Paris menghentikan kegiatannya pagi itu. Ia mengambil replika dari gambar Jessica. Paris mengulang-ulang nama gadis itu. "Jessica Flowers, namanya Jessica. Baiklah, Jessica. Aku akan menaklukkanmu. Aku akan mendapatkanmu!"
Nama wanita itu seindah wajahnya. Jessica seperti bunga mawar merah mekar, sangat sempurna terlahir sebagai perempuan.
Paris bertekad. Ia memilih untuk mengakhiri sesi pengambilan objek lukisan hari ini. Ia terus memikirkan Jessica. Hanya Jessica. Tatapan polos gadis itu, gerakan rambutnya, serta penampilan menawannya tak bisa dihapuskan di kepala Paris. Ia telah jatuh dalam pesona gadis baru bernama Jessica.
Paris pulang. Dia menyadari penampilannya cukup berantakan. Dia mencukur rambutnya dan melihat-lihat pakaiannya. Dia berencana mengajak Jessica berkencan karena sudah mendapatkan nomor teleponnya.
Tidak ada jas di dalam lemarinya. Jadi, dia berniat belanja di supermarket. Debaran jantungnya tak berhenti berdetak, ia terus membayangkan Jessica tersenyum kepadanya. Paris masih menghayal saat Ibunya muncul dari balik pintu kamarnya.
"Ada apa sekarang?"
Inggrid Mahendra, Ibunya bertanya dengan nada sarkasme. Ya, baginya Paris hanyalah Anak payah. Ketika Ankara sudah jadi pemimpin di perusahaan perbankan keluarga mereka. Paris malah jadi pelukis keliling yang tak jelas pendapatannya.
"Lihat. Aku cuma berusaha untuk bebas. Tak mau menjadi robot ciptaan Mama dan Papa."
Paris mengambil tasnya berencana untuk pergi lagi. Andaikan ia tak usah pulang tadi. Mungkin Ibunya tidak akan melihat dirinya yang mencoba berpenampilan rapi. Saat Paris akan melewati Ibunya, sebuah seruan menghancurkan harga dirinya.
"Mona James."
Paris memelotot. "Tinggallah di rumah. Mama sudah mengutus gadis untuk kencanmu nanti malam. Mama tidak mau kau berhubungan dengan sembarang gadis. Kau belum dewasa, masih butuh perlindungan Mama. Bayi besar tetaplah bayi. Bagaimana pun Mama menyamakan dirimu dengan Ankara. Kau tetaplah berbeda. Sangat jauh dari Ankara," jelas Inggrid.
Paris marah. Ia benar-benar tersinggung akan ucapan Ibunya. Bayi besar? Apa sebegitu tidak berharganya dirinya sampai dikatakan bayi besar? Berada di level terburuk dari seorang Ankara Mahendra? Paris mengepalkan tangannya.
"Aku bukan bayi besar!"
"Kalau begitu, tunjukkan. Temukan pasangan hidup seperti Ankara, temukan rumah serta pekerjaan layak. Dewasalah, jangan selalu merepotkan Mama dan Papa," tegas Inggrid. Paris bisa bekerja dengan layak namun dia lebih memilih menjadi pelukis keliling seolah dia tunawisma dari Indonesia.
"Aku merepotkan?"
Paris sama sekali tidak merasa merepotkan siapa-siapa dalam hidupnya. Dan Ibunya bilang dia selalu merepotkan? Yang benar saja.
"Benar. Kau tak menyadarinya? Kau selalu membuat semua orang khawatir setiap hari. Sifat keras kepalamu itu. Tidak bisakah kau menjadi anak penurut seperti Ankara?"
Inggrid bersungut-sungut. Andaikan Paris lebih penurut maka Inggrid tidak akan keras terhadapnya.
Selalu Ankara. Jika Paris membenci Ankara, bukankah itu manusiawi. Kenapa Ankara selalu sempurna di mata Ibunya? Apakah dengan memiliki pekerjaan layak dan kekasih, itu dikatakan sukses? Paris murka, mundur mengambil tasnya yang lain. Dia memasukkan beberapa pakaian lalu beranjak pergi.
"Aku akan temukan rumah lain. Berbahagialah karena bayi besar ini sudah pergi. Tidak usah pikirkan Anak lambat kembang ini."
Paris sangat kesal. Dia memang seharusnya sudah punya rumah. Dia tidak bisa terus berada di rumah ini.
"Paris, kau...."
Paris tidak memedulikan perkataan Ibunya. Dia sangat marah, meninggalkan Ibunya yang kesal, meninggalkan rumah tempat ia dibesarkan. Ia tidak terima dengan perlakuan Ibunya. Ankara selalu istimewa sedangkan dia selalu jadi petaka.
Paris kabur bersama mobilnya, melajukannya sekencang-kencangnya. Kenangan demi kenangan masa kecilnya bersama Ankara terputar kembali. Saat itu mereka enam tahun, Ankara juara kelas, ia mendapat pujian dan pelukan dari Ibunya. Sementara Paris memandangi kembarnya penuh kebencian.
"Ankara, kau sungguh hebat, Sayang. Kau yang terbaik sepanjang kota Jakarta," seru Ibunya pada waktu itu. Ankara memang pandai dan Paris tidak seharusnya merasa cemburu.
"Terima kasih, Ma."
Ankara tersenyum bahagia. Mengangkat pialanya dan memperlihatkannya pada Paris yang tengah jengkel. Ankara mendekatinya dan berkata, "Kau akan mendapatkannya juga, Parro. Kau hanya perlu rajin belajar sepertiku. Hanya ikuti perintah Mama dan Papa. Kau bisa, Parro."
Ankara menasehatinya. Memanggilnya dengan panggilan yang tak disukainya. Parro kependekan Paris Mahendra Orlando, nama yang buruk. Bahkan sangat buruk untuk seekor anjing.
Paris menyeringai. "Aku tak butuh piala semacam itu."
Ia melangkah menjauh saudaranya dengan sombong. Paris memang tak suka belajar, dia lebih tertarik pada hal-hal yang berbau seni. Saat kecil ia tak memerdulikan pandangan orang tuanya terhadapnya sampai delapan belas tahun kemudian ia mendapat julukan bayi besar. Merepotkan! Dan tidak sesukses Ankara.
"Kau akan mengerti arti dari belajar saat kau dewasa, Parro. Buku memang menyebalkan tapi sangat berguna. Ketahuilah, kita memiliki potensi yang sama. Hanya kau tak menyadarinya."
Perkataan Ankara semasa remaja seolah masih segar di telinga Paris. Membuatnya merasa geli. Menyadari bahwa sekarang sudah 2018. Banyak hal telah berubah tapi ada beberapa yang tak berubah. Buku yang dulu menyebalkan masih saja menyebalkan untuknya. Paris meringis, Ia menghentikan Toyota miliknya di pinggir jalan. Tiba-tiba, ia kehilangan banyak ion positif. Paris berjalan masuk ke dalam minimarket yang tak jauh dari mobilnya. Paris hendak mengambil minuman di lemari pendingin saat seseorang berseru kepadanya.
"Lama tidak bertemu wahai sang Pelukis," seru seseorang.
Paris menoleh dan mendapati ada gadis idamannya di depan mata. Jessica barusaja masuk ke dalam minimarket yang sama. Paris dibuat terkesiap oleh kehadirannya. Denyut jantung lelaki itu berdetak sangat cepat.
"Oh, ini takdir!" seru Jessica.
"Benar. Ini takdir."
Paris merasa cukup gugup. Dia mengamati Jessica. Bibirnya masih merah seperti saat pertama kali bertemu.
"Rambutmu sudah berubah. Potongan rambut yang bagus," komentar Jessica. Paris sempat lupa kalau dia habis mencukur rambut. "Memotong rambut sesuatu hal yang rutin dilakukan pria."
Sebenarnya Paris tidak suka mencukur rambut. Dia merapikan rambutnya hanya karena berencana mendekati Jessica.
"Apa kau bekerja di sekitar sini?" Paris menyadari bahwa Jessica muncul di mana saja. Kenapa gadis itu ada dimana-mana. Paris bertemu dengannya di Antlantic Ave pagi tadi dan sekarang di Fourt Avenue.
"Aku ke sini hanya sebuah kebetulan. Lagipula aku tidak bekerja siang. Kau akan terkejut kalau tahu aku bekerja apa," ujar Jessica.
Paris sama sekali tidak penasaran dengan pekerjaan Jessica. Dia malah terkekeh pelan. "Aku justru tidak bekerja. Tidak usah merasa rendah seperti itu." Paris mengambil soft drink di lemari pendingin. Kehadiran Jessica membuat amarah terhadap Ibunya mereda.
"Bisa berikan ponselmu? Kurasa aku lupa ponselku."
Paris melakukan trik murahan untuk menuliskan nomor teleponnya di ponsel Jessica. Ketika mendapatkan hp Jessica, Paris menelepon nomornya. Telepon genggam Paris jelas ada di saku celananya.
"Maaf. Ternyata ada di kantongku," kata Paris.
Jessica memutar bola matanya. Dia tersenyum dengan tingkah konyol Paris. "Aku akan simpan nomormu," balas Jessica. Paris merasa sangat bahagia. Dia berencana mengajak Jessica kencan namun sepertinya waktunya tidak tepat.
"Aku akan sering menelepon," kata Paris. Jessica hanya tersenyum, seakan setuju dengan kemauan Paris. Jessica membeli cat kuku, dan minuman beralkohol. Paris memerhatikannya saat wanita itu ketika Paris berhasil membayar minuman soft drink miliknya. Jessica belanja begitu banyak dan Paris tidak punya alasan terus di minimarket.
Paris menunggu di dalam mobilnya. Dia berencana membuntuti Jessica. Dia begitu terpukau akan kecantikan Jessica. Dia sangat ingin memiliki wanita itu. Setelah Jessica selesai belanja, ada dua orang kulit hitam menahan Jessica. Mereka mengobrol cukup banyak. Jessica terlihat tidak menyukai kehadiran dua orang itu.
Paris keluar dari mobilnya. Dia ingin membantu Jessica.
"Apa yang kalian lakukan kepadanya? Menjauh dari sana!" teriak Paris.
Dua orang itu menoleh menatapnya. Mereka memandangi Paris dengan tatapan seakan mengejek lalu kemudian benar-benar pergi.
"Kau tidak apa-apa?"
Paris berlari mendekati Jessica. Sebenarnya jalanan New York selalu ramai namun semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Kota ini adalah kota yang selalu hidup--kota bisnis. Tidak ada waktu untuk sekadar menolong sesama.
"Mereka meminta beberapa uang," jelas Jessica menghela napas. Paris ingat wanita itu bilang tidak punya uang waktu dia menggambarnya. Jessica mungkin kehilangan banyak uang.
"Apa kau mengenal mereka?" tanya Paris. Jessica menggeleng.
"Aku akan antar kau pulang."
Jessica tidak menolak saat Paris menarik tangannya menuju Toyota miliknya. Paris melajukan mobilnya saat Jessica sudah menyebutkan alamatnya. Jessica tidak banyak bicara saat berada di dalam mobil. Jadi, Paris menyalakan lagu latin milik Maluma berjudul Felices los 4.
"Maaf mungkin aku tidak sopan menanyakan ini--, apa kau sudah punya kekasih? seperti apa tipe pria idamanmu?"
Paris membuang segala rasa malunya. Dia akhirnya bisa menanyakan itu ke Jessica secara langsung. "Aku tidak punya pacar," jawab Jessica santai.
Paris cukup terkejut. Jessica punya paras cantik. Setiap laki-laki tidak akan mengabaikan wanita secantik dia. Apalagi dadanya--lumayan. Itu hanya insiden tak disengaja,sebelumnya Paris melihatnya tepat di depan matanya. "Jadi aku boleh mendekati?" Paris menatap penuh harap.
"Tentu saja."
Untuk kedua kalinya Jessica memandangi Paris begitu lama. Mata biru itu seakan bertautan dengan mata hitam Paris. Ada obrolan di mata biru itu. Seakan-akan ada rasa lama yang tersampaikan, tapi sepertinya bukan rasa lama sebab Paris baru pertama kali bertemu Jessica. Paris mendekatkan bibirnya dengan bibir Jessica.
Dia nyaris mencium cewek itu sebelum akhirnya Jessica berseru, "Apartemenku ada di sana." Jessica apartemennya.
Paris tergelak pelan atas apa yang tadi ingin ia lakukan. Jessica pun tertawa kecil. Dia turun sembari memandangi Paris lewat sebuah seringaian. Mereka berdua seperti menemukan sebuah kecocokan sebagai pasangan kekasih. Paris menyaksikan Jessica masuk ke gedung apartemennya. Paling tidak, Paris sudah tahu apartemen milik Jessica.
***Ibu adalah dia yang selalu mengkhawatirkan dirimu, mencemaskanmu, atau bahkan mendikte dirimu bagaimana cara hidup yang menurutnya baik. Begitulah Ankara, ia tumbuh atas perintah Ibunya, membuat lelaki tampan itu tak bebas untuk menikmati hidup.Ankara masih mengetik di komputernya saat mendapat panggilan telepon dari Ibunya, Inggrid Mahendra. Ibunya memberitahu kalau Paris Mahendra saudaranya pergi dari rumah. Ya, dialah Paris. Tak pernah dipandang sebagai lelaki dewasa. Selalu merepotkan dan hanya merusak nama keluarga Mahendra Orlando.Mahendra adalah nama kakek mereka dari pihak Ayah, Hermawan Mahendra. Sementara Orlando merupakan nama kakek mereka dari pihak Ibu, Inggrid Mahendra Orlando. Mata Ankara berwarna biru, tak mengusir fakta kalau mereka punya keturunan darah Orlando, mereka blasteran."Biarkan saja, Ma. Aku rasa Parro butuh dunianya sendiri. Mama tidak usah mencemaskannya."Ankara tak pernah sedikit pun mengadu domba atau bahkan
***Paris pergi dari rumah. Jadi dia tidak punya tempat untuk tinggal. Dia terlalu marah terhadap perlakuan Ibunya. Paris sudah sangat muak selalu dibandingkan dengan Ankara. Pada akhirnya Paris memilih untuk tinggal di rumah kenalannya Travis."Ayolah, Bung. Kau tidak akan menghabiskan waktumu seharian di sofa itu."Travis mengajak Paris ke klabmalam. Namun Paris merasa cukup malas. Dia cukup paham dirinya saat mabuk. Paris tidak mau mempermalukan Ibunya seperti bertengkar dengan orang baru, persis yang sering ia lakukan.Meskipun dituding selalu membuat masalah, sebenarnya Paris selalu mencoba menahan diri."Aku tidak mau merusak nama baik keluargaku," ujar Paris.Itu mungkin terdengar lucu karena Travis sudah menertawainya. "Persetan dengan nama baik keluargamu itu. Ayolah, Bung. Neraka tidak akan membeku hanya karena kau mabuk," tegas Travis.Paris sungguh tidak ingin pergi. Namun karena Travis terus mendesaknya.
***Sudah terlalu larut apabila Jessica pulang. Pada akhirnya ia memilih menginap di apartemen Travis. Dia tidur di dalam kamar tamu sementara Paris tidur di atas sofa.Travis belum pulang. Pria itu tampak menikmati malam bersama seseorang. Dia memberitahu Paris kalau dia tinggal di rumah cewek bernama Ester malam ini. Alhasil, hanya ada Paris dan Jessica di apartemen lelaki itu.Jessica bangun saat jam menunjukkan pukul empat. Dia sangat haus jadi dia berjalan ke dapur. Jessica merasa tidurnya lebih nyenyak setelah mengobrol banyak bersama Paris. Dia merasa ada beberapa kesamaan antara dia dan pria itu."Apa kau tidak bisa tidur?"Jessica bertanya saat melihat Paris di ruang tengah sedang membaca majalah sport. Ada gambar Christiano Ronaldo di sampul majalah itu. Kedua tangan Paris memeluk bantalan sofa yang bermotif polkadot.Jessica sudah berhasil mengambil air minum ketika menyadari Paris tampak gelisah di sofa. Jessica berhasil me
***Jessica tersenyum setiap kali menyaksikan lukisan dirinya yang dibuat oleh Paris. Dia tidak menyangka kalau lukisan Paris begitu indah--sangat nyata. Jessica sempat memotret lukisan itu lewat ponselnya."Aku terlihat seperti remaja polos dalam lukisan. Orang-orang tidak akan tahu kalau aku seorang penari strip," jelas Jessica."Kau terlihat sangat menarik baik di dalam lukisan atau pun kenyataan."Paris mendekati Jessica. Keadaannya sudah lebih baik setelah dia menghangatkan tubuhnya di depan perapian. Jessica benar-benar mengurusnya dengan sangat baik."Trims. Kau selalu memuji aku."Jessica tersenyum. Dia menyentuh lukisan itu. Dia terpukau akan kemampuan Paris melukis."Kau bisa membuka galeri. Lukisanmu sangat bagus. Aku yakin akan banyak orang yang membeli lukisanmu."Jessica menyadari bakat Paris. Lelaki itu bisa mendapatkan lebih banyak uang kalau memiliki galeri pribadi ketimbang jadi pelukis kelilin
***Semua orang memiliki cara berbeda mengatasi masalah yang dialami. Bagi pria semacam Paris, ia tak bisa melakukan banyak hal. Dia melampiaskan kemarahannya pada Ankara dengan cara yang baik, yaitu dengan melukis. Paris menjadi lebih produktif ketika Ankara meledek karya seni ciptaannya."Apa kau butuh semacam kopi?"Jessica bertanya saat melihat Paris masih setia di depan kanvasnya. Beberapa pria di New York sibuk dengan komputer, sangat berbeda dengan Paris. Pria itu menjadikan kuas sebagai wadah menghasilkan uang, bukan dengan komputer."Tidak. Aku sedang tidak dalam mood yang baik." sahut Paris.Jessica mendekatinya, melihat Paris sedang melukis suasana di kelab malam--tempat di mana ada banyak sekali penari tiang bergoyang di depan pengusaha kaya.Jessica tidak percaya Paris bisa mengingat setiap detail saat itu. Dia percaya bahwa Paris merupakan lelaki cerdas. Hanya orang jenius yang mampu menggambarkan situasi deng
***"Kau tidak akan pernah memanggilku Parro."Paris meringis. Dia masih membuka buku tahunan Jessica sampai tersadar kalau Ankara juga alumni UNY, ia menatap serius ke arah Jessica. "Kau--, apa kau mengenal Ankara? Kalian berada di Universitas yang sama."Jessica menggeleng. "Aku tidak terlalu aktif kuliah, jadi sangat jarang mengenal orang, aku ke kampus kalau sudah ujian akhir," katanya.Paris merasa lega, ia senang karena gadis yang ia kencani bukanlah orang yang dikenal Ankara, atau setidaknya sekaranglah saatnya membuktikan kalau ia mampu mendapatkan gadis cantik, setara dengan Chantelle Grace, istri Ankara."Kau bisa disebut sebagai wanita berpendidikan. Mengapa kau memutuskan jadi penari--, kau tahu aku tidak bisa menyebutnya."Paris tidak tahu apakah dia sopan menanyakan itu. Paris sempat minta maaf karena takut Jessica tersinggung."Selama kuliah aku sudah jadi penari tiang. Dan setelah lulus, aku sama sekali tak b
"Komedi yang tidak lucu wahai Putra Mahkota!"Paris tersenyum miring untuk beberapa waktu lamanya. "Berhenti menghalangiku berkencan dengan Jessica sebelum aku curiga kau menyukai kekasihku. Ini sungguh bukan dirimu, Ankara!"Mendengar kalimat Paris, Ankara mendelik. Dia diam, mempertahankan gerakan kesombongannya. Ia tak akan menampakkan sisi lemahnya sebagai pria.***Ankara tertawa lepas, mengejek pernyataan kembarannya, Paris. Pria itu tidak terima dengan kalimat yang menyebutkan bahwa dirinya menyukai Jessica."Aku menyukai Jessica?" Ankara bertanya dengan nada meremehkan. Dia bertingkah seakan-akan Jessica bukanlah wanita berharga.Dia pun mendekati Jessica lalu menegaskan, "Wanita ini tidak akan sanggup menyaingi seorang, Grace. Dia hanyalah wanita penghibur. Jadi selir pun dia tak cocok untukku." Tatapan jijik berusaha dia tunjukkan ke arah Jessica. Namun, tatapan itu berubah dalam sekejap ketika Jessica melototkan
***Dia melangkah dengan sangat gagah. Tanpa Ankara, Jessica berdiri tegak di depan apartemennya, memandangi bahu kokoh Ankara yang berjalan memasuki lift. Saat Ankara masuk ke dalam sana, tatapan mereka sempat bertemu. Masa lalu mereka terputar begitu saja.Kala itu Ankara delapan belas tahun sedangkan Jessica masih lima belas tahun. Mereka adalah pasangan yang dimabuk cinta, nyaris setiap hari mereka melakukan kencan bersama.Suatu sore mereka meninggalkan New York dan mengendara mobil mewah menuju South Hamptons. Mereka menghabiskan waktu mereka di pantai di kota itu sampai malam hari. Ankara lupa waktu, dia tidak ingat kalau hari itu merupakan hari spesial Ibunya. Hari itu adalah hari ulang tahun Ibunya.Ankara memilih menyenangkan Jessica karena gadis itu sedang mengalami masalah berat. "Aku akan selalu berada di sampingmu, Jessie."Seminggu sebelumnya adalah hari pemakaman Ayah Jessica, akibat frustrasi karena kebangkrutan dan di
***Menjadi bagian dari Mahendra Orlando merupakan hal paling menyenangkan bagi Grace. Selain mendapatkan kebahagiaan berupa harta berlimpah, ia pun mendapatkan suami dan putra tampan yang selalu mewarnai hari-hari Grace. Membuatnya merasa hidupnya sangat menakjubkan.Wanita itu sangat bangga karena putranya tumbuh dengan sangat baik, sesuai dengan yang ia harapkan. Earth bukanlah anak nakal, dan itu selalu membuat Grace tersenyum. Earth adalah Ankara kedua, seperti salinan. Versi yang sama dengan Ankara.Bagi Earth, jika ia menyenangkan orang tuanya. Itu sudah menyenangkan hatinya juga. Sifatnya itu membuat orang sekelilingnya menyukai pribadi anak itu. Meskipun usianya masih muda, Earth sudah perhatian kepada semua orang terutama ibunya.Waktu berlalu begitu cepat. Sekarang Earth berusia lima tahun. Dia tumbuh menjadi anak baik yang disayangi banyak orang. Tak tanggung-tanggung, kakek neneknya mera
***Saat Paris menyadari Travis dan Ester merupakan dua orang yang pernah saling mencintai. Dia memberikan kode kepada Jessica untuk mengalihkan pembicaraan. Mereka berusaha tidak mengungkit soal hubungan percintaan. Mereka membahas hal lain.Sebab mereka tahu Ester sedang menjomblo sedangkan Travis mungkin saja memiliki pujaan hati bernama Chloe? Bukankah Travis terakhir kali dekat dengan wanita itu? Paris berpikir bahwa tidak adil bagi Ester ketika mereka membahas soal hubungan cinta."Liliana juga sangat lucu. Aku tidak terlalu suka anak-anak. Akan tetapi kadang-kadang aku merasa bangga melihat mereka. Jujur saja, anak-anak cukup memberikan kebahagian. Apalagi bayi mungil seperti Liliana."Setelah lama mengobrol, Travis mendadak membahas soal anak. Ester berusaha untuk tidak peduli. Sejak tadi, ia tidak pernah melirik ke arah Travis. Dia fokus memandangi Jessica dan Paris. Sebetulnya lebih sering
***Sembilan bulan berlalu terasa begitu cepat. Seolah sembilan bulan itu hanyalah sembilan hari. Jessica melahirkan anak pertamanya bersama Paris. Anak itu berjenis kelamin perempuan. Mereka menamainya dengan Liliana Mahendra Orlando.Kehadiran Liliana melengkapi kebahagiaan Paris dan Jessica. Rumah tangga dua orang itu menjadi begitu harmonis. Mereka merawat Liliana dengan baik. Mereka kompak menjaga bayi cantik itu. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk mengeluh karena kehadiran bayi itu.Liliana adalah segala yang diinginkan Paris dan istrinya. Anak itu sumber kebahagiaan terbesar mereka. Kebahagiaan yang selalu mereka damba-dambakan. Mereka memutuskan untuk tidak menyewa perawat. Bukan karena mereka tidak mampu. Mereka jelas memiliki banyak uang.Hanya saja, Jessica mau mengabdikan dirinya untuk merawat Liliana dengan tangannya sendiri. Kasih sayang orang tuanya yang sempat didapatkan Jessica, hanya sampai ia remaja. Jessica
***Hari ulang tahun Grace merupakan hari yang paling membahagiakan untuk wanita itu. Kebahagiaan Grace menyebar pada Ankara. Melihat istrinya bahagia membuat pria itu tak berhenti menampilkan senyuman manis.Beruntung, senyuman itu hanya disaksikan Grace saja. Memang itulah yang diharapkan Grace. Dia tidak mau membagi segala hal menakjubkan dari suaminya. Ankara adalah miliknya.Grace tidak mau membagi keindahan suaminya kepada orang lain termasuk ketampanannya.Ankara berhasil memberikan kejutan kepada istrinya. Kejutan tersebut membuat Grace sangat terkesan. Sudah lama sekali ia mengharapkan liburan, dan Ankara baru menghadiahkan liburan untuknya tepat di hari ulang tahunnya.Liburan ke Prancis.Ankara mewujudkan liburan ke Prancis sesuai janjinya dahulu. Ankara pernah berjanji akan mengajak Grace liburan ke sungai Seine jika sudah sembuh dari lumpuhnya.Kini harapan itu sudah terwujud. Mereka su
***Tidak hanya omong kosong semata. Paris benar-benar mengikuti saran kembarannya. Dia mengambil alih beberapa jabatan penting dalam perusahaan keluarga mereka.Keputusan Paris tersebut membuat orang tuanya sangat senang. Sudah lama sekali mereka mengharapkan Paris melakukan itu. Keputusan itu disambut baik oleh pihak keluarga.Akhirnya Paris memutuskan bergabung dengan bisnis keluarga tanpa harus dipaksa. Jessica pun tidak terlalu mempermasalahkan jika suaminya melakukan itu. Jessica sudah diterima baik oleh keluarga Paris seutuhnya, sehingga keputusan lelaki itu sejalan dengan situasi mereka."Bagaimana pekerjaannya? Aku berharap kamu menikmati pekerjaanmu." Jessica hanya menginginkan yang terbaik untuk suaminya.Paris baru saja pulang dari kantor milik orang tuanya. Ada begitu banyak hal yang harus dipelajari olehnya terkait bisnis keluarganya. Paris belum terlalu memahami seperti apa caranya memimpin perusahaan besar. Ada perbedaan
***Johnny memberikan pelayanan terbaik. Dia merekomendasikan banyak barang ekslusif di tokonya. Meskipun kebanyakan barang di tempat itu murah meriah. Grace tetap sangat antusias membeli barang di tempat itu. Kualitasnya tidak terlalu buruk.Aksesoris yang tersedia memang tak ada duanya. Bahkan merek mahal sekali pun belum mengeluarkan aksesoris serupa dengan barang di toko tempat Johnny bekerja itu.Tak henti-hentinya Grace memandangi gelang custom pasangan yang ada di tangan kanannya. Gelang itu menuliskan namanya dan Ankara. Hanya dengan melihat nama mereka berdampingan, membuat Grace sangat terpukau. Dia amat sangat bahagia."Kau tampak sangat menyukai gelangnya," komentar Jessica pada Grace.Mereka sudah ada di kafe setelah berbelanja di toko suvenir Johnny.Ketika semua orang sibuk makan, Paris malah sibuk melukis keluarga bahagia Ankara dan Grace seperti janjinya sebelumnya. Paris melirik ponselnya sesekali la
***"Maaf membuat kalian berdua menunggu lama!" kata Paris kepada Ankara dan Grace.Paris merasa bersalah karena membuat janji kepada saudara dan iparnya. Namun, nyatanya ia malah terlambat. Itu adalah sikap yang kurang baik. Paris paham betul itu murni kesalahannya."Ya. Kau memang seharusnya minta maaf. Kami sudah menunggumu sejak tadi. Nyaris sepuluh jam!"Ankara menampakkan mimik tidak senang. Akan tetapi, bukannya merasa bersalah Paris mendadak terkekeh. Cara Ankara marah kepadanya itu terlihat sangat berbeda. Paris tidak tahu apakah itu sebuah candaan atau memang marah sungguhan."Kenapa kau malah tertawa?""Karena kau baru kali ini marah seperti itu?" Paris balik melemparkan pertanyaan, yang lebih mirip sebuah pernyataan darinya. Membuat Ankara semakin menunjukkan mimik masam kepada saudaranya itu."Baiklah. Sekali lagi, maaf. Aku benar-benar tidak tahu kalau pagi ini akan terjadi masalah." P
***Pantai plumb merupakan pantai yang banyak dikunjungi oleh masyarakat lokal maupun wisatawan ketika akhir pekan tiba. Hari ini tempat itu sangat ramai, Ankara dan Grace sampai menggunakan masker agar orang-orang tidak mengenali mereka. Maklum saja, mereka cukup dikenali di kalangan masyarakat.Mereka hanya tidak mau jalan-jalan mereka kali ini terganggu karena penggemar mereka. Ankara dan Grace datang ke pantai plumb sesuai janji mereka kepada Paris dan Jessica.Janji untuk menghabiskan akhir pekan bersama-sama. Mungkin lebih tepatnya sebuah kencan ganda untuk mereka berempat.Pasangan itu tampak sangat bahagia, karena pada akhirnya bisa menikmati jalan-jalan. Melihat langit biru New York. Sekadar menunjukkan kisah cinta mereka di bawah langit itu. Mereka ingin semua orang tahu betapa besar cinta mereka."Bagaimana, Earth? Suka dengan pemandangannya?" tanya Ankara kepada bayi
***Grace sudah memutuskan untuk tidak menandatangani kontrak dengan agensi modelnya. Dia lebih memilih untuk fokus menjadi istri Ankara. Keputusan itu cukup disayangkan mantan manajer Grace, dan beberapa penggemar setianya.Kebanyakan orang menyebut bahwa Grace tidak sedang menjadi dirinya sendiri. Mereka mengklaim bahwa Grace mengorbankan hidupnya demi seorang lelaki, dan itu dinilai sangat buruk.Grace dianggap merendahkan dirinya sendiri sebagai wanita. Dicap tidak bisa memutuskan hidupnya dengan baik.Kritikan demi kritikan mulai membanjiri kolom komentar di setiap postingan Grace di sosial media. Memang, dahulu, Grace adalah penari balet terkemuka. Dia disayangi oleh banyak masyarakat New York.Banyak keputusan yang diambil Grace kurang tepat. Sehingga beberapa kritikan muncul di laman media sosial Grace."Kau membaca komentar di halaman media sosial lagi!" seru Ankara.Grace terperanjat. Dia tidak menyadari bahwa sejak tadi sua