2 Tahun kemudian
“Hari ini apa saja jadwalku, Lin?” Elian berjalan masuk ke ruang kerjanya setelah rapat bersama para direksi berakhir. Tangannya bergerak melonggarkan dasi yang melingkar di kerah bajunya.
“Tidak ada, Pak.” Maylin mengambil jaket setelah pria itu melepaskan baju luar itu, kemudian menggantungkannya pada standing hanger yang terletak di sudut ruangan. Dua tahun menjadi Sekretaris Elian, membuatnya sedikit banyak mengetahui kebiasaan pria itu.
Elian melirik Maylin dari sudut ekor matanya. Mengingat dirinya akan segera pergi meninggalkan wanita itu, ada perasaan tidak rela dalam hatinya. Haruskah ia membawa juga wanita itu pergi bersamanya?
Seminggu yang lalu, ia mendapatkan telepon dari sang ayah, meminta padanya untuk kembali ke London dan mengurus kantor pusat di sana. Elian sempat menolak sebab ia tidak mau kehilangan Maylin untuk kedua kalinya. Cukup satu kali saja ia melakukan kesalahan.
Akan tetapi, sang ayah tidak menerima penolakan terlebih atas sikap impusilfnya dua tahun yang lalu. Elian hanya diberi waktu dalam kurang dari dua minggu harus segera kembali ke tempat kelahiran pria itu.
“Maylin …,” Keraguan menyelinap masuk dalam hati Elian. Ia masih belum memberi tahu hal ini pada wanita di hadapannya.
“Ada apa?”
“Daddy akan melakukan perjalanan bisnis ke Paris dan Australia. Beliau meminta padaku agar kembali mengurus kantor pusat di sana.”
“Berapa lama kau di sana?” Raut wajah Maylin tampak terkejut mendengar kabar yang baru saja diucapkan keluar dari bibir Elian.
“Kau tidak lupa kalau aku lahir di sana, bukan? Pulang ke kota kelahiranku, artinya aku akan berada di sana dalam waktu yang lama atau mungkin selamanya.” Helaan napas keluar dari mulut Elian. “Daddy memberiku waktu dua minggu. Tiket sudah dibooking beliau. Aku tidak bisa menolaknya.”
Sebuah keheningan menyeruak di antara mereka. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Elian yang tengah dilanda kecemasan, berharap wanita itu mengatakan berniat ikut pergi bersamanya sementara Maylin berpikir tentang pembalasan dendamnya yang belum berakhir.
“Kau … adakah sesuatu yang ingin kau katakan?” tanya Elian kemudian, setelah beberapa saat Maylin tidak mengucapkan sepatah kata.
“Mami Frida sudah tahu tentang ini?”
Kepala Elian bergeleng. “Rencananya akhir pekan aku akan membicarakannya.”
“Mami pasti akan sedih mendengarnya.”
“Bagaimana denganmu? Apa kau merelakanku pergi meninggalkanmu? Meninggalkan negara ini?” Dengan serta-merta Elian melontarkan rentetatan pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya.
“Sebagai sahabat, tentu aku merasa kehilangan dirimu, El. Namun, kau pergi untuk menjalankan kewajibanmu sebagai anak dari ayahmu. Kalau bukan kau yang melakukannya, lantas siapa lagi? Tetapi … kali ini kau tak akan seperti dulu tidak pernah menghubungiku sekali pun, ‘kan?”
Elian menertawakan dirinya dalam hati. Apa yang dia harapkan dari wanita di hadapannya yang hanya menganggapnya sebagai sahabat? Walau dua tahun sudah berlalu dan keakraban mereka sudah lebih erat, tetap saja perhatian darinya tidak mampu menerobos masuk ke dalam hati wanita itu.
“Aku pasti akan merindukanmu, Maylin.” Elian mencoba menarik bibirnya membentuk senyuman, meskipun hatinya kecewa. Terkadang senyuman menjadi pilihan terbaik di tengah rasa sedih yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
*****
Netra mata Maylin menatap lurus ke arah wanita yang tengah duduk di antara kursi kosong. Wanita itu tiba-tiba menghubunginya, mengatakan bahwa ia berada di lobby gedung Carter Corporation.
“Tidak perlu berbasa-basi. Katakan ada hal apa dan segera angkat kaki Anda dari tempat ini!” tukas Maylin seraya mendaratkan pantatnya di kursi berhadapan dengan wanita itu.
Maylin menilik penampilan wanita di hadapannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tubuh langsing itu berbalut mini dress hitam ketat tanpa lengan. Polesan makeup di area wajahnya membuat kecantikannya yang tidak memudar seiring dengan bertambahnya usia, terpancar sempurna.
Kuakui wanita ini memang lebih cantik daripada mama. Manusia ternyata memang makhluk yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya. Batin Maylin.
“Apakah ibumu tidak pernah mengajarimu tata krama? Beginikah caranya bersikap pada orang yang lebih tua darimu?” Auristela memandang Maylin dengan sinis, lalu kembali berkata dengan mencemooh. “Ah, aku lupa. Tukang perebut pria orang, tidak perlu diragukan lagi tata krama mereka tentunya nol besar. Ternyata buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”
Maylin berdengus kencang sembari memutar mata malas. “Hubungan yang hanya berlangsung satu arah, sampai kapan pun tak akan membuahkan hasil. Suami Anda sebenarnya bisa saja memutuskan untuk terus setia kepada Anda dengan tidak mempedulikan atau menepis wanita lain yang mencoba masuk ke dalam hidupnya. Jadi, apakah selalu tukang perebut pria orang yang bersalah? Lalu apa gunanya kata setia?”
“Kau ….” Auristela menggeram marah. Ia berusaha mengendalikan emosinya agar tidak terpancing oleh perkataan Maylin.
“Dengar, Nyonya Osborn! Seandainya saja aku tahu bahwa aku terlahir sebagai anak dari Frans Pramanta, aku pasti memilih untuk tidak pernah dilahirkan ke dunia ini! Seorang pria bajingan dan egois. Mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri daripada anak-anaknya. Vlora memang putrinya, tapi dia masih punya dua putri lainnya. Meskipun anak haram, tetapi setiap tetes darah yang mengalir dalam tubuh kami adalah darahnya juga!” Sorot mata Maylin terlihat menyala saat mengatakannya.
“Kalau begitu, tidak sepatutnya kau merebut pria kakak tirimu!”
Maylin tertawa terbahak-bahak setelah mendengar ucapan Auristela yang menurutnya terdengar lucu. “Kakak tiri? Apakah Vlora juga punya nama keluarga Pramanta? Vlora Pramanta?” tanyanya dengan nada menyindir.
“Aku hanya punya satu kakak dengan nama keluarga sama seperti milikku. Rayla Pramanta.” Maylin merasa puas saat melihat wanita berwajah cantik itu tidak mampu membalas kalimatnya.
“Jadi, Anda mencariku untuk membantu putri Anda memperjuangkan pria yang dia cintai?” Maylin mengangkat dagunya dan melemparkan tatapan menusuk pada wanita di hadapannya. “Well, Vlora sungguh beruntung mendapatkan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya. Mengharukan sekali.”
Auristela tidak menggubris sindiran dari mulut Maylin. Ia menebalkan telinganya, berpura-pura tidak mendengar semua itu demi kebahagiaan putrinya. Baginya, tidak ada hal lain yang lebih penting daripada masa depan anaknya.
“Elian dan Vlora akan bertunangan. Kami sudah membuat kesepakatan itu sejak lama. Berhentilah mengejar Elian. Jangan sampai perbuatanmu malah mempermalukan dirimu sendiri,” ucap Auristela berdusta.
Maylin tertawa kecil. “Bagaimanakah caranya mereka bertunangan kalau Elian segera kembali ke London?”
“London?” Auristela terkejut mendengar ucapan Maylin. Pasalnya, ia tidak tahu menahu tentang kabar itu dari bibir Vlora maupun suaminya.
“Bukankah Anda bilang mereka berdua akan bertunangan? Kenapa Anda bisa tidak tahu? Sungguh aneh. Aku ragu ucapan Anda barusan pasti hanya karangan belaka.”
“Aku tidak berbohong tentang kesepakatan kami yang ingin menikahkan mereka berdua— ” Belum selesai Auristela menyelesaikan kalimatnya, Maylin menginterupsi.
“Waktu Anda terbuang dengan cuma-cuma, Nyonya Osborn.” Maylin berdiri dari tempatnya duduk seraya memberikan senyum lebar. “Melihat Anda begitu gigih menginginkan putri Anda bahagia, justru membuatku semakin ingin merebut semua sumber kebahagiaan yang kalian miliki. Terima kasih atas kunjungan Anda datang kemari. Selanjutnya, aku tahu apa yang harus kulakukan,” ucap Maylin kemudian berlalu meninggalkan Auristela.
Lagi-lagi Auristela menggeram marah. “Aku belum selesai berbicara dengannya, tapi dia pergi begitu saja. Dasar anak haram yang tidak punya etika!”
Maylin mendengar ucapan Auristela barusan, tapi ia lebih memilih melanjutkan langkah kakinya daripada membuang waktunya dengan wanita egois itu. Maylin menggeser kode kunci pada layar ponselnya lantas menghubungi seseorang yang ia yakin dapat membantunya.
Beberapa saat hanya terdengar nada panggil hingga berhenti dan digantikan oleh suara Leonel Norman.
[Apakah kau merindukanku, Sweety?]
Maylin terkekeh geli mendengar rayuan Leonel yang reputasinya tidak berbeda jauh dengan Deonartus Surbakti, kakak iparnya. Sejak ia mengetahui usaha bisnis gelap Leonel, hubungan mereka berdua kini semakin akrab. Bahkan, Maylin tidak ragu mengeluarkan curahan hatinya tentang kedua orang tuanya kepada pria yang baru dikenalnya selama dua tahun lebih.
Padahal, Maylin tidak pernah mau memberikan jawaban dari pertanyaan Elian perihal mengenai dirinya dan keluarga Osborn. Saat itu, Auristela bertandang menemui Rayla di kantor milik Deonartus. Kebetulan Maylin dan Elian juga ke sana dan pria itu menyaksikan pertengkaran antara Maylin, Rayla dan Auristela.
“Seingatku Scott Cole Osborn berasal dari Inggris, ‘kan? Tolong berikan aku informasi tentang semua anggota keluarga Osborn, tak terkecuali keluarga mereka yang berada di Inggris sampai saat ini.” Tanpa menghiraukan gurauan Leonel, Maylin segera mengucapkan keluar permintaannya.
[Untuk apa? Bukankah kau telah berhasil menjauhkan Elian dan Vlora?]
“Dua minggu lagi Elian akan kembali ke London. Aku memutuskan untuk pergi bersamanya ke sana. Hanya menjauhkan Vlora dan Elian tidak cukup membuatku merasa puas. Aku ingin membalaskan dendam dengan lebih menyakitkan,” desis Maylin sembari mengepalkan tangan erat-erat.
Ada keheningan sesaat sebelum Leonel berucap di seberang sana.
[Baiklah. Aku akan menghubungimu lagi.]
“Terima kasih, kak Leo. Kau tenang saja, aku pasti membayar jasamu seperti klienmu lainnya.” Maylin mengakhiri sambungan teleponnya. Ia menajamkan mata dan berjalan dengan mantap menuju lantai tempatnya bekerja.
Ia akan mengutarakan niatnya langsung kepada Elian. Ia berharap pria itu menyetujuinya. Pertemuan singkat antara dirinya dan Auristela tadi, membuat Maylin memutuskan melanjutkan balas dendamnya di sana.
Pengajuan Maylin mengenai keinginannya untuk pindah ke kantor utama Carter Corporation langsung saja disetujui oleh Elian. Tanpa banyak bertanya, pria itu segera menugaskan bagian human resources departemen untuk mengurus segala macam kebutuhan mutasi tersebut. Maylin berdalih hendak mencari suasana baru ketika mengatakan alasannya pada sang ibu dan kakak. Meski kedua wanita itu merasa keberatan, tetapi akhirnya mereka pun dapat memahaminya. Mereka berharap dengan meninggalkan tempat yang memiliki kenangan menyakitkan, Maylin dapat fokus menata kembali hidupnya dan mencari kebahagiaan baru. ***** Leonel Norman duduk di kursi pengunjung salah satu café terkenal di kota ini seraya menunggu Maylin datang. Ia sudah membuat janji temu dengan wanita itu beberapa hari yang lalu. Sebelum tiba di tempat ini, ia mengunjungi kantor milik Deonartus terlebih dahulu. Ingatannya kembali tatkala sahabatnya itu memberikan peringatan disertai dengan tatapan menghunus tajam padanya. 'Kau boleh berm
Seorang wanita berparas cantik, berbalut dress hitam fit body dengan aksen sheer dan berpotongan model strapless, dengan tergesa-gesa melangkah mendekati sesosok pria yang sedang duduk di antara pengunjung restoran. Meskipun penampilan pria itu terlihat kasual, tetap saja tidak mengurangi ketampanan yang dimilikinya. “Sudah lama menunggu?” tanya Vlora setelah mendaratkan pantat dengan sempurna di atas kursi depan Elian seraya tersenyum simpul. Elian mengulurkan segelas smoothies blueberry ke arah Vlora yang diterima oleh wanita itu, lalu diteguknya minuman tersebut. Bertahun-tahun mengenal Vlora, ia paham betul dengan kebiasaan apa saja yang dikonsumsi wanita itu untuk menjaga berat badannya tetap ideal. “Tidak terlalu lama hingga aku sudah menghabiskan secangkir frappuccino dan ini adalah cangkir kedua,” kelakar Elian yang disambut tawa renyah oleh Vlora. “Anyway, terima kasih atas minumannya. Kau sangat memahami kebiasaan dan kesukaanku, Honey.” Sudah menjadi kebiasaan Vlora mema
“Pertama, genggam grip pistol dengan weapon hand secara penuh dan konsisten. Genggam dengan erat karena genggaman tersebut akan memberikan resistensi ke arah weapon hand saat pistol meletus. Jangan lupa, finger off. Telunjuk mengarah ke depan sejajar dengan laras. Saat kau sudah siap menembak, jari telunjuk weapon hand siap menekan pelatuk.” “Seperti ini?” Maylin mengikuti instruksi dari Leonel tentang cara menggenggam pistol yang efektif. Leonel memperbaiki posisi telapak tangan Maylin pada bagian weapon hand. “Tidak boleh ada jarak antara beaver tail dan selaput antara jempol dan telunjuk.” Ketika kulitnya bersentuhan dengan kulit Maylin, ia merasakan sensasi jantung yang berdetak kuat, tidak beraturan secara tiba-tiba. Shit! Ia belum pernah merasakan perasaan seperti ini tatkala berdekatan dengan wanita lainnya. “Prinsip ini berguna untuk memberikan tahanan saat ada recoil ke belakang dan mengarahkan recoil agar moncong tetap stabil menghadap ke depan,” imbuh Leonel sembari beru
Taksi yang ditumpang Maylin berhenti di depan coffe shop yang begitu ramai oleh pengunjung sebab sekarang adalah jam istirahat pegawai kantor. Setelah membayar ongkos, ia bergegas turun.Maylin menebarkan pandangan matanya ke sekeliling bagian outdoor dan akhirnya menangkap sosok wanita dalam usia tiga puluh tahun dengan kecantikan yang memesona bagi siapa saja yang melihatnya, tengah duduk seraya memainkan ponselnya. Ia mendengus kencang. Sepasang netranya memandang wanita itu dengan penuh kebencian.Konflik yang terjadi antara kedua orang tua mereka, membuatnya mendapatkan perlakuan tidak adil. Mengapa rahasia mereka tidak dibawa saja sampai ajal datang menjemput? Dengan begitu, ia tak akan tahu rahasia dibalik keluarganya yang tidak utuh, juga tidak perlu hidup dengan menaruh dendam. Sungguh Tuhan tak adil padanya.Maylin menarik kursi, lantas duduk di atasnya dengan posisi tegak dan punggung yang bersandar pada sandaran kursi. Dagunya di angkat tinggi-tinggi agar terlihat angkuh.
Jantung Maylin kini berdegup kencang. Tangannya tampak gemetar dan mengeluarkan keringat dingin. Ia merasakan kegugupan yang luar biasa ketika mobil yang ditumpanginya bergerak dengan kecepatan tinggi. Sejak masuk ke dalam mobil, Maylin dan Elian belum terlibat obrolan satu sama lain. Maylin tidak berani membuka mulutnya tatkala melihat amarah yang meluap-luap di balik manik abu-abu milik Elian. Tampak dengan jelas rahang pria itu mengetat serta cengkeraman pada setir mobilnya yang semakin mengerat seiring kakinya menginjak pedal gas sehingga mobil melaju lebih cepat. Maylin hendak bertanya ke mana pria itu akan membawanya. Namun, bibirnya terlalu kaku untuk berucap. Setahunya, jalan yang tengah dilalui Elian bukanlah menuju kantor. Tubuh Maylin berulang kali mendapatkan gaya dorong yang lebih besar ketika mobil sedang berbelok dalam kecepatan yang tinggi. Bahkan, Elian tidak menurunkan kecepatan mobil pada saat akan menyalip mobil lain. Ini adalah pertama kalinya Maylin melihat E
Suara derap langkah terdengar keras, pertanda pemilik kaki tengah terburu-buru. Kaki pria itu berhenti tepat di depan sebuah pintu. Tanpa mengetuknya, ia segera memutar gagang pintu dan berjalan masuk ke dalam ruangan.“Apa maksudmu tadi berkata pembunuh sepupumu tengah mengincar keluarga istriku?” tanya pria itu tanpa berbasa-basi.“Selamat siang, Tuan Deonartus Surbakti,” Dalbert Gene menyapa Bos Tuannya sembari membungkukkan tubuhnya dengan sopan.Kepala Deon mengangguk membalas sapaan Dalbert. Ia langsung membatalkan pertemuan penting bersama kolega bisnisnya ketika mendapat kabar penting dari sahabatnya, Leonel, dan bergegas datang ke markas Eagle.Leonel memberi kode kepada Dalbert untuk menjelaskan semuanya.“Beberapa waktu yang lalu, ada sebuah virus mencoba menyerang sistem database kita, Tuan Deonartus. Karena kita menggunakan pelindung yang kuat, virus itu tidak berhasil menginfeksi dan merusak jaringan sehingga data-data penting di sistem kita tidak megalami kerusakan. Pad
“Kau sudah mengutus anak buah kita untuk menjaga Maylin selama di sana?” bisik Leonel pada Dalbert. Ia tidak mau sahabatnya mendengar ucapannya tadi, lalu memberinya petuah yang sedikit panjang.Semenjak Deon menjadi kakak ipar Maylin, sahabatnya itu menjadi sangat protektif dalam menjaga satu-satunya adik ipar. Terlebih setelah Deon mengetahui tentang perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua Leonel, membuat Deon acapkali memberi peringatan padanya untuk menjauhi adik iparnya itu.“Semua telah diatur, Tuan,” jawab Dalbert.“Bagu—” ucapan Leonel terhenti tatkala Deon berdiri di hadapannya dengan ponsel terulur ke arahnya. Leonel mengernyit menatap sahabatnya.“Aku tidak percaya sekretaris yang kupekerjakan malah mengkhianatiku dengan memberi laporan kepada Rayla bahwa aku membatalkan pertemuan penting dan entah pergi ke mana. Sekarang Rayla mau berbicara denganmu. Dia tidak percaya kalau aku sedang bersamamu.” Suara Deon terdengar frustrasi saat mengucapkannya.Gelak tawa keras dari
Britania, London Setelah menghabiskan waktu selama belasan jam, akhirnya terdengar announcement dari kapten pilot menyatakan bahwa pesawat telah memasuki area Britania dan sebentar lagi akan melakukan landing di salah satu bandara terbesar dan tersibuk di Inggris. Setelah pesawat berhasil melakukan pendaratan dengan aman dan lancar, Maylin dan Elian berderap keluar dari pesawat. Di depan pintu gate, tampak beberapa pria berjas hitam dan berkacamata gelap tengah berbaris rapi. Maylin mengernyit tatkala melihat beberapa pria berjas hitam itu membungkuk memberi hormat kepada Elian. Rentetan pertanyaan langsung muncul dalam kepalanya. Apakah mereka adalah Bodyguard-nya Elian? Apa tidak berlebihan dikawal Bodyguard sebanyak ini? Batinnya. “Sir Carter telah menunggu Anda di kediamannya. Kami sudah menyiapkan dua buah mobil, Sir,” lapor seorang Pengawal yang berdiri di sebelah kanan Elian, berbicara dalam bahasa Italia sehingga Maylin tidak mengerti sama sekali. Helaan napas lelah terde
“Aku tidak menuntut banyak penjelasan saat tahu kalau kau sudah mengetahui dari Vlora, rahasia yang selama ini kusimpan rapat-rapat, lalu perubahan sikapmu setelah kita berada di kota ini ….” Maylin menjeda sejenak. Sepasang netranya menatap Elian penuh menyelisik, menunggu reaksi dari pria blasteran itu. “Bahkan, tanpa sepengetahuanku kau menutupi identitas keluargaku agar tidak diketahui Valo,” imbuhnya.Melihat ekspresi kedua mata abu-abu itu tersentak kaget, Maylin menemukan jawabannya. “Kau begitu misterius, Elian. Namun, aku tak akan protes karena itu adalah privasimu. Jadi, aku harap kau pun juga bisa menghargai privasiku.”Keheningan memenuhi mereka, kemudian melanjutkan sarapan dalam diam. Sampai ketika Maylin bangun dari kursinya dan membawa peralatan makan hendak mencucinya, suara Elian memecahkan kesunyian di antara mereka.“Semua yang kulakukan, terlepas dari baik atau buruk ….”Maylin memutar tubuhnya menghadap Elian. Kedua mata mereka kini saling bertemu. Sepasang iris
[Yeah, Deon menyuruhku menghapus semua data kalian untuk berjaga-jaga bila seseorang ingin mencari tahu tentang Frans Pramanta.]“Kalian yang dimaksud apakah mama, Rayla, juga tante Fifi?” Maylin mendelik, terkejut mendengar jawaban Leonel.[Seluruh keluargamu, sweety, termasuk Frans Pramanta. Ada apa? Dari mana kau mengetahuinya?]Serentetan pertanyaan itu menguap begitu saja dari bibir Leonel.“Kalau begitu, apakah diam-diam kak Leonel juga meretas database yang ada di dalam sistem perusahaan Elian, menghapus nama-nama keluarga yang kucantumkan di sana?” Alih-alih menjawab, Maylin balik bertanya. Tidak menutup kemungkinan Leonel melakukannya sebab pria itu memang ahli di bidang tersebut.Tidak ada suara jawaban dari pria itu. Maylin menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layarnya sejenak mencoba memastikan. Masih tersambung.Maylin menempelkan kembali ponsel di telinga kanannya. “Halo? Kak Leo? Apakah kau masih berada di sana?”[Bukan aku.]“Apa maksudnya?” Dahi Maylin menger
“Jawaban seperti apa yang ingin kau dengar?” Elian balik bertanya dengan datar, “Kak Sio.”“Kau pasti memiliki alasan untuk melakukannya. Aku ingin tahu apa alasan itu.” Sio tersenyum tipis.Suasana menjadi hening beberapa saat. Elian hanya bergeming menatap Sio, menunggu pria itu memutuskan hukuman apa yang harus diterimanya sebagai konsekuensi melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi mereka.“Wanita itu … apakah dia yang menjadi alasanmu mengenyahkan bodyguard-mu sendiri?”Pertanyaan itu sukses membuat ekspresi wajah Elian berubah menjadi tegang. Hanya sesaat, karena sepersekian detik kemudian, ia kembali memasang wajah datarnya.Sio menyeringai menatap Elian. “Apakah uncle sudah tahu?”“Tidak,” jawab Elian singkat. Bagaimanapun juga, ia harus menyelamatkan posisi ayahnya yang telah mencoba menyembunyikan segala perbuatannya.Sio menghembuskan kembali asap rokoknya ke udara. “Kau tahu kalau aku memberikan kepercayaan penuh padamu, bukan? Terus terang aku sangat kece
Mendengar satu nama itu disebut, berhasil melenyapkan ketenangan yang baru saja Maylin dapatkan dari efek alkohol itu. Seketika tubuhnya menjadi kaku. Jantungnya seolah berhenti berdetak. “Kedua orang tuaku ….” Maylin berhenti sejenak.Padahal, ia telah mengubur dalam-dalam semua kenangan yang mengingatkannya pada kebahagiaan sekaligus kepedihan ke dalam lubuk hatinya. Namun, hanya sepersekian detik buih-buih kenangan yang telah lama terpendam itu mendadak berhamburan.Kepalanya tertunduk dalam, berusaha keras menahan rasa sesak serta amarah di dadanya dengan mengepal erat kedua tangannya di bawah meja hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya.“Mereka membuangku ketika usiaku sepuluh tahun,” ucap Maylin melanjutkan. Kebohongan itu keluar dari mulutnya begitu saja.Kau tidak sepenuhnya berbohong, Lin. Bajingan itu memang meninggalkan kalian terhitung sudah empat belas tahun. Sebuah suara bergema di dalam benaknya.“Bolehkah aku tahu, apa yang telah terjadi?” tanya Valo.Ada keseri
Di depan lorong satu-satunya akses menuju ruang restoran, seorang wanita dengan rambut bergelombang cokelat dan seorang petugas terlihat tengah saling melempar argumen sementara seorang pria lain dengan balutan setelan jas biru dongker-nya berdiri di sebelah wanita itu.Ia hanya diam seraya mendengarkan perdebatan kedua orang dewasa itu yang terus berlanjut. Tidak peduli orang-orang yang berlalu lalang, menoleh ke arah mereka, sebelum kemudian memandang dirinya dengan tatapan memuja.Penampilannya dengan setelan resmi, membungkus tubuhnya yang sempurna. Wajah tampan maskulin, garis rahang yang tegas adalah perpaduan sempurna yang diidam-idamkan seluruh kaum adam di seluruh dunia sekaligus menggoda kaum hawa di saat yang bersamaan.Seolah Tuhan sedang bahagia ketika menciptakannya. Tampan. Kaya. Benar-benar godaan yang terlalu sulit untuk tidak menaruh perhatian, terkecuali Maylin Pramanta. Hanya wanita itu yang tidak terpesona pada seorang Valo Wren Osborn.“Apakah Anda tidak mengerti
Entah sudah berapa lama, Valo masih belum juga kembali. Pria itu hanya menyuruhnya agar menunggu di dalam mobil hingga akhirnya Maylin merasa bosan dan mengambil ponsel untuk mengusir kejenuhan tersebut. Dilihatnya hasil foto yang ada di kameranya seraya senyum-senyum sendiri.Ia kemudian mengirimkan beberapa foto kepada Rayla, bermaksud memamerkan kepada sang kakak. Tidak lama setelah foto terkirim, pesan masuk pun berbunyi.[Elian membawamu ke tempat lokasi syuting film legendaris Robin Hood dan Harry Potter? Kau sangat beruntung, adikku! Akan tetapi, kau menjadi sangat amat menyebalkan! Aku juga ingin berkunjung ke sana!]Maylin terkikik membaca balasan dari Rayla, lalu menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, mengetik sederet kalimat.[Mintalah pada kak Deon. Suami tercintamu itu tanpa ragu-ragu pasti mengabulkan keinginanmu. By the way, bukan Elian yang membawaku pergi, tetapi teman baruku.]Jemarinya berhenti bergerak untuk sejenak. Membaca sekali lagi pesannya sebelum menek
Tidak berapa lama kemudian, sepasang netranya membelalak. “No way! Tiket broomstick training! Seriously?” pekik Maylin dengan nada tidak percaya.“Tiket ini sangat terbatas. Aku mendapatkannya dengan susah payah karena diprioritaskan untuk pengunjung berusia 6 hingga 16 tahun. Jika kau mau berterima kasih padaku, cukup berhenti bersungut padaku. Deal?”Maylin melipat kedua tangannya. “Kau sendiri yang memulainya. Sudah kuperingatkan, aku bukan wanita murahan seperti wanita-wanita yang pernah bersamamu.”“Baiklah, aku mengaku bersalah. Maafkan aku, okay?” ujar Valo sembari mengulas senyum bersalah. Sedetik kemudian, dirinya terkejut setelah menyadari kalimat apa yang baru saja ia lontarkan. Kalimat itu meluncur begitu saja, tanpa direncanakan. Meskipun begitu ia tetap ingin terlihat tenang di hadapan wanita itu.Would somebody mind telling me, what the bloody hell’s going on? Valo memaki dalam hatinya.Maylin menghela napas pasrah. “All right! Aku tidak mau merusak suasana hatiku yang
“Kembali? Absolutely is no!" jawab Maylin sembari bersedekap. "Apakah kau pernah mendengar sebuah kereta akan mengemudikan balik ke stasiun yang telah mereka lewati hanya untuk mengangkut penumpang yang telat? Begitu pun dalam kamus hidupku. Tak akan kembali ke titik awal setelah melewatinya. Jika kau takut, pergilah. Aku bisa melanjutkannya sendiri. Tantangan ini sangat menyenangankan!” imbuhnya penuh semangat.Namun, baru beberapa langkah tubuhnya kembali menabrak dinding kaca tersebut. Tak hanya sekali—dua kali, hingga emosi wanita itu mulai terlihat dengan mengumpat setiap kali dirinya tertabrak.“Berhenti menertawaiku, Jerk!” Maylin menggeram kesal lantaran Valo tergelak kencang melihatnya berulang kali gagal mencari jalan di saat bersamaan tubuhnya menabrak kaca.“Perlu bantuan?” ujar Valo di tengah-tengah tawanya.Akan tetapi, sifat keras kepala yang begitu mendarah daging dalam diri wanita itu kontan menolak begitu saja. Ia ingin dengan caranya sendiri menaklukkan tantangan te
Valo dan Maylin segera turun dari jet, lalu di bawah jet telah ditunggu oleh beberapa pria berpakaian serba hitam dan juga sebuah limousine siap mengantar mereka.“Sama seperti Elian. Pengusaha terkenal seperti kami memang membutuhkan jasa bodyguard untuk melindungi kami dari ancaman,” ujar Valo menjelaskan ketika mendapati tatapan Maylin mengarah ke pengawalnya.Maylin bersikap tak acuh, lantas masuk ke dalam limousine tanpa sepatah kata. Tidak berselang lama, mobil perlahan bergerak meninggalkan parkiran pesawat. Sepanjang perjalanan Maylin tidak berhenti menatap pemandangan dari luar jendela mobil.Sekelilingnya didominasi daun-daun beragam warna yang melekat di dahan-dahan pohon, juga rerumputan hijau dan sinar matahari yang memancar serta awan yang berlapis hingga terlihat seperti bulu halus menjadi perpaduan yang indah hingga mencuri perhatian bagi siapa saja yang melewati sekitarnya. Dan juga sebuah kastil yang cukup megah dan terkenal, yakni Bamburg Castle. Beberapa kali Mayli