“Aku pulang kalau sudah menemukan pekerjaan baru. Aku tidak mau seharian penuh berada di dalam rumah.”
Maylin segera memberi alasan ketika Rayla dan Deonartus Surbakti, tunangan Rayla, bertandang ke rumah Frida. Rayla dan Deon tengah berusaha membujuk Maylin agar kembali pulang ke rumah.
“Bagaimana kalau bekerja di kantor Elian?” Frida tiba-tiba mengucapkan keluar pemikirannya. “Kebetulan Elian sedang mencari sekretaris. Biar Maylin saja yang menempati posisi itu.”
“Tapi aku membutuhkan yang sudah berpengalaman sebab pekerjaan sekretarisku sangat banyak. Akan memakan waktu lebih lama kalau aku masih mau mengajari yang tidak memiliki basic sekretaris, Mom,” jawab Elian.
“Diterima saja dulu Maylin sebagai sekretarismu. Siapa tahu dia memiliki persyaratan yang kau butuhkan.” Frida mengusulkan idenya itu semata-mata agar hubungan Elian dan Maylin kembali dekat seperti dulu.
Sejak Elian melanjutkan pendidikannya ke negara kelahiran putra sulungnya itu, entah mengapa hubungan Elian dengan Darwan dan Maylin menjadi renggang. Padahal, mereka bertiga pernah akrab. Di mana ada Darwan, di situ pula ada Elian dan Maylin. Begitu pun sebaliknya. Seperti itu lah hubungan mereka dulu.
Elian Grayson Carter dan Darwan Bimala adalah saudara berbeda ayah. Elian terlahir dalam pernikahan pertama Frida dengan Emilio Finn Carter, salah satu pengusaha besar di negara Eropa. Karena suatu alasan, Frida dan Emilio memutuskan untuk bercerai.
Atas izin Emilio, Frida membawa Elian tinggal bersamanya kembali ke negara asal wanita itu. Empat tahun kemudian, Frida melakukan pernikahan untuk kali kedua dengan pria bernama Brian Bimala dan melahirkan seorang putra, yaitu Darwan Bimala.
Walaupun Elian bukan anak kandung Brian, namun pria itu tulus menyayangi Elian selayaknya anak kandung. Brian tak pernah membeda-bedakan Elian dengan Darwan meskipun Elian memanggil ayah tirinya dengan sebutan om hingga sampai saat ini.
“Maylin saja tidak mengatakan apa-apa. Mengapa Mom tampaknya ingin sekali aku terima Maylin sebagai sekretarisku?”
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Elian membuat Frida tersadar dari lamunannya. Bibir Frida bergerak terbuka, siap memberi jawaban. Akan tetapi, celetukan dari Maylin mengurungkan niatnya.
“Jadi kalau aku sendiri yang meminta, kau setuju?” tanya Maylin sembari melirik Elian yang terbungkam seketika.
Frida menatap Elian menyelisik ekspresi wajah putra sulungnya itu. Sebuah pemikiran menyelinap masuk dalam kepalanya. Mungkinkah?
“Me— memangnya kau mau pekerjaan ini?” Elian balik bertanya dengan gugup.
Semenjak ia kembali dari London, Maylin bersikap dingin terhadapnya. Kalimat yang diucapkan keluar dari bibir wanita itu, tidak pernah lebih dari tiga patah kata. Elian memahami Maylin sedang marah padanya sebab selama Elian berada di London, tidak pernah sekali pun ia menghubungi Darwan dan Maylin.
“Aku butuh suasana baru. Bekerja sebagai sekretaris sepertinya boleh dicoba. Kalau kau bersedia memberiku kesempatan untuk belajar, aku berjanji tak akan mengecewakanmu.” Maylin menyunggingkan senyum manis di bibirnya yang tipis.
Elian menatap Maylin dengan lekat. Senyum manis itu seakan menghipnotis dirinya, kepalanya bergerak mengangguk. “Besok kau temui bagian HRD. Mereka akan menyiapkan penawaran dan kontrak kerja juga merundingkan perihal gaji serta tunjangan perusahaan.”
“Thank’s, Elian,” ucap Maylin kemudian. Perasaan bersalah menyergap dirinya ketika ia mengingat kembali rencana pembalasan dendamnya melalui Elian. Namun, ia segera menepis perasaan itu jauh-jauh. Untuk memberi pelajaran kepada mereka, Maylin harus mengabaikan nuraninya.
Maaf, El. Salahkan mereka yang masuk dalam kehidupanmu. Seandainya saja kau tak mengenal mereka, aku tak akan memanfaatkanmu. Batin Maylin.
Sebuah senyum mengembang lebar di bibir Elian dengan netra terus memandang Maylin lembut, sebelum akhirnya ia kembali melanjutkan makannya.
“Kalau begitu, kau akan pulang ke rumah ‘kan, Lin?” Deon menatap Maylin dengan tatapan serius. “Menuruti emosi hanya akan merugikan diri sendiri. Penyesalan adalah hadiah yang telah diterima tante Restin. Beliau sekarang telah banyak berubah. Berikan kesempatan padanya untuk memperbaiki semuanya.”
“Baiklah,” ucap Maylin setelah beberapa saat ia memikirkan matang-matang.
Setidaknya Restin telah berjuang menjadi ibu tunggal dengan bersusah payah mengembangkan usaha kulinernya agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Meskipun telah mengorbankan waktu quality time mereka. Tidak seperti pria itu yang meninggalkan mereka demi kebahagiaan diri sendiri.
*****
Maylin yang tak ingin kemampuannya diremehkan Elian, meminta pria itu agar memberinya masa percobaan terlebih dahulu. Maylin yang pada dasarnya memiliki sifat optimis, merasa yakin dengan kecerdasan yang dimilikinya dapat belajar dengan cepat.
Terbukti ia berhasil melewati masa probation karyawan. Bahkan, performanya selama bekerja sangat baik sehingga hanya dua bulan, Elian pun menjadikan Maylin sebagai karyawan tetap.
*****
Seorang wanita muda berparas cantik datang menghampiri Maylin yang tengah berkutat dengan pekerjaannya. “Aku mau bertemu Elian,” ucapnya tanpa basa-basi.
Wanita itu memandang Maylin dengan tatapan tidak suka. Sejak Maylin menjadi sekretaris di kantor Carter Corporation, ia sulit bertemu dengan Elian. Sekalinya Elian sudah memiliki waktu, Maylin menempel seperti lintah. Tidak membiarkan dirinya bersama Elian pergi berdua.
“Elian sedang rapat dengan para direksi.” Maylin hanya melirik wanita itu dengan ujung ekor matanya sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.
Vlora Lovata Osborn mendengus melihat ketidaksopanan dari Maylin. Ia tidak habis berpikir, mengapa Elian bersedia mempekerjakan wanita ini sebagai sekretaris barunya?
“Kalau begitu, aku tunggu di ruangannya. Buatkan secangkir black coffee untukku.” Tanpa menunggu respons dari Maylin, Vlora lantas berjalan masuk ke ruang kerja Elian.
Maylin meletakkan pesanan wanita itu ke atas meja setelah office boy datang membawa minuman itu padanya. Kakinya sudah ingin melangkah keluar, tapi kalimat yang diucapkan Vlora membuatnya berbalik menatap wanita itu yang ternyata juga tengah memandangnya dengan tatapan tajam.
“Kau sungguh wanita yang tidak tahu berterima kasih. Elian telah berbaik hati menerimamu menjadi sekretarisnya sebab kalian adalah teman lama. Namun, sikapmu sungguh tidak sopan. Bukankah masa percobaanmu sudah selesai? Seharusnya kau tahu kemampuan apa yang wajib dimiliki oleh seorang sekretaris.”
“Aku tahu. Hanya saja aku tidak bisa berlaku sopan padamu. Tahukah mengapa?” Sudut bibir Maylin tertarik membentuk senyum sinis. “Karena kau tidak pantas mendapatkannya dariku.”
“Kau ….” Vlora menggeram marah mendengar pengakuan Maylin, membuat telinganya terasa panas. “Aku akan memberi tahu pada Elian tentang tingkah lakumu ini!”
“Silahkan, Vlora. Lakukan apa yang kau suka. Melihat kau marah, aku semakin merasa senang. Tentu saja aku akan lebih senang lagi apabila sampai melihatmu menangis. Itu adalah hal yang sangat kunantikan.”
“Mengapa kau tampak membenciku? Apa salahku padamu? Bukankah dari pertemuan pertama kita, kau ‘lah yang bersikap memusuhiku terlebih dahulu?”
Maylin tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Vlora bagaikan sebuah lelucon di telinganya. Vlora menatap Maylin semakin bingung. Apakah ada yang lucu atas pertanyaannya tadi?
“Apa kesalahanmu? Well … you can ask to your mom or … Frans Osborn, your daddy.” Netranya menghunus tajam Vlora. “Kau tidak melupakan nama keluarga papamu yang sebenarnya, ‘kan?
Maylin tersenyum puas melihat perubahan raut wajah wanita di hadapannya menjadi pucat. Napas Vlora terlihat tertahan dengan kedua netra hazelnya yang membulat lebar.
Rayla mengatakan pada Maylin, selain bertemu dengan Frans Osborn di acara ulang tahun perusahaan Deon, ia juga bertemu dengan Vlora Lovata Osborn, putri pertama Frans Osborn dengan istri sahnya, Auristela Allisya Osborn.
“Ah, selama ini kau hanya tahu namaku saja, ‘kan? Pada kesempatan kali ini, aku ingin memperkenalkan diriku. Nama lengkapku Maylin Pramanta. Aku dilahirkan lima tahun setelah daddy tercintamu dibuang oleh kakekmu karena ketahuan telah berselingkuh.” Maylin mengucapkannya dengan bibir mengulum senyum lebar.
Namun, beberapa detik berikutnya, senyum lebar itu berubah menjadi senyum yang paling mengerikan.
“Aku benci pada pria yang memberiku nama ini. Dia adalah seorang papa yang paling berengsek di dunia ini. Namun, aku dapat melihat kasih sayangnya padamu, Vlora. Sungguh membuatku iri. Oleh sebab itu, aku akan mengambil sesuatu yang berharga bagimu. Kau mencintai Elian, bukan?”
Maylin berjalan mendekati Vlora tengah berdiri mematung hingga mereka berdua kini saling berhadapan. Sepertinya Vlora terlalu terkejut mendapatkan pernyataan dari Maylin sehingga wanita itu tidak mampu mengucap sepatah kata.
Maylin mencondongkan tubuhnya, berbisik pelan di dekat telinga Vlora. “Aku akan membuat Elian jatuh cinta padaku. Keinginanmu untuk memiliki dirinya, sepertinya hanya akan menjadi sebuah mimpi.”
Setelahnya Maylin memutar balik tubuh dan melangkah pergi meninggalkan Vlora. Senyum puas menghiasi bibirnya yang berwarna merah muda itu.
Disebuah rumah sederhana, terdapat beberapa orang tengah berkumpul di ruang tamu, mengobrol sembari membahas tentang pengiring pengantin pria dan wanita pada acara pernikahan Deonartus Surbakti dan Rayla Pramanta. “Yang akan menjadi bridesmaidnya adalah aku, Bella dan Alice,” ucap Maylin dengan nada yang tak terbantahkan. Ia percaya dengan mitos bahwa hanya wanita single yang boleh menjadi bridesmaid agar mereka dapat menemukan jodohnya di antara barisan groomsmen yang ada. “Ini pernikahanku, Lin. Biarkan aku yang mengambil keputusan.” Rayla mencebik kesal sebab adiknya dengan seenaknya mengatur pengiring di acara pernikahannya nanti. “Tapi bagaimana kalau setelah Agatha menjadi bridesmaid, dia dan Peter malah bercerai?” Maylin menyerang Rayla dengan pertanyaan balik. “Hei! Cinta kami tidak sedangkal itu!” pekik Agatha yang segera memprotes ucapan Maylin yang terdengar sangat mengerikan itu. “Lalu groomsmennya siapa saja?” tanya Bella mengalihkan topik pembicaraan. Rayla, Agatha
2 Tahun kemudian “Hari ini apa saja jadwalku, Lin?” Elian berjalan masuk ke ruang kerjanya setelah rapat bersama para direksi berakhir. Tangannya bergerak melonggarkan dasi yang melingkar di kerah bajunya. “Tidak ada, Pak.” Maylin mengambil jaket setelah pria itu melepaskan baju luar itu, kemudian menggantungkannya pada standing hanger yang terletak di sudut ruangan. Dua tahun menjadi Sekretaris Elian, membuatnya sedikit banyak mengetahui kebiasaan pria itu. Elian melirik Maylin dari sudut ekor matanya. Mengingat dirinya akan segera pergi meninggalkan wanita itu, ada perasaan tidak rela dalam hatinya. Haruskah ia membawa juga wanita itu pergi bersamanya? Seminggu yang lalu, ia mendapatkan telepon dari sang ayah, meminta padanya untuk kembali ke London dan mengurus kantor pusat di sana. Elian sempat menolak sebab ia tidak mau kehilangan Maylin untuk kedua kalinya. Cukup satu kali saja ia melakukan kesalahan. Akan tetapi, sang ayah tidak menerima penolakan terlebih atas sikap impusi
Pengajuan Maylin mengenai keinginannya untuk pindah ke kantor utama Carter Corporation langsung saja disetujui oleh Elian. Tanpa banyak bertanya, pria itu segera menugaskan bagian human resources departemen untuk mengurus segala macam kebutuhan mutasi tersebut. Maylin berdalih hendak mencari suasana baru ketika mengatakan alasannya pada sang ibu dan kakak. Meski kedua wanita itu merasa keberatan, tetapi akhirnya mereka pun dapat memahaminya. Mereka berharap dengan meninggalkan tempat yang memiliki kenangan menyakitkan, Maylin dapat fokus menata kembali hidupnya dan mencari kebahagiaan baru. ***** Leonel Norman duduk di kursi pengunjung salah satu café terkenal di kota ini seraya menunggu Maylin datang. Ia sudah membuat janji temu dengan wanita itu beberapa hari yang lalu. Sebelum tiba di tempat ini, ia mengunjungi kantor milik Deonartus terlebih dahulu. Ingatannya kembali tatkala sahabatnya itu memberikan peringatan disertai dengan tatapan menghunus tajam padanya. 'Kau boleh berm
Seorang wanita berparas cantik, berbalut dress hitam fit body dengan aksen sheer dan berpotongan model strapless, dengan tergesa-gesa melangkah mendekati sesosok pria yang sedang duduk di antara pengunjung restoran. Meskipun penampilan pria itu terlihat kasual, tetap saja tidak mengurangi ketampanan yang dimilikinya. “Sudah lama menunggu?” tanya Vlora setelah mendaratkan pantat dengan sempurna di atas kursi depan Elian seraya tersenyum simpul. Elian mengulurkan segelas smoothies blueberry ke arah Vlora yang diterima oleh wanita itu, lalu diteguknya minuman tersebut. Bertahun-tahun mengenal Vlora, ia paham betul dengan kebiasaan apa saja yang dikonsumsi wanita itu untuk menjaga berat badannya tetap ideal. “Tidak terlalu lama hingga aku sudah menghabiskan secangkir frappuccino dan ini adalah cangkir kedua,” kelakar Elian yang disambut tawa renyah oleh Vlora. “Anyway, terima kasih atas minumannya. Kau sangat memahami kebiasaan dan kesukaanku, Honey.” Sudah menjadi kebiasaan Vlora mema
“Pertama, genggam grip pistol dengan weapon hand secara penuh dan konsisten. Genggam dengan erat karena genggaman tersebut akan memberikan resistensi ke arah weapon hand saat pistol meletus. Jangan lupa, finger off. Telunjuk mengarah ke depan sejajar dengan laras. Saat kau sudah siap menembak, jari telunjuk weapon hand siap menekan pelatuk.” “Seperti ini?” Maylin mengikuti instruksi dari Leonel tentang cara menggenggam pistol yang efektif. Leonel memperbaiki posisi telapak tangan Maylin pada bagian weapon hand. “Tidak boleh ada jarak antara beaver tail dan selaput antara jempol dan telunjuk.” Ketika kulitnya bersentuhan dengan kulit Maylin, ia merasakan sensasi jantung yang berdetak kuat, tidak beraturan secara tiba-tiba. Shit! Ia belum pernah merasakan perasaan seperti ini tatkala berdekatan dengan wanita lainnya. “Prinsip ini berguna untuk memberikan tahanan saat ada recoil ke belakang dan mengarahkan recoil agar moncong tetap stabil menghadap ke depan,” imbuh Leonel sembari beru
Taksi yang ditumpang Maylin berhenti di depan coffe shop yang begitu ramai oleh pengunjung sebab sekarang adalah jam istirahat pegawai kantor. Setelah membayar ongkos, ia bergegas turun.Maylin menebarkan pandangan matanya ke sekeliling bagian outdoor dan akhirnya menangkap sosok wanita dalam usia tiga puluh tahun dengan kecantikan yang memesona bagi siapa saja yang melihatnya, tengah duduk seraya memainkan ponselnya. Ia mendengus kencang. Sepasang netranya memandang wanita itu dengan penuh kebencian.Konflik yang terjadi antara kedua orang tua mereka, membuatnya mendapatkan perlakuan tidak adil. Mengapa rahasia mereka tidak dibawa saja sampai ajal datang menjemput? Dengan begitu, ia tak akan tahu rahasia dibalik keluarganya yang tidak utuh, juga tidak perlu hidup dengan menaruh dendam. Sungguh Tuhan tak adil padanya.Maylin menarik kursi, lantas duduk di atasnya dengan posisi tegak dan punggung yang bersandar pada sandaran kursi. Dagunya di angkat tinggi-tinggi agar terlihat angkuh.
Jantung Maylin kini berdegup kencang. Tangannya tampak gemetar dan mengeluarkan keringat dingin. Ia merasakan kegugupan yang luar biasa ketika mobil yang ditumpanginya bergerak dengan kecepatan tinggi. Sejak masuk ke dalam mobil, Maylin dan Elian belum terlibat obrolan satu sama lain. Maylin tidak berani membuka mulutnya tatkala melihat amarah yang meluap-luap di balik manik abu-abu milik Elian. Tampak dengan jelas rahang pria itu mengetat serta cengkeraman pada setir mobilnya yang semakin mengerat seiring kakinya menginjak pedal gas sehingga mobil melaju lebih cepat. Maylin hendak bertanya ke mana pria itu akan membawanya. Namun, bibirnya terlalu kaku untuk berucap. Setahunya, jalan yang tengah dilalui Elian bukanlah menuju kantor. Tubuh Maylin berulang kali mendapatkan gaya dorong yang lebih besar ketika mobil sedang berbelok dalam kecepatan yang tinggi. Bahkan, Elian tidak menurunkan kecepatan mobil pada saat akan menyalip mobil lain. Ini adalah pertama kalinya Maylin melihat E
Suara derap langkah terdengar keras, pertanda pemilik kaki tengah terburu-buru. Kaki pria itu berhenti tepat di depan sebuah pintu. Tanpa mengetuknya, ia segera memutar gagang pintu dan berjalan masuk ke dalam ruangan.“Apa maksudmu tadi berkata pembunuh sepupumu tengah mengincar keluarga istriku?” tanya pria itu tanpa berbasa-basi.“Selamat siang, Tuan Deonartus Surbakti,” Dalbert Gene menyapa Bos Tuannya sembari membungkukkan tubuhnya dengan sopan.Kepala Deon mengangguk membalas sapaan Dalbert. Ia langsung membatalkan pertemuan penting bersama kolega bisnisnya ketika mendapat kabar penting dari sahabatnya, Leonel, dan bergegas datang ke markas Eagle.Leonel memberi kode kepada Dalbert untuk menjelaskan semuanya.“Beberapa waktu yang lalu, ada sebuah virus mencoba menyerang sistem database kita, Tuan Deonartus. Karena kita menggunakan pelindung yang kuat, virus itu tidak berhasil menginfeksi dan merusak jaringan sehingga data-data penting di sistem kita tidak megalami kerusakan. Pad
“Aku tidak menuntut banyak penjelasan saat tahu kalau kau sudah mengetahui dari Vlora, rahasia yang selama ini kusimpan rapat-rapat, lalu perubahan sikapmu setelah kita berada di kota ini ….” Maylin menjeda sejenak. Sepasang netranya menatap Elian penuh menyelisik, menunggu reaksi dari pria blasteran itu. “Bahkan, tanpa sepengetahuanku kau menutupi identitas keluargaku agar tidak diketahui Valo,” imbuhnya.Melihat ekspresi kedua mata abu-abu itu tersentak kaget, Maylin menemukan jawabannya. “Kau begitu misterius, Elian. Namun, aku tak akan protes karena itu adalah privasimu. Jadi, aku harap kau pun juga bisa menghargai privasiku.”Keheningan memenuhi mereka, kemudian melanjutkan sarapan dalam diam. Sampai ketika Maylin bangun dari kursinya dan membawa peralatan makan hendak mencucinya, suara Elian memecahkan kesunyian di antara mereka.“Semua yang kulakukan, terlepas dari baik atau buruk ….”Maylin memutar tubuhnya menghadap Elian. Kedua mata mereka kini saling bertemu. Sepasang iris
[Yeah, Deon menyuruhku menghapus semua data kalian untuk berjaga-jaga bila seseorang ingin mencari tahu tentang Frans Pramanta.]“Kalian yang dimaksud apakah mama, Rayla, juga tante Fifi?” Maylin mendelik, terkejut mendengar jawaban Leonel.[Seluruh keluargamu, sweety, termasuk Frans Pramanta. Ada apa? Dari mana kau mengetahuinya?]Serentetan pertanyaan itu menguap begitu saja dari bibir Leonel.“Kalau begitu, apakah diam-diam kak Leonel juga meretas database yang ada di dalam sistem perusahaan Elian, menghapus nama-nama keluarga yang kucantumkan di sana?” Alih-alih menjawab, Maylin balik bertanya. Tidak menutup kemungkinan Leonel melakukannya sebab pria itu memang ahli di bidang tersebut.Tidak ada suara jawaban dari pria itu. Maylin menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layarnya sejenak mencoba memastikan. Masih tersambung.Maylin menempelkan kembali ponsel di telinga kanannya. “Halo? Kak Leo? Apakah kau masih berada di sana?”[Bukan aku.]“Apa maksudnya?” Dahi Maylin menger
“Jawaban seperti apa yang ingin kau dengar?” Elian balik bertanya dengan datar, “Kak Sio.”“Kau pasti memiliki alasan untuk melakukannya. Aku ingin tahu apa alasan itu.” Sio tersenyum tipis.Suasana menjadi hening beberapa saat. Elian hanya bergeming menatap Sio, menunggu pria itu memutuskan hukuman apa yang harus diterimanya sebagai konsekuensi melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi mereka.“Wanita itu … apakah dia yang menjadi alasanmu mengenyahkan bodyguard-mu sendiri?”Pertanyaan itu sukses membuat ekspresi wajah Elian berubah menjadi tegang. Hanya sesaat, karena sepersekian detik kemudian, ia kembali memasang wajah datarnya.Sio menyeringai menatap Elian. “Apakah uncle sudah tahu?”“Tidak,” jawab Elian singkat. Bagaimanapun juga, ia harus menyelamatkan posisi ayahnya yang telah mencoba menyembunyikan segala perbuatannya.Sio menghembuskan kembali asap rokoknya ke udara. “Kau tahu kalau aku memberikan kepercayaan penuh padamu, bukan? Terus terang aku sangat kece
Mendengar satu nama itu disebut, berhasil melenyapkan ketenangan yang baru saja Maylin dapatkan dari efek alkohol itu. Seketika tubuhnya menjadi kaku. Jantungnya seolah berhenti berdetak. “Kedua orang tuaku ….” Maylin berhenti sejenak.Padahal, ia telah mengubur dalam-dalam semua kenangan yang mengingatkannya pada kebahagiaan sekaligus kepedihan ke dalam lubuk hatinya. Namun, hanya sepersekian detik buih-buih kenangan yang telah lama terpendam itu mendadak berhamburan.Kepalanya tertunduk dalam, berusaha keras menahan rasa sesak serta amarah di dadanya dengan mengepal erat kedua tangannya di bawah meja hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya.“Mereka membuangku ketika usiaku sepuluh tahun,” ucap Maylin melanjutkan. Kebohongan itu keluar dari mulutnya begitu saja.Kau tidak sepenuhnya berbohong, Lin. Bajingan itu memang meninggalkan kalian terhitung sudah empat belas tahun. Sebuah suara bergema di dalam benaknya.“Bolehkah aku tahu, apa yang telah terjadi?” tanya Valo.Ada keseri
Di depan lorong satu-satunya akses menuju ruang restoran, seorang wanita dengan rambut bergelombang cokelat dan seorang petugas terlihat tengah saling melempar argumen sementara seorang pria lain dengan balutan setelan jas biru dongker-nya berdiri di sebelah wanita itu.Ia hanya diam seraya mendengarkan perdebatan kedua orang dewasa itu yang terus berlanjut. Tidak peduli orang-orang yang berlalu lalang, menoleh ke arah mereka, sebelum kemudian memandang dirinya dengan tatapan memuja.Penampilannya dengan setelan resmi, membungkus tubuhnya yang sempurna. Wajah tampan maskulin, garis rahang yang tegas adalah perpaduan sempurna yang diidam-idamkan seluruh kaum adam di seluruh dunia sekaligus menggoda kaum hawa di saat yang bersamaan.Seolah Tuhan sedang bahagia ketika menciptakannya. Tampan. Kaya. Benar-benar godaan yang terlalu sulit untuk tidak menaruh perhatian, terkecuali Maylin Pramanta. Hanya wanita itu yang tidak terpesona pada seorang Valo Wren Osborn.“Apakah Anda tidak mengerti
Entah sudah berapa lama, Valo masih belum juga kembali. Pria itu hanya menyuruhnya agar menunggu di dalam mobil hingga akhirnya Maylin merasa bosan dan mengambil ponsel untuk mengusir kejenuhan tersebut. Dilihatnya hasil foto yang ada di kameranya seraya senyum-senyum sendiri.Ia kemudian mengirimkan beberapa foto kepada Rayla, bermaksud memamerkan kepada sang kakak. Tidak lama setelah foto terkirim, pesan masuk pun berbunyi.[Elian membawamu ke tempat lokasi syuting film legendaris Robin Hood dan Harry Potter? Kau sangat beruntung, adikku! Akan tetapi, kau menjadi sangat amat menyebalkan! Aku juga ingin berkunjung ke sana!]Maylin terkikik membaca balasan dari Rayla, lalu menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, mengetik sederet kalimat.[Mintalah pada kak Deon. Suami tercintamu itu tanpa ragu-ragu pasti mengabulkan keinginanmu. By the way, bukan Elian yang membawaku pergi, tetapi teman baruku.]Jemarinya berhenti bergerak untuk sejenak. Membaca sekali lagi pesannya sebelum menek
Tidak berapa lama kemudian, sepasang netranya membelalak. “No way! Tiket broomstick training! Seriously?” pekik Maylin dengan nada tidak percaya.“Tiket ini sangat terbatas. Aku mendapatkannya dengan susah payah karena diprioritaskan untuk pengunjung berusia 6 hingga 16 tahun. Jika kau mau berterima kasih padaku, cukup berhenti bersungut padaku. Deal?”Maylin melipat kedua tangannya. “Kau sendiri yang memulainya. Sudah kuperingatkan, aku bukan wanita murahan seperti wanita-wanita yang pernah bersamamu.”“Baiklah, aku mengaku bersalah. Maafkan aku, okay?” ujar Valo sembari mengulas senyum bersalah. Sedetik kemudian, dirinya terkejut setelah menyadari kalimat apa yang baru saja ia lontarkan. Kalimat itu meluncur begitu saja, tanpa direncanakan. Meskipun begitu ia tetap ingin terlihat tenang di hadapan wanita itu.Would somebody mind telling me, what the bloody hell’s going on? Valo memaki dalam hatinya.Maylin menghela napas pasrah. “All right! Aku tidak mau merusak suasana hatiku yang
“Kembali? Absolutely is no!" jawab Maylin sembari bersedekap. "Apakah kau pernah mendengar sebuah kereta akan mengemudikan balik ke stasiun yang telah mereka lewati hanya untuk mengangkut penumpang yang telat? Begitu pun dalam kamus hidupku. Tak akan kembali ke titik awal setelah melewatinya. Jika kau takut, pergilah. Aku bisa melanjutkannya sendiri. Tantangan ini sangat menyenangankan!” imbuhnya penuh semangat.Namun, baru beberapa langkah tubuhnya kembali menabrak dinding kaca tersebut. Tak hanya sekali—dua kali, hingga emosi wanita itu mulai terlihat dengan mengumpat setiap kali dirinya tertabrak.“Berhenti menertawaiku, Jerk!” Maylin menggeram kesal lantaran Valo tergelak kencang melihatnya berulang kali gagal mencari jalan di saat bersamaan tubuhnya menabrak kaca.“Perlu bantuan?” ujar Valo di tengah-tengah tawanya.Akan tetapi, sifat keras kepala yang begitu mendarah daging dalam diri wanita itu kontan menolak begitu saja. Ia ingin dengan caranya sendiri menaklukkan tantangan te
Valo dan Maylin segera turun dari jet, lalu di bawah jet telah ditunggu oleh beberapa pria berpakaian serba hitam dan juga sebuah limousine siap mengantar mereka.“Sama seperti Elian. Pengusaha terkenal seperti kami memang membutuhkan jasa bodyguard untuk melindungi kami dari ancaman,” ujar Valo menjelaskan ketika mendapati tatapan Maylin mengarah ke pengawalnya.Maylin bersikap tak acuh, lantas masuk ke dalam limousine tanpa sepatah kata. Tidak berselang lama, mobil perlahan bergerak meninggalkan parkiran pesawat. Sepanjang perjalanan Maylin tidak berhenti menatap pemandangan dari luar jendela mobil.Sekelilingnya didominasi daun-daun beragam warna yang melekat di dahan-dahan pohon, juga rerumputan hijau dan sinar matahari yang memancar serta awan yang berlapis hingga terlihat seperti bulu halus menjadi perpaduan yang indah hingga mencuri perhatian bagi siapa saja yang melewati sekitarnya. Dan juga sebuah kastil yang cukup megah dan terkenal, yakni Bamburg Castle. Beberapa kali Mayli