Home / CEO / Cinta di hati suamiku / 1. Pupus sudah ikatan cinta kita

Share

Cinta di hati suamiku
Cinta di hati suamiku
Author: Nainamira

1. Pupus sudah ikatan cinta kita

Author: Nainamira
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Mirayanti Sukma kembali membuka tirai, dipandangi halaman rumah lewat jendela. Hari sudah jam sepuluh malam tetapi suaminya belum juga pulang. Dua hari yang lalu lelaki yang telah hidup bersamanya selama enam bulan ini juga tidak pulang, alasannya kunjungan kerja ke luar daerah. 

Huh, omong kosong! Dia tahu Hendriyanto tidak ada kunjungan kerja. Sebagai CEO sebuah CV kontraktor, Hendriyanto memang biasa mengunjungi pengerjaan proyek di daerah, tapi kali ini Mira yakin, Hendri hanya beralasan.

Mira mendongak ketika melihat cahaya sorot lampu memasuki halaman rumahnya, seorang pria berperawakan tinggi, berbadan tegap, dengan wajah tampan turun dari mobil. Aura kebangsawanan seolah memancar dari raut wajah pria itu, dengan kulit coklat maskulin, Hendriyanto Kusuma seperti seorang model. Lelaki itu, sampai saat ini masih membuat hati Mira bergetar, hati Mira benar-benar sudah habis diberikan pada lelaki itu, Namun entah kenapa Tuhan masih mengujinya seperti ini.

"Baru pulang, Mas?" sambut Mira menyongsong suaminya.

"Ya." 

Hendriyanto langsung menuju kamar tanpa menoleh, perasaan Mira sudah berkecamuk tidak karuan. Dia ingin berteriak menumpahkan semua ganjalan di hatinya.

"Mas! Berhenti, kita perlu bicara!" ucapan Mira ditekan dengan dalam, air mukanya sudah begitu keruh.

"Ada apa sih?" jawab lelaki itu acuh tak acuh.

"Dari mana saja, kau? Jawab jujur, Mas."

"Jujur, ya? Aku baru saja pergi makan malam bersama Darmawan dan Waluyo," jawab Hendri tanpa menoleh pada Mira, entah kenapa dia benar-benar membenci wanita itu.

"Dengan Sarah juga, kan? Sekarang ceraikan saja aku, Mas. Jika kau mau bersama Sarah, aku ikhlas, tapi tolong ceraikan aku."

Sudut mata Mira sudah mengembun, hatinya bergetar, benarkah pria yang dulu selalu cemburu buta terhadapnya akan mampu menceraikannya, dia ingin membuktikan, seberapa berubah lelakinya ini. 

"Kamu gak usah cemburu buta seperti itu, aku mengenal Sarah sudah lebih dari sepuluh tahun, sedangkan mengenalmu tidak sampai sepuluh bulan. Aku banyak hutang budi padanya. Kau sedang hamil, mana mungkin aku ceraikan," ujar lelaki itu dengan tatapan kejam.

Mira tergugu mendengar ucapan suaminya, kenapa dia masih juga tidak mau menceraikannya. Batas kesabaran Mira juga ada batasnya.

Tiba-tiba ponsel Hendri berdering, mata lelaki itu membulat, segera dia angkat panggilan itu.

"Halo, ya Sarah, ada apa?"

Suara itu, begitu lembut dan merdu, berbeda sekali  jika bicara dengan Mira. Hati Mira kembali berdenyut, rasanya terasa sakit.

"Apa? Ya, kamu tenang saja, aku akan menanganinya," ucap lelaki itu setelah mendengarkan panggilan itu, entah apa yang dibicarakan perempuan jalang itu di telpon.

Mata Hendri begitu nanar menatap Mira, jika tatapan bisa membunuh, mungkin kini Mira sudah mati berkali-kali. Lelaki itu menutup telponnya dengan gusar. 

"Apa yang kau katakan pada Sarah?" tanya Hendri dengan suara ditekan.

"Apa? Apa yang dia katakan padamu?" Mira bertanya balik dengan suara bergetar.

"Kau tadi bertemu Laras dan memaki-makinya. Kau juga memaki-maki Sarah," ucap Hendri dengan nada marah.

"Dia dulu yang cari gara-gara denganku, bagaimana aku tidak memakinya," jawab Mira acuh tak acuh.

"Aku tidak suka ada orang yang mengusik Sarah, begitu juga keluarganya. Laras itu adiknya Sarah, dia juga seperti adikku. Sekarang kau telpon Laras, minta maaf padanya!" perintah Hendri dengan suara keras.

Mira membeku, seolah suhu disekitarnya berubah menjadi es. Musim panas yang gerah seperti ini tidak terasa panas baginya, dia justru menggigil kedinginan mendengar perkataan lelaki yang telah berjanji suci di depan ayahnya di saat terakhir dalam kehidupan lelaki yang dikasihinya itu di rumah sakit. Hendri mengucapkan ikrar dan berjanji akan membahagiakannya seumur hidupnya.

"Apa kau bilang? Aku tidak akan meminta maaf pada wanita jalang itu ataupun orang yang mendukungnya. Lebih baik aku mati saja daripada meminta maaf!" teriak Mira

Kilatan amarah terpancar dari tatapan mata Mira, matanya memerah, dia tidak peduli lagi dengan segala hal tentang Sarah. Dia sudah mati rasa sekarang, perkataan suaminya yang seperti belati itu, akan dia lawan, walaupun pihaknya akan menjadi kalah dan pesakitan.

"Aku membencimu, pergilah kau dari hadapanku!" bentak lelaki itu.

 

Dipandangi perempuan dihadapannya dengan tatapan nyalang, tiba-tiba hatinya mendadak terasa sakit, namun otaknya tetap mengatakan dia sangat membenci perempuan di hadapannya.

 

"Aku akan pergi, Mas. Sekarang ceraikan saja aku," seru Mira menatap wajah lelaki itu dengan serius, hatinya berdenyut nyeri, walau lama-lama terasa kebas, sakit tak berdarah itu sudah dapat dia tekan.

 

"Aku tahu, tapi kau sedang mengandung anakku, jika bayi itu sudah lahir, pergilah dari kehidupanku. Anak itu akan diasuh oleh Sarah."

 

"Aku ibunya, Mas. Ini anakku, aku tidak akan membiarkan kau berikan pada perempuan itu, kenapa kau tidak memiliki anak sendiri bersamanya!" 

 

"Aku tidak ingin dia menanggung sakit karena melahirkan."

 

"Hendri, kau bukan manusia!" Mirayanti Sukma mengatupkan giginya dengan geram, amarahnya sudah tidak bisa ditahan, dia tidak menyangka pengaruh hipnotis perempuan jalang itu sudah sejauh ini.

 

"Terus terang, wanita yang kucintai sekarang adalah Sarah. Bagaimana aku bisa menikah dengan wanita seperti dirimu."

 

Plakk

 

Hendri menatap nanar perempuan dihadapannya. Berani wanita ini menamparnya? Dia adalah Hendriyanto Kusuma, Bos besar pemilik poperty terbaik di kota ini. Wajah lelaki itu memerah menahan amarah. 

 

"Kau berani menamparku?" 

 

"Semoga dengan tamparan itu bisa menyadarkanmu, Hendriyanto Kusuma! Bagaimana kau bisa menikah denganku? Aku juga tidak akan sudi menikah denganmu jika kau tidak mengejar-ngejar diriku."

 

"Aku mengejarmu? Omong kosong apa yang kau katakan itu."

 

"Kau sekarang sudah muak denganku, kan? Mari kita bercerai!"

 

Mira melangkah kearah nakas dan membawa secarik kertas, lengan kirinya meraih pena di laci, dengan tegar berjalan ke arah suaminya.

 

"Sekarang, kau tanda tangani ini. Aku sudah membumbuhi tanda tanganku di sana." Mira menyodorkan kertas itu dengan kasar.

 

"Kau sudah menyiapkan semua ini? Kau benar-benar ingin bercerai dariku? Aku sudah katakan, aku akan menceraikanmu jika bayi dalam kandunganmu itu sudah lahir." 

 

Kepala Hendri tiba-tiba berdenyut melihat  secarik kertas itu, sudut hatinya terasa sakit, dia tidak tahu mengapa seperti ini, bukankah dia begitu membenci Mira, kenapa melihatnya meminta cerai dengan serius perasaannya menjadi gusar?

 

"Aku tidak akan menunggu selama itu, aku bisa gila. Aku ingin secepatnya bebas dari dirimu, agar kau puas memadu kasih dengan cinta pertamamu itu."

 

Mata Mira yang nyalang dan tegas, membuat perasaan Hendri bertambah buruk. Dia benar-benar tidak menyukai jika wanita di depannya memiliki ketegaran, seolah-olah Hendri tidak berarti lagi dalam hidupnya, apa? Hendri menggelengkan kepala, harusnya dia mengabaikan semua hal tentang perempuan ini. Dia membenci wanita ini, cintanya hanya untuk Sarah.

 

"Aku bilang tidak, ya tidak! Aku pasti menceraikanmu, tapi nanti setelah bayi itu lahir." Hendri segera meraih kertas yang disodorkan Mira dan merobeknya menjadi beberapa bagian.

 

"Hendriyanto, kau manusia durjana! Kau sungguh kejam! Aku tidak akan menyerahkan anak ini, kau dengar itu!" 

 

Mira benar-benar marah, dengan kalap dia menyerang Hendri dengan cakaran dan pukulan, segores luka cakar menghiasi wajah tampan itu tanpa ampun. Hendri segera meraih kedua tangan Mira, sekuat apapun serangan Mira, dia tetap kalah jauh dari tenaga lelaki itu. Mira masih memberontak dengan berteriak histeris, usia kandungannya yang baru menginjak trimester pertama membuatnya selalu merasa kesulitan, dia tidak selera makan, selalu mual dan muntah. Beratnya beban kehamilan ini masih juga ditambah kelakuan suaminya yang selalu menggoreskan luka bathin, membuat Mira semakin tertekan.

 

"Lepaskan aku!" teriak Mira, lengannya terasa sakit di pegang dengan kuat oleh Hendri.

 

"Kau ingin meminta cerai sekarang? Itu hanya mimpi!" hardik Hendri.

 

"Kau ingin menguasai anak ini? Itu juga mimpi!" balas Mira.

 

Mendengar perkataan Mira yang selalu melawan akhir-akhir ini membuat Hendri bertambah marah, mata Mira yang seolah tidak takut pada apapun membuatnya ingin melumpuhkan kesombongan wanita itu. Tanpa Hendri sadari, dia mendorong Mira dengan kuat hingga jatuh terjerembab ke lantai. Mira berteriak melolong kesakitan dan memegangi bagian perutnya. 

 

Tanpa perasaan Hendri melangkah pergi, dia merasa Mira hanya bersandiwara kesakitan, namun alangkah terkejutnya dia, ketika melihat bercak darah membasahi gaun Mira yang berwarna putih.

 

"Hendri, keparat kau! Kau ingin membunuh bayi kita, Ha? Arggg ...." Mira terus mengumpat dan mengerang, rasa sakit sudah tidak tertahan.

 

Hendri panik, ia segera meraih Mira, menggendongnya ke dalam mobil, dengan gemetar dia pacu mobinya menuju rumah sakit. Sepanjang jalan Mira terus berteriak kesakitan membuat Hendri bertambah panik, dia ingin menenangkan wanita itu, tapi dia tidak tahu caranya, karena yang menyebabkan semua itu juga dirinya. Dia hanya memacu mobilnya lebih cepat agar segera sampai rumah sakit, aura dingin menyergap jiwanya.

 

'Apa yang kulakukan? Kenapa aku mendorong Mira?' Sepanjang jalan rasa sesal menyelimuti hati lelaki itu.

 

****

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki "bejat dan kejam ntar klu sdh sehat langsung henkang ssja ana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta di hati suamiku   2. Biarkan kupergi

    Dengan terburu-buru Edi datang ke rumah sakit setelah di telepon bosnya. Dia belum tahu ceritanya seperti apa, sebagai asisten pribadi Hendriyanto, Edi Setiadi paham betul apa yang terjadi dengan rumah tangga atasannya itu. Lima tahun menempel terus dengan Hendriyanto dia tahu seluk beluk kehidupan Hendriyanto, bahkan bahasa tubuh lelaki itu hanya dia yang paling memahami. Namun satu bulan terakhir, bosnya ini benar-benar sudah berubah."Apa yang terjadi, Pak?" tanya Edi hati-hati."Mira mengalami pendarahan, dokter masih menanganinya," ujar Hendri dengan suara dingin, nampak kesedihan di matanya.Tiba-tiba datang seorang wanita berambut panjang dengan tahi lalat di bawah dagu, wajahnya yang lembut dan polos tengah berkaca-kaca, dia menghampiri Hendriyanto dengan terburu-buru."Apa yang terjadi Hendri? Mendapat telpon darimu aku langsung panik dan kemari," ujar wanita itu, suaranya begitu lembut."Sarah, kenapa kau kemari?" Hendri kaget melihat kehadiran wanita itu."Bagaimana aku tid

  • Cinta di hati suamiku   3. Rindu ini ...

    Mira sudah berada dalam pesawat kelas bisnis malam ini, Leo yang telah memesankan tiketnya. Adik iparnya itu tahu cara menghargainya yang tengah hamil muda, Mira tidak bakal tahan melakukan penerbangan panjang di bangku ekonomi. Walau sebenarnya Mira mampu membeli tiket pesawat sendiri, dia adalah anak tunggal, ayahnya telah memberi warisan yang tidak sedikit dalam bentuk investasi saham dan deposito. Setiap bulan deviden saham akan masuk ke rekening khusus, hasil deposito juga dibuatkan rekening khusus. Sejak ayahnya meninggal enam bulan yang lalu, dia tidak pernah memakai uang di rekening itu sama sekali, karena ada suaminya yang memenuhi kebutuhannya.Suaminya? Sekarang lelaki bermata almond itu bukan lagi suaminya, Mira sudah menandatangani surat gugatan cerai tadi pagi. Semoga saja Edi dan Hasbi dapat mengurusnya, sehingga dia bisa lepas dari Hendriyanto ..."Hendriyanto ...," bisik Mira menyebut nama lelaki itu, dadanya terasa sesak, masih ada kerinduan yang mendalam di lubuk ha

  • Cinta di hati suamiku   4. Antara cinta dan benci

    "Aku pasti akan menandatangi berkas ini, tetapi aku yang akan mengajukan gugatan cerai dan menalaknya. Aku yang akan mencampakannya bukan dia," ujar Hendriyanto geram, dihempaskan kertas di tangannya ke atas meja.Sudut mata Edi menangkap raut wajah Sarah, selintas Edi melihat perempuan itu tersenyum puas, namun seketika wajahnya kembali menyamar menjadi begitu sedih. Edi menyadari perempuan di dekatnya bukan hanya pandai bersandiwara, namun di balik wajah polos dan tulus Sarah, ada serinai kebalikan dari itu, bahkan mungkin lebih bengis. "Baiklah, Mas ... Mas Hendri harus mengontrol emosi, jangan terlalu tertekan, tidak bagus untuk kesehatan spikologimu," ucap Sarah dengan nada lembut penuh perhatian."Yah, untung ada kamu, Sarah. Aku menjadi tidak terlalu tertekan," ucap Hendri, tatapannya yang garang jadi melunak."Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." Edi segera keluar dari ruangan bosnya, dia muak melihat pasangan itu saling memberikan perhatian. Bosnya itu benar-benar sudah bu

  • Cinta di hati suamiku   5. Bertemu leo

    Leo menjemput Mira di stasiun, dengan memakai pakaian casual, lelaki itu tampak lebih macho dari yang dilihat Mira enam bulan yang lalu. Tubuhnya yang tinggi nampak begitu menjulang di hadapan Mira, wajahnya dihiasi jenggot tipis dan sedikit cambang menambah aura maskulinnya begitu kentara."Hai, Kakak Ipar! Bagaimana perjalananmu?" sapa lelaki itu dengan wajah gembira."Hai ...." Mira merasa canggung dengan lelaki di hadapannya, rasa gugup terlihat jelas di matanya, bagaimana tidak? Dia baru sekali bertemu dengan adik suaminya, maaf ralat, mungkin sudah menjadi mantan suaminya saat ini. Berkomunikasi jarak jauh lewat sambungan Vidio call juga cuma sekali ketika Hendri mengabarkan kehamilannya dengan gembira, selanjutnya hanya menelponnya ketika dia berencana untuk pergi dari sisi Hendri. Mira hanya tahu jika lelaki ini selalu melanjutkan studi, belum pernah menginjak dunia kerja, tetapi sering melakukan berbagai penelitian di dunia sains dan teknologi, wajar saja jika diusianya ke

  • Cinta di hati suamiku   6. Teringat senyum Hendri

    Hari itu Mira benar-benar kelelahan, sehingga dia memutuskan istirahat seharian di apartemennya, padahal dia rencananya akan berbelanja pakaian bersama Leo. Kondisinya yang sedang hamil muda membuatnya sering muntah dan tidak enak badan. "Sebaiknya kau istirahat saja, biarkan aku saja yang membelikan pakaian dan keperluanmu," ujar Leo setelah melihat kondisi Mira."Tidak perlu, Leo. Nanti merepotkan mu. Setelah aku sembuh, aku akan membeli semua keperluanku." Mira merasa sungkan selalu merepotkan pria ini."Sebaiknya mulai sekarang kau tidak usah mengatakan seperti itu, karena berani datang padaku, kau harus menerima resikonya, kau harus menerima semua pemberianku dan menerima jika aku mengatur semua kebutuhanmu," ujar Leo dengan arogan.Mira mengatupkan bibirnya mendengar perkataan lelaki itu, dia melihat sisi lain dari seorang Leo. Jika seperti ini, Leo tampak mirip dengan Hendri, apakah semua pria di keluarga Kusuma selalu bersikap demikian? Ya, mungkin saja, Meraka kan memiliki g

  • Cinta di hati suamiku   7. Awal pertemuan

    Sarah datang lagi mengunjungi Hendri di kantornya, tidak ada yang bisa menghentikannya. Walaupun ketika Mira masih di sini, wanita itu akan bebas melenggang menemui Hendri di kantornya. Sudah menjadi rahasia umum bagi karyawan di kantor Hendriyanto jika Sarah mutlak menjadi penyebab keretakan rumah tangga bosnya. Para karyawan di kantor ini telah menjadi saksi bagaimana kisah cinta antara bos dan karyawan ini, bagaimana bos mereka mengejar Mira dengan menyingkirkan rasa malu dan meruntuhkan keegoannya.Awal pertemuan mereka sebenarnya bencana yang tidak disengaja bagi Mira. Sudah satu tahun menganggur setelah lulus kuliah, dan berjibaku mencari kerja, mengesampingkan rasa malu setiap saudara atau tetangga akan menanyakan, kerja di mana? Berpendidikan tinggi-tinggi akhirnya nganggur juga. Pada awalnya Mira tidak menggubris cemoohan yang tertuju padanya, namun sejak ayahnya mengidap penyakit gagal ginjal, Mira terpacu mencari kerja menggantikan ayahnya mencari nafkah. Hari itu Mira be

  • Cinta di hati suamiku   8. Kesombongan Hendriyanto

    Mira berkunjung ke apartemen Leo di sore hari. Tujuannya sebenarnya mencari bibi Marni, dia selalu merasa pusing, sehingga tidak selera makan. Dia ingin bibi Marni memijit punggungnya yang sakit. Leo tidak masalah jika Mira selalu berkunjung, lelaki itu justru gembira dengan kedatangannya. Saat Mira berkunjung ternyata Leo sedang makan malam sendirian. Melihat apartemen Leo, Mira begitu terpukau, ternyata ruangannya lebih luas dari apartemennya, memiliki tiga kamar namun dua kamar berada di ruang atas. Di bawah tangga dijadikan rak buku yang berjajar rapi, membuat Mira benar-benar terkesan, Leo memang seorang pembelajar yang pintar."Apartemenmu ternyata tingkat, ya?" seru Mira membuka obrolan di ruang makan."Ya," jawab Leo singkat sambil menyuap makanan."Aku akan sering ke mari untuk membaca semua koleksi bukumu, ada buku-buku novel tidak?" tanya Mira antusias."Sayangnya tidak, buku itu semua buku non fiksi," ujar Leo."Dari buku sebanyak ini gak ada buku novel? Ah, sayang sekali

  • Cinta di hati suamiku   9. Sahabat baru

    Tiga bulan sudah Mira berada di negeri Adolf Hitler ini, musim gugur telah tiba, membuat daun maple berserak di setiap sudut jalan. Mira sedikit was-was karena nanti dia akan melahirkan ketika musim dingin datang. Dia sudah menyiapkan sebuah nama untuk putrinya kelak yang berhubungan dengan musim dingin. Salju, winter, mantel? Mira tersenyum geli jika membayangkan itu semua, tetapi jika mengingat Leo ada di sini, rasa cemasnya sedikit berkurang.Malam hari Mira akan mengajak Leo makan malam bersama, makan masakan rumahan yang dibuat Bibi Marni sudah cukup, dia juga tidak tahan dengan udara dingin di luar."Kau akan pergi?" tanya Mira setelah melihat Leo sudah bersiap dengan mantel abu-abunya dan mengenakan sepatu kulit."Ya.""Padahal aku ingin makan malam bersamamu," keluh Mira."Kalau begitu ikutlah denganku, di sana juga ada acara makan-makan," ajak Leo."Acara apa? Memangnya boleh ngajak orang lain?""Terbuka untuk umum. Sebaiknya segera pakailah mantelmu, jangan lupa memakai syal

Latest chapter

  • Cinta di hati suamiku    37. Gejala apa ini?

    Edi menemani Hendriyanto ke dokter Pamungkas, klinik mereka ada di lantai satu, Edi memang selalu mengikuti Hendriyanto kontrol, karena segala jenis surat menyurat dan tagihan rumah sakit Edi yang mengurusnya. Ketika mereka selesai pemeriksaan, dokter mengambil sperma Hendriyanto dan akan mengeceknya di labolatorium, hasil kemarin tidak ada masalah pada kesuburan lelaki itu, tetapi kenapa kejantanannya tidak bisa ereksi? Ketika keluar dari ruang dokter, tidak sengaja melihat Mira yang akan menuju ke kasir pembayaran, mata Mira memicing menatap lelaki yang masih jadi suaminya itu keluar dari ruang praktek dokter andrologi. Hendri yang melihat Mira tentu mendengus kesal, dari tadi ditungguin kenapa wanita ini malah berada di sini. Ditelpon tidak diangkat, di kirimi pesan juga tidak dibalas, boro-boro dibalas, dibaca saja tidak. "Mas Hendri, kenapa kau keluar dari ruang praktek dokter andrologi? Apa anu-mu bermasalah?" Wajah Hendri langsung menegang mendengar pertanyaan Mira, sedangk

  • Cinta di hati suamiku   36. Ke dokter andrologi

    Sementara Hendriyanto sudah semangat empat lima ingin menjemput Mira. Dia memarkirkan kendaraannya di tempat Mira tadi memarkirkan mobilnya. Namun Hendriyanto tidak melihat keberadaan mobil wanita itu, apakah sudah dibawa oleh temannya? Waktu sudah menunjukkan jam satu lewat lima belas menit, tetapi tidak ada tanda-tanda kedatangan wanita yang ditunggunya. Hendriyanto keluar dari mobil, berdiri mondar-mandir dengan gelisah. Apakah wanita itu sengaja mangkir dari pertemuannya? Hendriyanto menunggu selama sepuluh menit lagi, tetapi masih juga Mira tidak muncul, lelaki itu semakin tidak sabar. Lelaki itu langsung saja berjalan menuju ke kantor dosen, untuk mencari Mira. Sampai di kantor dosen, Hendriyanto bertanya pada seseorang yang ditemuinya, orang itu menunjukkan di mana letak kantor Mira, ketika dia menuju kantor Mira, di lorong dia bertemu dengan Jovan, Hendriyanto hapal betul jika lelaki itu bersama Mira waktu pesta itu. "Maaf, permisi ... Apa anda kenal Mirayanti, dosen di sini

  • Cinta di hati suamiku   35. Menunggu

    "Halo, Cantik. Bagaimana keadaanmu sekarang?" sapa dokter itu dengan ramah. Mira menoleh ke sumber suara, tetapi matanya membelalak melihat siapa yang datang."Hasbi?" "Astaga! Mira?"Dokter Hasbi juga terkejut melihat teman lamanya berada di hadapannya, empat tahun tidak bertemu, tentu saja Hasbi sangat penasaran dengan kabar temannya yang dia bantu melarikan diri dari suaminya."Mira, jadi ini anakmu yang itu?" Hasbi mendekati Mira dengan senyum mengembang."Iya, yang kau bantu dulu.""Ternyata waktu cepat sekali berlalu, kau sudah besar, Nak." Hasbi mengelus kepala Winter yang kini dibalut oleh kain kasa."Halo, Sayang. Om ini teman Mama kamu, namamu Winter, bukan?" sapa Hasbi pada anak kecil di hadapannya."Jadi Om dokter temannya Mama Wintel?""Iya, senang banget melihatmu tumbuh besar dan sehat seperti ini.""Tapi aku cekalang lagi gak sehat, Om? Ini kepala aku cakit," ujar Winter membuat Hasbi tertawa, benar juga dia kan lagi sakit."Mira, bagaimana kabar kamu? Setelah melari

  • Cinta di hati suamiku   34. Winter masuk rumah sakit

    "Siapa Winter?" Hendri memang sungguh kepo dengan anak itu, bagaimanapun dia sudah melihat anak itu tadi, sikapnya yang terkesan dingin kepada Mira sesungguhnya hanya menutupi perasaannya yang menggebu dan penasaran dengan kehidupan istrinya sekarang ini. "Itu ... Winter, Winter itu anaknya Zahira. Zahira temanku satu rumah, kami sudah tinggal serumah sejak di Jerman, dia sudah seperti saudariku sendiri." "Oh? Ya, sudah. Nanti kita jemput bersama, bye ... Sampai jumpa nanti siang." Mira hanya terperangah melihat lelaki itu berlalu dari parkiran dengan berjalan tegap. Bahunya yang lebar dan tubuhnya yang jangkung sungguh mempesona terlihat dari belakang, kulitnya yang dulu putih, kini terlihat kecoklatan, justru menambah aura maskulin lelaki itu. Mira tersenyum licik, yah ... Begitu terus Hendri, memang tujuanku begitu. 'Aku harus bersikap sok jual mahal terus, kalau perlu judes dan acuh tak acuh, agar dia semakin penasaran. Kalau perlu kupanasi dengan jalan dengan lelaki lain, j

  • Cinta di hati suamiku   33. Membuntuti Mira

    Pagi-pagi sekali Hendriyanto sudah memarkirkan mobilnya di pinggir jalan di dekat rumah Mira, dari pinggir jalan ini, tampak dengan jelas pintu gerbang rumah istri pertamanya itu. Hendriyanto tidak perlu susah payah mencari keberadaan rumah Mira, cukup memerintah Edi maka semua urusan beres, memang sekretaris sekaligus asisten pribadinya itu dapat diandalkan untuk semua tugas yang dia perintahkan, baik itu kantor ataupun tugas diluar pekerjaannya.Waktu baru menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit, memang masih terlalu pagi, tetapi Hendri tidak ingin terlewat untuk melihat wanita itu keluar dari rumahnya. Pukul tujuh tepat pagar rumah bercat putih dan abu-abu itu terbuka, sebuah mobil Innova yang terparkir di garasi-pun sudah menyala. Hendriyanto duduk tegak dari duduk bersandarnya, mengamati dengan konsentrasi, dengan siapa Mira hidup di rumah ini? Dia tidak ingin langsung bertamu jika belum menyelidiki, tidak lucu jika ternyata Mira tinggal bersama laki-laki lain dan dia berk

  • Cinta di hati suamiku   32. Memutuskan pergi dari rumah

    Apa yang menimpa Waluyo tidak jauh berbeda dengan yang tengah dialami Hendriyanto sekarang. Semua pikiran lelaki itu tercurah sepenuhnya pada Mira, wanita yang dia nikahi empat tahun yang lalu. Selama ini Hendriyanto menganggap bahwa Mira bukanlah wanita yang dia cintai, sepenuhnya cintanya hanya untuk Sarah, tetapi ketika dia bertemu kembali dengan wanita itu setelah begitu lama tidak bertemu, kenapa perasaannya jadi tidak karu-karuan begini? Apakah ada yang salah? Perasaan marah, cemburu, rindu campur aduk menjadi satu. Melihat Mira memakai gaun yang sepenuhnya tertutup bahkan kepalanya juga tertutup justru membuat Hendriyanto terpesona, padahal tidak terlihat seksi sama sekali, tetapi aura Mira yang elegan seperti seorang ratu Inggris itulah yang membuat Hendriyanto terpikat dengan sangat dalam. 'Benarkah aku membenci Mira selama ini? Apakah tidak ada perasaan cinta secuilpun untuk wanita itu? Kenapa perasaanku seperti ini?' banyak pertanyaan yang bersemayam di benak lelaki itu.

  • Cinta di hati suamiku   31. Hanya seorang keparat

    Hendriyanto tidak lama menghadiri acara pesta Leo, setelah dia memberi kata sambutan tentang kerjasama universitas dengan perusahaan yang tengah dirintisnya, dia segera mengajak Sarah pulang, Waluyo dan pasangannya juga ikut pulang, tetapi Darmawan masih betah di suasana pesta tersebut. Hendriyanto dan Waluyo memang sama sekali tidak senang di pesta tersebut, alasannya sudah pasti tentang wanita masa lalu mereka yang datang juga ke pesta itu yang keihatannya tampak begitu bahagia, apakah wanita-wanita itu sudah melupakan mereka? Atau bahkan sudah menghapus nama mereka di hatinya? Hendriyanto dan Waluyo Hadi sama saja orangnya, seorang lelaki dewasa yang memiliki ego yang tinggi. Kedua lelaki itu merasa sangat tidak nyaman jika wanita yang dulu begitu mencintainya sekarang malah tidak menganggapnya ada, harusnya dia yang membuang wanita-wanita itu, kenapa sekarang mereka berdua yang merasa dibuang? Di buang? Itu sesuatu yang sangat hina, mereka benar-benar merasa terhina. Waluyo me

  • Cinta di hati suamiku   30. Mengejar dengan elegan

    Mira memasuki aula acara dengan linglung, tungkainya terasa lemas dan pikirannya menjadi kacau. Wajahnya memerah antara menahan amarah dan hasrat terpendam. Setelah mencapai mejanya, dia melihat Leo sudah duduk di sana, sebelahnya duduk dengan manis kakak seniornya Jovan. "Darimana saja kau? Ke toilet kok lama sekali?" tanya Zahira kuatir."Mira! Apakah tasmu ketemu? Aku sudah menunggumu lama," seru Jovan yang merasa senang melihat wanita incerannya, matanya nampak berbinar."Iya, ada kok. Aku hanya turun ke lobi sebentar, kepalaku tiba-tiba sakit," jawab Mira sambil memijit kepalanya."Apakah kepalamu masih sakit? Kalau begitu kita pulang saja agar kau bisa istirahat," kata Leo sangat kuatir."Ah, tidak usah Leo, ini adalah acaramu, tidak baik kau meninggalkan tamu-tamumu. Aku baik-baik saja," ujar Mira dipaksakan tersenyum."Ah, iya. Gimana kalau kamu pulang duluan diantar Jovan? Bagaimana Jovan?" seru Leo.Bagai mendapat durian runtuh, tubuh Jovan bahkan menegak, wajahnya bertamba

  • Cinta di hati suamiku   29. Ciuman panas

    "Kau pergi sudah bertahun-tahun, apakah kau tidak merindukan suamimu?" Suara Hendriyanto terdengar parau.Mira menenguk salivanya, mendengar perkataan Hendri membuat tenggorokannya terasa kering. Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan itu? Lelaki ini tidak tahu saja setiap malam Mira selalu menangis dalam diam merindukannya hingga mati rasa. Tetapi mana mungkin Mira akan mengakuinya, dia harus menguatkan diri demi harga dirinya. "Kemana kau pergi selama ini? Kau menghilang seperti ditelan bumi."Mira tersentak menatap manik mata lelaki yang berjarak begitu dekat dengannya, tatapan mata itu? Mira dulu pernah melihat tatapan seperti itu dari lelaki itu, mungkinkah?"Apa pedulimu, aku pergi ke mana? Bukankah ini yang kau mau? Agar aku pergi menjauh darimu? Aku sudah tidak bisa melahirkan anakmu, untuk apa aku masih bertahan disini? Untuk kau siksa? Atau untuk kau hina?"Mira sudah cukup meradang,lelaki dihadapannya benar-benar tidak tahu malu,apakah dia lupa apa yang telah dia perbuat d

DMCA.com Protection Status