga?" "Kan tadi saya bilang saya liat Exel di sini, Bu. Sekarang saya juga nggak tau dia di mana?" jawab Roy, di buat setenang mungkin, bisa gagal kalo dia gerogi. "Ya sudah, kamu masuk kelas, kabarin ibu kalo liat Exel." "Siap, Bu."Setelah Ida menjauh Roy segera menelpon Exel, " Bos elo di mana? Bu Ida udah menuju ke ruang Arsip.""Gue udah di dalam kelas," jawab Exel santai. Roy segera masuk kelas, menfoto Exel dan Boy yang sedang duduk di pojokan. Lalu mengirim pada Ida, yang sudah hampir sampai di ruang Arsip. "Ras semua beres nanti malam jalan ya sama Babang. Kan malam minggu." Exel menemui Laras siang ini. "Jangan malem Bang, mana bisa gue keluar rumah malam hari!" ujar Laras.
Bab 16Exel memarkir mobil di depan rumah Laras, lalu keluar dari mobilnya dan menekan tombol bel. Tak lama seraut wajah ayu keluar dengan senyum mengembang."Nak Exel, masuk." Dewi menghampiri gerbang membuka pintu kecil untuk Exel. "Laras lagi belajar di rumah Irma, mamih kira Nak Exel ikut, katanya tadi belajar bareng." Tanpa di tanya, Dewi menjelaskan pada Exel. "Ohh ... Ya udah Mih, saya ke sana aja ya," ujar Exel. "Nggak mau minum dulu?" tanya Mamih. "Mmm ... Sebenernya saya pengen ajak Laras jalan, Mih. Boleh nggak?""Loh, ini udah malam, Nak.""Bukan sekarang, Mih. Lain waktu.""kalo rame-rame, mamih bolehin, Nak. Tapi kalo berdua -" Dewi tak melanjutkan kalimatnya, wanita setangah abad ini mentaap Exel. "Duduk dulu yuk.""Nur, tolong buatkan minum." Perintah Dewi pada Asisten rumah tangganya. Dewi mempersilahkan Exel duduk."Gimana Mih?" tanya Exel sembari mendaratkan bokong."Gimana apanya?" "Saya mau ajak Laras jalan, sekedar jalan-jalan, menikmati udara malam hari."
Hilir mudik anak menuju remaja di pintu gerbang sekolah menjadi pemandangan biasa bagi Paijo - si penjaga gerbang. Terlihat beberapa siswa yang memiliki kewenangan menertibkan murid berjajar di depan pagar bercat hitam ini. Lelaki tampan penguasa sekolah duduk sedikit menepi di dekat pohon besar, netranya awas menatap arah gerbang sekolah, bibirnya tersungging ketika melihat gadis yang selalu dia tunggu muncul, dari kejauhan. Laras terlihat berjalan tergesa menuju para siswa yang berbaris di depan gerbang, setelah memarkirkan motor. Hari ini dia tak boleh telat, harus datang lebih awal dari biasanya, harus sudah rapih dan berada di lapangan juga harus mengikuti pelajaran olah raga tanpa huru hara seperti biasanya. "Seneng banget kalian periksa kerapihan? Baru dua hari yang lalu? " tanya Laras pada siswa yang berbaris rapih memeriksa setiap siswa. "Iya biar makin tertib dan teratur," jawab Niken. "Sini liat jari-jari elo?" Niken meraih tangan Laras. "Ya ampun, ini sarang sy
Laras duduk di depan televisi, menggonta gonti chanel, wajahnya di tekuk, suara Irma selalu menghiasi pendengarannya. "Kenapa Mpok BT banget?" Andi duduk di sebelah Laras. Laras tak menyahut, hanya terus menganti-ganti chanel."Mpok, mana bisa di lihat itu kalo di ganti terus." Andi memberengut. "Kenapa sih, Mpok!!" Andi meraih remote yang ada di tangan Laras, karna Laras tak berhenti menggonta ganti chanel. Laras menghela nafas, masuk ke dalam kamarnya. Andi hanya mentap kakaknya yang terlihat boring. Di dalam kamar Laras membaca lagi pesan yang di kirim Excel barusan. "Apa aku samperin ke sana ya??" Laras mulai berfikir. Gadis ini menelpon Irma. Meminta pendapatnya. Irma menyarankan lebih baik Laras menyusul. "Gue ke sana sama siapa, Ma?" "Laaahh katanya kemaren mau di jemput sama supirnya.""Iya, tapi gue males kalo di jemput sopir.""Terserah elo lah, elo emang kadang-kadang susah. Bandung itu jauh, ini udah malem, dan yang pasti kita belum bisa bawa mobil sendiri!!" seru
Hari ini Excel begitu bersemangat menyambut hari, hari ini hari terakhir dia di Bandung. Ternyata jika sudah di jalani semua terasa mudah dan gampang. Lelaki ini menatap pantulan dirinya di cermin. Semakin dewasa, pikirnya. Bibirnya tersinggung.Di langkahkan kaki keluar kamar, menuruni anak tangga, menuju meja makan. "Aa mau makan nasi atau roti." Wanita tua menyambutnya."Adanya apa, Mbu?"Dulu sesekali Excel di ajak Nata ke sini, wanita tua ini yang menunggui rumah ini, dan menyiapkan kebutuhan Excel."Nasi ada, roti juga Ada. Ambu masak ikan bakar. Bapak yang ambil di kolam belakang kemarin. Aa dulu suka banget kalo ambu masak ini.""Ya sudah itu saja." Excel duduk di depan meja makan. Lia-wanita tua ini mengambilkan nasi dan ikan yang tadi di maksud wanita tua ini. Excel menatap kursi kosong di sebelahnya. "Aku akan sekuat tenaga belajar dan mengembangkan usaha agar lebih berkibar dari sekarang, untuk menjadikan kamu ratu dan mendampingiku kemana pun aku pergi." Excel terus me
Excel duduk menatap hamparan kebun teh di hadapannya, di hirup dalam udara dingin di balkon villanya. Sesekali netranya menatap ponsel yang ada di tangan."Kamu kenapa susah banget di telpon sih, Ras," gumam Excel.Di dering yang entah sudah ke berapa kali akhirnya panggilan di angkat. "Assalamualaikum, Babang. Sayang."Excel yang sudah hampir mengeluarkan omelan tetiba luluh mendengar kata sayang dari Laras. Wajah yang barusan sudah menegang seketika mengendor, darah yang sudah berada di ubun-ubun seketika terjun bebas, suhu tubuh yang panas akibat tekanan darah yang tinggi seketika mendingin. Bibirnya seketika melengkung menampakkan gigi putih bersih, netranya menatap Laras rindu. "Coba ulangi."Laras merebahkan tubuh di kasur. Mentap ponsel di tangan. "Apanya di ulangi?" tanya Laras bingung. "Salamnya, tadi gimana?""Assalamualaikum, Babang." Laras mengulang, netranya mengerjab, senyum terkembang.Nafas Excel di tahan, lalu di keluarkan perlahan, "Ada yang kurang, setelah itu
Excel terkejut dengan suara yang menjawab dari ponsel Laras. Belum juga memperjelas siapa gerangan lelaki di sana suara gaduh terdengar dari area sekolah.Excel dan beberapa orang yang berada di kantin menghampiri kegaduhan. Sesaat kemudian Excel menyadari jika dia sedang menelpon Laras. Di lihatnya panggilan sudah di matikan. Siapa tadi yang ngangkat telpon?? kok suara laki? Papahnya Larah atau Bang Gilang. Tapi kok kaya bukan suara mereka. Pikiran Excel berkecamuk. Baru saja jari-jari tangannya ingin mendial tombol hijau, kembali menelpon Laras, berlalu pergi dari area kegaduhan tadi, seseorang memanggil Excel. "A, Aa tolongin atuh. Ini siswi pingsan dari tadi nggak bangun-bangun."Si wanita semok bergincu merah yang tadi menyediakan makanan untuk Excel memanggil. Tanpa ragu Excel masuk ke kerumunan, rupanya seorang siswi jatuh pingsan saat pelajaran sedang berlangsung. Guru pengajar yang sedang mengurus siswa tersebut menatap Excel ketika Excel berjongkok di sebelah murid gu
Pagi ini hari terasa berbeda bagi lelaki menuju dewasa ini. Hari ini dia begitu bersemangat. Lelaki ini sudah menggunakan pakaian formil. Mulai belajar mengikuti Nata mengendalikan usaha yang dia kelola. Terutama yayasan pendidikan yang berdiri di beberapa kota. "Sudah siap?" Excel mengangguk berjalan di sebelah Nata di ikuti oleh beberapa asisten Nata. "Pah. Aku mau tanya.""Tanya apa?" ucap Nata. Mereka berjalan dengan langkah lebar menuju ruang meeting. "Mengenai Kak Sarah." Nata menghentikan langkah, menatap putranya. "Kita bicarakan di rumah."Rapat yang di hadiri para ketua yayasan berjalan dengan baik. Excel memperhatikan tiap detai apa saja yang di bahas dalam rapat kali ini, mulai dari membicarakan menaikan value sekolah hingga bea siswa bagi yang membutuhkan. "Oke mulai tahun depan kita naikkan jumlah siswa penerima bea siswa, dari hanya 15 orang yang menerima menjadi 30 orang siswa. Ini semua aku berikan atas rasa syukurku karna putraku sudah mau bergabung di yayasan
Sarah mencium bibir lelaki di atasnya. Menghilangkan gugup yang dia rasa. Bagaskara melepaskan pagutan. "Bagaimana? Sama kah dengannya? Atau ... Aku lebih hebat darinya?" Netra Sarah berembun. "Aku sudah melupakannya, kenapa kamu terus mengungkitnya.""Karna aku hanya pelarian mu. Jika dia kembali apa yang akan kamu lakukan?" Bagaskara mengendus ceruk leher Sarah. Miris Bagaskara merasa gagal menjadi laki-laki. Dia membiarkan dirinya di kuasai Sarah. Namun kini Bagas akan melakukan apapun untuk bisa mengendalikan wanita yang kini ada dalam kungkungannya. Sarah menggeleng. "Hatiku sudah tertutup untuknya." "Benarkah? Sekarang kita buktikan siapa yang akan kamu gaungkan ketika kita bercinta." Bagaskara terus memberikan kecupan-kecupan menggairahkan. Sarah menggigit bibirnya. Kepalanya berusaha mengingat apakah benar dia masih mengingat pria bajingan itu, bahkan Sarah sudah beberapa kali berganti pasangan, apakah masih nama sialan itu yang selalu Sarah erangkan saat kenikmatan itu
"Sarah." Suara Bagas memanggil. Wanita cantik dengan pakaian selalu modis ini menghampiri Bagas. Menggandeng lengan Bagas lalu mengajaknya pergi. Terlihat Sarah begitu agresif, sesekali mendekatkan bibir ke telinga Bagaskara. Irma menatap kakaknya dengan perasaan sedikit lega. Kini dia tak lagi memikirkan Bagas, karna Bagas sudah menjelaskan kesepakatan yang dia lakukan dengan Nata. Excel mencium Laras yang terus menatap Kepergian guru gebetannya. Kesadarannya pulih, netranya mengerjab, bibirnya tersungging. "Nanti nggak bisa kedip matanya," ujar Excel datar, antara kesan dan cinta. "Cie, main cipok di mana-mana. Gue juga mau, Bang ..." Irma mendekati Excel hendak memeluk lelaki ini. Tetapi dihadang tubuh Laras."Eh ... Dulu lo boleh peluk-peluk, sekarang. No No No." telunjuk Laras bergoyang ke kanan dan ke kiri. "Dih, bagi-bagi, Ras." Irma merengek seperti anak kecil ingin juga menjilat permen stik yang di pegang temannya. NO!!Dengan keras Laras melarang kedua tangan menyilan
"Aku bilang 'kan jangan lagi, Bang." Wajah Laras masam. Pasalnya setelah keluar kamar mandi dan melakukan ibadah, kembali Excel menyalurkan keinginannya. Dan Laras pasrah, menerima setiap cumbu rayu yang dilayangkan lelaki yang ternyata sangat perkasa. Wk wk wk. Baru tau Laras. Excel berjongkok di hadapan Laras. Menatap penuh gairah. "Sekarang juga mau lagi." Suara Excel pelan dan parau.Laras menempelkan dua telapak tangannya ke muka Excel, mengusap kasar. "Pokoknya kalo gue nggak mau, jangan di paksa."Excel menggenggam telapak tangan Laras. Mendekatkan wajah, ingin mencium bibir yang menggunakan lipstik berwarna pink. Gadis ini melengos tetapi di tahan oleh Excel. Lembut, halus, kenyal dan manis. Sungguh semua menjadi candu untuk Excel sekarang.Laras mendorong pundak Excel, tetapi lelaki ini tak bergeming. Tanpa aba-aba lelaki ini membopong Laras ke atas pembaringan. "Bang!! Jangan kita mau makan!! Gue nggak mau!!" Laras memukuli dada Excel yang sudah berada di atasnya. Lel
Jari-jari lentik bergerak perlahan. Laras mulai menemukan kembali kesadarannya. Netranya mengerjab, melirik pada tubuh yang dia tiduri. Punggungnya terasa dingin karna selimut tersibak. Perlahan dia menekan dada Excel, lalu bangun. Mulut Laras menganga, netra membola. Kepalanya dimasukkan ke dalam selimut, semakin terkejut Laras. Tenggorokannya tercekat, rasanya kering. Dipukul-pukul nya kepala dengan tangannya, kembali berputar ingatannya pada kejadian semalam.Excel merasa terganggu dengan pergerakan Laras walau gadis ini tidak mengeluarkan suara, netra lelaki ini bergerak, mengerjab. Melihat Laras yang sepertinya syok. "Ras."Laras cepat menengok menatap Excel. Ingin marah tapi dia ingat jika dia yang memulai, bahkan Excel bertanya apakah di akhiri saja, gilanya Laras menggeleng, meminta Excel melanjutkan. Melihat Laras seperti syok, Excel menarik tubuh Laras ke dalam dekapannya. "Nangis aja kalo mau nangis."Laras tak menangis juga tak murka. Dia hanya berfikir kenapa semalam