Seperti ucapannya Andrew tadi malam melalaui pesan chatnya, sekitar pukul 4 sore ia sudah datang ke rumah Metta dan menjemputnya.“Kok cepet sih, Kak. Bukannya belum jam pulang ya?” tanya Metta ketika sudah berada di dalam mobil Andrew dan duduk di sampingnya.“Hmm, biasa Elvan ngasih waktu. Karena dia udah jenguk Ryan tadi pagi sama kakak kamu,” jelas Andrew.“Ohh… gitu yaa…” sahut Metta.“Hmm…” sahut Andrew sambil mengangguk, karena ia sudah mulai melajukan mobilnya. Jalanan sudah mudah padat oleh kemacetan, hingga butuh waktu yang cukup lama hingga harus sampai ke mall.Hampir satu jam di jalanan akhirnya mereka sampai juga. Dan Andrew langsung menuju ke salah satu lantai yang ada di mall tersebut di mana toko perlengkapan bayi berada.“Jadi enaknya kita kasih apa ya?” tanya Andrew. “Dipikir-pikir mungkin saja bayinya sudah memiliki semuanya,” ujar Metta.“Hmm, aku juga yakin begitu…” sahut Andrew.“Pasti bingung sih kalau mau beliin yang beda. Jadi gimana kalau beli yang emang ud
Andrew hanya bisa menunggu Metta dengan perasaan kesal. Hingga akhirnya Metta kembali lagi ke kursinya."Lamaaa...." desis Andrew kemudian."Maaf, Kak. Udah lama soalnya gak ketemu sama mereka. Jadi keasikan ngobrol deh..." sahut Metta.Andrew sempat melirik ke arah mereka sebentar, sedangkan Metta kembali melanjutkan makannya yang tadi sempat tertunda."Mereka temen-temen balap mu?" tanya Andrew.Metta mengangguk, "Yups!""Gak ada ceweknya satupun kecuali kamu?""Yups!""Beneran? Cowok semua gitu?" tanya Andrew lagi tak percaya dan coba memastikannya kembali.Metta menatap Andrew, "Iya, Kak. Kan aku udah pernah bilang deh kalau gak salah. Ceweknya ya cuma aku doang kalau balapan, cewek banyak di sana paling nunggu di pinggir, di mana mereka itu pacar temen-temenku.""Oh ya ya, aku ingat.""Mereka cuman temanmu, kan?" tanya Andrew kemudian.Kening Metta tampak berkerut. "Iya, kan aku udah bilang tadi.""Tapi kok kaya akrab banget gitu?" tanya Andrew lagi. Karena ia melihat mereka begi
Sejak tadi Metta merasa begitu kesal, bahkan perasaan kesal itu masih saja bertahan meski kini ia sudah berada di dalam kamarnya.“Kenapa sih sama dia?! Aneh dehhh… jadi kaya mulai ngatur-ngatur gitu, pake ngancem mau di laporin segala! Apaan coba itu maksudnya!” dengus Metta.“Kalau sampe beneran dilarang balapan gimana? Dari mana aku dapet duit tambahan kalo butuh, hah??!” kesalnya lagi.Sesekali Metta membutuhkan tambahan uang untuk membeli aksesoris motor atau penambahan sparepart khusus agar performa motor balapnya tetap bagus dimana tidak mungkin ia meminta uang pada ayahnya, yang sejak awal tidak suka Metta mengendarai motor balap.Jam menunjukkan sekarang sudah lewat tengah malam, dan Metta masih saja kesal. Ia sudah mencoba untuk memejamkan matanya, tapi rasanya sangat sulit dengan perasaan kesalnya pada Andrew.Hingga ponselnya berbunyi, Metta meraih ponselnya yang rupanya Andrew menghubunginya melalui panggilan video. Tapi Metta memilih untuk tidak mengangkatnya sama sekali
Siang ini Andrew memutuskan untuk makan siang di luar, dan ia juga memutuskan untuk pergi menemui Metta. Ia akan mengajak Metta untuk mampir di tempat balap yang resmi. Andrew keluar sebelum tepat jam makan siang agar memiliki waktu yang cukup lama, ia tidak khawatir karena ia sudah menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu untuk rencananya ini.Andrew langsung melajukan mobilnyamenuju kampus Metta. Ia juga sudah mengirimi pesan chat pada Metta. Meski chatnya masih belum di balas oleh Metta.“Ck! Lagi-lagi gak di bales…” decak Andrew sambil terus mengendarai mobilnya.“Harus sabar sih sabar hadepin dia, tapi kan kalau terus-terusan kaya gini yang bete juga kali. Kesannya gue kaya yang salah banget terus, padahal kan apa yang dia lakuin itu berbahaya!” dengus Andrew kemudian. Sudah dua hari berlalu dan Metta kembali tidak mau membaca maupun membalas chat dari Andrew. 'Kaya dulu lagi. Liat chat masuk dari gue, langsung di hapus aja...'Andrew harus terjebak kemacetan selama beberapa
Lima hari setelah kejadian tersebut, lagi-lagi Metta tidak membalas pesan dari Andrew. Bahkan tidak membacanya sama sekali.Dan ini sungguh membuat Andrew sangat tersiksa.Elvan yang memperhatikan Andrew sejak tadi hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.“Masih gak bales?” tanya Elvan.Andrew mengangguk pasrah.“Susah ya hadepin cewek yang baru aja lepasin masa remajanya, ku pikir gak akan sampe segininya,” sahut Elvan kemudian.“Ya gitu deh…” balas Andrew.“Tapi Lu harus tetep sabar sih, susah loh dapetin cewek baek-baek kaya Metta sekarang,” goda Elvan.“Dih apa sih, kan gue udah bilang. Kalau gue sama dia tuh temenan aja,” sungut Andrew.Elvan kembali terkekeh, “Iya iya temenan aja. Tapi kalau gak ada kabar galauuu, sedihhh, uring-uringan…” ledek Elvan lagi.Andrew menoleh pada Elvan dengan tatapan nyalangnya. “Udah ahh, mending kita bahas masalah meeting kita yang tadi pagi sama klien aja!”“Pengalihan nih ceritanya?” goda Elvan.“Gak ada! Gak ada!” Elvan tersenyum lebar, “Lah
“Gimana keadaannya?” tanya Elvan menghampiri Andrew yang tengah menemani Metta.“Masih belum sadar,” sahut Andrew.“Papa sama Mama udah mau jalan ke sini. Gue belum kasih tau Aya sama Mamih, Lu tungguin dulu ya. Gue mau nelpon kantor juga minta Andi urusin motor Metta di kantor polisi,” ujar Elvan kemudian, lalu kembali meninggalkan Andrew sendirian untuk menemani Metta.Beberapa menit kemudian Metta bergerak dalam tidurnya dan dengan perlahan mulai membuka matanya.“Ta, kamu baik-baik aja? Ada yang sakit? Sebelah mana?” tanya Andrew panik.Metta menatap ke arah Andrew kemudian dengan spontan memegang kepalanya, “Aduhhh pusing… pusing banget,” lirihnya.“Bentar aku panggilin dulu dokter, tunggu tunggu!” ujar Andrew cemas dan sedikit panik.Dokter segera datang untuk memeriksa Metta, bukan hanya di periksa Metta juga di tanyai beberapa hal sederhana seperti nama dan alamat rumahnya, untuk memastikan jika tidak ada luka dalam yang mempengaruhi daya ingatnya.Saat pemeriksaan dokter berl
Saat semuanya sudah mulai tenang, tiba-tiba saja pintu ruang inap Metta kembali terbuka. Hilda dan Aji muncul begitu saja dan langsung masuk ke dalam ruangan untuk melihat keadaan putri mereka.Wajah Hilda tampak panik dan khawatir begitu masuk ke dalam ruangan, ia langsung menghampiri Metta yang masih terbaring di atas tempat tidur.“Aduhhh, Ta. Gimana keadaan kamu sekarang?” tanya Hilda dengan sangat khawatir.“Metta baik kok, Ma. Cuma emang masih pusing aja,” jelas Metta."Baik gimana sih, liat itu kemejamu banyak noda darahnya...," ucap Hilda dengan suara bergetar seraya menyentuh kemeja bagian bahu Metta.“Dokter sudah memeriksa keadaannya kok, Ma. Kepala Metta di jahit 4 jahitan. Seharusnya bisa rawat jalan tapi Elvan memutuskan untuk rawat inap semalam supaya besok dokter bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada kepalanya.” Kini Elvan ikut bicara untuk menenangkan mertuanya.Elvan tidak perlu menjelaskan bagaimana ia bisa datang ke rumah sakit, karena ia sudah menjelaskanny
Saat suasana sudah kondusif, Soraya sengaja mengajak Hilda untuk membeli beberapa minuman dan camilan yang bisa di makan oleh semua orang yang sedang menemani Metta.Soraya sengaja mengajak Hilda ke kafetaria yang berada di lantai 3 rumah sakit karena ada hal yang ingin ia bicarakan dengan serius pada Hilda, dan agar yang lainnya tidak mendengar pembicaraan mereka.Tanpa berbasa-basi, sambil menunggu pesanan mereka datang Soraya langsung memberitahu Hilda mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan Metta dan Andrew. Keadaan kafetaria tidak begitu ramai karena masih jam 15.30 sore di mana para pengunjung rumah sakit biasanya baru datang setelah jam kantor, dan masih beberapa jam lagi jam kantor akan usai.Tentu saja Hilda menyambut gembira atas ucapan Soraya tersebut, karena menurutnya Andrew memang sosok pria yang baik dan pengertian. Dan agar terkesan tidak jujur Soraya sendiri sedikit menceritakan kisah Andrew saat remaja dan memiliki beberapa mantan kekasih. Bukan untuk menjelekkan
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang