Beranda / Young Adult / Cinta itu Love / Bab 6. Dengan Siapa?

Share

Bab 6. Dengan Siapa?

Penulis: Azzurra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 23:29:31

"Aduhh ... Mati gue," Aku memejamkan mata, terlihat Irma tersenyum kikuk melihat expresiku.

"Lagi ngobrol apa? Kaya rahasia?" tanya lelaki berperawakan tinggi ini. Menaruh bobot tubuh di sebelahku, juga menaruh sebuah novel di atas meja.

Melihat cover novel incaranku ada di atas meja seketika netraku berbinar. "Akhirnya elo dapet juga ini buku Bang?" tanyaku sumringah.

"Apa sih yang nggak bisa buat kamu," ucap Exel masih mode datar, di lihat dari expresinya sepertinya dia sedang tak baik-baik aja.

"Siang jalan yuk," ajak Exel lagi.

"Hayo!!" Irma menyahut sumringah ajakan Exel. Netranya berbinar menatap Excel

Lelaki ini bangun dari duduk memasukkan tangan ke saku celana, berdiri menatapku. "Ajakin tuh Laras, kalo dia nggak ikut elo yang traktir gue." Dengan santai Exel meninggalkan kami.

Irma hanya menatap Exel tanpa kata. "Apa maksudnya coba, kalo elo nggak ikut gue yang harus traktir dia!" Irma menatap punggung Exel dan aku bergantian. Aku terkikik melihat expresi kesal Irma.

"Kayanya dia lagi boring tuh mukanya," ujarku, membuka bungkus buku incaranku.Tak lama bel masuk berdentang. Kami bersiap menjalani rutinitas belajar seperti biasa.

Di tengah pelajaran tetiba perutku melilit. Aku terbirit izin ke kamar mandi, sepertinya waktunya datang bulan, perutku terasa di remas-remas. Setelah menuntaskan hajat aku keluar dari bilik kamar mandi, bercermin sesaat lalu beranjak menuju pintu, tetapi belum juga aku membuka pintu toilet terdenagr suara yang begitu familiar di telingaku.

"Jangan seperti ini, ini sekolah."

"Tidak di sekolah atau di manapun. Kamu memang takut aku dekati," suara seorang wanita, menjawab.

Aku menajamkan pendengaran berusaha menebak,milik siapa suara wanita itu. Tapi nihil aku belum pernah mendengar suara tersebut. Dari perbincangan mereka sepertinya Pak Bagas menghindar dari sentuhan wanita tersebut.

Tanganku masih memegang handle pintu, tetiba pintu terdorong dari luar, seraut wajah tak aku kenali menatapku, sesaat terlihat dia terkejut mendapatiku berada di sini, lalu dia berjalan masuk ke dalam bilik kamar mandi.

Di luar tak lagi ku dapati sosok Pak Bagas, rupanya dia sudah pergi.

***

Bagaskara memandang punggung laras yang menghilang di ujung koridor sekolah. Bibirnya tersungging, sepertinya dia memiliki rencana terhadap Laras.

"Sudah? Ayo berangkat," sebersit suara membuyarkan lamunan Bagas.

Lelaki tampan ini mengangguk, mereka berjalan menuju parkiran.

"Sebentar ada yang tertinggal."

"Apa lagi yang ketinggalan?" tanya Maria, mengikuti Bagas yang jalan tergesa.

Laras dan Anti beriringan berjalan ke ruang guru mengambil buku atas suruhan Bu Marni, selintas netra bulatnya menangkap sosok Bagas sedang berjalan dengan seorang wanita. "Itu bukannya perempuan yang tadi," gumam Laras.

“Eehh. Anti itu Pak Bagas sama siapa?” tanyaku pada anti menunjuk arah Pak Bagas berada.

“Gak tau, weehhh cantik banget, kayanya bakalan kalah saing niihhh,” ucap Anti menyenggol lenganku.

Udah jadi rahasia umum anak-anak sekelas, kalo aku naksir Pak Bagas.

“Waduuuhhh berabe niiihhh, saingan gue kelas kakap, Ti." Ku senggol lengan Anti juga.

“Mau ke mana mereka? Ko kaya ke arah parkiran,” tanyaku pada gadis yang berjalan beriringan denganku, dan yang ku tanya hanya menggendikan bahu, tak peduli.

Selama jam pelajaran Bu Marni pikiranku berkelana, bayangan Pak Bagas dan wanita cantik yang tadi ku lihat berputar di kepala. Materi yang di sampaikan Bu Marni tak ada satu pun yang nyangkut di kepala, dalam pandanganku Bu Marni seperti berbicara tanpa suara. ingin rasanya bertanya pada Irma. Namun, sepertinya Irma sedang tidak mood bicara.

“ Ma gue traktir yuk, shake coklat ama cilok pedes,” ucapku menarik tangan Irma menuju kantin.

“Diihhh. Gue gak suka cilok,” ucapnya.

"Jangan suka sama cilok, itu benda mati, berabe kalo elo sampe suka." Aku terkikik.

Irma memutar bola mata malas, rupanya moodnya memang lagi ambyar hari ini.

“Kita ke kantin, yuk!!" ajakku, sambil menarik tangan Irma, dengan malas dia mengikuti, langkahnya lemah, tangannya mengait di lenganku, kepalanya menyandar di bahuku.

"Biasanya kalo mood lagi nggak baik, minum es coklat dingin, plus sebatang coklat batang, ditambah sebungkus cilok pedas, mood jelek langsung minggat." cerocos ku.

Aku sodorkan makanan yang barusan aku beli, Irma meraih es coklat, menyedot cepat hingga isi tinggal separuh. Bola matanya yang tadi sayu sedikit melebar, setelah itu menggigit coklat batang yang juga aku belikan.

"Enaaakkk 'kan?” tanyaku pada Irma yang sudah menghabiskan segelas shake dan sebatang coklat.

“Tambah syeegeeerrr kalo setiap hari," jawabnya, senyumnya sudah mulai terbit.

Uuuu... Aku memonyongkan bibir. "Udah enakkan?" tanyaku. Irma mengangguk, senyumnya cerah.

“Sekarang cerita ke gue, lo ada masalah apa?” tanya ku antusias siap mendengarkan curhatannya.

“Siapa bilang gue punya masalah!!” ucap Irma melotot, bola mata hitamnya menatapku.

“Laahhh ... Tadi lo bilang lagi, BT." Dahiku mengernyit, penasaran.

“Kan, gue bilang lagi BT, bukan lagi punya masalah, gue baru dateng bulan jadi rasanya gue lagi BT, 'aja,” ucapnya slow tanpa beban.

“Ya Allah ... jadi gue kena prang lagi, terus, rugi lagi doonng gue traktir elo." Jiwa pelit bin perhitunganku keluar.

“Jadi pahala laahhh, menyenangkan teman, 'kan perbuatan baik,” ucapnya sambil bangun dari tempat duduk ngeloyor pergi.

Aku lagi-lagi dibuat melongo, nggak kaka nggak adik kerjaannya bikin aku melongo. Apa gue yang terlalu bego ya? Aku bertanya-tanya pada diri sendiri. Bodo amat lah, pusing kalo dipikirin. Aku bangun dari duduk mengikuti Irma yang terlihat sudah menjauh tak menghiraukan aku yang masih syok.

“Ma tadi gue liat Pak Bagas, pergi sama perempuan," ucapku pada Irma saat aku mensejajari langkahnya.

“Liat di mana?” tanya Irma.

“Tadi pas ambil buku Bu Marni,” jawabku.

“Siapa ya? Gue beneran ga tau temen-temen cewe kaka gue, dia gak pernah bawa cewek ke rumah soalnya,” ucapnya seperti berfikir. “Gue juga 'kan ga pernah cek-cek hp nya, bisa kena semprot kalo cek-cek hp-nya,” ucap Irma lagi, sepertinya dia berfikir keras mencoba mengingat.

“Yang gue heran ko mereka bisa ada di sini, barengan.“ ucap ku pada Irma, Irma hanya menggedikkan bahu.

"Duh Irma sekali-kali ikut mikirin kenapa? bantuin gue." Ingin rasanya aku ngereog di sini

Bab terkait

  • Cinta itu Love   Bab 7

    Hingga hari ini, setelah terakhir aku melihat Pak Bagas tempo hari, Lelaki tampan itu belum lagi mengajar di sekolah. Memang Pak Bagas hanya guru sementara, hanya menggantikan Pak Arif. Hari-hari ku galau, konsentrasiku buyar, aku merindukan Pak Bagas. Mungkin inilah sebabnya, Emak wanti-wanti dari dulu, anak-anaknya di larang pacaran sebelum memiliki pekerjaan mapan dan siap menuju pelaminan.Kata Emak kalo udah siap langsung nikah, gak usah pacar-pacaran, udah 'mah dosa, bisa bikin pikiran ga karuan, buang buang waktu. Nggak bosen Emak ngingetin anak-anaknya jangan pada pacaran.Maksud Emak, bikin pikiran nggak karuan, ini kali ya? yang aku rasakan sekarang. Dan ternyata perkataan emak bayak benernya. Sekarang di pikiranku cuma ada si Arjuna Bagaskara. Aku mengacak rambut frustasi. Mak, Emak kok top banget sih kalo nasehatin anak, gimana ini Mak, hati Laras kepincut guru ganteng, Laras kangen berat sama Pak Bagas, Mak. Hatiku mereog nggak karuan."Ma, gue main ke rumah elo ya?" Pi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Cinta itu Love   Bab 1. Pertandingan

    Sorak sorai bergemuruh mengelilingi lapangan olah raga. Axel!Pak Bagas!Axel!Pak Bagas! Masing-masing kubu menyorakkan nama jagoan mereka. Tak pelak Laras dengan lantang menyebutkan nama kedua lelaki ini, untuk memberikan semangat. "Ishhh, elo dukung siapa? Exel apa Pak Bagas!?" seru Irma, menyikut lengan Laras. Dengan kikuk Laras mengusap tengkuknya. Bibirnya mengulas senyum canggung. "Gue dukung keduanya." Lalu kembali menyorakkan nama kedua lelaki yang berada di lapangan. Terlihat beberapa orang yang kini berada di area lapangan sedang memperebutkan benda berbentuk bulat, dua orang saling berhadapan menunggu bola yang dengan indah melayang tepat di atas kepala mereka. Pandangan mereka tajam membidik bola, badan mereka meloncat tinggi dengan kedua tangan menjulur mencoba meraih bola basket yang sedang meluncur ke arah mereka. Hap!! Dengan tangkas Exel menangkap bola, lalu meliukkan badan mencoba menghindari tangan Bagas yang mencoba merebut bola dari tangannya. Kaki kokoh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 2 Terpesona pada Pandangan Pertama.

    “Gagal makan enak, padahal ATM ngajakin nongkrong,” ucap Irma, terlihat dari kaca spion bibirnya di lipat kesal. “Gue yang traktir deh kesukaan lo, anggap aja kita lagi makan di cafe mahal." Laras mencoba membujuk. Juga sedikit merajuk. Melihat expresi Laras membuat Irma sedikit terenyuh. “Ya udah dehhh demi yang lagi jatuh cintrong,” ucapnya ceria seperti sedia kala. Melihat senyum Irma sudah kembali seperti biasa, membuat Laras memacu motor dengan semangat tinggi menuju rumah Irma yang tak lain rumah cowo incarannya. Dalam perjalanan ke rumah Irma Laras mengingat kejadian lalu saat pertama melihat Bagaskara si guru tampan yang mampu membuat dadanya bergetar. “Prit, prit, prit, rapatkan barisan kalian." Titah seseorang yang langsung dituruti para siswa. Para sisiwa berbaris rapih, Laras berada pada barisan terakhir karna memang dia tak menyukai pelajaran olah raga. “Perkenalkan saya guru pengganti Pak Arif yang sedang cuti beberapa bulan kedepan karna sedang sakit keras.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 3. Pertama Kenalan.

    Irma masih terus membicarakan Excel, aku termenung mengingat kebodohanku waktu itu pertama kali bertemu dengan Exel, si lelaki datar yang ternyata begitu perhatian. "Kamu telat juga?"tanyaku sok akrab pada lelaki berwajah jutek di sebelahku. Sepertinya kami sama-sama terlambat pagi ini. Aku menarik lengan lelaki yang belum pernah aku lihat ini. "Lewat sini aja, biar nggak ketauan guru piket."Lelaki itu hanya diam mengikuti langkahku. "Elo kelas berapa? Kok gue belum pernah liat elo ya?" tanyaku pelan juga sambil berjalan pelan agar tak terdeteksi guru piket. Dia tak menjawab berondongan pertanyaanku, kami sampai di depan lorong, "Eh kenalin, Laras." Aku menjulurkan tangan, di sambut olehnya, walau wajahnya tetap datar. "Axel," ucap lelaki berwajah jutek ini, yang kini sedang menjabat tanganku. Senyumku canggung menatap matanya. "itu muka apa tembok, datar plus dingin banget," Aku hanya bisa membatin, netraku mengerjap beberapa kali karna beradu pandang dengannya. Aku grogi, tat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 4. Semakin Marah.

    Tap, tap, tap .... Aku menaiki satu persatu anak tangga dengan semangat empat lima menuju perpustakaan. Terdengar suara bercakap-cakap di depan sana. Oohh ... Alya rupanya, tapi tunggu! sebentar! siapa gerangan lawan bicara Alya. “OMG, Pak Bagas,” gumamku, walau hati berdebar-debar grogi melihat wajah tampan Pak Bagas, tetap kulajukan kakiku mengarah pada keberadaan mereka. Terlihat mereka sedang tertawa. “Ooohh ternyata mudah ya Pak, dari semalam saya bingung soal ini!” ucap Alya sambil memberi senyum pepso**nt. “Pak." Ku anggukan kepala saat Pak Bagas menengok ke arahku. Tak pernah aku duga si dia yang selalu bermuka dingin di hadapanku ini memberikan senyum menawan. "Ya Allah." Aku seperti terhipnotis terus menatap ke arah Pak Bagas. Dan tiba-tiba, Gubrak. Aawww .... Pintu tak tau diri itu mencium wajah cantikku yang kini terasa kebas. Ternyata pintu di tutup sebelah. Ku usap-usap wajahku yang sakit. Terlihat Alya tersenyum mengejek, “Hati-hati, pintu jang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 5. Rem Mulut Blong.

    “Laras, setelah pulang sekolah kamu ke kantor ibu dulu ya.” Bu Ida guru BK sekolahku memanggil di depan kelas dengan suara mendayu-dayu merdu. Guru BK di sekolahku terkenal cantik mempesona. Suaranya lemah lembut, dandanannya selalu matching, siapapun yang masuk ke ruangannya akan keluar dengan wajah cerah, entah apa yang dilakukan di dalam karna ruangan tertutup rapat. Tok,tok,tok ... Ku ketuk pintu ruang kantor Bu Ida. “Silahkan masuk,” ucap suara di dalam dengan aksen ramah. Aku masuk dan terperanjat kaget, ku dapati Pak Bagas sudah duduk di kursi tersangka. Kepalanya menegok ke arahku, tatapannya tajam seperti menembus jantungku. “Silahkan duduk Laras,” ucap Bu Ida sopan. Guru BK yang satu ini memang lembut, cantik, sopan. Kalo aku disuruh menilai attitudenya aku kasih angka 9,9. Kenapa ga 100? Karna yang maha sempurna hanya milik Allah. Aku duduk di sebelah Pak Bagas yang terlihat santai. Hatiku dag dig dug tak karuan karna duduk bersebelahan dengan Arjunaku. Ku

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12

Bab terbaru

  • Cinta itu Love   Bab 7

    Hingga hari ini, setelah terakhir aku melihat Pak Bagas tempo hari, Lelaki tampan itu belum lagi mengajar di sekolah. Memang Pak Bagas hanya guru sementara, hanya menggantikan Pak Arif. Hari-hari ku galau, konsentrasiku buyar, aku merindukan Pak Bagas. Mungkin inilah sebabnya, Emak wanti-wanti dari dulu, anak-anaknya di larang pacaran sebelum memiliki pekerjaan mapan dan siap menuju pelaminan.Kata Emak kalo udah siap langsung nikah, gak usah pacar-pacaran, udah 'mah dosa, bisa bikin pikiran ga karuan, buang buang waktu. Nggak bosen Emak ngingetin anak-anaknya jangan pada pacaran.Maksud Emak, bikin pikiran nggak karuan, ini kali ya? yang aku rasakan sekarang. Dan ternyata perkataan emak bayak benernya. Sekarang di pikiranku cuma ada si Arjuna Bagaskara. Aku mengacak rambut frustasi. Mak, Emak kok top banget sih kalo nasehatin anak, gimana ini Mak, hati Laras kepincut guru ganteng, Laras kangen berat sama Pak Bagas, Mak. Hatiku mereog nggak karuan."Ma, gue main ke rumah elo ya?" Pi

  • Cinta itu Love   Bab 6. Dengan Siapa?

    "Aduhh ... Mati gue," Aku memejamkan mata, terlihat Irma tersenyum kikuk melihat expresiku. "Lagi ngobrol apa? Kaya rahasia?" tanya lelaki berperawakan tinggi ini. Menaruh bobot tubuh di sebelahku, juga menaruh sebuah novel di atas meja. Melihat cover novel incaranku ada di atas meja seketika netraku berbinar. "Akhirnya elo dapet juga ini buku Bang?" tanyaku sumringah. "Apa sih yang nggak bisa buat kamu," ucap Exel masih mode datar, di lihat dari expresinya sepertinya dia sedang tak baik-baik aja. "Siang jalan yuk," ajak Exel lagi. "Hayo!!" Irma menyahut sumringah ajakan Exel. Netranya berbinar menatap Excel Lelaki ini bangun dari duduk memasukkan tangan ke saku celana, berdiri menatapku. "Ajakin tuh Laras, kalo dia nggak ikut elo yang traktir gue." Dengan santai Exel meninggalkan kami. Irma hanya menatap Exel tanpa kata. "Apa maksudnya coba, kalo elo nggak ikut gue yang harus traktir dia!" Irma menatap punggung Exel dan aku bergantian. Aku terkikik melihat expre

  • Cinta itu Love   Bab 5. Rem Mulut Blong.

    “Laras, setelah pulang sekolah kamu ke kantor ibu dulu ya.” Bu Ida guru BK sekolahku memanggil di depan kelas dengan suara mendayu-dayu merdu. Guru BK di sekolahku terkenal cantik mempesona. Suaranya lemah lembut, dandanannya selalu matching, siapapun yang masuk ke ruangannya akan keluar dengan wajah cerah, entah apa yang dilakukan di dalam karna ruangan tertutup rapat. Tok,tok,tok ... Ku ketuk pintu ruang kantor Bu Ida. “Silahkan masuk,” ucap suara di dalam dengan aksen ramah. Aku masuk dan terperanjat kaget, ku dapati Pak Bagas sudah duduk di kursi tersangka. Kepalanya menegok ke arahku, tatapannya tajam seperti menembus jantungku. “Silahkan duduk Laras,” ucap Bu Ida sopan. Guru BK yang satu ini memang lembut, cantik, sopan. Kalo aku disuruh menilai attitudenya aku kasih angka 9,9. Kenapa ga 100? Karna yang maha sempurna hanya milik Allah. Aku duduk di sebelah Pak Bagas yang terlihat santai. Hatiku dag dig dug tak karuan karna duduk bersebelahan dengan Arjunaku. Ku

  • Cinta itu Love   Bab 4. Semakin Marah.

    Tap, tap, tap .... Aku menaiki satu persatu anak tangga dengan semangat empat lima menuju perpustakaan. Terdengar suara bercakap-cakap di depan sana. Oohh ... Alya rupanya, tapi tunggu! sebentar! siapa gerangan lawan bicara Alya. “OMG, Pak Bagas,” gumamku, walau hati berdebar-debar grogi melihat wajah tampan Pak Bagas, tetap kulajukan kakiku mengarah pada keberadaan mereka. Terlihat mereka sedang tertawa. “Ooohh ternyata mudah ya Pak, dari semalam saya bingung soal ini!” ucap Alya sambil memberi senyum pepso**nt. “Pak." Ku anggukan kepala saat Pak Bagas menengok ke arahku. Tak pernah aku duga si dia yang selalu bermuka dingin di hadapanku ini memberikan senyum menawan. "Ya Allah." Aku seperti terhipnotis terus menatap ke arah Pak Bagas. Dan tiba-tiba, Gubrak. Aawww .... Pintu tak tau diri itu mencium wajah cantikku yang kini terasa kebas. Ternyata pintu di tutup sebelah. Ku usap-usap wajahku yang sakit. Terlihat Alya tersenyum mengejek, “Hati-hati, pintu jang

  • Cinta itu Love   Bab 3. Pertama Kenalan.

    Irma masih terus membicarakan Excel, aku termenung mengingat kebodohanku waktu itu pertama kali bertemu dengan Exel, si lelaki datar yang ternyata begitu perhatian. "Kamu telat juga?"tanyaku sok akrab pada lelaki berwajah jutek di sebelahku. Sepertinya kami sama-sama terlambat pagi ini. Aku menarik lengan lelaki yang belum pernah aku lihat ini. "Lewat sini aja, biar nggak ketauan guru piket."Lelaki itu hanya diam mengikuti langkahku. "Elo kelas berapa? Kok gue belum pernah liat elo ya?" tanyaku pelan juga sambil berjalan pelan agar tak terdeteksi guru piket. Dia tak menjawab berondongan pertanyaanku, kami sampai di depan lorong, "Eh kenalin, Laras." Aku menjulurkan tangan, di sambut olehnya, walau wajahnya tetap datar. "Axel," ucap lelaki berwajah jutek ini, yang kini sedang menjabat tanganku. Senyumku canggung menatap matanya. "itu muka apa tembok, datar plus dingin banget," Aku hanya bisa membatin, netraku mengerjap beberapa kali karna beradu pandang dengannya. Aku grogi, tat

  • Cinta itu Love   Bab 2 Terpesona pada Pandangan Pertama.

    “Gagal makan enak, padahal ATM ngajakin nongkrong,” ucap Irma, terlihat dari kaca spion bibirnya di lipat kesal. “Gue yang traktir deh kesukaan lo, anggap aja kita lagi makan di cafe mahal." Laras mencoba membujuk. Juga sedikit merajuk. Melihat expresi Laras membuat Irma sedikit terenyuh. “Ya udah dehhh demi yang lagi jatuh cintrong,” ucapnya ceria seperti sedia kala. Melihat senyum Irma sudah kembali seperti biasa, membuat Laras memacu motor dengan semangat tinggi menuju rumah Irma yang tak lain rumah cowo incarannya. Dalam perjalanan ke rumah Irma Laras mengingat kejadian lalu saat pertama melihat Bagaskara si guru tampan yang mampu membuat dadanya bergetar. “Prit, prit, prit, rapatkan barisan kalian." Titah seseorang yang langsung dituruti para siswa. Para sisiwa berbaris rapih, Laras berada pada barisan terakhir karna memang dia tak menyukai pelajaran olah raga. “Perkenalkan saya guru pengganti Pak Arif yang sedang cuti beberapa bulan kedepan karna sedang sakit keras.

  • Cinta itu Love   Bab 1. Pertandingan

    Sorak sorai bergemuruh mengelilingi lapangan olah raga. Axel!Pak Bagas!Axel!Pak Bagas! Masing-masing kubu menyorakkan nama jagoan mereka. Tak pelak Laras dengan lantang menyebutkan nama kedua lelaki ini, untuk memberikan semangat. "Ishhh, elo dukung siapa? Exel apa Pak Bagas!?" seru Irma, menyikut lengan Laras. Dengan kikuk Laras mengusap tengkuknya. Bibirnya mengulas senyum canggung. "Gue dukung keduanya." Lalu kembali menyorakkan nama kedua lelaki yang berada di lapangan. Terlihat beberapa orang yang kini berada di area lapangan sedang memperebutkan benda berbentuk bulat, dua orang saling berhadapan menunggu bola yang dengan indah melayang tepat di atas kepala mereka. Pandangan mereka tajam membidik bola, badan mereka meloncat tinggi dengan kedua tangan menjulur mencoba meraih bola basket yang sedang meluncur ke arah mereka. Hap!! Dengan tangkas Exel menangkap bola, lalu meliukkan badan mencoba menghindari tangan Bagas yang mencoba merebut bola dari tangannya. Kaki kokoh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status