Beranda / Young Adult / Cinta itu Love / Bab 2 Terpesona pada Pandangan Pertama.

Share

Bab 2 Terpesona pada Pandangan Pertama.

Penulis: Azzurra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 22:50:47

“Gagal makan enak, padahal ATM ngajakin nongkrong,” ucap Irma, terlihat dari kaca spion bibirnya di lipat kesal.

  “Gue yang traktir deh kesukaan lo, anggap aja kita lagi makan di cafe mahal." Laras mencoba membujuk. Juga sedikit merajuk.

 

Melihat expresi Laras membuat Irma sedikit terenyuh. “Ya udah dehhh demi yang lagi jatuh cintrong,” ucapnya ceria seperti sedia kala.

 

 Melihat senyum Irma sudah kembali seperti biasa, membuat Laras memacu motor dengan semangat tinggi menuju rumah Irma yang tak lain rumah cowo incarannya. Dalam perjalanan ke rumah Irma Laras mengingat kejadian lalu saat pertama melihat Bagaskara si guru tampan yang mampu membuat dadanya bergetar.

  “Prit, prit, prit, rapatkan barisan kalian." Titah seseorang yang langsung dituruti para siswa. Para sisiwa berbaris rapih, Laras berada pada barisan terakhir karna memang dia tak menyukai pelajaran olah raga.

 

  “Perkenalkan saya guru pengganti Pak Arif yang sedang cuti beberapa bulan kedepan karna sedang sakit keras. Nama saya Bagaskara, guru sementara kalian. Sekarang perkenalkan nama kalian masing masing.” Terdengar suara lelaki memberi perintah.

  Ahmad, ali, sinta, irma ....

 

  “Ras,” Irma menyenggol tangan Laras yang sejak tadi tidak memperhatikan.

  Hari ini moodnya sedikit terganggu, pagi-pagi ban bocor di jalan, mengakibatkan dia terlambat masuk sekolah. Akhirnya dapat hukuman membersihkan kamar mandi. Lelah rasa badan.

  “Apa?” Laras menengok menatap Irma.

  “Nama elo,”

  “Kenapa?” mata Laras memincing menatap Irma.

  “Heeyyy kamu! Siapa nama kamu?” suaranya tegas.

  Laras menengok ke asal suara.Tenggorokannya tercekat, antara sadar dan tidak. Di depannya terlihat seorang lelaki bak Arjuna. Tinggi badannya Atletis. hidung mancung dan tatapan tegas, dia begitu sempurna, di mata Laras.

 Pletak.

  Aawww ... Laras kaget, tangannya mengusap jidat yang dipukul menggunakan kertas yang dibawa Bagaskara.

  “Saya perhatikan dari tadi kamu tidak memperhatikan saya, kamu lagi mikirin apa?” bentaknya.

  “Lagi mikirin Bapak, Pak!" ucap gadis ini spontan. Lagi-lagi dia di buat kaget dengan ulahnya sendiri, malu bukan kepalang kenapa bisa mulutnya keceplosan begini. Tumben bener rem di mulutnya blong. Alhasil semua mentertawakan kekonyolannya.

 

  “Uuhhh ... panas banget, akhirnya nyampe juga,” ujar Laras, dia duduk di kursi teras mengipas ngipas tangan ke badan. Walau ga ada bedanya, tapi rasanya lebih enak, mungkin.

Laras merogoh tas mengambil alat makeup seadanya. Di poles sedikit bedak dan liptin di bibir tipisnya, "Secara mau ketemu arjuna," gumamnya sambil tersenyum, meneliti wajah di cermin kecil. Dilihatnya Irma mengambil kunci di bawah pot di teras rumahnya.

 

  “Loohhh??"

 

  Laras celingak-celinguk ke arah tampat penyimpanan motor. “Kok motor Arjuna gue kagak ada Ma??"

  “Iyaa katanya dia pulang malem mau ada kuliah tambahan,” ucap Irma enteng sambil melenggang masuk membawa bungkusan makanan kesukaanya.

  “Whoaa, whoaaa, whoaaa. Rugi bandar dong gue. Tau begini tadi ikut Excel aja." Laras tantrum seperti anak kecil, di teras.

  “Ha ha ha.” Terdengar suara tertawa bahagia di dalam, tak ada niatan teman luknutnya menenangkan Laras yang kini tantrum.

 

  “Sue, sue, apes bener, kalo bukan calon ade ipar udah gue uh!! elo, Maaa ....” teriak Laras menahan air mata yang tak mampu meluncur. Dia hentak-hentakkan kaki di lantai.

 

  “Bonyok lo, pulang jam berapa Ma?” tanya Laras sambil rebahan di kasur empuk berukuran single size.

 

  “Belum tau, ga tentu, kalo toko rame pulang malem,” katanya sambil duduk dan membuka bungkusan makanan yang tadi dibeli.

  “Sepi banget ya, uhhh ... wenak tenan tidur pules ini mah, ga ada yang ganggu,” ujar gadis berwajah oriental ini sambil merentangkan tangan.

 

  “Ganti baju gak? Nih pake kaos biar nyaman.” Irma melempar kaos berwarna merah tepat mengenai muka Laras.

  “Sue bener lo ma, ga ada sopan-sopannya ama kaka ipar!” rutuk Laras, lalu melempar kembali kaos yang tadi mengenai wajahnya, ke sembarang arah.

  “Ma, bener 'kan Pak Bagas belum punya gacoan?” tanya Laras menyelidik.

  “Kayanya sih belum, selama ini dia belum pernah bawa cewek ke rumah."

 

  “Syukurlah,” Laras sedikit tenang, “tapi biar pun udah punya cewek, kalo janur kuning belum melengkung ganbate! Kejar sampe dapet!!” semangat 45 laras muncul.

  “Tau gak? si Alya, cewek kuper terpinter di sekolah, kayanya naksir juga ama abang gue,” ujar Irma melirik ke arah Laras. “Abang gue juga kaya-kaya seneng,” ucap Irma lagi.

Terlihat wajah Laras seketika berubah. Sepertinya hatinya panas terbakar cemburu.

 

  “Elo tau dari mana abang elo juga suka?” tanyanya antusias, menggeser bokong lebih dekat ke tempat Irma duduk.

  “Beberapa kali Alya deketin abang gue, terus tanya pelajaran yang dia ga bisa, atau pura-pura ga bisa gue gak yakin. Sama abang gue dijelasin pelan-pelan dengan ramah pula," terang Irma menggebu, seolah menyulut kompor agar apinya membara. "Ama gue aja gak pernah tuh ngajarin pake muka ramah begitu," lanjut Irma.

 

  “OMG ... saingan gue anak paling pinter di sekolah, alamak ... gue musti gimana menaklukan hati abang lo Ma?” tanya Laras frustasi.

  Yang ditanya hanya menggedikan bahu, asik makan popcorn keju kesukaannya.  “Sroottt, sroottt,” suara sedotan dihisap. Tanda air di dalam gelas telah tandas.

 

  "Kepala gue ngebul, elo  santai aja, Ma!!" Laras mengeluarkan jurus uring-uringan. Irma tetap santui makan makanan yang tadi Laras traktir.

 

  "Ikut bantu mikir dong, Ma,“ ucapku sewot. “Lo kan adeknya, masa lo gak tau kelemahan abang lo di mana soal percintaan? Dan lo kan sahabat gue bantuin gue dong Ma!!” rayu Laras dengan muka memelas.

  Irma tetap slow motion, dia nyalakan laptop dan asik sendiri bermain game.

"Dari pada pusing mending elo gebet laki terkeren di sekolah kita aja! yang udah jelas-jelas naksir sama elo." ujar Irma dengan tatapan ke arah laptop.

"Siapa?" Laras mengernyit menatap Irma.

"Siapa lagi emang cowo terkeren?? Dan pastinya tajir melintir, tujuh turunan elo nggak bakalan susah kalo mau sama dia." netra Irma berbinar.

"Dia cuma baek doang sama gue, udah gue anggap sahabat, sahabat mana bisa jadi pacar."

"Baek gimana? Jelas-jelas dia naksir, buktinya tadi dia --" Irma terkikik, mungkin mengingat kejahilan Exel tadi.

"Sue banget tuh orang, untung ada elo, kalo nggak udah gue smack down itu orang. Asal nyosor aja," ujar Laras memiringkan badan memunggungi Irma.

Bab terkait

  • Cinta itu Love   Bab 3. Pertama Kenalan.

    Irma masih terus membicarakan Excel, aku termenung mengingat kebodohanku waktu itu pertama kali bertemu dengan Exel, si lelaki datar yang ternyata begitu perhatian. "Kamu telat juga?"tanyaku sok akrab pada lelaki berwajah jutek di sebelahku. Sepertinya kami sama-sama terlambat pagi ini. Aku menarik lengan lelaki yang belum pernah aku lihat ini. "Lewat sini aja, biar nggak ketauan guru piket."Lelaki itu hanya diam mengikuti langkahku. "Elo kelas berapa? Kok gue belum pernah liat elo ya?" tanyaku pelan juga sambil berjalan pelan agar tak terdeteksi guru piket. Dia tak menjawab berondongan pertanyaanku, kami sampai di depan lorong, "Eh kenalin, Laras." Aku menjulurkan tangan, di sambut olehnya, walau wajahnya tetap datar. "Axel," ucap lelaki berwajah jutek ini, yang kini sedang menjabat tanganku. Senyumku canggung menatap matanya. "itu muka apa tembok, datar plus dingin banget," Aku hanya bisa membatin, netraku mengerjap beberapa kali karna beradu pandang dengannya. Aku grogi, tat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 4. Semakin Marah.

    Tap, tap, tap .... Aku menaiki satu persatu anak tangga dengan semangat empat lima menuju perpustakaan. Terdengar suara bercakap-cakap di depan sana. Oohh ... Alya rupanya, tapi tunggu! sebentar! siapa gerangan lawan bicara Alya. “OMG, Pak Bagas,” gumamku, walau hati berdebar-debar grogi melihat wajah tampan Pak Bagas, tetap kulajukan kakiku mengarah pada keberadaan mereka. Terlihat mereka sedang tertawa. “Ooohh ternyata mudah ya Pak, dari semalam saya bingung soal ini!” ucap Alya sambil memberi senyum pepso**nt. “Pak." Ku anggukan kepala saat Pak Bagas menengok ke arahku. Tak pernah aku duga si dia yang selalu bermuka dingin di hadapanku ini memberikan senyum menawan. "Ya Allah." Aku seperti terhipnotis terus menatap ke arah Pak Bagas. Dan tiba-tiba, Gubrak. Aawww .... Pintu tak tau diri itu mencium wajah cantikku yang kini terasa kebas. Ternyata pintu di tutup sebelah. Ku usap-usap wajahku yang sakit. Terlihat Alya tersenyum mengejek, “Hati-hati, pintu jang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 5. Rem Mulut Blong.

    “Laras, setelah pulang sekolah kamu ke kantor ibu dulu ya.” Bu Ida guru BK sekolahku memanggil di depan kelas dengan suara mendayu-dayu merdu. Guru BK di sekolahku terkenal cantik mempesona. Suaranya lemah lembut, dandanannya selalu matching, siapapun yang masuk ke ruangannya akan keluar dengan wajah cerah, entah apa yang dilakukan di dalam karna ruangan tertutup rapat. Tok,tok,tok ... Ku ketuk pintu ruang kantor Bu Ida. “Silahkan masuk,” ucap suara di dalam dengan aksen ramah. Aku masuk dan terperanjat kaget, ku dapati Pak Bagas sudah duduk di kursi tersangka. Kepalanya menegok ke arahku, tatapannya tajam seperti menembus jantungku. “Silahkan duduk Laras,” ucap Bu Ida sopan. Guru BK yang satu ini memang lembut, cantik, sopan. Kalo aku disuruh menilai attitudenya aku kasih angka 9,9. Kenapa ga 100? Karna yang maha sempurna hanya milik Allah. Aku duduk di sebelah Pak Bagas yang terlihat santai. Hatiku dag dig dug tak karuan karna duduk bersebelahan dengan Arjunaku. Ku

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 6. Dengan Siapa?

    "Aduhh ... Mati gue," Aku memejamkan mata, terlihat Irma tersenyum kikuk melihat expresiku. "Lagi ngobrol apa? Kaya rahasia?" tanya lelaki berperawakan tinggi ini. Menaruh bobot tubuh di sebelahku, juga menaruh sebuah novel di atas meja. Melihat cover novel incaranku ada di atas meja seketika netraku berbinar. "Akhirnya elo dapet juga ini buku Bang?" tanyaku sumringah. "Apa sih yang nggak bisa buat kamu," ucap Exel masih mode datar, di lihat dari expresinya sepertinya dia sedang tak baik-baik aja. "Siang jalan yuk," ajak Exel lagi. "Hayo!!" Irma menyahut sumringah ajakan Exel. Netranya berbinar menatap Excel Lelaki ini bangun dari duduk memasukkan tangan ke saku celana, berdiri menatapku. "Ajakin tuh Laras, kalo dia nggak ikut elo yang traktir gue." Dengan santai Exel meninggalkan kami. Irma hanya menatap Exel tanpa kata. "Apa maksudnya coba, kalo elo nggak ikut gue yang harus traktir dia!" Irma menatap punggung Exel dan aku bergantian. Aku terkikik melihat expre

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Cinta itu Love   Bab 7

    Hingga hari ini, setelah terakhir aku melihat Pak Bagas tempo hari, Lelaki tampan itu belum lagi mengajar di sekolah. Memang Pak Bagas hanya guru sementara, hanya menggantikan Pak Arif. Hari-hari ku galau, konsentrasiku buyar, aku merindukan Pak Bagas. Mungkin inilah sebabnya, Emak wanti-wanti dari dulu, anak-anaknya di larang pacaran sebelum memiliki pekerjaan mapan dan siap menuju pelaminan.Kata Emak kalo udah siap langsung nikah, gak usah pacar-pacaran, udah 'mah dosa, bisa bikin pikiran ga karuan, buang buang waktu. Nggak bosen Emak ngingetin anak-anaknya jangan pada pacaran.Maksud Emak, bikin pikiran nggak karuan, ini kali ya? yang aku rasakan sekarang. Dan ternyata perkataan emak bayak benernya. Sekarang di pikiranku cuma ada si Arjuna Bagaskara. Aku mengacak rambut frustasi. Mak, Emak kok top banget sih kalo nasehatin anak, gimana ini Mak, hati Laras kepincut guru ganteng, Laras kangen berat sama Pak Bagas, Mak. Hatiku mereog nggak karuan."Ma, gue main ke rumah elo ya?" Pi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Cinta itu Love   Bab 1. Pertandingan

    Sorak sorai bergemuruh mengelilingi lapangan olah raga. Axel!Pak Bagas!Axel!Pak Bagas! Masing-masing kubu menyorakkan nama jagoan mereka. Tak pelak Laras dengan lantang menyebutkan nama kedua lelaki ini, untuk memberikan semangat. "Ishhh, elo dukung siapa? Exel apa Pak Bagas!?" seru Irma, menyikut lengan Laras. Dengan kikuk Laras mengusap tengkuknya. Bibirnya mengulas senyum canggung. "Gue dukung keduanya." Lalu kembali menyorakkan nama kedua lelaki yang berada di lapangan. Terlihat beberapa orang yang kini berada di area lapangan sedang memperebutkan benda berbentuk bulat, dua orang saling berhadapan menunggu bola yang dengan indah melayang tepat di atas kepala mereka. Pandangan mereka tajam membidik bola, badan mereka meloncat tinggi dengan kedua tangan menjulur mencoba meraih bola basket yang sedang meluncur ke arah mereka. Hap!! Dengan tangkas Exel menangkap bola, lalu meliukkan badan mencoba menghindari tangan Bagas yang mencoba merebut bola dari tangannya. Kaki kokoh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12

Bab terbaru

  • Cinta itu Love   Bab 7

    Hingga hari ini, setelah terakhir aku melihat Pak Bagas tempo hari, Lelaki tampan itu belum lagi mengajar di sekolah. Memang Pak Bagas hanya guru sementara, hanya menggantikan Pak Arif. Hari-hari ku galau, konsentrasiku buyar, aku merindukan Pak Bagas. Mungkin inilah sebabnya, Emak wanti-wanti dari dulu, anak-anaknya di larang pacaran sebelum memiliki pekerjaan mapan dan siap menuju pelaminan.Kata Emak kalo udah siap langsung nikah, gak usah pacar-pacaran, udah 'mah dosa, bisa bikin pikiran ga karuan, buang buang waktu. Nggak bosen Emak ngingetin anak-anaknya jangan pada pacaran.Maksud Emak, bikin pikiran nggak karuan, ini kali ya? yang aku rasakan sekarang. Dan ternyata perkataan emak bayak benernya. Sekarang di pikiranku cuma ada si Arjuna Bagaskara. Aku mengacak rambut frustasi. Mak, Emak kok top banget sih kalo nasehatin anak, gimana ini Mak, hati Laras kepincut guru ganteng, Laras kangen berat sama Pak Bagas, Mak. Hatiku mereog nggak karuan."Ma, gue main ke rumah elo ya?" Pi

  • Cinta itu Love   Bab 6. Dengan Siapa?

    "Aduhh ... Mati gue," Aku memejamkan mata, terlihat Irma tersenyum kikuk melihat expresiku. "Lagi ngobrol apa? Kaya rahasia?" tanya lelaki berperawakan tinggi ini. Menaruh bobot tubuh di sebelahku, juga menaruh sebuah novel di atas meja. Melihat cover novel incaranku ada di atas meja seketika netraku berbinar. "Akhirnya elo dapet juga ini buku Bang?" tanyaku sumringah. "Apa sih yang nggak bisa buat kamu," ucap Exel masih mode datar, di lihat dari expresinya sepertinya dia sedang tak baik-baik aja. "Siang jalan yuk," ajak Exel lagi. "Hayo!!" Irma menyahut sumringah ajakan Exel. Netranya berbinar menatap Excel Lelaki ini bangun dari duduk memasukkan tangan ke saku celana, berdiri menatapku. "Ajakin tuh Laras, kalo dia nggak ikut elo yang traktir gue." Dengan santai Exel meninggalkan kami. Irma hanya menatap Exel tanpa kata. "Apa maksudnya coba, kalo elo nggak ikut gue yang harus traktir dia!" Irma menatap punggung Exel dan aku bergantian. Aku terkikik melihat expre

  • Cinta itu Love   Bab 5. Rem Mulut Blong.

    “Laras, setelah pulang sekolah kamu ke kantor ibu dulu ya.” Bu Ida guru BK sekolahku memanggil di depan kelas dengan suara mendayu-dayu merdu. Guru BK di sekolahku terkenal cantik mempesona. Suaranya lemah lembut, dandanannya selalu matching, siapapun yang masuk ke ruangannya akan keluar dengan wajah cerah, entah apa yang dilakukan di dalam karna ruangan tertutup rapat. Tok,tok,tok ... Ku ketuk pintu ruang kantor Bu Ida. “Silahkan masuk,” ucap suara di dalam dengan aksen ramah. Aku masuk dan terperanjat kaget, ku dapati Pak Bagas sudah duduk di kursi tersangka. Kepalanya menegok ke arahku, tatapannya tajam seperti menembus jantungku. “Silahkan duduk Laras,” ucap Bu Ida sopan. Guru BK yang satu ini memang lembut, cantik, sopan. Kalo aku disuruh menilai attitudenya aku kasih angka 9,9. Kenapa ga 100? Karna yang maha sempurna hanya milik Allah. Aku duduk di sebelah Pak Bagas yang terlihat santai. Hatiku dag dig dug tak karuan karna duduk bersebelahan dengan Arjunaku. Ku

  • Cinta itu Love   Bab 4. Semakin Marah.

    Tap, tap, tap .... Aku menaiki satu persatu anak tangga dengan semangat empat lima menuju perpustakaan. Terdengar suara bercakap-cakap di depan sana. Oohh ... Alya rupanya, tapi tunggu! sebentar! siapa gerangan lawan bicara Alya. “OMG, Pak Bagas,” gumamku, walau hati berdebar-debar grogi melihat wajah tampan Pak Bagas, tetap kulajukan kakiku mengarah pada keberadaan mereka. Terlihat mereka sedang tertawa. “Ooohh ternyata mudah ya Pak, dari semalam saya bingung soal ini!” ucap Alya sambil memberi senyum pepso**nt. “Pak." Ku anggukan kepala saat Pak Bagas menengok ke arahku. Tak pernah aku duga si dia yang selalu bermuka dingin di hadapanku ini memberikan senyum menawan. "Ya Allah." Aku seperti terhipnotis terus menatap ke arah Pak Bagas. Dan tiba-tiba, Gubrak. Aawww .... Pintu tak tau diri itu mencium wajah cantikku yang kini terasa kebas. Ternyata pintu di tutup sebelah. Ku usap-usap wajahku yang sakit. Terlihat Alya tersenyum mengejek, “Hati-hati, pintu jang

  • Cinta itu Love   Bab 3. Pertama Kenalan.

    Irma masih terus membicarakan Excel, aku termenung mengingat kebodohanku waktu itu pertama kali bertemu dengan Exel, si lelaki datar yang ternyata begitu perhatian. "Kamu telat juga?"tanyaku sok akrab pada lelaki berwajah jutek di sebelahku. Sepertinya kami sama-sama terlambat pagi ini. Aku menarik lengan lelaki yang belum pernah aku lihat ini. "Lewat sini aja, biar nggak ketauan guru piket."Lelaki itu hanya diam mengikuti langkahku. "Elo kelas berapa? Kok gue belum pernah liat elo ya?" tanyaku pelan juga sambil berjalan pelan agar tak terdeteksi guru piket. Dia tak menjawab berondongan pertanyaanku, kami sampai di depan lorong, "Eh kenalin, Laras." Aku menjulurkan tangan, di sambut olehnya, walau wajahnya tetap datar. "Axel," ucap lelaki berwajah jutek ini, yang kini sedang menjabat tanganku. Senyumku canggung menatap matanya. "itu muka apa tembok, datar plus dingin banget," Aku hanya bisa membatin, netraku mengerjap beberapa kali karna beradu pandang dengannya. Aku grogi, tat

  • Cinta itu Love   Bab 2 Terpesona pada Pandangan Pertama.

    “Gagal makan enak, padahal ATM ngajakin nongkrong,” ucap Irma, terlihat dari kaca spion bibirnya di lipat kesal. “Gue yang traktir deh kesukaan lo, anggap aja kita lagi makan di cafe mahal." Laras mencoba membujuk. Juga sedikit merajuk. Melihat expresi Laras membuat Irma sedikit terenyuh. “Ya udah dehhh demi yang lagi jatuh cintrong,” ucapnya ceria seperti sedia kala. Melihat senyum Irma sudah kembali seperti biasa, membuat Laras memacu motor dengan semangat tinggi menuju rumah Irma yang tak lain rumah cowo incarannya. Dalam perjalanan ke rumah Irma Laras mengingat kejadian lalu saat pertama melihat Bagaskara si guru tampan yang mampu membuat dadanya bergetar. “Prit, prit, prit, rapatkan barisan kalian." Titah seseorang yang langsung dituruti para siswa. Para sisiwa berbaris rapih, Laras berada pada barisan terakhir karna memang dia tak menyukai pelajaran olah raga. “Perkenalkan saya guru pengganti Pak Arif yang sedang cuti beberapa bulan kedepan karna sedang sakit keras.

  • Cinta itu Love   Bab 1. Pertandingan

    Sorak sorai bergemuruh mengelilingi lapangan olah raga. Axel!Pak Bagas!Axel!Pak Bagas! Masing-masing kubu menyorakkan nama jagoan mereka. Tak pelak Laras dengan lantang menyebutkan nama kedua lelaki ini, untuk memberikan semangat. "Ishhh, elo dukung siapa? Exel apa Pak Bagas!?" seru Irma, menyikut lengan Laras. Dengan kikuk Laras mengusap tengkuknya. Bibirnya mengulas senyum canggung. "Gue dukung keduanya." Lalu kembali menyorakkan nama kedua lelaki yang berada di lapangan. Terlihat beberapa orang yang kini berada di area lapangan sedang memperebutkan benda berbentuk bulat, dua orang saling berhadapan menunggu bola yang dengan indah melayang tepat di atas kepala mereka. Pandangan mereka tajam membidik bola, badan mereka meloncat tinggi dengan kedua tangan menjulur mencoba meraih bola basket yang sedang meluncur ke arah mereka. Hap!! Dengan tangkas Exel menangkap bola, lalu meliukkan badan mencoba menghindari tangan Bagas yang mencoba merebut bola dari tangannya. Kaki kokoh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status