“Astagaaaa!! Gila Lu yaaa!!” decak Elvan tak percaya.“Dengerin dulu! Kan gue udah bilang kalau gue ada alesan kenapa lakuin itu! Situasinya sangat memaksa. Tuh cowok gak percaya banget kalo Metta itu cewek normal meski gue udah rangkul pinggangnya. Dia dendam banget karena ditolak Metta dan gagal nglecehin. Jadi menurut gue, dia gak akan berhenti dan pasti akan bikin susah Metta di kemudian hari. Cowok itu ngomong sendiri, kalo dia gak bisa dapetin Metta, yang lainnya juga gak akan bisa. Jadi spontan gue nyium bibirnya di depan dua orang itu untuk mentahin prasangka buruknya," jelas Andrew.Elvan terdiam dan berusaha membayangkan situasi yang terjadi saat itu.Rasanya sangat sulit bagi Elvan, mengingat posisi Andrew saat itu sama saja dengan dirinya dan Aya di saat Aya sedang di sudutkan oleh Andre dan Shella dulu di pesta, hingga ia langsung mengatakan jika Aya adalah calon istrinya. Hanya saja yang menjadi perbedaan adalah saat itu Aya memang calon istrinya sungguhan. Sedangkan And
“Jawabannya cuma satu kalau Lu masih ngerasa kaya ada yang hilang dan pengennya selalu ketemu dia...” ujar Elvan tak lama kemudian.Andrew yang sejak tadi menatap Elvan kemudian mengerutkan keningnya, “Apa?” tanyanya dengan suara yang masih lirih."Gue akan jawab panjang lebar dan jangan Lu potong dulu, tapi tolong Lu simak baik-baik, oke?!"Andrew mengangguk.“Tanyakan pada dirimu sendiri, coba masuki hatimu yang paling dalam. Gue yakin selama Lu deket dengan cewek-cewek Lu selama ini, Lu tuh gak pernah pake hati atau perasaan sama mereka. Lu selalu mengedepankan dan memanjakan pandangan mata Lu yang di hibur oleh kecantikan mereka, dan nafsu Lu yang besar,” ujar Elvan.“Mata Lu di hibur oleh visual mereka yang menarik, hingga akhirnya Lu tertarik dan di sambungkan sama nafsu Lu. Lu gak pernah menyukai mereka dengan hati dan pikiran Lu. Jadi saat mereka pergi dari hidup Lu gak akan ada rasa kehilangan yang bakal Lu rasain, beda dengan sekarang. Mungkin Lu gak pernah mencoba untuk pak
Beberapa hari berlalu, dan Elvan masih melihat Andrew yang sesekali masih termenung.“Lu masih belum hubungi Metta?” tanya Elvan.Andrew menggeleng, “Udah sih tapi seperti yang sudah-sudah, gak dibaca.”“Samperin dia udah?” tanya Elvan lagi.Andrew menggeleng, “Gue gak mau bikin dia makin kesel sama gue kalau tiba-tiba dateng gitu aja.”Elvan tampak berpikir, “Iya sih…”“Metta masih muda, pasti dia agak sedikit keras kepala. Dan Lu harusnya udah bisa berpikir dewasa, Ndrew.”“Maksud Lu?” tanya Andrew.“Gue tau emang Lu gak salah sepenuhnya karena niat Lu juga baik. Dan gue bisa liat kalau Lu emang nyesel… Tapi emang Lu harus samperin dia dan minta maaf lagi,” ujar Elvan.“Kalian emang harus ketemu, tapi usahain kaya yang gak sengaja gitu…” lanjur Elvan.“Nahhh itu yang susah, karena gue takutnya Metta mikirnya gue nguntit dia,” ujar Andrew.Elvan mengangguk. Kemudian ia tampak berpikir. Tak lama kemudian Elvan ingat dengan rencana Mamih Soraya tempo hari yang sempat Mamih bicarakan.“
Tanpa merasa curiga sedikitpun Metta mengiyakan ajakan Mamiih Soraya untuk datang ke acara barbeque di rumahnya malam ini. Karena memang sebelumnya Mamih Soraya sudah membahas acara ini dan mengajaknya.Hanya saja kedua orang tuanya tidak ikut serta, karena Aji dan Hilda harus pergi ke Bogor untuk menghadiri undangan teman mereka yang sedang mengadakan syukuran. Begitu juga dengan Esa--adiknya yang tidak ikut dan memilih untuk di rumah.Sabtu siang, Metta sudah melajukan motorny pergi menuju kediaman keluarga Dewangga. Bukan tidak tahu tata krama, tapi Metta sudah di larang untuk membawa apapun ke sana. Metta pun yakin jika Mamih Soraya sudah menyiapkan segalanya dengan lengkap di acara tersebut. Lagian itu bukan acara besar, hanya kumpul keluarga saja.Demi datang ke acara ini, Metta harus membatalkan pertemuannya dengan teman-temannya malam nanti untuk balapan.“Wahhh udah dateng nihhh…” seru Soraya saat melihat kedatangan Metta.“Iya Mih. Kalau sore macet ah males…” sahut Metta.“T
Metta yang sedang memanggang daging tak sengaja mengarahkan pandangannya ke arah di mana Elvan dan Daddy Mahanta sedang duduk. Karena asap yang ada di sekitarnya, Metta sempat tidak bisa melihat dengan jelas.‘Kok bertiga, bukannya tadi berdua?’ tanya Metta pada dirinya sendiri.Metta mulai mempertajam penglihatannya agar ia bisa melihat dengan jelas, karena jarak mereka cukup lumayan jauh. Pemanggang memang di tempatkan agak jauh dari pintu rumah agar semua asap tidak masuk ke dalam rumah.Matanya membulat saat ia melihat pria itu adalah Andrew, yang kini sedang bergabung bersama Elvan dan Daddy Mahanta.Hatinya meringis, ‘Kenapa dia ada di sini, hah? Sejak kapan dia datang?’‘Kalau begini aku harus cari alasan untuk pulang deh…’ ujarnya dalam hati.Soraya sempat memperhatikan arah pandangan Metta dan menemukan jika Andrew sudah ada di sana. Kemudian Soraya sedikit menyikut Aya, kemudian menunjuk ke arah Andrew dengan matanya.Aya dan Soraya seakan berbicara hanya dengan tatapan mata
"Apaan?"Andrew tampak menghela napas panjangnya, ia mencoba untuk menenangkan pikiran dan dirinya. Agar ia tidak salah bicara lagi dan mencoba untuk memahami perasaan Metta. Hingga ucapan apa yang keluar dari mulutnya tidak kembali menyakiti hati Metta. "Kamu masih marah dan kesal sama aku?" tanya Andrew dengan lembut.Metta langsung menggeleng."Kenapa masih menghindariku?" tanya Andrew."Bukannya aku udah jelasin semuanya sama kakak?" tanya Metta.Andrew mengangguk. "Tapi apa gak bisa kita kaya dulu lagi, berteman seperti biasa nya?" tanya Andrew. Metta tampak menghela napas panjangnya. "Gak, Kak." Metta menjawabnya dengan tegas. "Kenapa?""Aku gak tau kalau harus jawab kenapa, yang jelas aku gak bisa, Kak.""Sejauh mana kamu membenciku dan marah padaku? Apa aku gak bisa memperbaiki semuanya?" tanya Andrew.Metta menggeleng lemah. "Mungkin kamu kesal dan marah padaku karena kejadian itu, jujur aku gak tau dan tidak menyangka efeknya akan sampai seperti ini. Tapi dengar, aku em
Sarapan pagi ini di kediaman keluarga Dewangga ramai, karena adanya Metta dan Andrew. Selain Metta, semalam Andrew juga ikut menginap atas ajakan Soraya karena akhirnya mereka menikmati daging bakaran bersama-sama sambil berbincang banyak hal sampai hampir jam 10 malam. Kini semuanya tampak mengobrol dengan begitu santai di meja makan sambil menikmati sarapan mereka.Meski begitu tapi Metta masih sedikit merasa canggung karena ia kembali berteman dengan Andrew setelah obrolan mereka semalam.“Kalian pulang siangan aja ya, nanti sepi lagi nih di sini!” ujar Soraya.“Metta gak bisa Mih, ada yang harus dikerjain,” sahut Metta.“Tugas kuliah?” tanya Soraya.Metta mengangguk.“Minta tolong aja sama Andrew, biar cepet beres. Kamu ada waktu kan Ndrew?” tanya Soraya pada Andrew dan memberi sedikit kode.“Andrew santai Mih…” sahut Andrew setelah menelan makanannya yang masih ia kunyah di dalam mulut.Metta langsung menggeleng, “Enggak kok, Mih. Tugasnya udah hampir selesai. Metta hanya perlu
10 hari berlalu dan siang ini Elvan dan Andrew baru sedang dalam perjalanan kembali ke kantor, sejak pagi mereka cukup sibuk di luar kantor dan kali ini mereka baru saja meeting dengan klien di luar.“Kita makan siang dulu sebelum kembali ke kantor,” ujar Elvan yang duduk di samping Andrew yang sedang mengendarai mobil.“Boleh, biar sekalian. Mau ke mana?” tanya Andrew.“Mana aja, yang penting deket kantor biar gak kejauhan,” sahut Elvan dan Andrew menganggukinya.“Oh iya, gimana kabar hubungan Lu sama Metta, Ndrew?” tanya Elvan kemudian.“Baik-baik aja…” sahut Andrew.“Tapi kok gue gak pernah liat Metta ke kantor lagi, emang dia gak ada tugas apa?” tanya Elvan. “Yakin hubungan kalian baik-baik aja?” lanjutnya.“Baik kok, beneran. Kami sudah mulai chat lagi, meski gak kaya dulu. Kesannya dia jadi kaku gitu, tapi ini lebih baik lah. Dia juga gak pernah ngerecokin masalah tugas lagi, itu kayanya dia gak pernah ke kantor. Bahkan Metta juga udah gak pernah ajakin ke sasana lagi buat latih
Mata Metta membulat dengan sempurna mendengar perkataan Andrew. Bibirnya sedikit terbuka. Ia terdiam tak percaya dengan apa yang di dengarnya."M-maksudnya... kakak s-suka sama aku?" tanya Metta beberapa detik kemudian.Andrew mengangguk dengan tegas. Ada rasa lega di hatinya setelah mengungkapkan apa yang dipendamnya selama beberapa bulan ini. Terutama perasaan yang begitu menyiksanya selama hampir seminggu ini karena diabaikan oleh Metta. Sebelum Hilda meninggalkan rumah sakit, Andrew sudah merenungkan semuanya. Kini ia tidak akan mengingkari lagi apa yang dirasakannya. "Kakak jangan bercanda ah… gak lucu," sahut Metta."Apa aku keliatan sedang bercanda untuk hal seserius ini?”"Kakak kan kesel karena ku diemin beberapa hari ini. Jadi kali aja Kakak mau nge-prank aku untuk balas dendam," jawab Metta berusaha sesantai mungkin.Andrew menarik kursinya untuk lebih dekat dengan Metta yang sedang duduk di atas tempat tidurnya. "Tolong lihat mataku baik-baik. Apa kamu liat ada kebohonga
Hilda meninggalkan rumah sakit setelah ia membelikan Metta dan Andrew makanan untuk makan malam mereka berdua.Kini hanya tinggal Metta dan Andrew yang berdua saja di dalam ruang rawat inap. Untung saja tak ada pasien lain di ruangan ini, karena Elvan memang langsung meminta ruang VIP untuk Metta saat ia mengurus administrasi tadi.“Kak, kalau Kakak mau pulang, pulang aja. Aku gak apa-apa kok sendiriaan,” ujar Metta membuka pembicaraan yang sejak tadi hanya hening saja.Andrew langsung menoleh pada Metta dengan tatapan tak terbacanya. Kemudian ia bangkit dari sofa dan berpindah duduk di samping ranjang Metta.“Kenapa ngomong kaya gitu?” tanya Andrew.“Gak apa-apa, Kak. Aku takutnya Kakak banyak kerjaan, dan aku cuma repotin kakak aja.”Andrew menggeleng, “Bukannya tadi aku yang nawarin untuk jagain kamu di sini, lagian Elvan juga udh kasih ijin. Jadi santai aja,” jelas Andrew.“Iya sihhh, tapi…”Andrew tampak menghela napas, “Kamu masih marah sama aku dan gak mau aku di sini?”Metta m
Saat suasana sudah kondusif, Soraya sengaja mengajak Hilda untuk membeli beberapa minuman dan camilan yang bisa di makan oleh semua orang yang sedang menemani Metta.Soraya sengaja mengajak Hilda ke kafetaria yang berada di lantai 3 rumah sakit karena ada hal yang ingin ia bicarakan dengan serius pada Hilda, dan agar yang lainnya tidak mendengar pembicaraan mereka.Tanpa berbasa-basi, sambil menunggu pesanan mereka datang Soraya langsung memberitahu Hilda mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan Metta dan Andrew. Keadaan kafetaria tidak begitu ramai karena masih jam 15.30 sore di mana para pengunjung rumah sakit biasanya baru datang setelah jam kantor, dan masih beberapa jam lagi jam kantor akan usai.Tentu saja Hilda menyambut gembira atas ucapan Soraya tersebut, karena menurutnya Andrew memang sosok pria yang baik dan pengertian. Dan agar terkesan tidak jujur Soraya sendiri sedikit menceritakan kisah Andrew saat remaja dan memiliki beberapa mantan kekasih. Bukan untuk menjelekkan
Saat semuanya sudah mulai tenang, tiba-tiba saja pintu ruang inap Metta kembali terbuka. Hilda dan Aji muncul begitu saja dan langsung masuk ke dalam ruangan untuk melihat keadaan putri mereka.Wajah Hilda tampak panik dan khawatir begitu masuk ke dalam ruangan, ia langsung menghampiri Metta yang masih terbaring di atas tempat tidur.“Aduhhh, Ta. Gimana keadaan kamu sekarang?” tanya Hilda dengan sangat khawatir.“Metta baik kok, Ma. Cuma emang masih pusing aja,” jelas Metta."Baik gimana sih, liat itu kemejamu banyak noda darahnya...," ucap Hilda dengan suara bergetar seraya menyentuh kemeja bagian bahu Metta.“Dokter sudah memeriksa keadaannya kok, Ma. Kepala Metta di jahit 4 jahitan. Seharusnya bisa rawat jalan tapi Elvan memutuskan untuk rawat inap semalam supaya besok dokter bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada kepalanya.” Kini Elvan ikut bicara untuk menenangkan mertuanya.Elvan tidak perlu menjelaskan bagaimana ia bisa datang ke rumah sakit, karena ia sudah menjelaskanny
“Gimana keadaannya?” tanya Elvan menghampiri Andrew yang tengah menemani Metta.“Masih belum sadar,” sahut Andrew.“Papa sama Mama udah mau jalan ke sini. Gue belum kasih tau Aya sama Mamih, Lu tungguin dulu ya. Gue mau nelpon kantor juga minta Andi urusin motor Metta di kantor polisi,” ujar Elvan kemudian, lalu kembali meninggalkan Andrew sendirian untuk menemani Metta.Beberapa menit kemudian Metta bergerak dalam tidurnya dan dengan perlahan mulai membuka matanya.“Ta, kamu baik-baik aja? Ada yang sakit? Sebelah mana?” tanya Andrew panik.Metta menatap ke arah Andrew kemudian dengan spontan memegang kepalanya, “Aduhhh pusing… pusing banget,” lirihnya.“Bentar aku panggilin dulu dokter, tunggu tunggu!” ujar Andrew cemas dan sedikit panik.Dokter segera datang untuk memeriksa Metta, bukan hanya di periksa Metta juga di tanyai beberapa hal sederhana seperti nama dan alamat rumahnya, untuk memastikan jika tidak ada luka dalam yang mempengaruhi daya ingatnya.Saat pemeriksaan dokter berl
Lima hari setelah kejadian tersebut, lagi-lagi Metta tidak membalas pesan dari Andrew. Bahkan tidak membacanya sama sekali.Dan ini sungguh membuat Andrew sangat tersiksa.Elvan yang memperhatikan Andrew sejak tadi hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.“Masih gak bales?” tanya Elvan.Andrew mengangguk pasrah.“Susah ya hadepin cewek yang baru aja lepasin masa remajanya, ku pikir gak akan sampe segininya,” sahut Elvan kemudian.“Ya gitu deh…” balas Andrew.“Tapi Lu harus tetep sabar sih, susah loh dapetin cewek baek-baek kaya Metta sekarang,” goda Elvan.“Dih apa sih, kan gue udah bilang. Kalau gue sama dia tuh temenan aja,” sungut Andrew.Elvan kembali terkekeh, “Iya iya temenan aja. Tapi kalau gak ada kabar galauuu, sedihhh, uring-uringan…” ledek Elvan lagi.Andrew menoleh pada Elvan dengan tatapan nyalangnya. “Udah ahh, mending kita bahas masalah meeting kita yang tadi pagi sama klien aja!”“Pengalihan nih ceritanya?” goda Elvan.“Gak ada! Gak ada!” Elvan tersenyum lebar, “Lah
Siang ini Andrew memutuskan untuk makan siang di luar, dan ia juga memutuskan untuk pergi menemui Metta. Ia akan mengajak Metta untuk mampir di tempat balap yang resmi. Andrew keluar sebelum tepat jam makan siang agar memiliki waktu yang cukup lama, ia tidak khawatir karena ia sudah menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu untuk rencananya ini.Andrew langsung melajukan mobilnyamenuju kampus Metta. Ia juga sudah mengirimi pesan chat pada Metta. Meski chatnya masih belum di balas oleh Metta.“Ck! Lagi-lagi gak di bales…” decak Andrew sambil terus mengendarai mobilnya.“Harus sabar sih sabar hadepin dia, tapi kan kalau terus-terusan kaya gini yang bete juga kali. Kesannya gue kaya yang salah banget terus, padahal kan apa yang dia lakuin itu berbahaya!” dengus Andrew kemudian. Sudah dua hari berlalu dan Metta kembali tidak mau membaca maupun membalas chat dari Andrew. 'Kaya dulu lagi. Liat chat masuk dari gue, langsung di hapus aja...'Andrew harus terjebak kemacetan selama beberapa
Sejak tadi Metta merasa begitu kesal, bahkan perasaan kesal itu masih saja bertahan meski kini ia sudah berada di dalam kamarnya.“Kenapa sih sama dia?! Aneh dehhh… jadi kaya mulai ngatur-ngatur gitu, pake ngancem mau di laporin segala! Apaan coba itu maksudnya!” dengus Metta.“Kalau sampe beneran dilarang balapan gimana? Dari mana aku dapet duit tambahan kalo butuh, hah??!” kesalnya lagi.Sesekali Metta membutuhkan tambahan uang untuk membeli aksesoris motor atau penambahan sparepart khusus agar performa motor balapnya tetap bagus dimana tidak mungkin ia meminta uang pada ayahnya, yang sejak awal tidak suka Metta mengendarai motor balap.Jam menunjukkan sekarang sudah lewat tengah malam, dan Metta masih saja kesal. Ia sudah mencoba untuk memejamkan matanya, tapi rasanya sangat sulit dengan perasaan kesalnya pada Andrew.Hingga ponselnya berbunyi, Metta meraih ponselnya yang rupanya Andrew menghubunginya melalui panggilan video. Tapi Metta memilih untuk tidak mengangkatnya sama sekali
Andrew hanya bisa menunggu Metta dengan perasaan kesal. Hingga akhirnya Metta kembali lagi ke kursinya."Lamaaa...." desis Andrew kemudian."Maaf, Kak. Udah lama soalnya gak ketemu sama mereka. Jadi keasikan ngobrol deh..." sahut Metta.Andrew sempat melirik ke arah mereka sebentar, sedangkan Metta kembali melanjutkan makannya yang tadi sempat tertunda."Mereka temen-temen balap mu?" tanya Andrew.Metta mengangguk, "Yups!""Gak ada ceweknya satupun kecuali kamu?""Yups!""Beneran? Cowok semua gitu?" tanya Andrew lagi tak percaya dan coba memastikannya kembali.Metta menatap Andrew, "Iya, Kak. Kan aku udah pernah bilang deh kalau gak salah. Ceweknya ya cuma aku doang kalau balapan, cewek banyak di sana paling nunggu di pinggir, di mana mereka itu pacar temen-temenku.""Oh ya ya, aku ingat.""Mereka cuman temanmu, kan?" tanya Andrew kemudian.Kening Metta tampak berkerut. "Iya, kan aku udah bilang tadi.""Tapi kok kaya akrab banget gitu?" tanya Andrew lagi. Karena ia melihat mereka begi