Share

Bab 64: Tekanan dalam Hati

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-29 12:48:59

"Ara, kamu nggak mendengarkanku?"

Suara Raka menggema di ruangan kecil itu, tegang dan tajam. Ara berdiri diam di depan pintu kamar, punggungnya bersandar pada dinding yang dingin. Ia menatap Raka yang duduk di tepi tempat tidur, wajahnya terlihat kusut, dengan kantung mata yang menonjol akibat kurang tidur.

"Aku mendengarmu, Raka," balasnya dengan suara rendah, hampir berbisik. "Tapi aku tidak tahu apa lagi yang kamu harapkan dariku."

Raka mengangkat wajahnya, dan di sana, dalam sorot matanya, ada sesuatu yang membuat hati Ara berdebar. Bukan cinta atau penyesalan, melainkan amarah yang terpendam, bercampur dengan kelelahan yang menggerogoti.

"Aku berharap kamu bisa lebih mengerti. Aku sedang berjuang untuk kita, Ara. Tapi kamu justru membuatku merasa seperti ini semua

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 65: Pertemuan yang Tak Terhindarkan

    "Adrian?" Suara Ara terdengar ragu, hampir tenggelam dalam hiruk pikuk suara mesin kopi dan langkah kaki di kafe kecil itu.Adrian, yang sedang berdiri di konter, menoleh. Matanya yang gelap segera menemukan sosok Ara di sudut ruangan. Ada senyum kecil di bibirnya, tipis namun penuh makna. Ia berjalan mendekat, membawa dua cangkir kopi di tangannya, dengan langkah yang selalu terasa penuh keyakinan."Ara," katanya pelan, suaranya seperti meluruhkan segala kebisingan di sekeliling. "Aku tidak menyangka akan bertemu kamu di sini."Ara duduk tegak, tangan di pangkuannya saling bertaut, menunjukkan kegugupan yang tak bisa ia sembunyikan. Ia tidak tahu apakah ini kebetulan atau sesuatu yang lebih dari itu, tetapi perasaan asing itu kembali mengusik hatinya—sebuah campuran nyaman dan salah yang sulit ia cerna.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 66: Pesona yang Kembali Mengikat

    "Ara, aku tidak pernah memaksa. Tapi aku ingin kamu tahu… aku masih menunggu."Kalimat itu mengalun pelan dari bibir Adrian, namun resonansinya bergema di kepala Ara. Mereka duduk di sebuah ruangan yang dipenuhi cahaya redup dari lampu gantung, membuat bayangan halus menari di dinding. Suasana di ruang rapat kecil itu begitu hening, hanya diisi dengan detak jantung Ara yang terasa semakin keras. Adrian menatapnya dengan ekspresi yang sulit dijabarkan—hangat, tetapi penuh dengan keteguhan.Ara meremas jari-jarinya di bawah meja. Kata-kata Adrian mengalir begitu lembut, namun seolah memaksa pintu di hatinya yang rapuh untuk terbuka. Ia mencoba memalingkan pandangan, tetapi sorot mata pria itu seperti magnet yang menarik seluruh kesadarannya kembali.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 67: Rasa yang Tak Pernah Pudar

    "Aku tidak pernah meminta lebih dari apa yang bisa kamu berikan, Ara. Tapi aku juga tidak bisa berpura-pura bahwa aku tidak merasakan apa-apa."Kata-kata Adrian mengalir lembut namun penuh ketegasan, menyentuh langsung ke inti kegelisahan Ara. Mereka berdiri di sudut lorong kantor, di dekat jendela besar yang menghadap kota. Mata Adrian tidak pernah lepas dari Ara, memberikan rasa kehangatan yang membuat jantungnya berdebar.Ara menggigit bibir bawahnya, mencoba menyembunyikan emosi yang berkecamuk. "Adrian, aku tidak tahu harus bilang apa. Semua ini... salah. Aku tidak boleh merasa seperti ini.""Tapi kamu merasa," jawab Adrian, suaranya lebih lembut dari sebelumnya, hampir seperti bisikan. "Dan aku tahu aku juga merasa."Ara mengalihkan pandangannya ke luar jendela. La

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 68: Kejutan dari Raka

    "Ini untukmu."Raka meletakkan sebuah kotak kecil dengan hiasan pita merah di atas meja makan. Suaranya terdengar datar, tanpa emosi. Ara menatap kotak itu dengan alis berkerut, lalu mengangkat pandangannya pada Raka, yang berdiri di seberang meja dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana.“Apa ini?” tanya Ara, nada suaranya penuh kebingungan.“Buka saja,” jawab Raka singkat, mengalihkan pandangannya sejenak. Wajahnya terlihat sedikit tegang, seolah ada sesuatu yang ia sembunyikan.Ara menarik pita dengan hati-hati, membuka kotak kecil itu. Di dalamnya, ada sebuah kalung sederhana dengan liontin berbentuk hati. Desainnya tidak rumit, tetapi cukup elegan untuk menarik perhatian. Ia menatap kalung itu beberapa saat sebelum kembali mengangkat mat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 69: Perlahan Membuka Mata

    “Kamu tidak jujur padaku, Ara.”Raka berdiri di ambang pintu ruang tamu, tubuhnya tegap dengan kedua tangan menyilang di dada. Matanya menyipit, menatap Ara dengan campuran amarah dan rasa curiga. Di bawah sorotan lampu redup, ekspresi Raka terlihat lebih tajam dari biasanya.Ara, yang masih duduk di sofa dengan ponselnya tergenggam erat, menatap suaminya dengan tatapan datar. Ada kekosongan di matanya, seperti beban yang terlalu berat telah membuatnya lelah untuk merespons. Ia menghela napas, berusaha menjaga ketenangannya.“Apa maksudmu, Raka?” tanyanya pelan, meskipun ia tahu ke mana arah pembicaraan ini.Raka melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya dengan sedikit keras. Suara bantingan itu membuat ruangan terasa lebih sempit. Ia berjalan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 70: Pertemuan Rahasia

    "Aku seharusnya tidak ada di sini."Ara memecah keheningan di ruangan kecil itu, suaranya bergetar, seperti daun yang bergoyang di tengah angin. Ia berdiri di dekat jendela, memandang ke luar ke arah kota yang bersinar di bawah cahaya malam. Tubuhnya membelakangi Adrian, tetapi ia bisa merasakan tatapan pria itu yang terus terfokus padanya.“Kamu di sini karena kamu butuh tempat untuk berbicara,” jawab Adrian lembut, suaranya tenang namun penuh keyakinan. “Dan aku bersedia mendengarkan, Ara.”Ara memejamkan mata sejenak, mencoba menghalau perasaan bersalah yang menghantui setiap langkahnya. Angin dari celah jendela menyentuh lembut wajahnya, tetapi di dadanya ada badai yang tak kunjung reda.“Aku merasa seperti sedang mengkhianati sesuatu,&r

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 71: Kekuatan yang Terasa Lenyap

    “Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu sembunyikan dariku?”Suara Raka menggema di ruang tamu yang remang. Tubuhnya tegak, otot-ototnya menegang, dan matanya membara oleh amarah yang tidak lagi ia sembunyikan.Tangan kanannya terkepal erat di sisi tubuhnya, sementara tangan kirinya menunjuk ke arah Ara, seolah menuduhnya atas sesuatu yang tidak sepenuhnya jelas.Ara duduk di sofa, punggungnya tegak, matanya menatap lurus ke depan tanpa ekspresi. Ia terlalu lelah untuk membela diri, terlalu lelah untuk menghindari pertengkaran yang sudah terlalu sering terjadi.Pikirannya kosong, tetapi di sudut hatinya, ada bara kecil yang mulai menyala—rasa jenuh yang tak lagi bisa ia abaikan.“Raka,” katanya dengan suara tenang, nada suaranya jauh lebih terkendali daripada emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. “Aku tidak menyembunyikan apa pun darimu.”Raka tertawa sinis, langkahnya maju mendekati Ara. “Oh, benar? Kalau begitu, kenapa akhir-akhir ini k

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 72: Perjuangan Adrian

    “Aku tidak bisa melihatmu seperti ini lagi, Ara.”Adrian duduk di sebuah meja di sudut kafe kecil yang tenang, menatap Ara dengan mata yang penuh kekhawatiran. Suasana di sekitarnya, dengan suara pelan cangkir-cangkir beradu dan bisikan pelanggan lain, terasa jauh, seperti tidak relevan dengan ketegangan di antara mereka.Ara, yang duduk di seberangnya, tampak tenggelam dalam pikirannya. Tangannya memegang cangkir kopi yang sudah dingin, seolah benda itu adalah satu-satunya jangkar yang mencegahnya runtuh.“Aku tidak tahu harus bagaimana, Adrian,” ucapnya akhirnya, suaranya pelan, hampir seperti bisikan yang tenggelam di keramaian. Ia menatap cangkir di tangannya, menghindari tatapan Adrian. “Raka semakin posesif. Dia memeriksa setiap gerakanku. Aku merasa… aku seperti tahanan di rumahku sendiri.”Adrian menarik napas panjang, mencoba menahan amarah yang perlahan mendidih di dalam dirinya. Ara, wanita lembut yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01

Bab terbaru

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 94: Raka yang Tak Mau Menyerah

    Dini hari itu, hujan mengguyur dengan deras, menciptakan simfoni monoton di atap apartemen Ara. Ara terbangun dengan suara ketukan keras di pintu. Bukan suara lembut yang biasa Adrian buat, melainkan ketukan kasar, mendesak, yang memaksa denyut nadinya melonjak cepat.Ia duduk di ranjang, menatap pintu dengan mata yang masih mengantuk, tetapi tubuhnya kaku oleh kecemasan. Siapa yang akan datang pada jam seperti ini?Ketukan itu terdengar lagi, lebih keras.“Ara! Buka pintunya!”Suaranya membuat tubuh Ara gemetar. Itu Raka.Ia segera berdiri, mengenakan cardigan untuk melawan dinginnya malam. Dengan langkah ragu, Ara menuju pintu. Tangannya sudah di kenop pintu ketika sebuah pikiran melintas: jangan lakukan ini. Jangan buka pintu itu.“Aku tahu kau di sana!” Raka berteriak, suaranya serak oleh marah. “Ara! Kalau kau tidak buka pintu ini sekarang, aku akan—”Tiba-tiba, suara lift berbunyi. Langk

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 93: Keputusan Adrian

    Heningnya ruang kerja Adrian pecah oleh suara langkah kakinya yang mantap. Ia berjalan mondar-mandir di lantai kayu yang mengilap, dengan ponsel yang ditempelkan di telinganya. Cahaya dari lampu gantung di langit-langit memantulkan sorotan lembut ke wajahnya yang tegang.“Tidak, aku tidak peduli soal prosedur biasa,” katanya, suaranya dingin dan tajam. “Pastikan surat perintah itu dikeluarkan secepatnya. Aku ingin dia tidak bisa mendekati Ara sejauh apa pun.”Adrian memutus panggilan tanpa menunggu jawaban dari seberang, lalu melempar ponsel itu ke atas meja. Ia memijit pelipisnya, menarik napas panjang seolah mencoba menenangkan badai di dadanya. Matanya gelap, penuh ketegangan yang sulit disembunyikan.Ketukan di pintu memecah lamunannya. Adrian menoleh. Ara berdiri di sana, tubuhnya diselimuti cardigan tipis, dan ekspresinya cemas.“Aku mengetuk beberapa kali,” kata Ara, suaranya pelan. “Kau tidak mendengar?&rd

  • Cinta dalam Bayangan Hutang    Bab 92: Pesan Ancaman

    Ara terbangun dengan detak jantung yang berdentum kencang. Suara notifikasi dari ponsel di samping ranjang kecilnya masih bergema di kepala. Udara dingin pagi menyelinap melalui celah gorden, tetapi keringat dingin justru membasahi pelipisnya.Ia meraih ponsel itu dengan tangan gemetar, layar yang terang memantulkan bayangannya yang lelah. Ada pesan baru, dan nama pengirimnya membuat perut Ara terasa seperti diaduk-aduk.Raka.Pesan itu singkat, tapi setiap kata terasa seperti belati yang menghujam dadanya.“Kalau kau tidak kembali, aku pastikan semuanya berantakan untukmu. Jangan coba-coba melarikan diri dari ini. Kau tahu aku serius, Ara.”Jari-jari Ara perlahan melemah. Ponsel itu nyaris terjatuh dari tangannya. Pesan itu tidak hanya mengancam dirinya, tetapi juga sesuatu yang lebih dalam—kedamaian kecil yang baru saja ia temukan.Di luar, langit mulai memudar dari kelam menjadi abu-abu. Tetapi ruangan

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 91: Hari-Hari Bahagia yang Terusik

    Suara ketukan halus di pintu memecah keheningan. Ara, yang sedang mengaduk saus tomat di panci, menoleh cepat. Sekilas ia melihat cipratan kecil saus menetes ke atas meja marmer, tapi pikirannya teralih oleh ketukan itu.“Sebentar,” serunya, mencoba mengabaikan rasa penasaran yang tiba-tiba menyeruak.Ia membuka pintu, dan Adrian berdiri di sana, mengenakan kemeja putih sederhana yang lengannya tergulung hingga siku. Wajahnya tampak tenang, tapi ada sesuatu di matanya yang tak sepenuhnya bisa ia sembunyikan—seperti kerikil kecil yang membuat riak di air yang tenang.“Aku hanya ingin memastikan kau tidak melupakan makan siang,” katanya ringan sambil melangkah masuk, tanpa menunggu izin.Ara tersenyum kecil, lalu menunjuk panci di dapur. “Aku sedang memasak, Adrian. Kalau aku lupa makan, itu artinya aku gagal menjadi—” Ia menghentikan kata-katanya, merasakan nada itu terlalu berbahaya untuk dilanjutkan.

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 90: Adrian Siap Melindungi

    "Ara, aku tidak akan membiarkan dia menyentuhmu."Suara Adrian terdengar tegas namun hangat saat ia duduk di seberang Ara. Tatapannya tajam, penuh determinasi, tetapi ada kelembutan yang menyelip di sana—perpaduan perlindungan dan kasih sayang.Mereka duduk di meja makan kecil di kabin, sisa-sisa makan malam masih berserakan di atas meja. Ara menatap Adrian, matanya dipenuhi kekhawatiran. Tapi jauh di balik itu, ada kepercayaan yang mulai tumbuh, sebuah keyakinan yang perlahan-lahan menguat.“Tapi dia tidak akan berhenti, Adrian,” bisik Ara, suaranya pelan namun bergetar dengan ketakutan yang nyata. “Raka tidak akan menyerah sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan.”Adrian mengepalkan tangannya di atas meja, berusaha keras menjaga emosinya tetap terkendali. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menatap langsung ke mata Ara.“Kalau begitu, aku akan memastikan dia tidak mendapatkan kesempatan. Aku sudah berbicara

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 89: Ancaman yang Muncul

    Adrian memegang telepon dengan erat, menatap dinding kayu kabin yang diterangi lampu temaram. Suara di seberang sana membuat darahnya mendidih, meskipun ia berusaha keras menjaga emosinya tetap terkendali.“Adrian, kamu pikir kamu bisa menyembunyikannya dariku selamanya?” suara Raka terdengar dingin, penuh amarah yang terpendam. Adrian melirik ke ruang kerja, di mana Ara tengah sibuk menulis. Ia mundur beberapa langkah ke sudut kabin, memastikan percakapan ini tidak terdengar oleh Ara.“Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan,” jawab Adrian, mencoba membuat suaranya tetap tegas. “Tapi aku sarankan kamu berhenti mencari masalah.”Tawa kecil terdengar dari Raka, tetapi tanpa humor—hanya sisa-sisa dari seseorang yang terobsesi dan penuh kepahitan. “Jangan berpura-pura bodoh. Aku tahu dia bersamamu. Kamu mencuri istriku, dan kamu pikir aku akan membiarkan itu?”Adrian mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 88: Raka yang Terpuruk

    Raka duduk di ruang tamu apartemennya yang berantakan. Botol-botol minuman kosong berserakan di lantai, menjadi saksi bisu malam-malam panjang yang ia habiskan dalam kekacauan pikiran. Matanya merah, wajahnya kusut, seperti seseorang yang tak pernah benar-benar beristirahat.Di meja kecil di depannya, sebuah surat tergeletak terbuka. Itu adalah surat dari Ara, dan setiap kali ia membacanya, kata-katanya seperti menguliti hatinya."Aku pergi bukan karena aku tidak pernah mencintaimu, tetapi karena aku akhirnya menyadari bahwa aku harus mencintai diriku sendiri lebih dulu."Kata-kata itu menghantam seperti palu godam. Bukan hanya karena Ara telah meninggalkannya, tetapi karena ia tahu, dalam-dalam, ada kebenaran yang tidak bisa ia sangkal. Selama ini, ia tidak hanya kehilangan Ara; ia juga menghancurkan sesuatu yang dulu menjadi inti dari dirinya.Raka tidak pernah tahu bagaimana harus menjaga apa yang berharga, dan kini, semua itu telah lepas dari

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 87: Kebebasan yang Baru Ditemukan

    “Adrian, aku rasa... aku ingin mencoba bekerja lagi.”Ara duduk di bangku kayu di teras kabin, memandangi hutan yang terbentang di depannya. Udara pagi membawa aroma segar tanah basah setelah hujan malam sebelumnya. Ia menggenggam secangkir teh di kedua tangannya, mencoba menenangkan debaran kecil di dadanya saat ia menyuarakan keinginan yang baru tumbuh.Adrian, yang sedang menyiram tanaman kecil di samping kabin, menoleh dengan senyum hangat. “Itu ide yang bagus, Ara. Kamu sudah lama memikirkan ini?”Ara mengangguk perlahan, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. “Aku rasa aku butuh sesuatu untuk menyibukkan diri, sesuatu yang membuatku merasa produktif. Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri.”

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 86: Babak Baru Bersama Adrian

    “Ara, lihat ini.”Adrian berdiri di dekat jendela kabin, pandangannya tertuju ke arah hutan yang mulai diterangi cahaya pagi. Matahari baru saja terbit, sinarnya lembut menembus sela-sela pepohonan yang basah oleh embun. Di kejauhan, seekor rusa muncul dengan gerakan anggun, melangkah perlahan di antara dedaunan.Ara, yang baru saja selesai menyeduh teh, mendekati jendela dengan hati-hati. Wajahnya dipenuhi kehangatan saat ia melihat pemandangan itu. “Indah sekali,” bisiknya, seolah takut mengganggu ketenangan pagi.Dalam tatapannya, ada rasa kagum yang sudah lama tidak ia rasakan—sebuah kedamaian yang hampir asing baginya.Adrian melirik Ara, senyum kecil menghiasi wajahnya. “Aku ingin setiap pagi seperti ini untukmu, Ara. Tenang, damai, tanpa rasa takut.”Ara menoleh ke arah Adrian, bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil. “Ini seperti mimpi. Aku tidak pernah membayangkan bisa merasakan ketenan

DMCA.com Protection Status