Home / Romansa / Cinta di Kursi Roda / Bab 18 : Tanda-Tanda yang Mulai Terkuak

Share

Bab 18 : Tanda-Tanda yang Mulai Terkuak

Author: Restu Bumi
last update Last Updated: 2024-11-28 10:42:14

Laila duduk di dekat jendela kamarnya, membiarkan cahaya bulan yang lembut menyelinap masuk dan membentuk bayangan di lantai. Pikirannya melayang-layang, terperangkap dalam kerumitan perasaannya terhadap Raka. Ada sesuatu yang terus-menerus menghantui pikirannya—seperti benang tak kasatmata yang mencoba menghubungkan potongan-potongan teka-teki tentang perubahan sikap Raka.

Angin malam berhembus pelan, membelai pipinya seolah ikut mencoba meredakan keresahan yang merayap di dalam hatinya. Sudah beberapa hari sejak perbincangan terakhir mereka, dan meskipun ada momen-momen singkat di mana Raka tampak lebih terbuka, selalu ada sesuatu yang seolah tertahan di balik sikapnya. Sesuatu yang membuat Raka menarik diri kembali setiap kali mereka mulai merasa lebih dekat.

Laila mengingat percakapan mereka di luar kantor, di mana untuk pertama kalinya ia merasakan adanya kehangatan dalam kata-kata Raka. Namun, di balik kehangatan itu, ia merasakan sebuah tembok—sebuah penghalang yang sulit ditem
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 19 : Di Tengah Krisis, Ada Jalan yang Terbuka

    Langit di luar tampak murung, memancarkan nuansa kelabu yang seolah mencerminkan suasana di dalam ruangan. Meja-meja di kantor penuh dengan dokumen yang berserakan, laptop-laptop yang terus menyala dengan layar-layar penuh grafik dan angka, serta suara ketukan jari di keyboard yang terdengar seperti orkestra yang kacau. Setiap orang di tim mereka bergerak dengan cepat, mencoba menahan krisis yang tak terduga ini. Laila duduk di sudut ruangan, matanya penuh perhatian memandangi laporan yang baru saja ia terima.Proyek besar yang mereka kerjakan selama beberapa bulan terakhir tiba-tiba mengalami masalah yang begitu serius. Salah satu server utama mereka mengalami gangguan, menyebabkan hilangnya sebagian data yang krusial. Semua laporan keuangan, data pelanggan, hingga catatan proyek yang sedang berlangsung tersendat—semuanya hilang begitu saja dalam sekejap.Laila merasa seluruh ruangan ini terjebak dalam ketegangan yang pekat. Setiap langkah yang diambil harus hati-hati, seolah-olah me

    Last Updated : 2024-11-29
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 20 : Celah di Balik Kesibukan

    Pagi itu di kantor, suasana terasa lebih berat dari biasanya. Proyek yang tengah mereka garap semakin menuntut, menyita setiap detik dan tenaga. Laila duduk di meja kerjanya, matanya terus menatap layar komputer, namun pikirannya terbang jauh. Di sela-sela ketegangan pekerjaan, ada percakapan-percakapan kecil yang tak terucap, percakapan yang tertahan di antara dirinya dan Raka. Meskipun malam sebelumnya mereka sudah mulai saling membuka diri, ada banyak hal yang masih belum selesai.Raka, di sisi lain, duduk tak jauh dari Laila. Wajahnya terlihat lelah, namun sorot matanya mengisyaratkan lebih dari sekadar kelelahan fisik. Ada sesuatu yang tertahan dalam dirinya—sebuah pertempuran batin yang tak terlihat oleh orang lain. Dia tahu bahwa pada akhirnya, dia harus membuka dirinya lebih dalam kepada Laila. Ketakutan dan rasa bersalah yang telah lama menghantuinya tak bisa lagi ia pendam.Di tengah kesibukan kantor, Raka memutuskan untuk mengambil langkah kecil. Saat rekan-rekan kerja mere

    Last Updated : 2024-11-30
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 21 : Di Balik Proyek, Tersimpan Rahasia

    Matahari pagi yang masih lembut menyelinap masuk melalui jendela kaca ruang rapat, memberikan kehangatan yang samar di tengah ruangan yang dingin oleh hembusan AC. Raka duduk di satu ujung meja, sementara Laila duduk di seberangnya. Mereka berdua memulai pertemuan itu dengan tujuan yang jelas: membahas kemajuan proyek besar yang sedang mereka kerjakan. Namun, di balik percakapan formal yang mereka ucapkan, ada ketegangan emosional yang tak bisa mereka abaikan.“Bagaimana dengan pembaruan pada desain presentasi? Sudahkah tim kreatif menyelesaikan bagian yang diminta klien?” tanya Raka, suaranya terdengar profesional, tetapi nadanya menunjukkan bahwa pikirannya setengah berada di tempat lain.Laila melihat ke arah tumpukan berkas di hadapannya, meski pikirannya tak sepenuhnya terfokus pada pekerjaan. “Ya, mereka sudah menyelesaikan revisi terakhir, hanya perlu sedikit polesan pada beberapa detail warna yang diinginkan klien. Tapi secara keseluruhan, sepertinya kita sudah berada di jalur

    Last Updated : 2024-12-01
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 22: Dukungan Tanpa Syarat

    Fajar perlahan-lahan menyelinap ke dalam ruang kantor kecil itu, membingkai jendela dengan cahaya lembut. Laila tiba lebih awal dari biasanya. Ada sebuah keinginan dalam hatinya untuk berbicara dengan Raka, untuk menguatkannya, dan menunjukkan bahwa apapun yang terjadi, dia ada di sini. Kegelisahan semalam masih menyisakan jejak di matanya, tapi hatinya kokoh. Dia telah memutuskan bahwa hari ini akan menjadi hari di mana dia menawarkan dukungan sepenuh hati, tanpa syarat.Ketika Raka akhirnya tiba, Laila memperhatikan dengan cermat langkahnya yang perlahan, roda kursi yang berputar dengan suara lembut menyusuri lantai. Ada sesuatu yang membuat Raka terlihat lebih ragu dari biasanya, seolah ada bayang-bayang keraguan yang kembali menghantuinya. Laila bisa merasakan betapa pria itu ingin terlihat kuat di hadapannya, namun ia tahu bahwa luka yang tidak tampak selalu jauh lebih dalam.“Raka,” Laila memanggil dengan suara yang lembut namun penuh keteguhan. “Ada hal yang ingin aku bicarakan

    Last Updated : 2024-12-02
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 23 : Luka yang Terlindungi

    Laila duduk di sudut ruangan, terdiam dengan pikiran yang mengalir tak menentu. Hatinya masih terasa perih setelah penolakan Raka, kata-kata tajam yang menembus dirinya, seakan menunjukkan bahwa upayanya untuk menyentuh hati Raka selama ini hanyalah sia-sia. Tapi di balik rasa sakit itu, ada sesuatu yang lain, sesuatu yang mengusik pikirannya: kesadaran bahwa luka yang Raka sembunyikan ternyata lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan.Ia memejamkan matanya, membiarkan kenangan perbincangan terakhir mereka bermain kembali di benaknya. Ia bisa melihat ketakutan di mata Raka, ketakutan yang dibungkus dengan kemarahan dan penolakan. Dalam penolakan itu, Laila kini menyadari bukan sekadar keengganan Raka untuk terbuka, tetapi ada sesuatu yang lebih gelap, sesuatu yang bahkan mungkin Raka sendiri takut untuk hadapi.“Raka…” ia berbisik pelan, seakan berharap angin bisa membawa suaranya sampai kepada Raka. “Mengapa kamu begitu takut untuk mempercayai? Mengapa kamu menganggap dirimu begitu

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 24 : Menyingkap Luka yang Terpendam

    Senja mulai merona di langit, sinarnya menyusup lembut melalui jendela besar di sudut kafetaria kantor. Suasana di sekeliling terasa lengang, hanya menyisakan beberapa pegawai yang sibuk dengan obrolan ringan, termasuk Laila yang tampak larut dalam renungannya. Ia menyesap kopinya perlahan, merasakan kehangatan yang seolah meresap ke dalam hati, namun tak sepenuhnya mampu menghapus gundah yang menyelimuti pikirannya.Dari kejauhan, Bayu, salah satu rekan kerja Raka yang selama ini diam-diam mengamati kedekatan Laila dengan Raka, menghampirinya. Wajahnya memancarkan kedewasaan dan kebijaksanaan yang dibangun dari tahun-tahun panjang bekerja dan menghadapi liku hidup. Bayu duduk di seberang Laila, mengangguk penuh penghargaan seolah meminta izin untuk berbagi sesuatu yang penting."Sudah lama aku ingin bicara denganmu, Laila," ujar Bayu, membuka percakapan. "Aku tahu kamu dekat dengan Raka, dan aku rasa kamu berhak tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi."Laila meletakkan

    Last Updated : 2024-12-04
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 25: Sinergi Tanpa Kata

    Hari itu, di ruangan rapat yang megah dan dipenuhi keheningan yang sarat dengan harapan, Laila dan Raka duduk bersebelahan di meja panjang, mempersiapkan presentasi yang sudah mereka susun dengan cermat. Ada banyak pasangan mata yang memandang mereka, penuh ekspektasi dan harap, tetapi bagi keduanya, tatapan-tatapan itu seakan lenyap, berganti dengan fokus yang mendalam.Raka memandang layar di depannya dengan tenang, tangannya berusaha menyembunyikan kegugupan kecil yang bergejolak di balik eksterior yang tenang. Di sampingnya, Laila menyapukan pandangan sekejap ke arahnya, memberikan senyum lembut yang tak terucap tetapi terasa mendalam. Dalam diam, ia menyampaikan keteguhan hati dan dukungannya, mengingatkan Raka bahwa ia tidak sendirian.Rapat itu dimulai dengan irama yang teratur, mempertemukan banyak pikiran yang berdesir dalam hiruk-pikuk rencana dan visi. Laila membuka presentasi dengan lantang, suaranya jernih dan penuh keyakinan. Kata-katanya tersusun rapi, seperti untaian k

    Last Updated : 2024-12-05
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 26: Undangan di Bawah Langit Senja

    Hari beranjak sore ketika Laila mengumpulkan keberanian untuk mendekati Raka di ruangannya. Senja yang mengintip dari balik jendela kantor membias keemasan di sepanjang lantai, menciptakan suasana hangat yang menyelinap lembut ke dalam hatinya. Laila telah lama merencanakan undangan ini, berharap bisa membuka hati mereka dalam ruang yang lebih terbuka, tanpa batasan waktu dan tanpa formalitas pekerjaan yang selama ini menjadi tembok di antara mereka.Dengan senyum tenang, Laila mengetuk pintu ruang kerja Raka dan memasukinya setelah mendengar suaranya dari dalam. Raka terlihat duduk dengan tenang, sibuk dengan beberapa dokumen di mejanya. Namun, ia segera menatap Laila ketika kehadirannya dirasakan, menyelipkan sedikit rasa heran dalam pandangan itu.“Raka,” Laila memulai dengan nada suara yang lembut, “aku ingin mengajakmu makan malam. Di luar kantor, hanya kita berdua. Mungkin ada baiknya kita berbicara lebih santai, tanpa semua tekanan ini.”Raka terdiam sejenak, sedikit terkejut d

    Last Updated : 2024-12-06

Latest chapter

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 107: Hal Bahagia yang Telah Dijanjikan—END

    Pagi itu, matahari terbit dengan keindahan yang seakan dirancang khusus untuk mereka, memberikan pancaran lembut ke seluruh penjuru. Di dalam ruangan yang dipenuhi dengan wangi bunga melati dan mawar, suasana terasa sakral, seolah alam semesta turut memberi restu atas persatuan dua jiwa yang telah melalui perjalanan panjang penuh suka dan duka. Hari ini adalah hari yang telah lama mereka nantikan, hari yang ditetapkan oleh cinta dan keteguhan mereka.Laila berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih sederhana namun anggun yang menjuntai hingga ke lantai. Ia memandang dirinya, melihat pantulan wajah yang penuh dengan kebahagiaan dan keteguhan hati. Ada kilatan air mata di sudut matanya, tetapi ia berusaha menahannya, takut merusak riasan yang telah dipersiapkan dengan cermat. Namun, ini bukanlah air mata sedih, melainkan air mata syukur, air mata dari perasaan yang begitu penuh dan meluap-luap di hatinya.Saat pintu diketuk, Laila berbalik, mendapati ayahnya berdiri di sana dengan s

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 106: Refleksi Sebelum Janji Suci

    Malam itu, gemerlap bintang tampak lebih terang, seakan alam semesta turut merayakan keheningan yang menyelimuti hati Laila dan Raka. Mereka duduk terpisah, Laila bersama keluarganya dan sahabat-sahabatnya, sementara Raka menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekatnya. Meski berjarak, hati mereka seakan saling terhubung, seiring pikiran yang merenung tentang perjalanan yang telah mereka tempuh hingga sampai di malam ini.Di kamar yang dihiasi oleh kilau cahaya lilin lembut, Laila duduk bersandar di ranjang sambil menatap gaun pernikahan yang tergantung di sudut ruangan. Gaun putih yang anggun itu seperti simbol murni dari segala harapan yang ia miliki, tentang cinta, tentang kebersamaan, dan tentang kehidupan baru yang akan dimulai besok. Jemarinya menyusuri kain lembut itu, seolah ingin meresapi setiap benang yang tersulam di sana—benang-benang harapan yang telah ia bangun bersama Raka.Sahabat-sahabat Laila duduk di sekitarnya, wajah mereka memancarkan kebahagiaan yang tulus. Mer

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 105: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Pagi itu, udara terasa sejuk, sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, memancarkan cahaya lembut yang menenangkan hati. Laila, yang duduk di teras rumahnya, merasakan kebahagiaan mengalir dalam dadanya. Hari-hari menuju pernikahan begitu dekat, dan setiap saat terasa seperti mimpi yang indah. Namun, di tengah kedamaian pagi itu, ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ketika membuka pesan itu, senyum di wajah Laila perlahan memudar. Pesan dari nomor yang tidak dikenalnya, sebuah pesan singkat namun mengganggu: “Aku tahu masa lalu Raka. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, hubungi aku. Jika tidak, kebahagiaanmu mungkin hanya sementara.” Pesan itu membuatnya terdiam. Ada keanehan dalam kata-katanya, seperti sebuah ancaman tersembunyi, namun juga seperti tawaran untuk membuka tabir yang mungkin selama ini tertutup. Laila menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi perasaannya terlanjur bergejolak. Di hatinya, ia percaya pada Raka. Namun, bisikan ketakutan muncul,

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 104: Janji di Tengah Ketidakpastian

    Malam mulai menyelimuti kota dengan kedamaiannya, seolah ikut memahami perjuangan hati sepasang kekasih yang duduk di taman kecil, jauh dari hiruk-pikuk dunia. Di sana, di bawah rembulan yang memancarkan sinarnya yang lembut, Raka dan Laila saling menatap dengan mata yang penuh tekad. Keputusan yang akan mereka ambil bukanlah hal mudah, namun mereka tahu bahwa cinta mereka mampu menjadi pelita di tengah ketidakpastian.Laila menghela napas dalam, mencoba mengendapkan perasaan yang bergemuruh di dalam hatinya. Meski kecemasan masih terselip, ia merasa keyakinan yang mendalam bahwa cintanya pada Raka tidak goyah. Ia tahu bahwa hidup tak selalu berjalan seperti yang mereka rencanakan, tetapi dalam hatinya, ia percaya bahwa cinta mereka memiliki kekuatan untuk mengatasi segala rintangan."Raka," ucap Laila dengan suara lembut, memecah kesunyian di antara mereka. "Aku tahu kondisimu mungkin belum stabil, tapi… apakah kamu yakin kita tidak akan menunda pernikahan ini?"Raka tersenyum tipis,

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 103: Di Ujung Ketabahan

    Hari itu kembali dipenuhi dengan keheningan yang sarat beban. Raka dan Laila duduk di ruang konsultasi dokter, dan meski kehangatan sinar matahari pagi menembus jendela, suasana di dalam ruangan terasa dingin, sunyi, seperti terkurung di antara dinding ketidakpastian. Laila duduk di samping Raka, menggenggam tangannya erat seolah-olah mengalirkan kekuatan yang tak terlihat. Raka hanya bisa diam, menatap lurus ke depan, mencoba menahan perasaan cemas yang perlahan merambat ke dalam hatinya.Dokter memandang mereka dengan tatapan lembut namun tegas, seolah memahami beratnya kabar yang hendak ia sampaikan. Dengan suara rendah, ia mulai menjelaskan, “Pak Raka, dari hasil pemeriksaan terakhir, kami menemukan bahwa kondisi jaringan di sekitar luka lama Anda memburuk. Hal ini memerlukan perawatan khusus dan waktu pemulihan yang mungkin tidak singkat. Kami perlu memastikan bahwa peradangan tidak menyebar lebih luas, karena itu dapat berdampak serius pada kesehatan Anda.”Kata-kata dokter tera

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 102: Luka yang Kembali Terasa

    Di tengah hiruk-pikuk persiapan yang semakin menuntut perhatian, ada sesuatu yang diam-diam menggulung dalam benak Raka. Ia mencoba menepis perasaan itu, menguburnya di antara lembaran undangan yang belum terkirim, daftar tamu yang terus bertambah, dan keputusan warna dekorasi yang belum selesai. Namun, seiring waktu, rasa sakit itu justru semakin kuat, mengusik ketenangan yang susah payah ia bangun bersama Laila.Raka memegang sisi tubuhnya, tepat di tempat luka lamanya berada. Rasa nyeri itu datang bagai kenangan yang menggores kembali, sebuah ingatan yang tak ia ingin ingat. Luka itu sudah ia lupakan sejak lama—setidaknya, itulah yang ia yakini. Tapi kini, tubuhnya seakan mengingatkan kembali, sebuah peringatan bahwa ia pernah mengalami rasa sakit yang lebih dari sekadar fisik. Ada luka batin yang sepertinya ikut berdenyut bersama rasa nyeri itu.Dengan napas yang berat, Raka meraba daerah yang terasa sakit, mendapati dirinya diliputi kecemasan. Bukan hanya rasa sakit itu yang meri

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 101: Di Balik Senyum Laila

    Pagi itu, Laila berangkat ke kantor dengan senyuman yang terpancar dari wajahnya, menyembunyikan kelelahan yang perlahan menggerogoti hatinya. Ia mencoba menata pikirannya agar tetap tenang. Proyek besar yang tengah ia tangani tiba-tiba menghadapi masalah serius. Kritik dari klien datang bertubi-tubi, seakan membebani langkah Laila yang biasanya mantap dan percaya diri. Sebagai seorang pemimpin tim, ia tahu harus kuat dan tetap tegar, tetapi hari-hari penuh tekanan ini mulai membuatnya merasa terjebak dalam pusaran yang tak berujung.Saat tiba di kantor, suasana ruangan terasa tegang. Rekan-rekan kerjanya menatap layar komputer dengan wajah penuh kecemasan, dan beberapa dari mereka saling berbisik dengan nada kekhawatiran. Laila tahu, proyek ini bukan hanya tentang reputasinya, tetapi juga menyangkut seluruh tim yang telah bekerja keras bersamanya selama berbulan-bulan. Pikirannya mulai mengabur oleh rasa bersalah yang perlahan-lahan menghantui. Ia merasa telah mengecewakan semua oran

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 100: Bayang-bayang Masa Lalu

    Di pagi yang tenang, Laila dan Raka duduk berdampingan di ruang tamu, di hadapan mereka terdapat tumpukan undangan pernikahan yang siap dikirimkan kepada para kerabat dan sahabat. Keheningan melingkupi ruangan, hanya suara lembut gesekan kertas dan detik jarum jam yang terdengar. Mereka sedang berada di fase akhir dari persiapan pernikahan, dan untuk sesaat, suasana ini memberikan kehangatan yang mengikat hati mereka dalam harapan akan kebahagiaan yang segera tiba.Laila, dengan senyum lembut di wajahnya, membolak-balik daftar nama yang sudah mereka siapkan. Setiap nama terasa membawa kenangan, setiap nama memiliki kisahnya sendiri yang pernah mewarnai hidup mereka. Namun, di balik senyum hangat itu, Raka terlihat agak gelisah. Tangannya menggenggam erat pena di jemarinya, sementara matanya sesekali melirik daftar nama yang terbentang di hadapannya.“Kamu baik-baik saja, Raka?” Laila bertanya lembut, menyadari perubahan kecil di ekspresi wajah tunangannya.Raka terdiam sejenak, seolah

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 99: Di Bawah Bayang-bayang Tekanan

    Pagi itu, Raka duduk di meja kerjanya dengan kepala tertunduk, matanya tertuju pada layar komputer yang dipenuhi angka-angka dan laporan yang terus berdatangan. Senyum lembut yang biasa terlihat di wajahnya kini menghilang, tergantikan oleh ekspresi tegang dan cemas. Sejak pagi, ia merasa terperangkap dalam pusaran masalah yang tak ada habisnya. Setiap pesan yang masuk, setiap rapat yang harus dihadiri, dan setiap keputusan yang dituntut untuk segera diambil seperti menambah beban yang menekan pundaknya.Di sela-sela kesibukannya, pikirannya melayang ke momen-momen bersama Laila di taman kecil itu. Ia ingat senyumnya, tenangnya udara sore yang menyelimuti mereka, dan janji mereka untuk menghadapi segala sesuatu bersama. Tetapi kini, janji itu terasa goyah ketika beban di tempat kerja ini mengancam mengguncang ketenangan yang baru saja mereka temukan. Raka menarik napas dalam, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya.Namun, beban tanggung jawab ini bukan sesuatu yang bisa ia abaikan.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status